+ Obesitas
Oleh :
Meri satriyawati
Pembimbing :
dr. Yoza Franola, Sp.A
1
PENDAHULUAN
• Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38C yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang
atau kejang tanpa sebab sebelumnya.
• Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS) yang mencakup hampir
80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).
• Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju
maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang
saluran nafas bagian bawah.
• Bronkopneumonia menjadi penyebab kematian terbesar penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak
dan balita hampir diseluruh dunia
2
BAB II
LAPORAN
KASUS
3
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Ab
Agama : Islam
Berat Badan : 12 kg
Panjang Badan : 73 cm
4
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang 1 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam dan Sesak
Pasien datang ke IGD RSUD Raden Matther di antar orangtuanya dengan keluhan kejang sejak 1
hari SMRS. Kejang dirasakan ± 3-4 kali dalam sehari dengan durasi 6-7 menit dengan mata yang
terbuka dan mendelik keatas. Kejang awalnya terjadi pada kedua tangan kemudian kejang
dirasakan seluruh tubuh dan pasien tidak sadar saat kejang. Saat kejang terjadi, pasien tidak
diberikan obat melalui dubur. Setelah kejang hilang, pasien sadar kembali. Dan ibu pasien tidak
mengetahui berapa lama jarak antarkejang pasien
5
ANAMNESIS
Beberapa saat setelah sampai di UGD pasien kembali kejang. Kejang dirasakan ± 5
menit dengan mata mendelik keatas, kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat di IGD pasien
diberikan obat melalui dubur oleh dokter IGD. Setelah kejang hilang, pasien sadar
kembali.
Menurut keterangan orangtua pasien, 3 hari SMRS pasien mengalami diare lebih 5
kali sehari dengan konsistensi cair, berwarna kuning kecoklatan dan disertai busa(+), darah
(-). Ketika dalam perjalanan ke RS pasien masih mengalami bab cair, tetapi ibu pasien
tidak mengukur dan memprediksi berapa banyak dan berapa kali pasien BAB. Menurut ibu
pasien, pasien masih mau minum tetapi hanya 1-2 sendok makan dalam bebarapa jam,
BAK kurang sehingga ibu hanya mengganti popok pasien 1x sehari.
6
ANAMNESIS
7
1. Riwayat penyakit Dahulu
• Riwayat kejang pada usia 7 bulan
• Riwayat trauma (-)
3. Riwayat Sosial-Ekonomi :
• Pasien merupakan anak pertama
• Pekerjaan Ayah : ojek online
• Pekerjaan Ibu : IRT
• Pasien merupakan pasien BPJS kelas 3
8
ANAMNESIS
9
Pemeriksaan Fisik
10
Status Nutrisi
vvvvxdddd
BB/PB : > +3 SD
(obesitas)
BB/U : 0 sd +2 SD
(resiko berat badan lebih) Usia : 1thn 3 mgg
BB : 12 kg
PB :73 cm
LK : 46 cm
PB/U : 0 sd +2 SD 11
(normal) Normochepal
Pemeriksaan Fisik
12
Pemeriksaan Fisik
Jantung Abdomen
Paru Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Inspeksi : Simetris
Inspeksi : Simetris, retraksi Palpas : Ikturs kordis teraba (+) Palpasi : Soepel, Nyeri
(+)
Perkusi : Batas kiri : ICS V linea mid axilaris tekan (-),
Palpasi : Fremitus taktil anterior sinistra Perkusi : Timpani
kanan=kiri, Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : bising usus (+)
nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor Auskultasi :
Suara dasar : S1-S2 reguler, Bising :
Auskultasi : Vesikular kiri = murmur (-), gallop (-)
kanan, wheezing (-/-),
Rhonki (+/+)
13
Pemeriksaan Fisik
Ekstremitas Superior
CRT <2 detik, akral dingin, edema (-), Refleks tendon normal, refleks primitive (-/-),
Deformitas (-)
Ekstremitas Inferior
CRT <2 detik, akral hangat, edema (-), Refleks tendon normal, refleks primitive (-/-),
Deformitas (-)
14
Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaaan Patologis
Tanda Rangsang Meningeal
Babinsky : (-)
Kaku kuduk : (-)
Chadook : (-)
Brudzinsky I : (-)
Gordon : (-)
Brudzinsky II : (-)
Oppenheim : (-)
Kernig : (-)
Refleks patologi/primitif : Refleks menggenggam
Lasegue : (-)
+/+, refleks melangkah (-)
Tropi : +/+
Refleks Fisiologis
Tonus
Refleks tendon biseps : (+)
Refleks tendon triseps : (+) Eutoni
15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Kesan :
Jantung : Normal
Paru : Bronkopneumonia
16
Diagnosa Banding
• Kejang Demam Simplek
• enchepalitis
• Meningitis
Diagnosa Kerja
Diagnosis Primer : Kejang Demam Kompleks
17
TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
18
Follow Up
BAB
III
TINJAUA
N
PUSTAKA
19
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan
dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38C yang tidak disebabkan oleh infeksi
sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa
sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya
20
KEJANG DEMAM
EPIDEMIOLOGI
Terbanyak kasus bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia
antara 6 bulan sampai dengan 22
Sekitar 2 - 5% anak dibawah 5 tahun bulan
pernah mengalami bangkitan kejang
demam
21
KEJANG DEMAM
ETIOLOGI
22
KEJANG DEMAM
MEKANISME
Demam
(kenaikan suhu 1ºC)
KEJANG
23
KEJANG DEMAM
klasifikasi
24
KEJANG DEMAM
Diagnosis
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK
• Kesadaran
• Frekuensi dan lamanya kejang ? • Suhu tubuh
• Kapan kejang terjadi ? • Tanda rangsal meningeal
• Tanda peningkatan tekanan
• Apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah intracranial
sebelumnya ? • Tanda infeksi di luar SSP
25
KEJANG DEMAM
Diagnosis
26
KEJANG DEMAM
ELEKTROENSEFALOGRAFI PENCITRAAN
MRI memiliki sensitivitas dan
• Tidak direkomendasikan karena tidak dapat spesifisitas tinggi dibandingkan CT
memprediksi berulangnya kejang scan
Indikasi:
• Dilakukan pada: • Kelainan neurologik fokal yang
• Kejang demam kompleks pada anak usia > 6 tahun menetap (hemiparesis)
• Paresis nervus VI
• Kejang demam fokal • Papiledema
27
Diagnosis BANDING
Persamaan Perbedaan
Kejang Demam Kejang disertai demam, • Kejang singkat (kurang dari 15 menit)
Sederhana anak < 5 thn • Bentuk kejang umum (tonik dan atau
klonik)
• Tidak berulang dalam waktu 24 jam
28
Diagnosis BANDING
Persamaan Perbedaan
29
TATALAKSANA
• Pastikan ABC
30
Obat Saat Demam ?
31
Obat RUMATAN
32
OBAT RUMATAN
Valproic acid
Phenobarbital
Obat PIlihan
Dosis: 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2
dosis.
Dosis : 15-40 mg/ kgBB/hari
dalam 2 dosis
DEFINISI
Peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronchus ataupun
bronkhiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution).
EPIDEMIOLOGI
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya
sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza
yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10-20% pertahun 38
BRONKOPNEUMONIA
ETIOLOGI
39
BRONKOPNEUMONIA
KLASIFIKASI
Beberapa ahli telah membuktikanbahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan :
A.Berdasarkan lokasi lesi di paru:
Pneumonia lobaris
Pneumonia interstitialis
Bronkopneumonia
B.Berdasarkan asal infeksi:
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
40
BRONKOPNEUMONIA
KLASIFIKASI
C.Berdasarkan mikroorganisme penyebab:
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
D.Berdasarkan karakteristik penyakit:
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
E.Berdasarkan lama penyakit:
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
41
BRONKOPNEUMONIA
PATOFISIOLOGI
I.Stadium I/Hiperemia atau kongesti (4-12 jam pertama) terjadi respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi
II.Stadium II/ Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) terjadi sewaktuu alveolus terisi
oleh eritrosit, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian
reaksi peradangan
III.Stadium III/ Hepatisasi kelabu (3-8 hari) terjadi sewaktu leukosit mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi
IV.Stadium IV/ Resolusi (7-11 hari) terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag jaringan
kembali ke struktur semula
42
BRONKOPNEUMONIA
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:
Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang
mula-mula kering kemudian menjadi produktif
43
BRONKOPNEUMONIA
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pada anamnesis, didapatkan adanya keluhan ISPA selama beberapa hari; demam tinggi
mendadak serta keluhan penurunan BB
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung; sianosis sekitar mulut dan hidung; gelisah; malaise ; adanya retraksi
dada, ronkhi (+), suara nafas melemah
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, C-reaktif
protein, uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, dan rontgen thorax infiltrat pada
lapang paru
45
BRONKOPNEUMONIA
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:
Penatalaksaan Umum:
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis gas
darah ≥ 60 torr
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
Penatalaksanaan Khusus:
Pemberian obat penurun panas, antibiotik, serta pemantauan yang ketat (minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga)
46
MOTORIC DELAY
DEFINISI
Istilah motoric : gejala perilaku nyata yang teramati dan ditampilkan melalui gerak otot atau anggota tubuh di
bawah kontrol sistem persyarafan.
keterlambatan suatu perkembangan sesuai tonggak usia sehingga salah satu perkembangan menjadi dominan,
yaitu pada perkembangan motorik.
Epidemiologi
• Prevalensi gangguan koordinasi motorik tidak diketahui tetapi diperkirakan sekitar 6% dari anak usia sekolah
• Laporan dalam literatur menyebutkan rasio laki-laki berbanding perempuan terentang dari 2:1 sampai sebesar 4:1.
• Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak
di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum.
47
MOTORIC DELAY
ETIOLOGI
Penyebab gangguan koordinasi motorik tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah termasuk
penyebab organik dan perkembangan.
Penyebab lainnyaadalah prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir
rendah. Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan dalam defisit
koordinasi
48
MOTORIC DELAY
Faktor Resiko
Spina Bifida
Cerebral Palsy
Developmental coordination disorder
Faktor risiko keterlambatan perkembangan motorik yang dapat diketahui dengan penilaian
perkembangan pada bayi meliputi :
Motorik halus
Motorik kasar
3,5 bulan : Tangan tetap terkepal
4,5 bulan : Belum dapat mengontrol kepala
4-5 bulan : Tidak mampu memegang mainan
5 bulan : Belum dapat tengkurap bolak-balik
7 bulan : Tidak mampu memegang benda pada setiap tangan
7-8 bulan : Belum duduk tanpa bantuan
10-11 bulan : Tidak mampu menyumput benda kecil
9-10 bulan : Tidak dapat berdiri berpegangan 15 bulan : Tidak dapat memasukkan atau mengambil benda
15 bulan : Belum berjalan 20 bulan : Tidak dapat membuka kaos kaki atau sarung tangan sendiri
2 tahun : Tidak mampu naik atau turun tangga 24 bulan : Tidak dapat menyusun 5 balok.
MOTORIC DELAY
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
50
MOTORIC DELAY
TATALAKSANA
Terapi gangguan koordinasi motorik termasuk latihan motoric perseptual, teknik latihan neurofisiologis
untuk disfungsi motorik, dan pendidikan fisik yang termodifikasi. Teknik Montessori mungkin berguna bagi
banyak anak prasekolah, karena menekankan perkembangan keterampilan motorik.Tidak ada latihan atau
metode latihan tunggal yang tampaknya lebih menguntungkan atau efektif dibandingkan yang lainnya.
Konseling parental membantu menurunkan kecemasan dan ras bersalah pada orangtua terhadap gangguan
anak dan meningkatkan kesadaran mereka, yang memberikan keyakinan bagi mereka untuk membantu anak.
50
BAB
IV
ANALISA
KASUS
51
ANALISA KASUS
Kasus Teori
52
ANALISA KASUS
Kasus Teori
• Berdasarkan teori Sesak nafas karena paru-paru disebabkan karena berbagai macam hal,
• keluhan demam juga diantaranya karena adanya obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentuyang
di sertai sesak yang men yebabkan paru-paru/alveoli gagal mengembang dengan sempurna (kekurangan
timbul beberapa saat surfaktan atau adanya desakan dari rongga abdomen/jantung).
setelah demam • Sesak nafas pada paruparu tidak tergantung pada berat ringannya aktivitas seseorang dan
terjadi. Sesak di terkadang sesak nafas yang berat akibat paru-paru bisa menimbulkan seseorang menjadi
rasakan terus sianotik. Sesak nafas yang ditimbulkan karena paru dapat diikuti dengan adanya bunyi nafas
menerus (pagi-siang- tambahan, seperti ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing.
malam).
53
ANALISA KASUS
Kasus Teori
54
ANALISA KASUS
Kasus Teori
• Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.
• O2 Nasal Canule 2- LPM Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
•
• IVFD D5% 700 cc /hari dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
• Inj. Cefotaxim 2x400 mg dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama). Perlu dilaksanakan dengan
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika demam) penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-
72 jam, ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang.
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit
seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).
55
ANALISA KASUS
Kasus Teori
56
ANALISA KASUS
Kasus Teori
• O2 Nasal Canule 2- LPM • Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di
• IVFD D5% 700 cc /hari Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol
• Inj. Ceftriaxone 2x400 mg adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. Meskipun
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan. ternyata selain berguna untuk
demam) menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang. mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
57
ANALISA KASUS
Kasus Teori
• O2 Nasal Canule 2- LPM • Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang
• IVFD D5% 700 cc /hari
pada umumnya. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
• Inj. Ceftriaxone 2x400 mg
interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
• Nebu Ventolin 1cc + Nacl 0,9% 2 cc
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
• Paracetamol syr 3 x 1 ½ cth (Jika demam)
diberikan diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
• Inj. Diazepam 3 mg jika kejang.
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
58
KESIMPULAN
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar
2 - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih
dari 90% pendertita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun.
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui. Kejang demam biasanya
diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai
menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media,
dan gastroenteritis.
59
KESIMPULAN
Pada kasus ini, infeksi bakteri atau virus yang dapat menyebabkan kejangnya
antara lain bronkopneumonia dan Gastroenteritis (GE). Bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi. Sedangkan penyebab paling sering terjadinya
gastroenteritis akut adalah 70% diakibatkan oleh virus (rotavirus, norovirus,
enteric adenovirus, calicivirus, asrovirus dan enterovirus),
60