PENDAHULUAN
Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Kehamilan kembar
termasuk kehamilan resiko tinggi, karena kematian perinatal 3-5 kali lebih tinggi dari
kehamilan tunggal, dan kematian neonatus 10 kali lebih tinggi dari kehamilan tunggal.
Kematian perinatal janin pertama 9 kali dari kehamilan tunggal dan kematian perinatal
janin kedua 11 kali dari hamil tunggal (1)
Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang
terpisah (ovum-ganda, kembar dizigot atau kembar Fraternal). Sekitar sepertiga diantara
kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri
menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan kemampuan untuk berkembang
menjaadi ovum tunggal tersendiri (kehamilan monozygot atau kembar identik). Salah
satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih
besar. Sebagai contoh, kembar empat atau kuadriplet dapat timbul dari satu, dua, tiga atau
empat buah ovum (2)
Pada kehamilan kembar dizygotik maupun monozygotik dapat terjadi berbagai
komplikasi baik terhadap ibu maupun janin. Dominasi satu janin kembar terhadap janin
kembarannya atau disebut dengan kembar diskordan merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang terjadi pada kehamilan kembar. Keadaan ini dapat mengakibatkan satu
janin tumbuh lebih besar dari janin kembarannya, disamping dapat mengakibatkan
(2,3)
kelainan pertumbuhan bahkan kematian dari janin kembar tersebut. Angka kejadian
kembar diskordan adalah 15-29% dari jumlah kehamilan kembar.(3)
Menurut perbedaan berat badan terdapat dua kategori kembar diskordan yaitu (3)
1. Diskordan grade I : dengan perbedaan berat badan sampai 15-25%
2. Diskordan grade II : dengan perbedaan berat badan lebih dari 25%
Penyebab dari diskordan pada kehamilan kembar sering tidak jelas, perbedaan masa
plasenta, genetik dan ketidak seimbangan hemodinamik pada sindroma transfusi antar
janin atau disebut juga twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) merupakan penyebab
terjadinya kembar diskordan.(1,3)
1
Diskordan oleh karena perbedaan masa plasenta dapat terjadi pada monokorion
maupun dikorion tapi hal ini lebih sering terjadi pada plasenta dengan monokorion.
Biasanya adanya diskordan dapat terdeteksi pada minggu ke 16-20. Adanya defek neural,
anomali kardiak dan defek kromosom dapat terdeteksi dengan teknologi terbaru pada
akhir-akhir ini.(3)
Kembar diskordan karena TTTS hanya terjadi pada kembar monokorionik. Angka
kejadiannya sekitar 5-17 %. Masalahnya disini adalah adanya hubungan vaskuler antara
kedua janin tetapi sirkulasi peredaran darahnya berbeda sehingga dapat mengakibatkan
anemia pada janin yang satu dan polisitemia pada janin lainnya. Anastomosis pada
plasenta monokhorionik bisa terjadi dari arteri ke arteri, arteri ke vena atau dari vena ke
vena. Pada TTTS ini yang paling mengganggu adalah anastomosis dari pembuluh darah
arteri ke vena (anastomosis arteriovenosus). Akibat anastomosis tersebut darah akan
dipompakan dari pembuluh arteri ke dalam vena, keluar dari janin yang satu (donor) ke
dalam janin yang lainnya (resipien) (3)
Bila pada penemuan USG terdapat hal berikut akan membantu diagnosis (4)
1. Perbedaan berat badan (diskordan) 20%
2. Adanya gambaran stuck twin
3. Hidrops fetalis dengan adanya satu atau lebih : edema bawah kulit, efusi
pericardial, efusi pleural, asites.
Pada kehamilan kembar, pertumbuhan janin terbatas sampai usia kehamilan 38
minggu dan masalah insufisiensi plasenta disertai tanda-tanda postmaturitas biasanya
berkembang lebih awal dibandingkan dengan kehamilan tunggal.(5) Pada kehamilan 40
minggu sering telah terjadi pertumbuhan janin terganggu (PJT) sehingga kehamilan
kembar sebaiknya dilakukan terminasi pada umur kehamilan 38 minggu Apabila diduga
pertumbuhan janin terhambat maka sangat dianjurkan untuk melakukan pemantauan
kesejahteraan janin. Pemantauan dengan USG dilakukan berulang, demikian juga
pemantauan dengan kardiotokografi (CTG) dan profil biofisik. (5)
2
Gambar 1. Penatalaksanaan Hamil kembar dengan Ultrasonografi
(dikutip dari 1)
3
Bila salah satu janin menunjukkan pola yang abnormal sementara janin yang lain
normal maka dilakukan penilaian secara hati-hati dengan memperhatikan komplikasi
yang terjadi seperti hipertensi, diabetes mellitus, perdarahan pervaginam, PRM, PJT
dengan langkah-langkah sebagai berikut (5,6,7)
1. Bila satu janin non reaktif tapi tidak menunjukkan deselerasi lambat dengan
rangsangan suara (kontraksi uterus) maka dilakukan penilaian profil biofisik
secara terus menerus untuk melihat fetal well being.
