Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Kehamilan kembar
termasuk kehamilan resiko tinggi, karena kematian perinatal 3-5 kali lebih tinggi dari
kehamilan tunggal, dan kematian neonatus 10 kali lebih tinggi dari kehamilan tunggal.
Kematian perinatal janin pertama 9 kali dari kehamilan tunggal dan kematian perinatal
janin kedua 11 kali dari hamil tunggal (1)
Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang
terpisah (ovum-ganda, kembar dizigot atau kembar Fraternal). Sekitar sepertiga diantara
kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri
menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan kemampuan untuk berkembang
menjaadi ovum tunggal tersendiri (kehamilan monozygot atau kembar identik). Salah
satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih
besar. Sebagai contoh, kembar empat atau kuadriplet dapat timbul dari satu, dua, tiga atau
empat buah ovum (2)
Pada kehamilan kembar dizygotik maupun monozygotik dapat terjadi berbagai
komplikasi baik terhadap ibu maupun janin. Dominasi satu janin kembar terhadap janin
kembarannya atau disebut dengan kembar diskordan merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang terjadi pada kehamilan kembar. Keadaan ini dapat mengakibatkan satu
janin tumbuh lebih besar dari janin kembarannya, disamping dapat mengakibatkan
(2,3)
kelainan pertumbuhan bahkan kematian dari janin kembar tersebut. Angka kejadian
kembar diskordan adalah 15-29% dari jumlah kehamilan kembar.(3)
Menurut perbedaan berat badan terdapat dua kategori kembar diskordan yaitu (3)
1. Diskordan grade I : dengan perbedaan berat badan sampai 15-25%
2. Diskordan grade II : dengan perbedaan berat badan lebih dari 25%
Penyebab dari diskordan pada kehamilan kembar sering tidak jelas, perbedaan masa
plasenta, genetik dan ketidak seimbangan hemodinamik pada sindroma transfusi antar
janin atau disebut juga twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) merupakan penyebab
terjadinya kembar diskordan.(1,3)

1
Diskordan oleh karena perbedaan masa plasenta dapat terjadi pada monokorion
maupun dikorion tapi hal ini lebih sering terjadi pada plasenta dengan monokorion.
Biasanya adanya diskordan dapat terdeteksi pada minggu ke 16-20. Adanya defek neural,
anomali kardiak dan defek kromosom dapat terdeteksi dengan teknologi terbaru pada
akhir-akhir ini.(3)
Kembar diskordan karena TTTS hanya terjadi pada kembar monokorionik. Angka
kejadiannya sekitar 5-17 %. Masalahnya disini adalah adanya hubungan vaskuler antara
kedua janin tetapi sirkulasi peredaran darahnya berbeda sehingga dapat mengakibatkan
anemia pada janin yang satu dan polisitemia pada janin lainnya. Anastomosis pada
plasenta monokhorionik bisa terjadi dari arteri ke arteri, arteri ke vena atau dari vena ke
vena. Pada TTTS ini yang paling mengganggu adalah anastomosis dari pembuluh darah
arteri ke vena (anastomosis arteriovenosus). Akibat anastomosis tersebut darah akan
dipompakan dari pembuluh arteri ke dalam vena, keluar dari janin yang satu (donor) ke
dalam janin yang lainnya (resipien) (3)
Bila pada penemuan USG terdapat hal berikut akan membantu diagnosis (4)
1. Perbedaan berat badan (diskordan) 20%
2. Adanya gambaran stuck twin
3. Hidrops fetalis dengan adanya satu atau lebih : edema bawah kulit, efusi
pericardial, efusi pleural, asites.
Pada kehamilan kembar, pertumbuhan janin terbatas sampai usia kehamilan 38
minggu dan masalah insufisiensi plasenta disertai tanda-tanda postmaturitas biasanya
berkembang lebih awal dibandingkan dengan kehamilan tunggal.(5) Pada kehamilan 40
minggu sering telah terjadi pertumbuhan janin terganggu (PJT) sehingga kehamilan
kembar sebaiknya dilakukan terminasi pada umur kehamilan 38 minggu Apabila diduga
pertumbuhan janin terhambat maka sangat dianjurkan untuk melakukan pemantauan
kesejahteraan janin. Pemantauan dengan USG dilakukan berulang, demikian juga
pemantauan dengan kardiotokografi (CTG) dan profil biofisik. (5)

