Anda di halaman 1dari 35

Bed Side Teaching(BST)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A220016


** Pembimbing/ Dr.dr. Herlambang , Sp.OG-KFM

G1P0A0 HAMIL 37-38 MINGGU INPARTU KALA I FASE LATEN JANIN


TUNGGAL HIDUP INTRAUTERIN LETAK LINTANG + KETUBAN PECAH
DINI

Meri Satriyawati, S.Ked*

Dr.dr. Herlambang , Sp.OG-KFM **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN
GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Bed Side Teaching

G1P0A0 HAMIL 37-38 MINGGU INPARTU KALA I FASE LATEN JANIN


TUNGGAL HIDUP INTRAUTERIN LETAK LINTANG + KETUBAN PECAH
DINI

Oleh:
Meri Satriyawati, S.Ked

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

Jambi, April 2022

Pembimbing

Dr.dr. Herlambang , Sp.OG-KFM

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan BST yang berjudul “G1P0A0
HAMIL 37-38 MINGGU INPARTU KALA I FASE LATEN JANIN TUNGGAL
HIDUP INTRAUTERIN LETAK LINTANG + KETUBAN PECAH DINI ” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Herlambang , Sp.OG-KFM
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada BST ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan BST ini. Penulis
mengharapkan semoga BST ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, April 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)merupakan


masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan terjadinya infeksi danpersalinan prematur.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya
persalinan. Ketuban pecah dini terjadi sekitar 2,7% - 17% kehamilan dan pada kebanyakan
kasus terjadi secara spontan.1,2

Selaput ketuban normalnya pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu
pada akhir kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang.
Ketuban yang pecah sebelum mulainya persalinan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu
disebut ketuban pecah dini preterm.1,2

Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum diketahui.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologik, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membrane merupakan proses yang patologis. KPD sebelum
kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease yang
meyebabkan melemahnya membran. Dilaporkan 5,6 % kematian bayi prematur disebabkan
oleh Hyaline Membrane Disease.1,2

Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu panjang janin
kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam uterus dengan kepala pada
sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Bila sumbu panjang tersebut
membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya
hanya terjadi sementara karena kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak
lintang saat persalinan. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk
kelainan dalam persalinan (distosia).3,4

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 23 Tahun
Suku : Melayu
Alamat : Jl. Sungai Kering Tanjung Jabung Timur
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
MRS : 08 Maret 2022
b. Suami
Nama : Tn. D
Usia : 30 Tahun
Suku : Melayu
Alamat : Jl. Sungai Kering Tanjung Jabung Timur
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam

2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan keluar
cairan bening yang merembes dari jalan lahir sejak ± 8 jam SMRS, air tersebut
tidak disertai darah. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut menjalar ke
pinggang disertai dengan perut terasa mules-mules dan kencang sejak 1 hari
SMRS. Keluhan
2
demam (-), riwayat trauma (-), sesak nafas (-), pusing (-). Os mengatakan
gerakan janin masih dirasakan. BAB dan BAK dalam batas normal.
± 5 hari SMRS, os mengatakan mengeluh keputihan, kadang gatal, dan
tidak berbau. Pasien mengatakan usia kehamilan sudah cukup bulan. HPHT
tanggal 15 Juni 2021. Pada pasien ini merupakan kehamilan yang pertama,
pasien mengaku bahwa dirinya melakukan ANC ke puskesmas sebanyak 4 kali
dan ke praktik dokter serta USG sebanyak 2 kali.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Penyakit Jantung (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Hipertiroid (-)
- Riwayat Operasi: (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Penyakit Jantung (-)
- Riwayat Hipertiroid (-)

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga dan tinggal bersama suami.

