Anda di halaman 1dari 13

Depresi pada Penderita Diabetes Melitus

Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager (102011449), Prizilia


Saimima (102012061), Adnan Firdaus (102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu
Jannah (102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina (102012406),
Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti Handayani (102013477)
B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia
Email: adnan.2012FK105@civitas.ukrida.ac.id/firdauz_4g@yahoo.com

Pendahuluan
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
yang sedih dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan
tidak berdaya, serta bunuh diri. Faktor penyebab depresi terbagi atas faktor biologi, faktor
genetic dan faktor psikososial. Ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu sama
lain. Namun, yang paling banyak diteliti adalah penyebab dari faktor psikososial. Penyebab
depresi dari faktor psikososial antara lain dikarenakan peristiwa kehidupan dan stress lingkunga,
faktor psikoanalitik dan psikodinamik. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak
hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan rasa putus asa.
Hal ini juga yang terjadi pada penderita DM tipe 2 dimana DM dapat menimbulkan
perubahan psikologis antara lain perubahan konsep diri dan depresi. Stress psikologis dapat
timbul pada saat seseorang menerima diagosa DM. mereka beranggapan bahwa penyakit DM ini
akan banyak menimbulkan permasalahan seperti pengendalian diet serta terapi yang lama dan
kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta banyak kekhawatiran lain
yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi.

Skenario Kasus
Seorang wanita berusia 66 tahun dikonsulkan ke bagian Psikiatri karena mengamuk saat
dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami peningkatan GDS disertai luka pada
kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2 sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu
menjaga diet pola makan dan kontrol teratur, namun akhir-akhir ini pasien bosan menjalani
semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja yang sudah wafat. Beberapa bulan terakhir,
pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan minum-minuman manis, tidak berolah raga,
lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan kegiatan harian.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis yang baik merupakan

tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan

memperoleh keterangan mengenai identitas penderita kemudian tentang kondisi pasien, untuk
data permasalahan medisnya. Untuk kasus depresi ini pasien akan ditanyakan oleh dokter untuk
mendapatkan data seperti berikut:
1. Identitas
Nama
Tempat/Tanggal lahir
Pekerjaan
Usia
Status perkahwinan
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga
mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Untuk kasus ini,
keluhan nya pasien mengamuk sewaktu dirawat di RS karena peningkatan gula darah
akibat tidak control.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tahapan ini penting untuk menanyakan beberapa perkara seperti kronologi atau
perjalanan penyakit, gambaran atau deskripsi keluhan utama, keluhan atau gejala
penyerta dan usaha berobat. Dari kasus tersebut kita mendapati perempuan usia 66 tahun

tersebut tidak menjaga pola makannya, sering makan manis-manis sehingga penyakit
diabetesnya menjadi tidak terkontrol lagi dan terdapat luka dikaki yang bertambah parah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tujuannya untuk mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit dahulu secara lengkap.
Dari kasus pasien memiliki diabetes mellitus tipe 2 sejak 25 tahun lalu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tujuannya untuk menanyakan riwayat penyakit yang diderita keluarga pasien tidak hanya
penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek, paman/bibi, saudara sepupu
dan lain-lain. Dari kasus ini, tidak didapatkan sebarang informasi tentang riwayat
penyakit keluarganya.
6. Riwayat Sosial/Pribadi
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi penyebab
penyakit yang kini diderita pasien tersebut. Dari kasus didapatkan pasien sengaja tidak
control ke dokter, makan makanan yang manis-manis karena ingin menyusul suaminya
yang telah meninggal.
Definisi
1. Diabetes Mellitus4
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang muncul apabila pankreas tidak
memproduksi insulin yang mencukupi atau apabila badan tidak bisa menggunakan insulin
yang diproduksikan. Insulin adalah hormon yang meregulasi kadar gula darah.
Hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah adalah efek yang sering pada penderita
diabetes yang tidak terkontrol dan akhirnya menyebabkan kerusakan yang kronis pada
sistem tubuh badan terutama pada syaraf dan pembuluh darah.
2. Depresi1,2
Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu
atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi
kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu
3

untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya (WHO, 2011). Episode depresi biasanya
berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung
selama 2 tahun atau lebih.
3. Penyebab Depresi
Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui
penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang dihubungkan dengan
penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.
Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
a. Faktor Biologi
i)
Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin
merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian
ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon
antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik
dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor
adrenergik dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan
mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik
reseptor adrenergik juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur
jumlah serotonin yang dilepaskan. Dopamin juga sering berhubungan dengan
patofisiologi depresi. Faktor neurokimia lainnya seperti gamma aminobutyric
acid (GABA) dan neuroaktif peptida (vasopressin dan opiate endogen) telah
dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood.

ii)

Obat yang menginduksi depresi: Kondisi multipatologi dengan berbagai


penyakit kronik dan polifarmasi kian meningkatkan kejadian depresi pada
lansia. Obat-obatan dan kondisi umum yang berhubungan dengandepresi
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Obat/kelas Obat yang dilaporkan Menyebabkan Depresi.

Gambar 1. Fungsi Neurotransmitter.1,5

Gambar 2. Faktor Biologi Terkait Depresi. DST, Dexamethasone Supression Test;


TRH, Thyroid Releasing Hormone; EEGs, Electroencephalograms.2
4. Kondisi Amuk
Sebuah episode disosiatif ditandai dengan periode merenung diikuti oleh ledakan
kekerasan, agresifitas, atau perilaku membunuh diarahkan pada orang-orang dan bendabenda. Episode itu cenderung dipicu oleh penghinaan ringan atau yang dirasakan dan
tampaknya sering di kalangan laki-laki. Episode amok sering disertai dengan ide-ide
persecutory, otomatisme, amnesia, letargi, dan kembali ke keadaan premorbid mengikuti
episode. Beberapa contoh amuk dapat terjadi selama episode psikotik akut atau
merupakan awal atau eksaserbasi dari proses psikotik kronis. Laporan asli yang
menggunakan istilah ini berasal dari Malaysia. Pola perilaku yang serupa ditemukan di
Laos, Filipina, Polinesia (cafard atau cathard), Papua Nugini, dan Puerto Rico (mal de
Pelea), dan di antara Navajo (iich'aa).
5. Gejala Depresi1,2,5
Gejala depresi meliputi trias depresi, yang terdiri dari mood yang terdepresi, hilangnya
minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang ditandai dengan keadaan mudah
lelah dan berkurangnya aktivitas. Gejala tambahan lainnya meliputi :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
5

d.
e.
f.
g.

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis


Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang

Ciri-ciri depresi versi American Psychology Association (APA) 2005:


a. Mood yang depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari. Dapat berupa mood
yang mudah tersinggung.
b. Penurunan kesenangan atau minat secara drastis dalam seluruh aktivitasnya.
c. Suatu kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (5% dari berat tubuh
dalam sebulan) atau suatu peningkatan atau penurunan selera makan yang drastis.
d. Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan hampir setiap hari.
e. Perasaan lelah atau kehilangan energi setiap hari
f. Perasaan berharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah yang berlebihan hampir
setiap hari
g. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berfikir jernih atau untuk
membuat keputusan.
h. Pikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh diri
Depresi sebagai suatu diagnosa gangguan jiwa adalah suatu keadaan jiwa dengan
ciri sedih, merasa sendirian, putus asa, rendah diri, disertai perlambatan psikomotorik,
atau kadang malah agitasi, menarik diri dari hubungan sosial, dan terdapat gangguan
vegetatif seperti anoreksia serta insomnia.
6. Penggolongan PPDGJ III (F0-F9)
a. Blok F0: Gangguan mental organik atau simptomatik
Gangguan kejiwaannya disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik atau kondisi
medic yang secra primer atau secara sekunder (sistemik) mempengaruhi otak secara
fisiologis sehingga terjadi disfungsi otak. Demensia merupakan salah satu kelainan
yang paling mendapatkan perhatian. Diperlukan bukti riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk menyokong hal tersebut.
b. Blok F1: Gangguan mental dan perilaku disebabkan zat psikoaktif
Gejala gangguan jiwa dalam blok ini tidak disebabkan oleh seperti pada F0. Terdapat
riwayat penggunaan zat psikoaktif yang secara fisiologis mempengaruhi otak dan
menimbulkan gangguan mental dan perilaku. Namun, tidak semua orang yang
menggunakan zat psikoaktif menunjukan gejala gangguan jiwa. Diperlukan dosis
tertentu dalam darah untuk menimbulkan gangguan ini.

