Anda di halaman 1dari 59

Kejang demam kompleks + Bronkopneumoni + Motoric Delay

+ Obesitas

Oleh :
Meri satriyawati

Pembimbing :
dr. Yoza Franola, Sp.A
1
PENDAHULUAN
• Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38C yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang
atau kejang tanpa sebab sebelumnya.

• Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS) yang mencakup hampir
80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).

• Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju
maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang
saluran nafas bagian bawah.

• Bronkopneumonia menjadi penyebab kematian terbesar penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak
dan balita hampir diseluruh dunia

2
BAB II

LAPORAN
KASUS

3
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Ab

Umur : 1 tahun 3 minggu

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. TP sriwijaya rt. 15 kel. Beliung kota jambi

Berat Badan : 12 kg

Panjang Badan : 73 cm

MRS (IGD) : 3 Maret 2021

4
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang 1 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam dan Sesak

Pasien datang ke IGD RSUD Raden Matther di antar orangtuanya dengan keluhan kejang sejak 1
hari SMRS. Kejang dirasakan ± 3-4 kali dalam sehari dengan durasi 6-7 menit dengan mata yang
terbuka dan mendelik keatas. Kejang awalnya terjadi pada kedua tangan kemudian kejang
dirasakan seluruh tubuh dan pasien tidak sadar saat kejang. Saat kejang terjadi, pasien tidak
diberikan obat melalui dubur. Setelah kejang hilang, pasien sadar kembali. Dan ibu pasien tidak
mengetahui berapa lama jarak antarkejang pasien

5
ANAMNESIS

Beberapa saat setelah sampai di UGD pasien kembali kejang. Kejang dirasakan  ± 5
menit dengan mata mendelik keatas, kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat di IGD pasien
diberikan obat melalui dubur oleh dokter IGD. Setelah kejang hilang, pasien sadar
kembali.

Menurut keterangan orangtua pasien, 3 hari SMRS pasien mengalami diare lebih 5
kali sehari dengan konsistensi cair, berwarna kuning kecoklatan dan disertai busa(+), darah
(-). Ketika dalam perjalanan ke RS pasien masih mengalami bab cair, tetapi ibu pasien
tidak mengukur dan memprediksi berapa banyak dan berapa kali pasien BAB. Menurut ibu
pasien, pasien masih mau minum tetapi hanya 1-2 sendok makan dalam bebarapa jam,
BAK kurang sehingga ibu hanya mengganti popok pasien 1x sehari.

6
ANAMNESIS

Kemudian pasien mengalami demam yang


tinggi dan mendadak 2 hari SMRS,
demam di rasakan mendadak dan terus
menerus, orangtua pasien tidak mengukur
berapa suhu tubuh pasien dengan
Keluhan demam juga di sertai sesak yang
menggunakan thermometer, kemudian
timbul beberapa saat setelah demam terjadi.
orangtua pasien memberikan obat
Sesak di rasakan terus menerus (pagi-siang-
paracetamol syrup sehingga demam turun
malam). Menurut ibu pasien juga pada saat
tetapi setelah 5-6 jam kemudian pasien
di rumah dan sampai di igd, pasien tidak ada
demam kembali.
gejala batuk (-), pilek (+) setelah sehari di
dalam IGD RSUD Raden Mattaher Kota
Jambi.

7
1. Riwayat penyakit Dahulu
• Riwayat kejang pada usia 7 bulan
• Riwayat trauma (-)

2. Riwayat penyakit Keluarga


• Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)

3. Riwayat Sosial-Ekonomi :
• Pasien merupakan anak pertama
• Pekerjaan Ayah : ojek online
• Pekerjaan Ibu : IRT
• Pasien merupakan pasien BPJS kelas 3