3
2.3 Data Kebidanan
A. Haid
- Menarche umur : 12 tahun
- Haid : Teratur
- Lama haid : 5 hari
- Siklus : 28 hari
- Dismenorrhea : Tidak ada
- Warna : Merah tua
- Bentuk perdarahan : Encer
- Bau Haid : Anyir
- Flour Albus : Tidak ada
B. Riwayat Perkawinan
- Status perkawinan : Menikah
- Jumlah : 1 kali
- Lama : 1 tahun
- Umur : Suami (29 tahun) dan istri (22 tahun)

C. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu


Anak
No Tahun UK JP Penolong Penyulit JK BB KET
1 ini
2
3
4

D. Riwayat Kehamilan Sekarang


- GPA : G1P0A0
- HPHT : 15 Juni 2021
- ANC : 6 kali selama kehamilan
- Keluhan Umum : Keluar air-air dari jalan lahir

E. Riwayat KB
Alat kontrasepsi yang pernah di pakai: Tidak ada

4
2.4 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalisata
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 81 x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Temperatur : 36,5 0C
- BB : 70 kg
- BB sebelum hamil : 59 kg
- TB : 158 cm

B. Pemeriksaan Organ
a. Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
b. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (+/+)
c. Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-)
d. Paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
e. Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen : Membesar, striae gravidarum (-), linea nigra (-),
bekas operasi (-), hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+)
g. Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

C. Pemeriksaan
Obstetri
1. Pemeriksaan Luar
a. Palpasi:
- Leopold I : TFU 33 cm, tidak teraba bagian janin
- Leopold II :
Kanan : Bulat dan lunak (Bokong)
Kiri : Teraba bulat, keras dan melenting (Kepala)
5
- Leopold III : teraba bagian besar janin memanjang
- Leopold IV : tidak dapat dinilai
- HIS :-
- DJJ : 153 x/ menit

2. Pemeriksaan Dalam
- Inspeksi vulva/vagina : Edema (-), Cairan ketuban (+), Fluor
albus (-)
- VT : Belum ada pembukaan

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Hematologi (08 Maret 2022)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
HEMATOLOGI RUJUKAN

Darah Rutin
Hemoglobin 10.9 g/dL 13.4-15.5
Hematokrit 33.5 % 34.5-54
Eritrosit 4.17 x10^6/L 4,0-5,0
MCV 80.3 fL 80-96
MCH 26.1 Pg 27-31
MCHC 32.6 g/dL 32-36
Trombosit 230. x10^3/L 150 – 450
Leukosit 8.15 x10^3/L 4 – 10
GDS 100 mg/dL < 200
Golongan Darah Rhesus B+
Faal Hemostasis
Bleeding Time (BT) 3 Menit 1-3
Clotting Time (CT) 4 Menit 2-6

6
2.6 Diagnosis
G1P0A0 Hamil 37-38 Minggu Inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal
Hidup Intrauterin Letak Lintang + Ketuban Pecah Dini

2.7 Tatalaksana
- IVFD RL 500 cc 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxone 1x2gr
- Observasi DJJ, keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu
- Rencana SC

2.8 Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

2.9 Pelaksanaan Operasi


LAPORAN OPERASI
 Nama dokter : dr. Essy, Sp.OG
 Diagnosa pre operatif : G1P0A0 Hamil 37-38 Minggu Inpartu Kala I Fase
Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterin Letak Lintang + Ketuban Pecah
Dini
 Diagnosa post operatif : P1A0 post SC atas indikasi Letak lintang + KPD
 Tanggal operasi : Selasa, 08 Maret 2022, pukul 22.30 WIB

1. Pasien dalam posisi terlentang dengan spinal anestesi


2. Dilakukan tindakan asepsis antisepsis pada lapangan operasi
3. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
4. Dilakukan insisi pfanenstiel, tampak cairan abdomen penuh mentupi
abdomen
5. Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim.
6. Bayi dilahirkan

JK : Laki-laki PB : 49 cm A/S : 5/9


BB : 3000 gr, Pukul : 22.30 WIB

7
7. Plasenta dilahirkan secara manual utuh
8. Cavum uteri dibersihkan dengan kassa betadine
9. Uterus di jahit lapis demi lapis
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
11. Operasi selesai

FOLOW UP

Tanggal Follow
09/03/2022 S Nyeri luka bekas SC
O KU : Sedang; TD: 110/70 mmHg; HR: 86 x/i; RR: 20 x/i; T: 36,7oc
A P1A0 post SC atas indikasi L e t a k l i nt a ng + KPD
P  IVFD RL20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Metronidazole 3 x 500mg
 Inj. Ketorolac 3 x 1 gr