c. Blok F2: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, Gangguan Waham, dan Gangguan


Psikotik Lainnya (gangguan psikotik nonorganic)
Ciri dari gangguan ini adalah disingkirkannya kemungkinan blok F0 dan F1, terutama
berdasarkan etiologinya, Gejala yang muncul berupa gejala psikotik yaitu halusinasi,
waham, perilaku katatonik, perilaku kacau, pembicaraan kacau (tidak selalu), disertai
tilikan yang buruk. Namun, ada pula gangguan mental dalam blok ini yang tidak
disertai gejala psikotik yaitu gangguan skizotipal. Meskipun begitu, secara genetic,
gangguan tersebut tergabung dalam keluarga skizofrenia.
d. Blok F3: Gangguan suasa perasaan (mood/afektif)
Untuk memasukan ke dalam blok ini, blok F0,F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala
dasarnya berupa gangguan suasana perasaan atau modd (depresi atau manik) yang
umumnya bersifat episodic. Kadang-kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi
jangka waktunya lebih pendek daripada episode gangguan mood yang mendasarinya.
e. Blok F4: Gangguan neurotic, Gangguan Somatoform, dan Gangguan yang
berkaitan dengan stress.
Pada kelompok gangguan cemas dan fobik, gejala utamanya berupa kecemasan yang
bersifat kronis (missal gangguan cemas menyeluruh) atau episodic (missal gangguan
panik) atau kecemasan timbul bila dihadapkan dengan situasi atau objek fobik atau
bila melawan pikiran obsesif.
f. Blok F5: Sindrom tingkah laku yang berhubungan dengan faktor fisiologis dan
fisik
Perlu menyingkirkan Blok F0-F4 terlebih dahulu. Jenis-jenis yang termasuk dalam
blok ini di antaranya adalah :
Gangguan makan
Gangguan tidur non organic
Disfungsi seksual bukan disebabkan gangguan atau penyakit organic
Gangguan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas yang tidak
diklasifikasikan di tempat lain (YTK)
Faktor psikologis yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit YDK (yang
diklasifikasikan di tempat lain)
g. Blok F6: Gangguan kepribadian dan prilaku masa dewasa
Gangguan blok F6 adalah gangguan kepribadian dan F61 adalah gangguan
kepribadian campuran dan lainnya dicatat dalam aksis II. Sementara itu, gangguan
jiwa lain dalam blok F6 dimasukan dalam aksis I.