2
Gambar 1. Penatalaksanaan Hamil kembar dengan Ultrasonografi
(dikutip dari 1)

3
Bila salah satu janin menunjukkan pola yang abnormal sementara janin yang lain
normal maka dilakukan penilaian secara hati-hati dengan memperhatikan komplikasi
yang terjadi seperti hipertensi, diabetes mellitus, perdarahan pervaginam, PRM, PJT
dengan langkah-langkah sebagai berikut (5,6,7)
1. Bila satu janin non reaktif tapi tidak menunjukkan deselerasi lambat dengan
rangsangan suara (kontraksi uterus) maka dilakukan penilaian profil biofisik
secara terus menerus untuk melihat fetal well being.
2. Bila satu janin non reaktif dan menunjukkan suatu deselerasi lambat atau profil
biofosik rendah ( <4), maka dilakukan amniosintesis untuk menilai kematangan
paru (L/S ratio)
3. Bila paru matang (L/S ratio >2) maka persalinan diakhiri dengan metode yang
aman. Bila paru belum matang diberikan betametason (12 mg dalam 2 kali dosis
selama 2 hari) dan selanjutnya persalinan diakhiri dengan metode yang aman .

Pada makalah ini akan dibahas suatu kasus wanita 24 tahun dengan diagnosis waktu
masuk G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif. Anak hidup
gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala. Persalinan dilakukan secara spontan.
Kedua anak adalah laki-laki dengan bayi I ,BB : 3398 gram, PB: 49 cm, A/S: 8/9 dan bayi
II Berat badan : 2654 gram, Pjg badan : 48 cm, A/S : 8/9. Plasenta lahir spontan
lengkap, 2 buah bersatu, dua amnion , 2 khorion. Bayi I Hb 14,7 g%, Hematokrit 43 %,
sedangkan bayi II Hb 16,4 g%, hematokrit 49%. Kedua bayi dirawat selama 3 hari di
bagian anak dan pulang dalam keadaan sehat.

4
BAB II
STATUS PASIEN

Identitas
Nama : Sobiha
Umur : 24 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Rumah Tangga
Alamat : Bungus
MR : 40 81 60
============================================================
Anamnesa:

Seorang pasien umur 24 tahun masuk KB IGD Perjan RS.Dr.M.Jamil Padang tanggal 19
Januari 2005 jam 15.33 wib kiriman Poliklinik dengan D/ G2P1A0H1 gravid aterm (40-
41 minggu) +PRM + anak gemelli letak lintang letak kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 5 jam yang lalu.


Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan sejak 5 jam yang lalu
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 8 jam yang lalu
Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.
Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.
HPHT : 12-04-2004 Taksiran Partus :19-01-2005.
Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu.gerak anak dirasakan lebih banyak dari
kehamilan sebelumnya
Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (+), perdarahan (-).
Prenatal Care: ke bidan 2x selama hamil.
Riwayat hamil tua : mual (+), muntah (-), perdarahan (-).

5
Riwayat Menstruasi: menarche: 12 tahun, siklus teratur 1 x 28 hari, lamanya 5 hari,
banyaknya 2- 3 x ganti duk/hari, nyeri (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit
hepar/kuning, hipertensi dan penyakit diabetes melitus.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular
dan penyakit kejiwaan.Tidak ada anggota keluarga yang kembar

Riwayat perkawinan : 1 x tahun 1998.

Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 2/0/1


1. 1999, , BB 3500 gram, aterm, spontan, bidan ,hidup
2. sekarang
Riwayat pemakaian kontrasepsi : pil KB
Riwayat Imunisasi : 1x TT

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 0 C

Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera ikterik


Leher : JVP 5 2 cmH2O, Kelenjer tiroid tidak membesar

6
Dada : Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, RF +/+, RP -/-
Status Obstetri
Muka : cloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, areola dan papila hiperpigmentasi, kolostrum (+)
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit melebihi kehamilan aterm biasa , linea
mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-).
Palpasi :
L I : FUT : 1 jari bawah prosesus xipoideus
Teraba massa besar noduler difundus dan masa besar noduler di regio hipochondria
kiri
L II : Teraba tahanan terbesar disebelah kiri dan kanan.
L III : teraba massa keras terfiksir dan masa bulat keras diregio iliaka kanan
L IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP.
TFU : 49 cm , TBA : 5580 gr
HIS : setiap 3-4 menit/ 40 detik/kuat
Auskultasi : I. BJA : 142 X/menit
II. BJA : 158 x/menit