2. Bila satu janin non reaktif dan menunjukkan suatu deselerasi lambat atau profil
biofosik rendah ( <4), maka dilakukan amniosintesis untuk menilai kematangan
paru (L/S ratio)
3. Bila paru matang (L/S ratio >2) maka persalinan diakhiri dengan metode yang
aman. Bila paru belum matang diberikan betametason (12 mg dalam 2 kali dosis
selama 2 hari) dan selanjutnya persalinan diakhiri dengan metode yang aman .
Pada makalah ini akan dibahas suatu kasus wanita 24 tahun dengan diagnosis waktu
masuk G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif. Anak hidup
gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala. Persalinan dilakukan secara spontan.
Kedua anak adalah laki-laki dengan bayi I ,BB : 3398 gram, PB: 49 cm, A/S: 8/9 dan bayi
II Berat badan : 2654 gram, Pjg badan : 48 cm, A/S : 8/9. Plasenta lahir spontan
lengkap, 2 buah bersatu, dua amnion , 2 khorion. Bayi I Hb 14,7 g%, Hematokrit 43 %,
sedangkan bayi II Hb 16,4 g%, hematokrit 49%. Kedua bayi dirawat selama 3 hari di
bagian anak dan pulang dalam keadaan sehat.
4
BAB II
STATUS PASIEN
Identitas
Nama : Sobiha
Umur : 24 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Rumah Tangga
Alamat : Bungus
MR : 40 81 60
============================================================
Anamnesa:
Seorang pasien umur 24 tahun masuk KB IGD Perjan RS.Dr.M.Jamil Padang tanggal 19
Januari 2005 jam 15.33 wib kiriman Poliklinik dengan D/ G2P1A0H1 gravid aterm (40-
41 minggu) +PRM + anak gemelli letak lintang letak kepala.
5
Riwayat Menstruasi: menarche: 12 tahun, siklus teratur 1 x 28 hari, lamanya 5 hari,
banyaknya 2- 3 x ganti duk/hari, nyeri (-).
Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit
hepar/kuning, hipertensi dan penyakit diabetes melitus.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 0 C
6
Dada : Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, RF +/+, RP -/-
Status Obstetri
Muka : cloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, areola dan papila hiperpigmentasi, kolostrum (+)
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit melebihi kehamilan aterm biasa , linea
mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-).
Palpasi :
L I : FUT : 1 jari bawah prosesus xipoideus
Teraba massa besar noduler difundus dan masa besar noduler di regio hipochondria
kiri
L II : Teraba tahanan terbesar disebelah kiri dan kanan.
L III : teraba massa keras terfiksir dan masa bulat keras diregio iliaka kanan
L IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP.
TFU : 49 cm , TBA : 5580 gr
HIS : setiap 3-4 menit/ 40 detik/kuat
Auskultasi : I. BJA : 142 X/menit
II. BJA : 158 x/menit
7
Arcus Pubis > 90 0
UPL : DIT dapat dilalui 1 tinju dewasa
Kesan : Panggul luas
D/ G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif
Anak hidup gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala UUK kiri melintang HI-II
Sikap :
Nilai 2 jam lagi ( jam 17.30 wib)
Kontrol keadaan umum, his, BJA, KDL, O Bandl
Antibiotika : Amoksisilin injeksi 2 x 1 gram
Labor darah rutin
8
Kesan : Gravid aterm + janin hidup + gemelli
Hasil CTG tgl 19 Januari 2005
janin I Janin II
Baseline 150 dpm 160 dpm
Variabilitas 5-15 dpm 5-15 dpm
Akselerasi (+) (+)
Deselerasi (-) (-)
Gerak janin (+) (+)
Kontraksi (+)
Kesan : reaktif takikardi ringan
9
Anak hidup gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala UUK kiri depan HII-III
Sikap :
Nilai 2 jam lagi ( jam 19.30 wib)
Kontrol keadaan umum, his, BJA. O Bandl, KDL
Sikap :
Pimpin mengedan
Kontrol keadaan umum, his, BJA, kemajuan dari luar.. O Bandl
Rencana : Partus pervaginam.
