Anda di halaman 1dari 30

Borang Portofolio Kasus Penyakit Dalam

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ec. Susp. Ruptur Varises


Topik :
Esofagus
Tanggal (kasus) : 22 Desember 2016 Presenter : dr. Teddy Kurniawan
dr. Nurweti Emida
Tanggal Presentasi : Pendamping :
dr. Nova Fenita Sari
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Lubuk Sikaping
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Laki-laki, usia 42 tahun, mengeluhkan muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk
Deskripsi : rumah sakit. Pasien didiagnosis dengan: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ec.
Susp. Ruptur Varises Esofagus
Mengenali, melakukan penegakan diagnosis dan pengobatan awal pada perdarahan
Tujuan :
saluran cerna bagian atas
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas :
Nama : Tn. A, Laki-laki, 42 tahun, BB :
Data Pasien : No. Registrasi : 10.61.99
55 kg, TB : 170 cm
Nama RS : RSUD Lubuk Sikaping Telp : - Terdaftar sejak : 22 Desember 2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1
1. Diagnosis : Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ec Ruptur Varises Esofagus

2. Gambaran Klinis :
Muntah-muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 10 kali, banyaknya gelas/kali,
berisi darah segar.
BAB berwarna hitam sejak 2 hari SMRS. Frekuensi BAB 1 kali sehari, konsistensi biasa.
Nyeri perut kanan atas sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar,
tidak dipengaruhi gerakan
Perut membuncit sejak 7 hari SMRS. Perut dirasakan membuncit perlahan-lahan. Saat ini
perut tampak membesar sampai membuat pasien sulit bergerak
BAK (+) frekuensi dan warna biasa.
Sesak nafas (-)
Demam (-)
3. Riwayat Pengobatan:

Pasien sudah kontrol rutin berobat selama 1 minggu untuk penyakit yang sekarang ke poli
penyakit dalam RSUD Lubuk Sikaping.

4. Riwayat Kesehatan / penyakit


Pasien sudah didiagnosis dengan sirosis hepatis sejak 4 minggu yang lalu.Saat itu pasien dirawat
di RSUD Lubuk Sikaping selama 1 minggu, dan pulang dengan anjuran kontrol rutin ke poli
penyakit dalam setiap 3 hari.

5. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :


Pasien bekerja sebagai petani

Daftar Pustaka :
1. Pangestu A. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. edk IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 289 292.
2. Shuhart, Margaret, M.D., Kris Kowdley, M.D., dan Bill Neighbor, M.D., Gastrointestinal
Bleeding. Medline Article, Vol.41, http://www.uwgi.org/guidelines/ch_07/ch07txt.htm
(diunduh pada tanggal: 15 Februari 2017)

2
3. Laine L. Gastrointestinal bleeding. Dalam Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,
Hauser SL, dan Loscalzo J (eds.). Harrisons Principles of internal medicine. 18th edn. New
York: The McGraw Hill Companier; 2012. hlm. 320 323.
4. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Oxford clinical medicine. 9th edn. New
York: Oxford University Press; 2014. hlm. 254 255.
5. Kusumobroto. Penatalaksanaan perdarahan varises esofagus. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. edk
IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. 2007. hlm. 222 227.
Hasil Pembelajaran :
1. Untuk mengetahui etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Untuk mengetahui patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas ec ruptur varises
esofagus
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan edukasi perdarahan saluran cerna bagian atas ec
ruptur varises esofagus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Keluhan Utama: Mual muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 10 kali,
banyaknya gelas, berisi darah segar.
BAB berwarna hitam sejak 2 hari SMRS. Frekuensi BAB 1 kali sehari
Nyeri perut kanan atas sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak
menjalar, tidak dipengaruhi gerakan
Perut membuncit sejak 7 hari SMRS. Perut dirasakan membuncit perlahan-lahan.
Saat ini perut tampak membesar sampai membuat pasien sulit bergerak

2. Objektif :

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kooperasi : Kooperatif.