8
ANAMNESIS

Riwayat Makanan Riwayat Perkembangan


Riwayat Imunisasi

• ASI : ASI sampai usia 3-4 bulan


• Susu Formula : Susu formula 6 bulan sampai usia sekarang
Gigi Pertama : 7 bulan
BCG : 1x Tengkurap : Belum bisa
(1tahun 3 minggu)
• Bubur Nasi : Bubur Promina diberikan pada usia 6 bulan. Polio : - Merangkak : Belum bisa
• Nasi Tim/lembek : Mulai diberikan usia 8 bulan sampai 10 bulan DPT : - Duduk : Belum bisa
• Nasi Biasa : Sejak usia 9 bulan, jarang diberikan Campak : - Berdiri : Belum bisa
• Daging, Ikan, Telur : Sejak usia 9 bulan, jarang diberikan
• Tempe, tahu : Jarang
Hepatitis B : - Berjalan : Belum bisa
• Sayuran : Jarang Berbicara : Belum bisa
• Buah : Jarang Kesan : Imunisasi dasar
pasien tidak lengkap
Aktiftas : Kurang

Kesan : perkembangan motoric


kasar terhambat

9
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Kesadaran GCS Tanda Vital BB : 12 kg


Tampak sakit sedang Composmentis. E4M6V5 = 15 Nadi : 135x/menit PB :73 cm
RR : 32x/menit LK : 46cm
Suhu : 37.1 C LP : 47cm
SpO2: 94% LILA : 15cm

10
Status Nutrisi

vvvvxdddd

BB/PB : > +3 SD
(obesitas)

BB/U : 0 sd +2 SD
(resiko berat badan lebih) Usia : 1thn 3 mgg
BB : 12 kg
PB :73 cm
LK : 46 cm

PB/U : 0 sd +2 SD 11
(normal) Normochepal
Pemeriksaan Fisik

Bentuk bibir : Simetris


Bentuk kepala : Normochepal
Telinga Bibir : Mukosa kering (-)
Rambut : Hitam, merata,
Bentuk : Simetris Gusi : Mudah berdarah (-)
tidak mudah dicabut
Sekret : Tidak ada
Serumen :Tidak ada Lidah
Mata
Nyeri tekan : (-/-) Bentuk : Simetris
Palpebra : Edema (-/-),
Kotor :-
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Hidung
Sklera : Ikterik (-/-)
Bentuk : Simetris Leher
Pupil : Isokor +/+
Pernapasan cuping hidung : +/+ Pembesaran KGB : -
Refleks cahaya :+/+
Sekret :-/- Kaku kuduk :-
Epistaksis :-/- Massa :-

12
Pemeriksaan Fisik

Jantung Abdomen
Paru Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Inspeksi : Simetris
Inspeksi : Simetris, retraksi Palpas : Ikturs kordis teraba (+) Palpasi : Soepel, Nyeri
(+)
Perkusi : Batas kiri : ICS V linea mid axilaris tekan (-),
Palpasi : Fremitus taktil anterior sinistra Perkusi : Timpani
kanan=kiri, Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : bising usus (+)
nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor Auskultasi :
Suara dasar : S1-S2 reguler, Bising :
Auskultasi : Vesikular kiri = murmur (-), gallop (-)
kanan, wheezing (-/-),
Rhonki (+/+)

13
Pemeriksaan Fisik

Genitalia & Anus

Dalam Batas Normal

Ekstremitas Superior
CRT <2 detik, akral dingin, edema (-), Refleks tendon normal, refleks primitive (-/-),
Deformitas (-)

Ekstremitas Inferior

CRT <2 detik, akral hangat, edema (-), Refleks tendon normal, refleks primitive (-/-),
Deformitas (-)

14
Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaaan Patologis
Tanda Rangsang Meningeal
Babinsky : (-)
Kaku kuduk : (-)
Chadook : (-)
Brudzinsky I : (-)
Gordon : (-)
Brudzinsky II : (-)
Oppenheim : (-)
Kernig : (-)
Refleks patologi/primitif : Refleks menggenggam
Lasegue : (-)
+/+, refleks melangkah (-)
Tropi : +/+
Refleks Fisiologis
Tonus
Refleks tendon biseps : (+)
Refleks tendon triseps : (+) Eutoni

Patella : (+) Nervus Kranialis


Achilles : (+) defisit nervus kranialis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 10,9 g/dL 12-16
Hematokrit 33,3 % 35-50
Eritrosit 4,37 106/L 3,5-5,5
MCV 76,2 fL 80-100
MCH 25,0 Pg 27-34
MCHC 328 g/L 320-360
Trombosit 289 109/L 100-300
Leukosit 10,2 109/L 4-10
Pemeriksaan Elektrolit
Na 145,6 mmol/l 136-146
K 4,88 mmol/l 3,34-5,10
Cl 111,5 mmol/l 98-106
Kimia Darah
Faal Hati
SGOT 59 U/L 15-37
SGPT 72 U/L 14-63
GDS 93 mg/dl <200 mg/dl