Genitalia : I : vulva dan uretra tenang


VT : 4-5 cm
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala UUK kiri melintang H I-II.
UPD : Promontorium tak bisa dinilai
Linea Inominata tak bisa dinilai
Os sacrum cekung
Spina Ischiadica tidak menonjol.
Os Coccygis mudah digerakkan

7
Arcus Pubis > 90 0
UPL : DIT dapat dilalui 1 tinju dewasa
Kesan : Panggul luas
D/ G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif
Anak hidup gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala UUK kiri melintang HI-II

Sikap :
Nilai 2 jam lagi ( jam 17.30 wib)
Kontrol keadaan umum, his, BJA, KDL, O Bandl
Antibiotika : Amoksisilin injeksi 2 x 1 gram
Labor darah rutin

Rencana : Partus pervaginam.

Laboratorium tanggal 19-01-2005


Darah rutin
HB : 11,9 gr%
Lekosit : 7.500/mm3
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 155.000
CT : 4 menit 30 detik
Hasil USG dari Poliklinik tanggal 19-01-2005:
Janin gemelli intra uterin, letak kepala letak lintang
Janin I janin II
FM / FHM +/+ +/+
DBP 94,7 mm 94,8 mm
HL 64,4 mm 63,4 mm
AC 331 316
TBA 3200 gram 3000 gram
Amnion 1 kantong 3,8 cm 3,9 cm
Plasenta tertanam dikorpus kiri belakang grade II-III

8
Kesan : Gravid aterm + janin hidup + gemelli
Hasil CTG tgl 19 Januari 2005
janin I Janin II
Baseline 150 dpm 160 dpm
Variabilitas 5-15 dpm 5-15 dpm
Akselerasi (+) (+)
Deselerasi (-) (-)
Gerak janin (+) (+)
Kontraksi (+)
Kesan : reaktif takikardi ringan

Jam 17.30 wib


Anamnesa : nyeri pinggang menjalar ke ari-ari makin sering dan tambah kuat.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
kesadaran : CMC
TD : 110/70 mmhg,
Nadi : 88 x/ menit
Nafas : 22x/ menit,
Suhu : 37 C
His : tiap 3-4 menit, lamanya 45 detik, kuat
BJA : I : 142 X/menit
II. : 158 x/menit

Genitalia : I: vulva dan uretra tenang


VT : 7-8 cm
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala UUK kiri depan H II-III
UPD & UPL : Kesan : Panggul luas

Diagnosa : G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif

9
Anak hidup gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala UUK kiri depan HII-III

Sikap :
Nilai 2 jam lagi ( jam 19.30 wib)
Kontrol keadaan umum, his, BJA. O Bandl, KDL

Rencana : Partus pervaginam.

Jam 18.25 wib


Anamnesa : pasien kesakitan dan ingin mengedan.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
kesadaran : CMC
TD : 120/70 mmhg,
Nadi : 88 x/ menit
Nafas : 22 x/ menit,
Suhu : 37 C
His : tiap 2-3 menit, lamanya 50 detik, kuat

Genitalia : I: vulva dan uretra tenang


VT : lengkap
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala UUK depan H III-IV.
UPD & UPL : Kesan : Panggul luas
Diagnosa : G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif
Anak hidup gemelli intra uterine letak obliq- letak kepala UUK depan HIII-IV

Sikap :
Pimpin mengedan
Kontrol keadaan umum, his, BJA, kemajuan dari luar.. O Bandl
Rencana : Partus pervaginam.