3
Keadaan gizi : Gizi cukup.
Tekanan darah : 130/80 mmHg.
Nadi : 118 kali / menit.
Suhu : 36,2oC
Pernapasan : 28 kali / menit.
Antropometri
BB : 55 kg.
TB : 170 cm.
BMI :19.03 = BMI Normal

STATUS INTERNUS
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor (diameter
3mm/3mm), RC +/+.
Kulit : Pucat, Turgor kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, deviasi sudut mulut (-)
Leher : Trakea di tengah, JVP 5-2 cmH2O
KGB : tidak terdapat pembesaran di leher, axilla dan inguinal.
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, dalam keadaan statis dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat.
Palpasi : Iktus teraba pada 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada.
c. Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Distensi, hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : Shifting dullness (+)

4
d. Punggung :
Inspeksi : Tampak alignment tulang baik
Palpasi : Nyeri tekan CVA (-/-)
Nyeri ketuk CVA (-/-)

e. Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-)

LABORATORIUM
Hb : 6,4 gr/dl Hematokrit : 21,6 %
Leukosit : 8.700 /mm3 Trombosit : 251.000 /mm3

3. Assesment

DIAGNOSIS :
Diagnosis Kerja : Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ec Susp. Ruptur
Varises Esofagus

4. Plan

1) Umum
Pasang NGT alir sampai tidak ada darah mengalir
Puasa
Diet MC Diet Hepar
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf

2) Khusus
Injeksi Octreotide Asetat 200 mcg
Drip Octreotide Asetat 200 mcg dalam NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Injeksi Omeprazole 2 x 40 mg
Sucralfate syr 3 x 500 mg
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg
Lactulose syr 3 x 10 g
Injeksi Asam Traneksamat 3 x 500 mg
Injeksi Vitamin K 3 x 10 mg

5
Spironolakton tab 1 x 100 mg

3) Rencana
Transfusi Packed Red Cell 2 unit
Periksa kadar SGOT SGPT

6
Follow up

23 Desember 2016
Rawatan Hari I
S : - Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (+)
- Nyeri perut kanan atas (+)
- Perut membuncit (+)
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 80 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 100/60 mmHg Suhu : 37,0 C

Hidung : Terpasang NGT, darah (-)


Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis
P:
1) Umum
Diet Hepar I
IVFD RL 8 jam/kolf
2) Khusus
Injeksi Vitamin K 3 x 10 mg
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg
Lactulose syr 3 x 10 g
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid 3 x 5 mg
Rencana:
- Transfusi 1 unit PRC

7
24 Desember 2016
Rawatan Hari II
S : - Post transfusi 1 unit PRC
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (-)
- Nyeri perut kanan atas (+)
- Perut membuncit (+)
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 80 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 37,2 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

Laboratorium (24/12/2016): SGOT : 444 mg/dl


SGPT : 486 mg/dl

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet Hepar I
IVFD RL 8 jam/kolf
Aff NGT
2) Khusus
Injeksi Vitamin K 3 x 10 mg
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg

8
Lactulose syr 3 x 10 g
Sucralfat syr 3 x 500 mg
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid 3 x 5 mg

Rencana:
- Transfusi 1 unit PRC kolf ke II pre Lasix
- Cek Darah Rutin post transfusi

25 Desember 2016
Rawatan Hari III
S : - Post transfusi 1 unit PRC kolf ke II
- Perut membuncit (+)
- Nyeri perut kanan atas (+)
- Mual (+)
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (+)

O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,9 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

Laboratorium (24/12/2016): Hb : 6,9 g/dl


Leukosit : 8.300 /mm
Trombosit : 134.000 /mm
Hematokrit : 22,3%

9
A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus
- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet Hepar I
IVFD Triofusin Hepar : Aminofusin Hepar = 1 : 1 (12 jam/kolf)
NGT terbuka
Puasa

2) Khusus
Injeksi Vitamin K 3 x 10 mg
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg
Lactulose syr 3 x 10 g
Sucralfat syr 3 x 500 mg
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid 3 x 5 mg
Injeksi Metoclopramide 3 x 10 mg

Rencana:
- Transfusi 1 unit PRC kolf ke III

26 Desember 2016
Rawatan Hari IV
S : - Post transfusi 1 unit PRC kolf ke III
- Perut membuncit (+)
- Nyeri perut kanan atas (-)
- Mual (-)
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (-)