10
Jam 18.40 wib
Lahir bayi I laki-laki secara spontan
BB : 3398 gram
PB : 49 cm
A/S : 8/9
Tali pusat dijepit dengan 2 buah klem dan digunting diantara dua klem tersebut
Dilakukan pemeriksaan kembali
Abdomen :
Inspeksi : membuncit
Palpasi :
L I : FUT 3 jari atas pusat
Teraba massa besar noduler
L II : Teraba tahanan terbesar disebelah kanan , bagian-bagian kecil di kiri
L III : teraba massa keras terfiksir
L IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP.
HIS : setiap 2-3 menit/ 50 detik/kuat
TFU : 31 cm
TBA : 2790 cm
Auskultasi : BJA : 158 x/menit
Sikap :
Amniotomi
11
Pimpin mengedan
Kontrol keadaan umum, his, BJA, KDL, O Bandl
Rencana : Partus pervaginam.
STATUS BAYI
12
Abdomen : datar, lemas, hati x, lien So, tali Abdomen : datar, lemas, hati x, lien So, tali
pusat tidak ada kelainan pusat tidak ada kelainan
Genitalia testes tidak ada kelainan Genitalia testes tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan Ekstremitas : tidak ada kelainan
Kulit : kemerahan seluruh tubuh Kulit : kemerahan seluruh tubuh
Anus (+) Anus (+)
Refleks neonatal : Moro (+), Isap (+), rooting Refleks neonatal : Moro (+), Isap (+), rooting
(+), pegang (+) (+), pegang (+)
Ukuran : lingk. Kep 38 cm,Lingk. Dada 35 cm, Ukuran : lingk. Kep 34 cm,Lingk. Dada 33 cm,
Lingk. Perut 33 cm, Pj lengan 17 cm, Pj kaki 22 Lingk. Perut 30 cm, Pj lengan 16 cm, Pj kaki 20
cm, Kepala simfisis 29 cm cm, Kepala simfisis 29 cm
Kesan : Neonatus cukup bulan, resiko (-), usia Kesan : Neonatus cukup bulan, resiko (-), usia
kehamilan 38-39 minggu, SMK kehamilan 38-39 minggu, SMK
Kelainan kongenital tidak ada Kelainan kongenital tidak ada
Thy : Vit K 1 mg Thy : Vit K 1 mg
Follow up : Follow up :
Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C HR: 140 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 36,8C
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Hb 14,7 g%, leukosit 23.500/mm, Hematokrit Hb 16,4 g%, leukosit 11.600/mm, hematokrit
43%, GDR 59 mg% 49%, GDR 42 mg%
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI/SF 7 x 30 cc Sikap : ASI/SF 7 x 30 cc
Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
20-01-2005 demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 140 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 37C,
BB 3400 gram BB 2600 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil
13
Sikap : ASI / SF 6 x 30 cc Sikap : ASI / SF 6 x 35 cc
Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
21-01-2005
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 140 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 126 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 37C,
BB 3400 gram BB 2600 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI / SF 3 x 30 cc Sikap : ASI / SF 3 x 40 cc
22-01-2005 Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C,
BB 3400 gram BB 2550 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI / SF 3 x 30 cc Sikap : ASI / SF 3 x 40 cc
Pindah rawat gabung Pasien pulang atas permintaan keluarga
14
BAB III
DISKUSI
15
2. Lingkaran abdomen berbeda 20 mm atau lebih
3. Perbedaan diameter biparietal lebih dari 6 mm, dengan diameter biparietal terkecil
kurang dari 2 standar deviasi dibawah rata-rata.
4. Perimeter kepala berbeda lebih dari 5%
5. S/D arteri umbilikalis berbeda lebih dari 15% dan peningkatan ratio S/D (0,4)
pada satu atau kedua janin.
Ultrasonografi adalah alat yang penting yang dipakai untuk mengukur
pertumbuhan janin.. Untuk menentukan taksiran berat janin telah banyak formula yang
dikemukakan peneliti. Umumnya mereka memakai BPD, lingkaran perut, luas
penampang perut dan Panjang Femur. Dikenal formula Osaka, Tokyo, Campbell,
Hansmann, Hadlock, Hobbins, Birnholz dan Shepard. Gernt et al menemukan bahwa
sensitifitas USG dalam menentukan kembar diskordan hanya 60%. (9) .
Pengukuran berat janin pada bagian Obgin FK Unand/RS dr. M. Jamil Padang
adalah dengan memakai formula dari Shepard dengan memakai BPD dan lingkaran perut
(AC). Dilaporkan oleh Shepard bahwa formulanya dapat menduga berat janin dengan
penyimpangan 100 gram setiap 1 kilogram janin. (10).