10
Jam 18.40 wib
Lahir bayi I laki-laki secara spontan
BB : 3398 gram
PB : 49 cm
A/S : 8/9
Tali pusat dijepit dengan 2 buah klem dan digunting diantara dua klem tersebut
Dilakukan pemeriksaan kembali
Abdomen :
Inspeksi : membuncit
Palpasi :
L I : FUT 3 jari atas pusat
Teraba massa besar noduler
L II : Teraba tahanan terbesar disebelah kanan , bagian-bagian kecil di kiri
L III : teraba massa keras terfiksir
L IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP.
HIS : setiap 2-3 menit/ 50 detik/kuat
TFU : 31 cm
TBA : 2790 cm
Auskultasi : BJA : 158 x/menit

Genitalia : I : vulva dan uretra tenang


VT : lengkap
Ketuban (+)
Teraba kepala UUK kanan depan HIII(+).
UPD : Panggul luas
D/ G2P1A0H2 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala II
Anak hidup gemelli anak ke-2 letak kepala UUK kanan depan HIII-IV

Sikap :
Amniotomi

11
Pimpin mengedan
Kontrol keadaan umum, his, BJA, KDL, O Bandl
Rencana : Partus pervaginam.

Dilakukan amniotomi : keluar cairan ketuban berwarna jernih jumlah 300 cc

Jam 19.00 WIB


Lahir bayi II, laki-laki secara spontan :
Berat badan : 2654 gram
Pjg badan : 48 cm
A/S : 8/9
Plasenta lahir spontan lengkap, 2 buah bersatu, dua amnion , 2 khorion, berat 1200 garm,
ukuran 24x25x2,5 cm. Panjang TP I 50 cm, Panjang TP II 50 cm.
Perdarahan selama tindakan 100 cc.
Diagnosa : Para 2 Abortus 0 hidup 3 post partus maturus spontan,
Anak dan ibu baik
Sikap : awasi kala IV

STATUS BAYI

Tanggal BAYI I BAYI II


19-01-2005 Lahir tanggal 19-01-2005 jam 18.40 wib, Lahir tanggal 19-01-2005 jam 19.00 wib,
kelamin laki-laki, secara spontan kelamin laki-laki, secara spontan
KU: anak aktif, menangis kuat. KU: anak aktif, menangis kuat.
BBL :3398 gr, PB 49 cm, A/S 8/9 BBL : 2654 gr, PB 48 cm, A/S 8/9
Frek.jantung 144 x/menit Frek.jantung 140 x/menit
Frek. Nafas 50 x/menit Frek. Nafas 40 x/menit
Sianosis (-), Ikterus (-), suhu 36,6C Sianosis (-), Ikterus (-), suhu 36,6C
Kepala : UUB 2,5 x 2,5 cm, UUK 0,5 x 0,5 cm, Kepala : UUB 2,5 x 2,5 cm, UUK 0,5 x 0,5 cm,
jejas persalinan tidak ada jejas persalinan tidak ada
Thoraks : simetris, retraksi (-) Thoraks : simetris, retraksi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Paru : bronchovesikuler, Rh(-), Wh(-) Paru : bronchovesikuler, Rh(-), Wh(-)

12
Abdomen : datar, lemas, hati x, lien So, tali Abdomen : datar, lemas, hati x, lien So, tali
pusat tidak ada kelainan pusat tidak ada kelainan
Genitalia testes tidak ada kelainan Genitalia testes tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan Ekstremitas : tidak ada kelainan
Kulit : kemerahan seluruh tubuh Kulit : kemerahan seluruh tubuh
Anus (+) Anus (+)
Refleks neonatal : Moro (+), Isap (+), rooting Refleks neonatal : Moro (+), Isap (+), rooting
(+), pegang (+) (+), pegang (+)
Ukuran : lingk. Kep 38 cm,Lingk. Dada 35 cm, Ukuran : lingk. Kep 34 cm,Lingk. Dada 33 cm,
Lingk. Perut 33 cm, Pj lengan 17 cm, Pj kaki 22 Lingk. Perut 30 cm, Pj lengan 16 cm, Pj kaki 20
cm, Kepala simfisis 29 cm cm, Kepala simfisis 29 cm
Kesan : Neonatus cukup bulan, resiko (-), usia Kesan : Neonatus cukup bulan, resiko (-), usia
kehamilan 38-39 minggu, SMK kehamilan 38-39 minggu, SMK
Kelainan kongenital tidak ada Kelainan kongenital tidak ada
Thy : Vit K 1 mg Thy : Vit K 1 mg
Follow up : Follow up :
Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C HR: 140 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 36,8C
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Hb 14,7 g%, leukosit 23.500/mm, Hematokrit Hb 16,4 g%, leukosit 11.600/mm, hematokrit
43%, GDR 59 mg% 49%, GDR 42 mg%
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI/SF 7 x 30 cc Sikap : ASI/SF 7 x 30 cc

Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
20-01-2005 demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 140 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 37C,
BB 3400 gram BB 2600 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil

13
Sikap : ASI / SF 6 x 30 cc Sikap : ASI / SF 6 x 35 cc

Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
21-01-2005
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 140 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 126 x/menit, Nfs : 40 x/menit, suhu 37C,
BB 3400 gram BB 2600 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI / SF 3 x 30 cc Sikap : ASI / SF 3 x 40 cc

22-01-2005 Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), Anak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-),
demam (-), sianosis (-), refleks isap baik demam (-), sianosis (-), refleks isap baik
HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C, HR: 148 x/menit, Nfs : 44 x/menit, suhu 36,8C,
BB 3400 gram BB 2550 gram
Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-) Jantung : bronkovesikuler, ronkhi (-)
Jantung : irama teratur, bising (-) Jantung : irama teratur, bising (-)
Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik Abdonmen : distensi (-), Tali Pusat terawat baik
Ekstremitas : sianosis -/- Ekstremitas : sianosis -/-
Kesan : stabil Kesan : stabil
Sikap : ASI / SF 3 x 30 cc Sikap : ASI / SF 3 x 40 cc
Pindah rawat gabung Pasien pulang atas permintaan keluarga

14
BAB III
DISKUSI

Telah dipresentasikan kasus wanita 24 tahun dengan diagnosis waktu masuk


G2P1A0H1 parturient aterm (40-41 minggu) + Kala I Fase aktif. Anak hidup gemelli
intra uterine letak obliq- letak kepala. Persalinan dilakukan secara spontan. Kedua anak
adalah laki-laki dengan bayi I ,BB : 3398 gram, PB: 49 cm, A/S : 8/9 dan bayi II Berat
badan : 2654 gram, Pjg badan : 48 cm, A/S : 8/9. Plasenta lahir spontan lengkap, 2 buah
bersatu, dua amnion , 2 khorion. Bayi I Hb 14,7 g%, Hematokrit 43 %, sedangkan bayi II
Hb 16,4 g%, hematokrit 49%. Kedua bayi dirawat selama 3 hari di bagian anak dan
pulang dalam keadaan sehat.
Yang akan dibahas pada kasus ini adalah :
1. Kembar diskordan pada kasus ini tidak terdiagnosis oleh pemeriksaan USG.
2. Apakah penyebab diskordan pada kasus ini?
3. Penatalaksanaan intrapartum pada gemelli.
Perbedaan berat badan lahir kedua bayi kembar ini lebih dari 25% yang
dikategorikan sebagai kembar diskordan grade II. Berat badan lahir diskordan telah
dilaporkan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada bayi kembar yang lebih kecil.
Kembar dengan diskordan berat badan lebih dari 15% sampai 30% mempunyai hubungan
yang erat dengan morbiditas dan mortalitas perinatal. (8)
Pemeriksaan USG antepartum yang dilakukan pada pasien ini tidak dapat
mendeteksi adanya diskordan pada kasus ini. Dari Hasil USG dari Poliklinik tanggal 19-
01-2005 didapatkan : Janin I TBA 3200 gram , janin II TBA 3000 gram Amnion 1
kantong bayi I 3,8 cm dan bayi II 3,9 cm. tidak diuraikan mengenai amnionisitas dan
khorionisitas dan jenis kelamin janin pada pasien ini.
Jika pada pemeriksaan USG ditemukan keadaan seperti yang berikut ini, maka dapat
(8)
diduga adanya kembar diskordan yaitu
1. Taksiran berat janin berbeda lebih dari 20%. Diklasifikasikan sebagai ringan (15-
25%) atau berat (>25%). Kehamilan preterm dengan kembar diskordan berat
berhubungan dengan angka morbiditas yang lebih tinggi.