10
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Suhu : 36,9 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet MC Hepar I
IVFD Triofusin Hepar : Aminofusin Hepar = 1 : 1 (12 jam/kolf)
NGT tertutup

2) Khusus
Injeksi Vitamin K 3 x 10 mg
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg
Lactulose syr 3 x 10 g
Sucralfat syr 3 x 500 mg
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid 3 x 5 mg
Injeksi Metoclopramide 3 x 10 mg

11
27 Desember 2016
Rawatan Hari V
S : - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut kanan atas (-)
- Mual (-)
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (-)

O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 37,2 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet MC Hepar II
IVFD Triofusin Hepar : Aminofusin Hepar = 1 : 1 (12 jam/kolf)
Lanjutkan NGT tertutup

2) Khusus
Lactulose syr 3 x 10 g
Sucralfat syr 3 x 500 mg
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid 3 x 5 mg

12
Rencana:
- Cek Darah Rutin post transfusi

28 Desember 2016
Rawatan Hari VI
S : - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut kanan atas (-)
- Mual (-)
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (-)

O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 88 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Suhu : 37,2 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

Laboratorium (28/12/2016): Hb : 7,6 g/dl


Leukosit : 7.000 /mm
Trombosit : 156.000 /mm
Hematokrit : 25,8%

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet MC Hepar II
IVFD Triofusin Hepar : Aminofusin Hepar = 1 : 1 (12 jam/kolf)

13
Lanjutkan NGT tertutup

2) Khusus
Ibuprofen tab 2 x 400 mg
Lactulose syr 3 x 10 g
Injeksi Metoclopramide 3 x 10 mg
Antasida tab 3 x 1
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid tab 3 x 5 mg
Propanolol tab 2 x 40 mg
Lacidofile 3 x 1 sachet

Rencana:
- Cek Albumin

29 Desember 2016
Rawatan Hari VII
S : - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut kanan atas (-)
- Mual (-)
- Muntah darah (-)
- BAB berwarna hitam (-)

O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 88 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Suhu : 37,2 C

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Abdomen : Tampak membuncit, distensi (+)
Shifting dullness (+)

14
Laboratorium (28/12/2016): Albumin : 1,9 gr/dl

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp. ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

P:
1) Umum
Diet MC Hepar II
Drip SNMC (Stronger Neo-Minophagen C) 1 ampul dalam D5% 8 jam/kolf
Transfusi Albumin 20%

2) Khusus
Ibuprofen tab 2 x 400 mg
Injeksi Metoclopramide 3 x 10 mg
Antasida tab 3 x 1
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Spironolakton tab 1 x 100 mg
Cisaprid tab 3 x 5 mg
Propanolol tab 2 x 40 mg
Lacidofile sachet 1 x 1
Injeksi Furosemid 1 x 20 mg

Pukul 22.30 WIB


S : - Pasien meminta pulang paksa dengan alasan ingin bertemu orang tua
- Dokter sudah menjelaskan kondisi dan keadaan penyakit pasien kepada pasien dan
keluarganya. Pasien tetap ingin pulang paksa

A : - Perdarahan saluran cerna bagian atas ec ruptur varises esofagus


- Anemia sedang
- Sirosis Hepatis

Terapi :
Ibuprofen tab 2 x 400 mg

15
Cisaprid tab 3 x 5 mg
Metoclopramide tab 3 x 5 mg
Lansoprazole caps 1 x 30 mg
Antasida tab 3 x 1
Sucralfat tab 3 x 500 mg
Lacidofile 3 x 1 sachet
Spironolakton tab 1 x 25 mg
Propanolol tab 2 x 40 mg
Furosemide tab 1 x 40 mg

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan yang berasal
pada area proksimal dari ligamentun Treitz.Yang termasuk organ-organ saluran cerna
di proksimal ligamentum Treitz adalah esofagus, gaster, duodenum, dan sepertiga
proksimal dari jejunum. Ligamentum Treitz adalah suatu pita muskulofibrosa yang
berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersi pada
perbatasan antara duodenum dan jejunum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung).1

Gambar 2.1 Ligamentum Treitz


Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam
tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah
perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.2

II. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologik dari Eropa menunjukkan bahwa insidensi tahunan kejadian
perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat pada 48 dari 145 per 100.000 populasi
di tahun 1960-an dan 1970-an. Di tahun 1978 didapatkan estimasi total dari jumlah
rawat inap rumah sakit akibat perdarahan saluran cerna bagian atas di Amerika Serikat
sebanyak 150 per 100.000 populasi. Penelitian tunggal terbaru tentang kesehatan

17
dasar pada suatu populasi di Amerika Serikat, ditemukan sebanyak 102 kasus rawat
inap akibat perdarahan saluran cerna bagian atas per 100.000 populasi di tahun 1995.
Pada data 1992 1999 dari National Hospital Discharge Survey ditemukan angka
rawat inap tahunan akibat perdarahan saluran cerna bagian atas didapatkan sebanyak
149 172 kasus per 100.000.3
Walaupun sudah terdapat banyak kemajuan dalam bidang diagnostik, terapi
dan perawatan, tetapi masih ada sebagian pasien perdarahan SCBA yang meninggal.
Angka kematian tersebut kira- kira 8-10% di negara maju dan dibagian penyakit
dalam FKUI/RSCM kira-kira 25% yang meninggal karena perdarahan saluran cerna
bagian atas. Kematian tersebut ada hubungan dengan beberapa faktor seperti usia
lanjut, terlambat berobat, perdarahan yang banyak serta adanya penyakit berat lain
yang menyertainya.1

III. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari perdarahan SCBA adalah ulkus peptikum, yaitu
mendekati 50% dari keseluruhan kasus, yang biasanya berhubungan dengan
penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS), dan Helicobacter pylori.
Penyebab tersering lainnya berasal dari varises pembuluh darah mukosa saluran cerna
yaitu berkisar 5-40%.2,3
Tabel 2.1 Sumber perdarahan dari saliran cerna bagian atas3,4
Sumber Perdarahan Proporsi (%)
Ulkus 30-60%
Varises esophagus 6-35%
Sindroma Mallory-Weiss 2-8%
Erosi gastroduodenal 2-18%
Esofagitis erosive 1-13%
Neoplasma 2-8%
Sumber yang tidak teridentifikasi 5-14%

Ulkus Peptikum
Penyakit ulkus peptikum yaitu ulkus gaster dan ulkus duodenum
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama

18
dalam kelompok umur di atas umur 45 tahun. Penyakit ini paling sering
disebabkan oleh H. pylori dan OAINS.3

Sindroma Mallory-Weiss
Syndrome Mallory-Weiss adalah suatu keadaan hematemesis atau
melena yang secara khas mengikuti muntah muntah berat yang
berlangsung beberapa jam atau hari. Penyakit ini ditemukan terutama pada
pasien alkoholik. Perdarahan disebabkan oleh laserasi mukosa pada area
gastrik pada pertautan gastroesofageal. Perdarahan dapat berhenti secara
spontan pada 80% hingga 90% pasien dan kambuh hanya pada 0% hingga
7%.3

Varises Esofagus
Varises esofagus adalah dilatasi berlebihan pada vena vena di
lapisan submukosa pada bagian bawah esofagus. Terjadinya varises
esofagus dikarenakan sebagai konsekuensi dari hipertensi porta akibat
sirosis hepatis sehingga pasien dengan varises esofagus sering sekali
mengalami perdarahan. Perdarahan varises sendiri terjadi pada 25-35%
pasien sirosis.3,4

Gambar 2.2 Varises pada esofagus dan gaster


Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik. Ensefalopati terjadi bila
amonia dan zat zat toksik lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber
amonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. 3,4

19
Gambar 2.3 Hasil gambaran endoskopi pada varises esofagus disertai dengan
cherry-red spot
Varises esofagus merupakan penyebab perdarahan yang paling
sering dan paling berbahaya pada sirosis hepatis yang merupakan
penyebab dari sepertiga angka kematian keseluruhan. Ligasi dengan
endoskopi adalah terapi pilihan karena menurunkan risiko untuk terjadi
perdarahan ulang, menurunkan angka kematian, komplikasi lokal yang
minimal, dan membutuhkan terapi lanjutan yang lebih sedikit
3,4
dibandingkan skleroterapi.