TBA janin I 3200 gram, BBL bayi I : 3398 gram dan TBA janin II 3000 gram,
BBL bayi II : 2654 gram. Disini terdapat perbedaan yang jauh antara TBA dengan BBL
bayi II. Hal ini bisa terjadi karena kekeliruan dalam mengukur diameter biparietal .
Pengukuran diameter kepala (BPD) pada hamil kembar masih mempunyai banyak
masalah, karena 26,3% masih sulit mengukur diameter tersebut karena sering terjadi
malpresentasi dan crowded dalam rahim. Ketepatan diagnosis adanya gangguan
pertumbuhan janin pada hamil kembar hanya dengan diameter biparietal ialah 56%. (1)
Pada pemeriksaan USG pasien ini tidak duraikan mengenai amnionisitas dan
khorionisitas, serta jenis kelamin janin sehingga tidak dapat diduga jenis kembar pada
pasien ini. Penentuan amnionisitas dan khorionisitas pada kehamilan kembar adalah hal
yang penting karena berkaitan dengan penatalaksanaan yang tepat. (1, 8) Misalnya hamil
kembar dengan 1 korion dan 1 amnion yang akan banyak mempunyai kelainan-kelainan
seperti sindroma transfusi janin, kematian janin karena lilitan tali pusat, atau kembar
dempet. Pada hamil kembar dengan 1 korion dan 2 amnion hampir selalu didapatkan
anastomosis pembuluh darah kedua plasenta, demikian juga hampir selalu ada
16
discordance kedua janin akibat adanya transfusi janin. Sebaliknya pada hamil kembar
(1)
dengan 2 plasenta dan 2 korion tidak mempengaruhi pertumbuhan janin. Mortalitas
janin paling tinggi pada kehamilan monokhorion-monoamnion (50%), diikuti oleh
kehamilan monochorion-diamnion (26%) dan kehamilan dikhorion-diamnion (9%) (8)
Amnionisitas ditentukan berdasarkan tervisualisasinya membran antar janin.
Visualisasi membran menjadi lebih sulit dengan meningkatnya usia kehamilan karena
crowding janin, penipisan membran yang progresif dan terjadinya oligohidramnion pada
satu atau kedua kantong . Faktor-faktor ini menimbulkan salah diagnosis dari kembar
monoamnion-monokhorion. (11)
Khorionisitas dan amniositas paling baik ditentukan pada kehamilan 10-13
minggu.(9). Pada trimester dua lanjut dan trimester ketiga, keakuratan penetapan
khorionisitas dan amnionisitas adalah sulit.
Kriteria sonografi untuk mendiagnosis khorionisitas dan amnionisitas meliputi (12)
1. Jumlah implantasi plasenta : dua implantasi plasenta yang terpisah menunjukkan
plasentasi dikhorionik. Plasenta tunggal atau bersatu sulit untuk dinilai
2. Membran interfetal harus dinilai asalnya, ketebalan dan jumlah lapisan membran.
Pada kembar dikhorion, area fusi antara plasenta membentuk zona berbentuk baji
yang dinamakan Lambda atau twin-peak sign. Pada kembar monokhorion,
struktur ini tidak ada dan pertemuan antara dua kantong amnion dan dinding
uterus membentuk T shaped appearance.
3. Menghitung jumlah lapisan membran adalah penting : Pada kembar monozigot
hanya ada 2 lapisan membran yang tipis, sedangkan kembar dizigot mempunyai
lapisan membran yang tebal yang berjumlah 4 lapis.
Kriteria diskordan pada kasus ini hanya berdasarkan perbedaan berat badan yang
lebih dari 25%, sedangkan kriteria lainnya tidak terpenuhi. Wenstrom menggunakan
krireria laboratorium untuk menyatakan adanya discordance apabila ada perbedaan Hb
5g% atau perbedaan Hematokrit 15%. (1)
Penyebab diskordan pada kasus ini tidak bisa diketahui dengan pasti. Dari
pemeriksaan plasenta dan amnion pada kasus ini didapatkan dua buah plasenta yang
bersatu, dua khorion dan dua amnion, sehingga tidak mungkin terjadi twin-to-twin
17
transfusion syndrome (TTTS). TTTS terjadi karena adanya transfusi darah intrauterin dari
satu janin kepada janin kembarannya. TTTS terjadi pada kembar monozygot-
monokhorion. (13).
Diagnosis prenatal TTTS secara ultrasonografi pada trimester kedua ditemukan kriteria :
1. Kehamilan monokhorionik : jenis kelamin sama, satu plasenta, membran tipis,
tidak adanya lambda sign pada titik dimana terdapat pertemuan membran antara
kedua janin.