10/03/2021 S Nyeri luka bekas SC


O KU : Sedang; TD: 120/80 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 22 x/i; T: 36,5oc
A P1A0 post SC atas indikasi L e t a k l int a ng + KPD
P  IVFD RL20 tpm
 Po. As. Mefenamat 3x500mg
 Po. Metronidazole 3 x 500mg
 Po. Cyprofolxacin 3 x 500mg
 Rencana pulang

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ketuban Pecah Dini


3.1.1 Selaput Ketuban
Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.
Struktur avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan
regang membran janin. Dengan demikian, pembentukan komponen-komponen
amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan
kehamilan.1

Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada insersio tali
pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umblikus janin, sedangkan korion merupakan membran ekternal yang
berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapilaris. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.1

Gambar 3.1 Lapisan Ketuban


9
Likuor Amnii

Air ketuban adalah cairan yang mengisi rongga amnion. Rongga amnion
mulai terbentuk pada hari ke 10 – 12 setelah pembuahan. Volume air ketuban
bertambah banyak dengan makin tuanya umur kehamilan. Pada umur kehamilan
12 minggu volumenya ± 50 ml, dan pada 20 minggu antara 350-400 ml. Pada 36-
38 minggu kira-kira 1 liter. Selanjutnya, volumenya menjadi berkurang pada
kehamilan postterm, tidak jarang menjadi kurang dari 500 ml.2

Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion


ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak
kehamilan normal. Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000-1500
ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis. Cairan
ini dengan berat jenis 1,008 terdiri atas 98% air.1,2

Dari mana likuor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih
dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan mengenai
hal ini, antara lain bahwa air ketuban berasal dari lapisan amnion, terutama dari
bagian pada plasenta. Teori lain mengemukakan kemungkinan berasalnya dari
plasenta. Dikemukakan bahwa peredaran likuor amnii cukup baik. Dalam satu jam
didapatkan perputaran lebih kurang 500 ml. Mengenai cara perputaran ini pun
terdapat banyak teori, antara lain bayi menelan air ketuban yang kemudian
dikeluarkan melalui air kencing. Prichard dan Sparr menyuntikkan kromat
radioaktif ke dalam air ketuban. Mereka menemukan bahwa janin menelan ± 8-10
cc air ketuban atau 1% dari seluruh volume air ketuban dalam tiap jam.1

Beberapa fungsi dan cairan amnion yakni :


a. Proteksi: melindungi janin terhadap trauma dari luar

b. Mobilisasi: memungkinkan ruang gerak bagi janin

c. Homoestasis: menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH)


dalam rongga amnion untuk suasanan lingkungan yang optimal bagi janin.

10
d. Mekanik: menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangintrauterin.

Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan


steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir. Janin pada
akhir kehamilan minum ±400-500 ml air ketuban sehingga sebagai kompensasinya
ia harus kencing sebanyak itu pula. Bila ada gangguan, baik dalam proses menelan
atau kencing janin, maka terjadilah gangguan volume air ketuban. Bila pada saat
aterm volume air ketuban kurang dari 500 ml maka disebut dengan
oligohidroamnion, dan bila lebih dari 2000 ml maka disebut polihidramnion atau
hidramnion saja. Oligohidramnion sering didapati pada agenesis ginjal, sedangkan
polihidramnion pada atresi esofagus janin atau diabetes melitus pada ibu.1,2

3.1.2 Definisi
Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban pecah
dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya
persalinan.KPD terjadi sekitar 2.7% - 17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus
terjadi secara spontan. KPD merupakan masalah obstetri, dan 30% terjadi pada
kehamilan preterm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban(amnion
dan korion) tanpa diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban
pada kehamilan preterm.1,2

3.1.3 Epidemiologi
Angka kejadian KPD berkisar dari sekitar 5% sampai 10% dari semua
persalinan, dan prevalensinya terjadi pada sekitar 3% dari semua kehamilan.
Sekitar 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm, tetapi di pusat rujukan,
lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. KPD adalah
penyebab sekitar sepertiga dari semua kelahiran prematur.1,2