15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Posisi PA • Corakan vaskuler meningkat,


• tampak bercak infiltrat pada lapang
tengah dan bawah paru D/S

Kesan :
Jantung : Normal
Paru : Bronkopneumonia

16
Diagnosa Banding
• Kejang Demam Simplek
• enchepalitis
• Meningitis

Diagnosa Kerja
Diagnosis Primer : Kejang Demam Kompleks

Diagnosis Sekunder : Bronkopneumonia + Motoric Delay + Obesitas

17
TATALAKSANA

FARMAKOLOGI

NON FARMAKOLOGI • O2 Nasal Canule 2- LPM


• IVFD D5% 700 cc /hari
• Inj. Cefotaxim 2x400 mg
- Bed Rest total • Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9%
2 cc
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth
(Jika demam)
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang.

18
Follow Up
BAB
III
TINJAUA
N
PUSTAKA

19
KEJANG DEMAM

DEFINISI
Kejang demam adalah kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan
dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38C yang tidak disebabkan oleh infeksi
sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa
sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya

20
KEJANG DEMAM
EPIDEMIOLOGI
Terbanyak kasus bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia
antara 6 bulan sampai dengan 22
Sekitar 2 - 5% anak dibawah 5 tahun bulan
pernah mengalami bangkitan kejang
demam

Lebih dari 90% pendertita kejang Insiden bangkitan kejang


demam terjadi pada anak berusia demam tertinggi pada usia 18 bulan
dibawah 5 tahun

21
KEJANG DEMAM
ETIOLOGI

Infeksi Virus Bakteri Faktor predisposisi timbulnya


bangkitan kejang demam :
• riwayat keluarga
• riwayat kehamilan dan persalinan
• gangguan tumbuh kembang anak
• seringnya menderita infeksi
• kadar elektrolit, seng dan besi darah
rendah

22
KEJANG DEMAM
MEKANISME
Demam
(kenaikan suhu 1ºC)

Metabolisme basal (10-15%) Kebutuhan O2 (20%)

Perubahan keseimbangan (membran sel neuron)

Difusi ion K dan ion Na melaui membran

Lepas muatan listrik

KEJANG
23
KEJANG DEMAM
klasifikasi

• Kejang demam yang berlangsung • Kejang lama (>15 menit)


singkat (kurang dari 15 menit) • Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
• Bentuk kejang umum (tonik dan atau kejang umum didahului kejang parsial
klonik) • Berulang atau lebih dari 1 kali dalam
• Tidak berulang dalam waktu 24 jam waktu 24 jam

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Komplek

24
KEJANG DEMAM
Diagnosis
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK
• Kesadaran
• Frekuensi dan lamanya kejang ? • Suhu tubuh
• Kapan kejang terjadi ? • Tanda rangsal meningeal
• Tanda peningkatan tekanan
• Apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah intracranial
sebelumnya ? • Tanda infeksi di luar SSP

• Sifat kejang (tonik-klonik, umum) ?


• Lama serangan ?
• Kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang?
• Gejala lain : demam, muntah, lumpuh, penurunan
kesadaran, atau kemunduran kepandaian ?

25
KEJANG DEMAM
Diagnosis

LABORATORIUM LUMBAL PUNGSI


Untuk menegakkan atau menyingkirkan
• Tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, kemungkinan
• Tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber meningitis
Indikasi:
infeksi penyebab demam • Terdapat tanda dan gejala rangsang
• Px. Lab: darah perifer, elektrolit, dan gula darah meningeal
• Terdapat kecurigaan adanya infeksi
SSP
• Kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat
• antibiotik dan pemberian antibiotic
dapat mengaburkan
• tanda dan gejala meningitis