15
2. Lingkaran abdomen berbeda 20 mm atau lebih
3. Perbedaan diameter biparietal lebih dari 6 mm, dengan diameter biparietal terkecil
kurang dari 2 standar deviasi dibawah rata-rata.
4. Perimeter kepala berbeda lebih dari 5%
5. S/D arteri umbilikalis berbeda lebih dari 15% dan peningkatan ratio S/D (0,4)
pada satu atau kedua janin.
Ultrasonografi adalah alat yang penting yang dipakai untuk mengukur
pertumbuhan janin.. Untuk menentukan taksiran berat janin telah banyak formula yang
dikemukakan peneliti. Umumnya mereka memakai BPD, lingkaran perut, luas
penampang perut dan Panjang Femur. Dikenal formula Osaka, Tokyo, Campbell,
Hansmann, Hadlock, Hobbins, Birnholz dan Shepard. Gernt et al menemukan bahwa
sensitifitas USG dalam menentukan kembar diskordan hanya 60%. (9) .
Pengukuran berat janin pada bagian Obgin FK Unand/RS dr. M. Jamil Padang
adalah dengan memakai formula dari Shepard dengan memakai BPD dan lingkaran perut
(AC). Dilaporkan oleh Shepard bahwa formulanya dapat menduga berat janin dengan
penyimpangan 100 gram setiap 1 kilogram janin. (10).
TBA janin I 3200 gram, BBL bayi I : 3398 gram dan TBA janin II 3000 gram,
BBL bayi II : 2654 gram. Disini terdapat perbedaan yang jauh antara TBA dengan BBL
bayi II. Hal ini bisa terjadi karena kekeliruan dalam mengukur diameter biparietal .
Pengukuran diameter kepala (BPD) pada hamil kembar masih mempunyai banyak
masalah, karena 26,3% masih sulit mengukur diameter tersebut karena sering terjadi
malpresentasi dan crowded dalam rahim. Ketepatan diagnosis adanya gangguan
pertumbuhan janin pada hamil kembar hanya dengan diameter biparietal ialah 56%. (1)
Pada pemeriksaan USG pasien ini tidak duraikan mengenai amnionisitas dan
khorionisitas, serta jenis kelamin janin sehingga tidak dapat diduga jenis kembar pada
pasien ini. Penentuan amnionisitas dan khorionisitas pada kehamilan kembar adalah hal
yang penting karena berkaitan dengan penatalaksanaan yang tepat. (1, 8) Misalnya hamil
kembar dengan 1 korion dan 1 amnion yang akan banyak mempunyai kelainan-kelainan
seperti sindroma transfusi janin, kematian janin karena lilitan tali pusat, atau kembar
dempet. Pada hamil kembar dengan 1 korion dan 2 amnion hampir selalu didapatkan
anastomosis pembuluh darah kedua plasenta, demikian juga hampir selalu ada

16
discordance kedua janin akibat adanya transfusi janin. Sebaliknya pada hamil kembar
(1)
dengan 2 plasenta dan 2 korion tidak mempengaruhi pertumbuhan janin. Mortalitas
janin paling tinggi pada kehamilan monokhorion-monoamnion (50%), diikuti oleh
kehamilan monochorion-diamnion (26%) dan kehamilan dikhorion-diamnion (9%) (8)
Amnionisitas ditentukan berdasarkan tervisualisasinya membran antar janin.
Visualisasi membran menjadi lebih sulit dengan meningkatnya usia kehamilan karena
crowding janin, penipisan membran yang progresif dan terjadinya oligohidramnion pada
satu atau kedua kantong . Faktor-faktor ini menimbulkan salah diagnosis dari kembar
monoamnion-monokhorion. (11)
Khorionisitas dan amniositas paling baik ditentukan pada kehamilan 10-13
minggu.(9). Pada trimester dua lanjut dan trimester ketiga, keakuratan penetapan
khorionisitas dan amnionisitas adalah sulit.
Kriteria sonografi untuk mendiagnosis khorionisitas dan amnionisitas meliputi (12)
1. Jumlah implantasi plasenta : dua implantasi plasenta yang terpisah menunjukkan
plasentasi dikhorionik. Plasenta tunggal atau bersatu sulit untuk dinilai
2. Membran interfetal harus dinilai asalnya, ketebalan dan jumlah lapisan membran.
Pada kembar dikhorion, area fusi antara plasenta membentuk zona berbentuk baji
yang dinamakan Lambda atau twin-peak sign. Pada kembar monokhorion,
struktur ini tidak ada dan pertemuan antara dua kantong amnion dan dinding
uterus membentuk T shaped appearance.
3. Menghitung jumlah lapisan membran adalah penting : Pada kembar monozigot
hanya ada 2 lapisan membran yang tipis, sedangkan kembar dizigot mempunyai
lapisan membran yang tebal yang berjumlah 4 lapis.