11
3.1.4 Etiologi
Penyebab pasti KPD belum diketahui secara pasti, namun diduga
beberapa faktor yang dapat menyebabkan KPD adalah sebagai berikut:1,2

1. Infeksi Traktus Urinarius dan Genital, Termasuk Penyakit Menular


Seksual.1,2
Mikroorganisme pada mukus servik secara ascenden berkembang
mencapai uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput
ketuban, dan desidua maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin
seperti IL-1 dan IL-6 dari sel endothelial dan tumor necrosing factor dari
makrofag. Hal ini menstimulasi produksi prostaglandin yang akan
menyebabkan pematangan servik dan kontraksi uterus. Mikroorganisme
penyebab yang sering adalah streptococcus,mikoplasma, basil fusiform.
2. Infeksi Intrauterin1,2
Infeksi intrauterin menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui
beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari matriks
ekstraseluler. Beberapa organisme yang termasuk dalam flora vagina
menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan
melemahkan selaput ketuban.Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu juga
menyebabkan produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya
meningkatkan resiko premature Ketuban Pecah Dini yang diakibatkan oleh
iritabilitas uterin dan penurunan kolagen selaputketuban.
3. Status Sosial Ekonomi yang Rendah
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.
4. Peregangan Uterus dan Saccus Amniotik yang berlebihan, yang biasanya
terjadi pada kehamilan multipel atau terlalu banyak cairan amnion
(polihidramnion).

12
5. Defisiensi Vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen, selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin dalam darah
ibu.
6. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
7. Faktor-faktor lain2
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang
langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti
amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah
dini.Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban
pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan
kesempitanpanggul lebih sering disertai dengan KPD, namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti :
hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina
di atas , stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah
terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Serviks inkompeten.
b. Ketegangan rahim yang berlebihan: kehamilan ganda,hidramnion.
c. Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik memudahkanketuban pecah.1

13
3.1.5 Patofisiologi Terjadinya Ketuban Pecah Dini
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.1

Gambar 3.2 Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP- 1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1.2

14
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi
patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada
kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang
rendah.2

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya


gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix
dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.2,5,6

3.1.6 Gejala Klinis

Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien KPD antara lain:1,2
1. Gejala utama berupa keluarnya cairan dari vagina, yang dapat keluar sebagai
pancaran yang besar dan mendadak atau sebagai suatu tetesan yang konstan
lambat.
2. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu

15
3. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
4. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan pretermsebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

3.1.7 Diagnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosis KPD secara benar.
Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai
KPD. Maka dari itu pembedaan antara cairan amnion dan urin, atau sekret vagina
adalah penting. Tidak ada satu pemeriksaan pun yang ditemukan untuk dapat
mendiagnosis secara akurat, maka dari itu diperlukan integrasi antara anamnesis,
gejala klinis / pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.1,2,7

1. Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari
kemaluan. Cairan dapat keluar mendadak dan banyak atau perlahan dan sedikit.
Juga perlu ditannyakan adakah kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, baru saja
intercourse (berhubungan intim/coitus), atau adakah demam. Penting memastikan
kapan taksiran persalinan sebab informasi ini mempengaruhi pengobatan
selanjutnya.2,7

2. Pemeriksaan Fisik (Inspeksi)


Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini
akan lebih jelas.2,7

3. Pemeriksaan inspekulo
Langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah:2,7

16
a. Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix.
Dilihat prolaps dari tali pusat atau extremitas bayi. Bau dari amnion yang
khas juga diperhatikan.
b. Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung diagnosis KPD.
Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien batuk untuk memudahkan
melihat pooling.
c. Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
nitrazine akan berubah menjadi biru jika ph cairan diatas 6.0-6.5.Sekret
vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,
tetap kuning Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan
dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti trichomonas.
d. Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di ambil dari
fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatasgelas objek dan
dilihat dibawah mikroskop gambaran ‘ferning’ yang menandakan cairan
amnion.
e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia,gonorrhea,dan Group B
streptococcus.

4. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkarkan kemungkinan prolapse tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.2,7

5. Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG)


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(oligohydramions atau anhydramions). Oligihydramions ditambah dengan
anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tapi bukan menegakkan diagnosis
17
rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin, berat janin, dan usia janin. USG dapat mengindentifikasikan kehamilan
ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin. Ultrasoundguided
amnionfusion dengan menggunakan indigo carmine, dapat dilakukan apabila
semua pemeriksaan masih memberikan hasil yang meragukan. Kemudian tampon
dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu cairan yang keluar diobservasi.7

6. Pemeriksaan Penunjang1,2,7
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menajadi biru
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat> 15.000/mm3 kemungkinan ada
infeksi
 Kardiotografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasiolesitin- sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.

3.1.8 Penatalaksanaan
Konservatif 1,2,7
 Rawat di rumah sakit
 Berikan antibiotik (Ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazole 2x500 mgselama 7 hari).
 Jika usia kehamilan < 24 minggu, konseling kepada pasien dan keluarga
tentang survival, direkomendasikan diskusi dengan neonatolog.
 Jika usia kehamilan 24-34 minggu dilakukan manajemen ekspektatif/rawat
inap, berikan magnesium jika persalinan <24jam, dan berikan kortikosteroid
untuk memacu pematangan paru janin.
 Kortikosteroid yang diberikan yaitu betametason 12 mg i.m sehari dosis
tunggal selama 2 hari atau deksametason 6 mg i.m setiap 12 jam selama 2
hari. Observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
 Pasien dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan
sampai berada dalam fase aktif dan dipertimbangkandiberi antibiotik.

18
Aktif 5,7
 Persalinan harus dipikirkan pada usia gestasi 34 minggu. Ketika manajemen
ekspektatif mungkin di atas usia gestasi ini, ibu harus tetap diinformasikan
bahwa ada resiko korioamnionitis yang meningkat dan resiko masalah
respirasi neonatus yang menurun.
 Kehamilan >37 minggu berikan antibiotik untuk profilaksis streptococcus B
jika diperlukan dan terminasi kehamilan.
 Tokolisis pada KPD preterm tidak direkomendasikan karena
penatalaksanaan ini tidak secara signifikan memperbaikioutcome perinatal.
3.1.9 Komplikasi
1. Neonatal1,2,6
 Peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal yangberhubungan dengan
prematuritas.
 Komplikasi selama kehamilan dan persalinan yang dapatmeningkatkan
resiko resusitasi neonatal.
 Infeksi.

2. Maternal1,2,6
a. Infeksi
Korioamnionitis dan infeksi fetus dapat menyebabkan septikemia,
pneumonia, infeksi traktus urinaria, atau infeksi lokal seperti omphalitisatau
konjunctivitis.
b. Peningkatan resiko seksio sesaria

3. Prematuritas1,2,6
a. Respiratory distress syndrome (RDS)
b. Intraventricular hemorrhage (IVH)
c. Enterokolitis nekrosis (NBC)

4. Deformitas fetus sindrom1,2,6


a. Retardasi pertumbuhan
b. Anomali muka dan tungkai fetus
c. Hipoplasi pulmonary

19
d. Imature alveoli

3.2 Letak Lintang


3.2.1 Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira
tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus)
dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka
yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala
janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.3,4
Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromnion dimana arah akromion yang
menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri
atau kanan.3

3.2.2 Klasifikasi Letak Lintang8

A. Menurut letak kepala terbagi atas:


a. Lli I : kepala di kiri
b. Lli II : kepala di kanan
B. Menurut posisi punggung terbagi atas:
a. dorso anterior (di depan)
b. dorso posterior (di belakang)
c. dorso superior (di atas)
d. dorso inferior (di bawah)

3.2.3 Etiologi3,4
Penyebab letak lintang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan
multiparitas pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden
hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding
abdomen pada perut yang menggantung akibat multipara dapat
menyebabkan uterus jatuh ke depan. Hal ini mengakibatkan defleksi sumbu
panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga terjadi posisi oblik atau
melintang
20
2. Pada janin prematur letak janin belum menetap, perputaran janin sehingga
menyebabkan letak memanjang
3. Dengan adanya plasenta atau tumor di jalan lahir maka sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir
4. Cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar
5. Bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat
masuk ke dalam panggul (engagement) sehingga dapat mengakibatkan
sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir
6. Bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat
engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.