IV. GEJALA KLINIS


Gejala dan tanda klinis perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering
ditemukan pada pasien adalah:1,3
1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang telah berlangsung
lama.
2. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.
Adapun manifestasi klinis yang ditemukan sebagai ciri khas dari perdarahan
saluran cerna bagian atas terutama dapat dibedakan dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah, antara lain: hematemesis, melena, emesis yang berwarna seperti kopi,
nyeri pada epigastrium, dan reaksi vasovagal seperti mual, muntah. 1
Melena menandakan bahwa darah berada dalam saluran cerna selamapaling
tidak 14 jam (bisa hingga 3-5 hari). Semakin berada di proksimal sumber perdarahan,

20
semakin mungkin melena terjadi. Hematoskezia biasanya menandakan bahwa sumber
perdarahan berada di saluran cerna bagian bawah, meskipun lesi di SCBA dapat
mengalami perdarahan dengan cepat sehingga darah tidak berada dalam usus cukup
lama sehingga bisa saja tidak terdapat melena. 3

V. DIAGNOSIS
Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran cerna
adalah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, dan angiografi. Pada
semua pasien dengan tanda tanda perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang
asal perdarahannya masih meragukan, maka pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas merupakan prosedur pilihan. Dengan pemeriksaan ini sebagian besar
kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan. Endoskopi juga bermanfaat
pada kasus dengan perdarahan yang tidak terlalu masif untuk menentukan manajemen
yang sesuai. Selain itu dengan endoskopi bisa pula dilakukan upaya terapeutik .
Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi sangat tergantung tingkat keahlian,
keterampilan, dan pengalaman operator pelaksana.3

Gambar 2.4 Algoritma untuk pasien dengan perdarahan SCBA

VI. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan dasar pasien perdarahn saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan,

21
dan mencegah terjadinya perdarahan ulang. Adapun langkah langkah praktis
pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah sebagai berikut:1
1. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.
2. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.
3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan.
4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.
5. Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan.
6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab
perdarahan dan mencegah terjadinya perdarahan ulang.

VI.1 Pemeriksaan Awal


Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status
1
hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi:
1. Tekanan darah dan nadi dalam posisi berbaring.
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer berupa akral teraba dingin.
4. Tingkat kesadaran.
5. Produksi urin.
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskuler
akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil.

VI.2 Resusitasi untuk Stabilisasi Hemodinamik


Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
(misalnya cairan garam fisiologis) dengan tetesan cepat menggunakan dua
jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor; tujuannya
memulihkan tanda tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya
tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada
kondisi hipoalbuminemia berat.5
Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan
pada keadaan berikut ini:
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.

22
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang
dari 10 g% atau hematokrit kurang dari 30%.
4. Terdapat tanda tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

VI.3 Melanjutkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Lain


yang Diperlukan
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang
keluar.
2. Riwayat perdarahan sebelumnya.
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga.
4. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain.
5. Penggunaan obat obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan anti
koagulan.
6. Kebiasaan minum alkohol.
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi dan
alergi obat obatan.
8. Riwayat transfusi sebelumnya.

Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan:


1. Darah rutin
2. BUN dan kadar kreatinin serum karena pada perdarahan saluran
cerna bagian atas, pemecahan protein darah oleh kuman usus akan
mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap
normal atau sedikit meningkat.
3. Dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang lainnya yang perlu
dilakukan tergantung jenis kasus perdarahan saluran cerna atas yang
dihadapi.

23
VI.4 Membedakan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas atau Bawah
Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan
seperti kopi karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti
perdarahannya berasal dari saluran cerna bagian atas. Timbulnya melena, feses
hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus
sejumlah 50 100 ml atau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena
yang diperoleh dari anamnesis, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum.
Perdarahan saluran cerna bagian atas dengan manifestasi hematoskezia
dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi 1000 ml dan
disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atau syok.3
Pada semua kasus perdarahan saluran cerna disarankan untuk pemasangan
pipa nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil
atau yang sudah jelas perdarahan saluran cerna bagian bawah. Pada perdarahan
saluran cerna bagian atas akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah segar
sebagai tanda bahwa perdarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan bilas
lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah
pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau
24 jam. Bila selama kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat
dianggap bukan perdarahan saluran cerna bagian atas.3
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi Hematemesis dan/ Hematoskezia
melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

VI.5 Terapi Perdarahan SCBA


A. Terapi Non-Endoskopis
Pemasangan Selang Nasogastrik
Pemasangan selang nasogastrik/NGT dilakukan untuk aspirasi dan
bilas lambung. Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung
dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya
dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.