Kriteria diskordan pada kasus ini hanya berdasarkan perbedaan berat badan yang
lebih dari 25%, sedangkan kriteria lainnya tidak terpenuhi. Wenstrom menggunakan
krireria laboratorium untuk menyatakan adanya discordance apabila ada perbedaan Hb
5g% atau perbedaan Hematokrit 15%. (1)
Penyebab diskordan pada kasus ini tidak bisa diketahui dengan pasti. Dari
pemeriksaan plasenta dan amnion pada kasus ini didapatkan dua buah plasenta yang
bersatu, dua khorion dan dua amnion, sehingga tidak mungkin terjadi twin-to-twin

17
transfusion syndrome (TTTS). TTTS terjadi karena adanya transfusi darah intrauterin dari
satu janin kepada janin kembarannya. TTTS terjadi pada kembar monozygot-
monokhorion. (13).
Diagnosis prenatal TTTS secara ultrasonografi pada trimester kedua ditemukan kriteria :
1. Kehamilan monokhorionik : jenis kelamin sama, satu plasenta, membran tipis,
tidak adanya lambda sign pada titik dimana terdapat pertemuan membran antara
kedua janin.
2. Jumlah cairan ketuban abnormal. Pada satu kantong dengan oligohydramnion
dengan kedalaman kantong vertikal 2 cm. Satu kantong dengan polihydramnion
dengan kedalaman kantong vertikal 8 cm.
3. Vesika urinaria : kecil atau tidak dapat dilihat pada oligohydramnion dan besar
pada polihydramnion.
4. stuck twin sign, hidrops fetalis atau gagal jantung (1,4 )

Kemungkinan penyebab diskordan pada kasus ini adalah karena perbedaan masa plasenta
sehingga terjadi perbedaan pertumbuhan janin. Pada keadaan plasenta yang berfusi, sulit
mengidentifikasi masa masing-masing plasenta.
Penatalaksanaan persalinan pada kasus ini sudah tepat dengan melahirkan kedua
janin pervaginam karena janin berada dalam posisi kepala-kepala pada saat kala II
persalinan. Pada umumnya persalinan hamil kembar dibagi 3 grup sesuai dengan
presentasi janin.
1. Janin pertama dan kedua presentasi kepala-kepala
Presentasi kepala-kepala terjadi pada 40-45% dari semua persalinan kembar. Pada
keadaan tidak adanya indikasi obstetrik untuk seksio sesarea, maka dilakukan
persalinan pervaginam tanpa memandang usia kehamilan.(14)
2. Janin pertama presentasi kepala-janin kedua bukan kepala
Pilihan untuk melahirkan janin pertama kepala-janin kedua bukan kepala adalah
seksio sesarea kedua-duanya, atau persalinan pervaginam dengan versi sefalik pada
janin kedua, atau persalinan pervaginam dengan ekstraksi bokong pada janin kedua.(15)
Masih ada silang pendapat. Ada yang menganjurkan seksio sesarea untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tetapi ada yang mengemukakan tidak ada bedanya

18
persalinan pervaginam dan seksio sesarea. Tapi hati-hati penilaian pada presentasi
bokong, harus disingkirkan adanya disproporsi sefalo-pelvik, dan janin besar lebih
dari 3500g.(1)
Pertimbangan umum dalam persalinan : Persiapan untuk melakukan seksio sesarea
segera adalah penting jika dilakukan persalinan pervaginam, karena komplikasi dari
versi seperti prolaps tali pusat, denyut jantung janin yang tidak baik, atau gagal
melakukan versi sefalik atau ekstraksi bokong. Setelah melahirkan janin pertama,
denyut jantung dan posisi janin kedua harus dievaluasi dengan USG dan monitor
elektronik kontinius. Oksitosin diberikan jika tidak terdapat kemajuan dalam
persalinan. Amniotomi dilakukan jika bagian presentasi sudah engaged.(14)
3. Janin pertama bukan presentasi kepala
Apabila janin pertama bukan presentasi kepala dianjurkan seksio sesarea. Hal ini
untuk menghindari adanya interlocking.