3.2.4 Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi.
Uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di
atas umbilikus sehingga lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya.3,4

Gambar 1. Pemeriksaan luar pada letak lintang

Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah
satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis juga

21
kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu sudah
masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-
tulang iga. Bila aksila dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan letak dimana
kepala janin berada. Bila aksila menutup ke kiri, kepala berada di sebelah kiri,
sebaliknya bila aksila menutup ke kanan, kepala berada di sebelah kanan.
Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus.8 Pada saat yang sama,
posisi punggung mudah diketahui. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya
skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula.
Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika
dapat diraba, dapat dikenali dengan adanya “rasa bergerigi” dari tulang rusuk.
Bila dilatasi bertambah, skapula dan klavikula pada sisi toraks yang lain akan
dapat dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran yang keras
membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior, teraba
nodulasi irreguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat
ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat
yang menumbung.3,4
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) atau foto rontgen dengan diperoleh hasil kepala janin
berada di samping.8 Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di
rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke
vagina dan melewati vulva.4

3.2.5 Mekanisme Persalinan

Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan,
tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa
pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah
ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke
dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan yang
sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu tertahan oleh
tepi pintu atas panggul,dengan kepala di salah satu fossa iliaka dan bokong
pada fossa iliaka yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit
kuat di bagian atas panggul.3,4
22
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.
Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi
dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga
batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran
retraksi patologis (Ring Van Bandle). Keadaan demikian dinamakan letak
lintang kasep (neglected transverse lie) sedangkan janin akan meninggal.

Gambar 2. Letak lintang kasep dengan lengan menumbung

Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptur uteri


(sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan
masuk ke dalam rongga perut) atau kondisi dimana his menjadi lemah karena
otot rahim kelelahan dan timbul infeksi intrauterin sampai terjadi timponia uteri.
Ibu juga berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi,
dan sering menyebabkan kematian.3
Bila janin kecil (< 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan
spontan dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut menetap. Janin akan
tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah
bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak di vulva.
Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara bersamaan dan bayi
dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicatio corpora),yang paling
dulu tampak dalam vulva ialah daerah dada dibawah bahu, kepala, toraks
23
melalui rongga panggul bersamaan.

Gambar 3. Conduplicatio corpora


Selain itu, bisa dilahirkan dengan envolusio spontanea yaitu variasi
mekanisme lahirnya janin dengan letak lintang akibat fleksi lateral yang
maksimal dari tubuh janin dengan dua variasi yaitu:3,4
a. Menurut Denman
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di
bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di
rongga panggul dan lahir,kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.

Gambar 4. cara Denman


24
B. Menurut Douglas
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian
dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki
lahir,selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut
merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang,
akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.3

Gambar 5. cara Douglas

3.2.6 Komplikasi
Oleh karena bagian terendah tidak menutup pintu atas panggul, ketuban
cenderung pecah dan dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali
pusat. Keduanya merupakan komplikasi gawat dan memerlukan tindakan
segera.8 Pada ibu bisa terjadi rupture uteri, partus lama, ketuban pecah dini,
dan infeksi intrapartum dan pada janin angka kematian meningkat karena
adanya prolapses funiculi,trauma partus, dan hipoksia karena kontraksi uterus
terus menerus.9

3.2.7 Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan dengan teliti ada
25
tidaknya

26
panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa yang dapat
membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu dianjurkan
menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk
menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada
permulaan persalinan sehingga bila terjadi perubahan letak dapat
segeraditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan
masih dapat diusahakan mengubah letak lintang menjadi presentasi kepala
bila pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada
seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesarea.
Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada
seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar
menjadi lengkap.
b. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada
waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan
serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli.
c. Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada


beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak
didapatkan panggul sempit, dan janin tidak besar, dapat ditunggu dan diawasi
sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi.
Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang
wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban pecah sebelum
pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan
seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka
bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap
kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna
mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancar atau tidak.Versi

27
ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi
pertama lahir,ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak
lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan ruptur uteri, sehingga bila
janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera,
sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan pervaginam dengan
dekapitasi.1,10