24
Vitamin K

Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang


mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolehkan,
dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif
murah.

Vasopressin

Vasopressin dapat menghentikan perdarahan saluran cerna bagian


atas lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknikus,
menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.
Vasopressin diberikan dalam dosis 0,1-1,0 unit/menit
Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pasien dengan penyakit
pembuluh darah koroner atau penyakit pembuluh darah perifer
merupakan kontraindikasi pemberian obat ini.

Obat-Obat Golongan Anti Sekresi Asam

Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan


bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang saluran cerna bagian
atas karena tukak peptik adalah inhibitor pompa proton dosis tinggi.
Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok
plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazol hanya 4.2%. Suntikan
omeprazol yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus,
yang bisa digunakan per infus adalah persediaan esomeprazol dan
pantoprazol dengan dosis sama seperti omeprazol. Pada perdarahan
saluran cerna bagian atas ini, obat obatan seperti antasida, sukralfat,
dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Ocreotide

Somatostatin dan analognya (ocreotide) diketahui dapat


menurunkan aliran darah splanknikus, khasiatnya lebih selektif
dibanding vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut
varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat

25
menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70 80% kasus,
dan dapat pula digunakan pada perdarahan nonvarises. Dosis
pemberian somatostatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan
per infus 250 mcg/jam selama 12 24 jam atau sampai perdarahan
berhenti; ocreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25
mcg/jam selama 8 24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

Balon Tamponade

Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan


varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah
Sengstaken- Blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa serta
dua balon masing masing untuk esofagus dan lambung.
Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam untuk
menghindari kerusakan mukosa. Pemasangan SB-tube dapat dilakukan
pada pasien yang belum bisa mendapat terapi endoskopi segera atau
pada pasien yang memerlukan stabilisasi sebelum tindakan endoskopi

Gambar 2.5 Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube)


B. Terapi Endoskopis
Berbagai cara terapi endoskopi akan efektif dan aman apabila
dilakukan oleh ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman.
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
saluran cerna bagian atas, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan
karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau.
Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan
varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping
akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan

26
striktur. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan
tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan darah yang melekat atau
noda hematokistik.
Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik sulit
dilakukan karena perdarahan yang masif, terus berlangsung, atau teknik
yang tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antara lain
1,5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleate.

Gambar 2.6 Skleroterapi pada varises esofagus.


C. Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat beresiko. Tindakan
hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas
dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS
(Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).

Gambar 2.7 Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)

27
D. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi
dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal
dalam bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan
saluran cerna bagian atas untuk menentukan waktu yang tepat kapan
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

E. Pencegahan Perdarahan Berulang


Pada kasus perdarahan akibat varises esofagus, perdarahan berulang
dapat dicegah dengan cara-cara:5
1. Ligasi Varises Endoskopik
Setelah perdarahan aktif varises diatasi, varises harus
dieradikasi dengan cara endoskopik.
Dianjurkan setiap varises diligasi dengan 1 ligator setiap
minggu sampai varises hilang
Setelah varises berhasil dieradikasi, pasien tetap diikuti dengan
endoskopi berkala setiap 3 bulan dan 6 bulan.
2. Skleroterapi Endoskopik
Bila ligasi tidak memungkinkan, skleroterapi dapat dikerjakan
3. Beta bloker non selektif
Kombinasi terapi endoskopik dengan penghambat beta bloker
non selektif, maupun beta bloker tunggal, dapat digunakan.