Pada kasus ini jarak lahir anak pertama dengan anak kedua adalah 20 menit. Pada masa
lalu, kembar anak kedua dilaporkan mempunyai luaran jelek yang lebih tinggi disebabkan
oleh berat badan lebih rendah, sering terjadi malpresentasi, dan lebih banyak persalinan
dilakukan melibatkan versi podalik interna. Sebagai tambahan, perpanjangan interval
antara kelahiran bayi pertama dengan kedua dianggap berhubungan dengan outcome
jelek. Dianjurkan interval kurang dari 25-30 menit dan direkomendasikan untuk
melakukan manuver seperti ekstraksi bokong atau versi podalik interna untuk
mempercepat kelahiran. (2,14)
Studi terbaru yang dilakukan setelah penggunaan monitor elektronik janin selama
persalinan menunjukkan bahwa tidak ada ketentuan interval waktu antara kelahiran bayi
pertama dengan bayi kedua sepanjang gambaran denyut jantung janin reaktif. (2,14)

19
BAB IV

IV. 1. KESIMPULAN

1. Kembar diskordan pada kasus ini tidak terdiagnosis antepartum dengan USG
karena kesalahan dalam mengukur diameter biparietal janin kedua.
2. Kriteria kembar diskordan pada kasus ini hanya berdasarkan perbedaan berat
badan lahir.
3. Penyebab diskordan pada kasus ini kemungkinan karena perbedaan masa
plasenta.
4. Penatalaksanaan persalinan pada kasus ini sudah tepat, dimana persalinan
dilakukan pervaginam dengan interval waktu 20 menit.

IV.2. SARAN

Bila terdapat dikordan pada waktu antenatal


1. Evaluasi penyebab diskordan seperti twin-to-twin transfusion (TTTS) dengan
kriteria diagnosisnya.
2. Ditentukan amnionisitas dan khorionisitas pada semester 1 atau semester 2

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuri AK. Kehamilan Kembar. Dalam Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ed.


Perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, Surabaya 2004. Hal 426-441.
2. Cunningham FG et al. Multifetal Pregnancy. In William Obstetrics 21st edition. Mc
Graw Hill Medical Publishing Division. New York.2001:765-809
3. Arias F. Multifetal Gestation. In Prectical Guide to High Risk Pregnancy and
Delivery. 2nd ed. Mosby Year Book. Toronto. 1993:131-47
4. Sknupsi DW et al. Twin-to-twin Transfusion Sydrome. Ultrasound Rev.Obstet
Gynecol 2001; 1:3710-28
5. Benenti JM. Multiple Gestation. In Operative Obstetrics. William and Wilkins,
Baltimore Maryland. Chap 12, 1995 :288-310
6. Knuppel RA, Twin an d Other Multiple Gestation. In High Risk Pregnancy, A team
Approach, 2nd ed. WB. Sauders Co, Philadelphia, 1993 :433-477
7. Spellacy WN. Multiple Pregnancies. In Danforths Obstetrics Obstetrics and
Gynecology, 7th ed, JB Lippincott Company. Philadelphia 1994:433-459
8. Reyes J et al. Sonography of Multiple Gestation. Available from
http://www.thefetus.net 2004
9. Schauberger C. Twin Discordance Evaluation by Ultrasound. Available from
http://www.Fetalmedicine.com 2004
10. Wijayanegara H, Wirakusumah FF. Pemeriksaan Biometri Janin. DalamPemantauan
Biofisik Janin. Bagian Obgin FK Unpad, Bandung. 1997: 30-39
11. Chasen ST, Chervenak FA. Antepartum assessment of twin gestations. Available from
http://www.UpToDate.com , 2002
12. Meizner. Can Ultrasound Determine Chorionicity and amnionicity in Multiple
Pregnancy?. Available from http://www.Fetalmedicine.com 2004
13. Zach T. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome. Available from http://emedicine.com
2002
14. Malone Fg et al. Multiple gestation. In Maternal-Fetal medicine Principles and
Practice. 5th ed. Saunders Co. Pennsylvania, 2004:513-532
15. Chasen ST, Chervenak FA. Intrapartum management of twin gestations. Available
from http://www.UpToDate.com 2002

21

Anda mungkin juga menyukai