3.2.8 Prognosis3
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul
sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan
kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang
jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang
disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga
sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan tindakan yang
sering dilakukan,tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan, karena besarnya
trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti terjadinya ruptur uteri dan
robekan jalan lahir lainnya. Angka kematian ibu berkisar antara 0-2% (RS Hasan
Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian janin diRumah Sakit Umum
Pusat Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan Sadikin Bandung 18,3%

28
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien Ny.S usia 23 tahun datang ke VK bagian OBSGYN RSUD Raden


Mattaher tanggal 8 Maret 2022 dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan
lahir sejak 8 jam yang lalu. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G1P0A0 Hamil 37-38 Minggu
Inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterin Letak Lintang +
Ketuban Pecah Dini.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT
15 Juni 2021 dan datang dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 8
jam sebelum masuk rumah sakit. Air-air yang keluar berwarna putih bening dan
tidak berbau. Keluhan ini disertai dengan adanya sakit perut menjalar ke
pinggang(+) dan keluar lendir darah (-). Berdasarkan teori, usia kandungan pasien
cukup bulan 37-38 minggu dan keluhan yang dirasakan oleh pasien mengarah
kepada diagnosis ketuban pecah dini dan menyatakan ada nya tanda-tanda
inpartu.
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien
belum didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,50C.
Denyut nadinya juga dalam batas normal, yaitu 81 kali per menit. Tekanan darah
pasien juga dalam batas normal yaitu 120/80mmHg. Berdasarkan teori,
pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD
selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya
dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan
adanya nadi yang cepat. Tetapi pada kasus ini tidak didapatkan sehingga belum
ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD
akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien
KPD akan
29
tampak cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina tidak keruh dan
berbau menunjukkan belum adanya proses infeksi.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk menentukan ada
tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini
pembukaan 2cm. Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin untuk
mencegah infeksi.
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini
pecahnya ketuban dicurigai terjadi 8 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara
belum ada tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap
pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Pada kasus ini pasien segera diberikan antibiotik ceftriaxone 2gr.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien
ini pada umumnya tepat.
Posisi Letak lintang didapatkan dari Pemeriksaan Obstetrik, di dapatkan
Leopold 1 : Tidak teraba bagian janin, Leopold 2 : Kanan ( Bulat dan lunak ), Kiri
(Teraba bulat, keras dan melenting ) , Leopold 3 :Teraba bagian janin
memanjang, Leopold 4 : Konvergen, HIS (-), DJJ : 153x/i. Sesuai teori
mengindikasikan bahwa Janin tunggal hidup dengan letak melintang.

30
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 23 tahun, datang bersama


suaminya ke RSUD Raden Mattaher melalui IGD dengan diagnosis G1P0A0
Hamil 37-38 Minggu Inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterin
Letak Lintang + Ketuban Pecah Dini.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang dilakukan secara
autoanamnesis, didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan. Diagnosis yang tepat pada kasus ini dan pemilihan
terapi yang tepat dapat memberikan keberhasilan yang baik untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan bayinya. Pada pasien diberikan IVFD RL 20 tetes/menit,
injeksi Ceftriaxone 1x2 gram, dan pasien dilakukan prosedur SC.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Hal. 677-680.
2. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
3. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta: Yayasan
BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C.,
& Wenstrom, K. D. 2006. Obstetri William (21 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kandungan Edisi kelima. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirohardjo.
6. Siswosudarmo, R. 2010. Obstetri Fisiologi Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta:PT Pustaka Cendekia.
7. Divon MY. Fetal Growth Screening And Diagnosis. Uptodate. 2019.
8. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi &
Fisiologi Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
9. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri:
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1998; Hal.
366-372.
10. Pernoll’s & ML. Transverse Lie In : Benson & Pernoll handbook of
Obstetrics & Ginecology, 10th ed. Mcgraw-Hill International Edition,
America, 1994; 416-7.
11. Simon LR : Obstetrical Decision Making, 2nd ed. Huntsmen Offset
Printing, Singapore, 1987; 210-211.

32

Anda mungkin juga menyukai