26
KEJANG DEMAM

ELEKTROENSEFALOGRAFI PENCITRAAN
MRI memiliki sensitivitas dan
• Tidak direkomendasikan karena tidak dapat spesifisitas tinggi dibandingkan CT
memprediksi berulangnya kejang scan
Indikasi:
• Dilakukan pada: • Kelainan neurologik fokal yang
• Kejang demam kompleks pada anak usia > 6 tahun menetap (hemiparesis)
• Paresis nervus VI
• Kejang demam fokal • Papiledema

27
Diagnosis BANDING
Persamaan Perbedaan

Kejang Demam Kejang disertai demam, • Kejang singkat (kurang dari 15 menit)
Sederhana anak < 5 thn • Bentuk kejang umum (tonik dan atau
klonik)
• Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang Demam Kejang disertai demam, • Kejang lama (>15 menit)


• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
Komplek anak < 5 thn
umum didahului kejang parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam
waktu 24 jam

28
Diagnosis BANDING

Persamaan Perbedaan

Kejang Demam Kejang disertai demam, • KD : onset kejang < 24 jam


VS anak < 2 thn : Tanda rangsang • Meningitis: onset > 24 jam,
Meningitis meningeal (-), kesadaran tidak UUB membonjol, lekositosis
terganggu tinggi

Kejang disertai demam


Kejang Demam Ensefalitis : penurunan
VS kesadaran (+), lesi UMN jelas
Ensefalitis

29
TATALAKSANA
• Pastikan ABC

30
Obat Saat Demam ?

ANTIPIRETIK ANTI KONVULSAN


• Paracetamol : dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 Diazepam:
kali/hari dan tidak boleh lebih dari 5 kali • Oral 0,3 mg/kg/kali per oral
• Ibuprofen : 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali/hari • Rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk
berat badan <12 kg dan 10 mg
untuk berat badan > 12 kg)
• Diberikan selama 48 jam pertama
demam

31
Obat RUMATAN

INDIKASI : PERTIMBANGKAN JIKA :


• Kejang fokal • Kejang berulang dua kali atau lebih
• Kejang lama >15 menit dalam kurun waktu 24 jam.
• Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau • Kejang demam terjadi pada bayi
sesudah kejang, misalnya serebral palsi, hidrosefalus, usia kurang dari 12 bulan.
hemiparesis. • Kejang demam dengan frekuensi
>4 kali per tahun

32
OBAT RUMATAN
Valproic acid
Phenobarbital

Obat PIlihan
Dosis: 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2
dosis.
Dosis : 15-40 mg/ kgBB/hari
dalam 2 dosis

ESO : gangguan perilaku dan


kesulitan belajar
ESO : gangguan fungsi hati

• Pengobatan diberikan selama 1 tahun


• penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam 33
BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI
 Peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronchus ataupun
bronkhiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution).

EPIDEMIOLOGI
 bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya
sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza
yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi
 Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10-20% pertahun 38
BRONKOPNEUMONIA

ETIOLOGI

 Penyebab terjadinya dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, aspirasi


benda asing, dan sindrom loeffler. Tetapi, penyebab tersering oleh
Pneumococcus sp.

39
BRONKOPNEUMONIA

KLASIFIKASI
 Beberapa ahli telah membuktikanbahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan :
A.Berdasarkan lokasi lesi di paru:
 Pneumonia lobaris
 Pneumonia interstitialis
 Bronkopneumonia
B.Berdasarkan asal infeksi:
 Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP)
 Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

40
BRONKOPNEUMONIA

KLASIFIKASI
C.Berdasarkan mikroorganisme penyebab:
 Pneumonia bakteri
 Pneumonia virus
 Pneumonia mikoplasma
 Pneumonia jamur
D.Berdasarkan karakteristik penyakit:
 Pneumonia tipikal
 Pneumonia atipikal
E.Berdasarkan lama penyakit:
 Pneumonia akut
 Pneumonia persisten
41
BRONKOPNEUMONIA

PATOFISIOLOGI
 I.Stadium I/Hiperemia atau kongesti (4-12 jam pertama) terjadi respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi
 II.Stadium II/ Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) terjadi sewaktuu alveolus terisi
oleh eritrosit, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian
reaksi peradangan
 III.Stadium III/ Hepatisasi kelabu (3-8 hari) terjadi sewaktu leukosit mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi
 IV.Stadium IV/ Resolusi (7-11 hari) terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag  jaringan
kembali ke struktur semula