Ciri khas dari blok ini adalah keadaan dan pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang cenderung menetap dan merupakan ekspresi dari gaya hidup yang
khas dari seseorang serta cara berhubungan dengan diri sendiri serta orang lain.
h. Blok F7: Retardasi mental
Ciri khas dari blok ini adalah tingkat intelegensi (IQ) dibawah 70, semua aspek
perkembangan terlambat atau terhenti sehingga menimbulkan disfungsi dan berawitan
di bawah usia 18 tahun. Apabila seseorang dengan IQ di bawah 70 awitannya baru
timbul setelah 18 tahun disebut dementia.
i. Blok F8: Gangguan perkembangan psikologis
Jenis dari blok ini ada dua, yaitu:
Gangguan perkembangan khas (F80-F83), ciri khasnya adalah pada kasus murni, IQ
normal dan biasanya hanya satu aspek dari fungsi individu yang terganggu. Gejala
dimulai dari masa bayi atau kanak-kanak.
Gangguan perkembangan pervasif, ciri khasnya adalah gangguan dasar berupa
abnormalitas kualitatif dalam interaksi timbal balik dengan orang lain, sehignga pada
kasus berat dapat terjadi retardasi mental. Masa awitannya dalam masa bayi atau di
bawah usia 5 tahun.
j. Blok F9: Gangguan perilaku dan emosional dengan awitan
Biasanya pada Masa Kanak dan Remaja.
7. Hubungan Peningkatan Gula Darah dan Depresi4,6

Depresi dapat menyebabkan


peningkatan aktivitas sumbu
Aksis

Hipotalamus-

Hipofisis-Adrenal
Hipersekresi

(HPA).
CRH

merupakan

gangguan

sumbu HPA yang sangat


penting
Terjadinya

pada

depresi.
hipersekresi

CRH diduga akibat adanya


gangguan
Gambar 3. Aksis Hipotalamus-PituitariAdrenal.

pada

sistem

umpan balik kortisol atau


8

adanya kelainan sistem monoaminergik dan neuromodulator yang mengatur CRH.


Peningkatan CRH ini akan berakibat tingginya sintesis dan pengeluaran ACTH oleh
hipofisis yang selanjutnya akan merangsang pengeluaran kortisol dari kelenjar adrenal.
Telah diketahui bahwa kejadian depresi adalah tinggi pada kelompok masyarakat
DM, sehingga penegakan diagnosis dan pengobatan selanjutnya adalah perlu dalam
praktek klinik. Beberapa penelitian mendapatkan angka yang sangat bervariasi mengenai
kejadian depresi pada penderita DM. Studi meta analisis yang dilakukan oleh Lustman
menemukan rata-rata lebih 25% penderita DM mengalami depresi. Peneliti lain
menemukan angka 9,3% penderita DM mengalami depresi dna 6,1% pada individu tanpa
DM. Depresi tidak hanya menurunkan kualitas kehidupan penderita DM, tetapi juga
berpengaruh pada ketaatan berobat dan pengendalian gula darah serta menigkatkan biaya
perawatan dan risiko komplikasi DM.
8. Pemeriksaan Penunjang2
Tidak ada tes khusus dilakukan untuk kasus depresi. Investigasi hanya dilakukan pada
penyakit yang mendasarinya seperti dalam kasus ini adalah penyakit diabetesnya.
1. Tes Standar: CBC, LED, B12/folate, Ureum & Elektrolit, LFTs, TFTs, glukosa, Ca2+.
2. Investigasi lanjutan: (jika ada indikasi dari riwayat penyakit/ gejala klinis)
a. Toksikologi darah dan urine
b. Alkohol dalam darah (intoksikasi alkohol)
c. arterial blood gas (ABG)
d. Thyroid antibodies
e. Anti-nuclear antibodies (ANA)
f. Serologi Sifilis
g. Dexamethasone Suppression Test (DST)
h. Lumbal puncture (VDRL, Lyme antibody, cell count, protein electrophoresis)
i. CT-Scan/MRI, EEG.

9. Terapi Farmakologis & Non-Farmokologis


a. Farmakoterapi

Seringnya

pasien

usia tua dieksklusi


dari

protokol

penelitian
mengkibatkan
pengetahuan
mengenai efek obat
pada

kelompok

umur tersebut masih


kurang.