28
BAB III
DISKUSI

Pasien laki-laki berumur 42 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk Sikaping pada 22
Desember 2016 dan didiagnosis Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ec. Susp. Ruptur
Varises Esofagus. Diagnosa tersebut berdasarkan anamnesis yaitu mual muntah sebanyak
10 kali, banyaknya gelas/kali dan berisi darah segar sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini juga
disertai BAB berwarna hitam. Pasien juga mengeluhkan perut semakin membuncit. 4 minggu
sebelumnya pasien sudah didiagnosis dengan sirosis hepatis dan dianjurkan untuk kontrol
rutin ke poli penyakit dalam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, TD 130/80 mmHg, nadi 118 x/menit, RR 28
x/menit, suhu afebris. Pada mata ditemukan konjungtiva anemis (+/+). Pada abdomen
didapatkan tampak membuncit, pada palpasi didapatkan distensi dengan hepar dan lien sulit
dinilai. Pada perkusi ditemukan shifting dullness (+). Pada ekstremitas didapatkan akral
hangat, CRT <2 detik. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di IGD didapatkan kesan
anemia sedang dengan Hb: 6,4 gr/dl, Leukosit: 8.700/mm3, hematokrit: 21,6%, dan
trombosit: 251.000/mm3.
Pada pasien dilakukan pemasangan NGT untuk mengeluarkan darah pada lambung dan
mengistirahatkan lambung sampai tidak terdapat darah mengalir pada selang NGT. Pada
pasien diberi terapi farmakologi berupa injeksi ocreotide, suatu analog somatostatin, untuk
menurunkan tekanan portal dan diharapkan menghentikan perdarahan varises esofagus. Agen
hemostatik juga diberikan pada pasien ini berupa asam traneksamat dan vitamin K.
Antiobiotik, yaitu ciprofloxacin, diberikan pada pasien sebagai profilaksis untuk menurunkan
infeksi bakteri dan menurunkan mortilitas. Lactulosa diberikan untuk pencegahan
ensefalopati hepatikum. Spironolakton diberikan sebagai diuretik untuk mengurangi asites.
Pasien direncanakan untuk transfusi PRC sampai kadar Hb 8 gr/dl.
Rawatan hari I tidak didapatkan muntah darah pada pasien, namun BAB berwana hitam
masih (+). Pada NGT sudah tidak didapati darah mengalir. Pasien tidak lagi mendapatkan
terapi ocreotide. Pasien diberikan terapi tambahan berupa cisaprid tab 3 x 5 mg sebagai
prokinetik. Saat ini pada pasien juga dilakukan transfusi PRC 1 unit.
Rawatan hari II keluhan muntah darah dan BAB berwarna hitam (-), dan pasien
direncanakan untuk aff NGT. Namun pada rawatan hari III pasien mengeluhkan mual dan
BAB berwana hitam (+), sehingga pasien kembali dipasang NGT terbuka, dipuasakan, dan

29
diberikan cairan Triofusin Hepar : Aminofusin Hepar = 1 : 1. Hari rawatan ke IV keluhan
muntah darah dan BAB berwarna hitam (-).
Sampai hari rawatan ke VI, pasien telah ditransfusi 3 unit PRC, dan dilakukan
pemeriksaan darah rutin post transfusi, didapatkan Hb : 7,6 g/dl. Hari ini pasien juga
diberikan terapi tambahan propanolol 2 x 40 mg sebagai pencegahan perdarahan berulang.
Pasien juga diberi lacidofile sachet 3 x 1 sebagai probiotik gastrointestinal. Hari rawatan ke
VII pada pasien dilakukan transfusi albumin untuk memperbaiki hipoalbumin. Selain itu
pasien diberikan SNMC untuk memperbaiki fungsi hati yang abnormal pada penyaki hati
kronis. Pukul 22.30 WIB, pasien meminta pulang atas permintaan sendiri. Pasien akhirnya
pulang dengan terapi ibuprofen, cisaprid, metoklopramid, lansoprazol, antasida, sucralfat,
lacidofile, spironolakton, propanolol, dan furosemid.
Pasien perdarahan SCBA yang dikarenakan ruptur varises esofagus sebaiknya dilakukan
pemeriksaan endoskopi secara berkala untuk ligasi atau skleroterapi agar perdarahan berulang
tidak terjadi. Namun pada kasus ini pasien meminta pulang paksa, sehingga pasien tidak
dapat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan endoskopi. Selain itu hasil koreksi albumin
pada pasien juga tidak dapat dinilai.

30

Anda mungkin juga menyukai