42
BRONKOPNEUMONIA

GEJALA KLINIS
 Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:
 Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
 Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
 Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
 Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
 Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang
mula-mula kering kemudian menjadi produktif

43
BRONKOPNEUMONIA

PENEGAKAN DIAGNOSIS
 Pada anamnesis, didapatkan adanya keluhan ISPA selama beberapa hari; demam tinggi
mendadak serta keluhan penurunan BB
 Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung; sianosis sekitar mulut dan hidung; gelisah; malaise ; adanya retraksi
dada, ronkhi (+), suara nafas melemah
 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, C-reaktif
protein, uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, dan rontgen thorax  infiltrat pada
lapang paru

45
BRONKOPNEUMONIA

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:
Penatalaksaan Umum:
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis gas
darah ≥ 60 torr
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
Penatalaksanaan Khusus:
 Pemberian obat penurun panas, antibiotik, serta pemantauan yang ketat (minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga)

46
MOTORIC DELAY
DEFINISI
 Istilah motoric : gejala perilaku nyata yang teramati dan ditampilkan melalui gerak otot atau anggota tubuh di
bawah kontrol sistem persyarafan.
 keterlambatan suatu perkembangan sesuai tonggak usia sehingga salah satu perkembangan menjadi dominan,
yaitu pada perkembangan motorik.

Epidemiologi
• Prevalensi gangguan koordinasi motorik tidak diketahui tetapi diperkirakan sekitar 6% dari anak usia sekolah

• Laporan dalam literatur menyebutkan rasio laki-laki berbanding perempuan terentang dari 2:1 sampai sebesar 4:1.

• Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak
di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum.

47
MOTORIC DELAY

ETIOLOGI

Penyebab gangguan koordinasi motorik tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah termasuk
penyebab organik dan perkembangan.

Penyebab lainnyaadalah prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir
rendah. Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan dalam defisit
koordinasi

48
MOTORIC DELAY
Faktor Resiko
Spina Bifida
Cerebral Palsy
Developmental coordination disorder

Faktor risiko keterlambatan perkembangan motorik yang dapat diketahui dengan penilaian
perkembangan pada bayi meliputi :
Motorik halus
Motorik kasar
 3,5 bulan  : Tangan tetap terkepal
 4,5 bulan : Belum dapat mengontrol kepala
 4-5 bulan      : Tidak mampu memegang mainan
 5 bulan           : Belum dapat tengkurap bolak-balik
 7 bulan           : Tidak mampu memegang benda pada setiap tangan
 7-8 bulan        : Belum duduk tanpa bantuan
 10-11 bulan      : Tidak mampu menyumput benda kecil
 9-10 bulan      : Tidak dapat berdiri berpegangan  15 bulan          : Tidak dapat memasukkan atau mengambil benda
 15 bulan         : Belum berjalan  20 bulan          : Tidak dapat membuka kaos kaki atau sarung tangan sendiri
 2 tahun           : Tidak mampu naik atau turun tangga  24 bulan          : Tidak dapat menyusun 5 balok.
MOTORIC DELAY

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosa juga dapat ditegakkan berdasarkan skrining perkembangan :


 Denver developmental screening test II (DDST II)
 Bayley Infan Neurodevelopmental Screening (BINS)
 Muenchener
 Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

50
MOTORIC DELAY

TATALAKSANA
Terapi gangguan koordinasi motorik termasuk latihan motoric perseptual, teknik latihan neurofisiologis
untuk disfungsi motorik, dan pendidikan fisik yang termodifikasi. Teknik Montessori mungkin berguna bagi
banyak anak prasekolah, karena menekankan perkembangan keterampilan motorik.Tidak ada latihan atau
metode latihan tunggal yang tampaknya lebih menguntungkan atau efektif dibandingkan yang lainnya.

Konseling parental membantu menurunkan kecemasan dan ras bersalah pada orangtua terhadap gangguan
anak dan meningkatkan kesadaran mereka, yang memberikan keyakinan bagi mereka untuk membantu anak.