2. Jumlah cairan ketuban abnormal. Pada satu kantong dengan oligohydramnion
dengan kedalaman kantong vertikal 2 cm. Satu kantong dengan polihydramnion
dengan kedalaman kantong vertikal 8 cm.
3. Vesika urinaria : kecil atau tidak dapat dilihat pada oligohydramnion dan besar
pada polihydramnion.
4. stuck twin sign, hidrops fetalis atau gagal jantung (1,4 )
Kemungkinan penyebab diskordan pada kasus ini adalah karena perbedaan masa plasenta
sehingga terjadi perbedaan pertumbuhan janin. Pada keadaan plasenta yang berfusi, sulit
mengidentifikasi masa masing-masing plasenta.
Penatalaksanaan persalinan pada kasus ini sudah tepat dengan melahirkan kedua
janin pervaginam karena janin berada dalam posisi kepala-kepala pada saat kala II
persalinan. Pada umumnya persalinan hamil kembar dibagi 3 grup sesuai dengan
presentasi janin.
1. Janin pertama dan kedua presentasi kepala-kepala
Presentasi kepala-kepala terjadi pada 40-45% dari semua persalinan kembar. Pada
keadaan tidak adanya indikasi obstetrik untuk seksio sesarea, maka dilakukan
persalinan pervaginam tanpa memandang usia kehamilan.(14)
2. Janin pertama presentasi kepala-janin kedua bukan kepala
Pilihan untuk melahirkan janin pertama kepala-janin kedua bukan kepala adalah
seksio sesarea kedua-duanya, atau persalinan pervaginam dengan versi sefalik pada
janin kedua, atau persalinan pervaginam dengan ekstraksi bokong pada janin kedua.(15)
Masih ada silang pendapat. Ada yang menganjurkan seksio sesarea untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tetapi ada yang mengemukakan tidak ada bedanya
18
persalinan pervaginam dan seksio sesarea. Tapi hati-hati penilaian pada presentasi
bokong, harus disingkirkan adanya disproporsi sefalo-pelvik, dan janin besar lebih
dari 3500g.(1)
Pertimbangan umum dalam persalinan : Persiapan untuk melakukan seksio sesarea
segera adalah penting jika dilakukan persalinan pervaginam, karena komplikasi dari
versi seperti prolaps tali pusat, denyut jantung janin yang tidak baik, atau gagal
melakukan versi sefalik atau ekstraksi bokong. Setelah melahirkan janin pertama,
denyut jantung dan posisi janin kedua harus dievaluasi dengan USG dan monitor
elektronik kontinius. Oksitosin diberikan jika tidak terdapat kemajuan dalam
persalinan. Amniotomi dilakukan jika bagian presentasi sudah engaged.(14)
3. Janin pertama bukan presentasi kepala
Apabila janin pertama bukan presentasi kepala dianjurkan seksio sesarea. Hal ini
untuk menghindari adanya interlocking.
Pada kasus ini jarak lahir anak pertama dengan anak kedua adalah 20 menit. Pada masa
lalu, kembar anak kedua dilaporkan mempunyai luaran jelek yang lebih tinggi disebabkan
oleh berat badan lebih rendah, sering terjadi malpresentasi, dan lebih banyak persalinan
dilakukan melibatkan versi podalik interna. Sebagai tambahan, perpanjangan interval
antara kelahiran bayi pertama dengan kedua dianggap berhubungan dengan outcome
jelek. Dianjurkan interval kurang dari 25-30 menit dan direkomendasikan untuk
melakukan manuver seperti ekstraksi bokong atau versi podalik interna untuk
mempercepat kelahiran. (2,14)
Studi terbaru yang dilakukan setelah penggunaan monitor elektronik janin selama
persalinan menunjukkan bahwa tidak ada ketentuan interval waktu antara kelahiran bayi
pertama dengan bayi kedua sepanjang gambaran denyut jantung janin reaktif. (2,14)
19
BAB IV
IV. 1. KESIMPULAN
1. Kembar diskordan pada kasus ini tidak terdiagnosis antepartum dengan USG
karena kesalahan dalam mengukur diameter biparietal janin kedua.
2. Kriteria kembar diskordan pada kasus ini hanya berdasarkan perbedaan berat
badan lahir.
3. Penyebab diskordan pada kasus ini kemungkinan karena perbedaan masa
plasenta.
4. Penatalaksanaan persalinan pada kasus ini sudah tepat, dimana persalinan
dilakukan pervaginam dengan interval waktu 20 menit.
IV.2. SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21