Seiring

meningkatnya
umur,

penurunan

fungsi ginjal dan


hepar

akan

berakibat

pada

peningkatan waktu
paruh obat sehingga
Gambar 4. Algoritma Penalataksanaan Gangguan
Depresi.1

orang tua akan


cenderung rentan

terhadap efek yang merugikan dari obat. Selain itu, pada kasus depresi pasien
memiliki risiko untuk terjadinya dehidrasi dan kehilangan berat badan sehingga sulit
untuk menentukan dosis obat yang sesuai. Satu permasalahan lain yang ditemukan
pada pasien depresi dengan usia lanjut adalah efek terapi obat yang baru bisa dicapai
setelah 6-8 minggu terapi (dewasa muda hanya 4 minggu). Metode teraman adalah
dengan menggunakan dosis konservatif yang diiikuti dengan titrasi gradual sesuai
hasil yang didapatkan. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dan Venlafaksin
adalah antidepresan yang menjadi pilihan karena lebih banyak efek terapi yang
diperoleh dibandingkan dengan efek sampingnya. Secara spesifik SSRI berperan
dalam peningkatan level serotonin pada reseptor, dan reduksi aktivasi platelet.
Penggunaan SSRI harus berdasarkan evaluasi gejala psikiatri.

10

Tabel 2. Anti-Depresan Golongan Trisiklik dan Dosisnya.2

Tabel 3. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dan Dosisnya.2

b. Non-Farmakologis
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)2
Teori dan metode terapi perilaku kognitif (CBT) dikembangkan oleh Aaron Beck
dan diuraikan dalam serangkaian publikasi yang diterbitkan dalam tahun 1960.
Pengembangan CBT didorong oleh pengamatan bahwa pasien yang dirujuk untuk
psikoterapi sering berasumsi negative terhadap diri mereka sendiri, masa depan
mereka, dan lingkungan mereka.
Pengobatan didasarkan pada gagasan bahwa gangguan depresi ini bukan
disebabkan oleh peristiwa kehidupan, tetapi bagaimana pasien memandang
peristiwa tersebut, apakah secara positif atau negatif. Ia merupakan terapi jangka
pendek, kolaboratif, difokuskan pada masalah saat ini, yang mana tujuannya
11

adalah menghilangkan gejala dan pengembangan keterampilan baru untuk


mempertahankan pemulihan.
10. Kesimpulan
Depresi pada pasien ini berkembang dengan adanya faktor stressor internal sedia ada
yaitu penyakit diabetes pasien. Setelah dibuktikan peningkatan gula darah akan
mengaktifkan sistem sumbu HPA sehingga menyebabkan peningkatan produksi kortisol.
Seterusnya, masalah depresinya ini diperburuk dengan faktor stressor eksternal yaitu
kematian suaminya. Pasien mempunyai gagasan pikiran yang buruk akan masa depannya
sehingga dia tidak lagi mau meneruskan pengobatan penyakit diabetesnya. Pemberian
obat anti depressan dapat menurunkan depresi pasien selain memberikan efek antianxietas juga. Selain pemberian obat-obatan, pasien juga disarankan melakukan terapi
kognitif dan perilaku untuk mengubah gagasan pikiran negatif pasien tentang masa
depannya.

11. Daftar Pustaka


1. Fauci AS, Hauser SL. Depressive disorder. In Harrisons principles of internal

medicine. 2012. McGraw Hill; p 3535-9.


2. Semple D, Smyth R. Depressive illness. In Oxford handbook of psychiatry. 3rd
Edition. 2013. Oxford University Press; p 231-59.
is depression?. National Institute

3. What

of

Mental

Health.

2012.

http://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression/index.shtm. Diunduh pada tanggal


17 Januari 2015.
4. Reichlin S. Neuroendocrinology. In Textbook of endocrinology. 6th Edition. 1981. WB

Saunders, Philadelphia; p 589.


5. Papadakis MA, McPhee SJ. Mood disorders (depression and mania). In Current
medical diagnosis & treatment. 54th Edition. 2015. McGraw Hill Education; p 105164.
6. Rose R, Sachar E. Psychoendocrinology. In Textbook of endocrinology. 6th Edition.

1981. WB Saunders, Philadelphia; p 647.

12

13

Anda mungkin juga menyukai