50
BAB
IV
ANALISA
KASUS

51
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• kejang di awali demam. kejang


• Menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam tahun 2016, kejang demam
sejak 1 hari yang dirasakan ± 6-
didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
7 menit dengan mata yang
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan
terbuka dan mendelik keatas.
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intracrania
Kejang awalnya terjadi pada
• Kejang demam kompleks berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal / parsial satu
kedua tangan kemudian kejang
sisi atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam
dirasakan seluruh tubuh dan
24 jam
pasien tidak sadar. Kejang di
alami pasien sudah dirasakan ±
3-4 kali dalam sehari

52
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• Berdasarkan teori Sesak nafas karena paru-paru disebabkan karena berbagai macam hal,
• keluhan demam juga diantaranya karena adanya obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentuyang
di sertai sesak yang men yebabkan paru-paru/alveoli gagal mengembang dengan sempurna (kekurangan
timbul beberapa saat surfaktan atau adanya desakan dari rongga abdomen/jantung).
setelah demam • Sesak nafas pada paruparu tidak tergantung pada berat ringannya aktivitas seseorang dan
terjadi. Sesak di terkadang sesak nafas yang berat akibat paru-paru bisa menimbulkan seseorang menjadi
rasakan terus sianotik. Sesak nafas yang ditimbulkan karena paru dapat diikuti dengan adanya bunyi nafas
menerus (pagi-siang- tambahan, seperti ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing.
malam).

53
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• Pada pemeriksaan fisik di • bronkopneumoni adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal.


temukan pasien bernafas Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung. Biasanya
dengan pernafasan cuping didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari.
hidung (+), pada pemeriksaan Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare.
thoraks di temukan retraksi
interkosta (+), dan pada saat • Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat
auskultasi terdengar suara batuk, beberapa hari yang mula- mula kering kemudian menjadi
rhonki (+/+). Pada pemeriksaan produktif. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring. Pada
tanda rangsangan meningeal pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan
dan pemeriksaan patologis di infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.
temukan negati (-).

54
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.
• O2 Nasal Canule 2- LPM Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus

• IVFD D5% 700 cc /hari dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
• Inj. Cefotaxim 2x400 mg dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama). Perlu dilaksanakan dengan
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika demam) penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-
72 jam, ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang.
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit
seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).

55
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• Ventolin merupakan inhaler yang berisi salbutamol atau salbuterol


• O2 Nasal Canule 2- LPM (USA), yang me-rupakan stimulan β2 adreno-ceptor selektif yang
• IVFD D5% 700 cc /hari menyebab-kan otot polos bronkus berelak-sasi melalui peningkatan
• Inj. Ceftriaxone 2x400 mg intrase-luler cyclic adenosine monopho-spate (cAMP). Salbutamol dapat
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc menyebabkan relaksasi dari otot bronkus dan uterus, pembuluh darah
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika demam) berdilatasi, denyut jan-tung meningkat, dan efek meta-bolik (seperti
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang. penurunan derajat kalium plasma). Salbutamol juga mempunyai efek anti
inflamasi yang secara ditentukan,

56
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• O2 Nasal Canule 2- LPM • Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di
• IVFD D5% 700 cc /hari Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol
• Inj. Ceftriaxone 2x400 mg adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. Meskipun
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan. ternyata selain berguna untuk
demam) menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang. mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.

57
ANALISA KASUS
Kasus Teori

• O2 Nasal Canule 2- LPM • Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang
• IVFD D5% 700 cc /hari
pada umumnya. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
• Inj. Ceftriaxone 2x400 mg
interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika demam)
diberikan diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang.
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.

58
KESIMPULAN
 Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar
2 - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih
dari 90% pendertita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun.

 Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui. Kejang demam biasanya
diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai
menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media,
dan gastroenteritis.

59
KESIMPULAN
 Pada kasus ini, infeksi bakteri atau virus yang dapat menyebabkan kejangnya
antara lain bronkopneumonia dan Gastroenteritis (GE). Bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi. Sedangkan penyebab paling sering terjadinya
gastroenteritis akut adalah 70% diakibatkan oleh virus (rotavirus, norovirus,
enteric adenovirus, calicivirus, asrovirus dan enterovirus),

60

Anda mungkin juga menyukai