Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan Partus Prematurs Iminens Janin Tunggal


Hidup Presentasi kepala + Covid19 terkonfirmasi

Disusun Oleh:
Priscilia Dwi Utari
H1AP19013

Pembimbing : dr. Gita Dianty, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHD Bengkulu,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Gita Dianty, SpOG sebagai pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan,
petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. LAPORAN KASUS....................................................................................1

1.1. Anamnesis.........................................................................................................1
1.1.1. Identitas pasien......................................................................................1
1.1.2. Riwayat Perkawinan..............................................................................1
1.1.3. Riwayat Reproduksi..............................................................................1
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan...........................................................1
1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC)............................................................2
1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi...............................................................2
1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu......................................................................2
1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga...................................................................2
1.1.9. Anamnesis Khusus................................................................................2
1.2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................3
1.3. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................5
1.4. Diagnosis Kerja.................................................................................................6
1.5. Penatalaksanaan................................................................................................6
1.6. Prognosis...........................................................................................................7
1.7. Follow Up.........................................................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13

2.1 Persalinan Prematur.........................................................................................13


2.1.1 Definisi..................................................................................................13
2.2.2 Faktor Risiko Prematuritas............................................................................13
2.2.3 Kriteria Diagnosis.........................................................................................14
2.2.5. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................15
2.2.6. Penatalaksanaan...........................................................................................15
2.2.7. Kontraindikasi Penundaan Persalinan..........................................................16

ii
2.2.8. Cara Persalinan............................................................................................16
2.2.9. Komplikasi...................................................................................................17
3.1. Covid 19..........................................................................................................19
3.1.1 Definisi..................................................................................................19
3.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi................................................................21
3.1.4 Manifestasi Klinis.................................................................................25
3.1.5 Tatalaksana Covid 19 pada Kehamilan.................................................28
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................34

3.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?...............................................34


3.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?....................................34
BAB IV. KESIMPULAN......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I. LAPORAN KASUS

1.1. Anamnesis
1.1.1. Identitas pasien

Nama : Ny. P

No. MR : 086453

Usia : 18 Tahun

Suku Bangsa : Melayu

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Lubuk Resam

MRS : 07 Agustus 2021, pukul: 12.11 WIB


1.1.2. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, sebagai istri sah.


1.1.3. Riwayat Reproduksi

Menarch : 12 tahun

Siklus haid : 28 hari, haid teratur

Lama haid : 5-6 hari

Banyak haid : 2–3 kali ganti pembalut

Hari pertama haid terakhir : 04 – 11 – 2020

KB :-

1
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
♀/ Umur Jenis BBL PB Usia Anak
No. Tempat Penolong
♂ Kehamilan Persalinan (gr) (cm) Sekarang
1. Abortus
2. Hamil ini

1.1.5.
1.1.6. Riwayat Antenatal Care (ANC)
-

1.1.7. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi


Riwayat gizi dan sosial ekonomi pasien menengah. Suami pasien dan pasien
bekerja sebagai kariawan swasta.

1.1.8. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada

Riwayat Epilepsi : Tidak ada

Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada

Riwayat Penyakit Ginjal : Tidak ada

Riwayat Hepatitis : Tidak ada

Riwayat HIV : Tidak ada

Riwayat Operasi : Tidak ada

Riwayat Hipertiroid : Tidak ada


Riwayat TB Paru : Tidak ada

2
1.1.9. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Dabetes Melitus : Tidak ada


Riwayat Psikosa : Tidak ada

1.1.10. Anamnesis Khusus

Keluhan Utama:

Perut mules dan keluar lendir

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Pasien datang ke IGD dengan keluhan mules – mules sejak 1 hari SMRS,
mules dirasakan jarang, keluar lendir darah (+) riwayat keluar air-air (-), dan
merembes (-), pasien juga mengeluhkan demam riwayat trauma (-), riwayat post
koital (+) 3 hari yang lalu, riwayat keputihan (+), riwayat minum obat-obatan (-),
dan riwayat minum obat/jamu (-), riwayat merokok (-). Pasien mengaku gerakan
janin masih dirasakan, pasien merupakan rujukan dari rumah sakit x dengan
antigen covid 19 (+) dan sudah dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan bukaan
1 cm.

1.2. Pemeriksaan Fisik

1.2.1. Status Present


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8⁰C
Spo2 : 98%

1.2.2. Status Generalisata

3
Kepala : Normocephali, tidak terdapat jejas, rambut tidak mudah
rontok, berwarna hitam, dan tidak ada folikulitis.

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera tidak ikterik, dan


tidak ada edema palpebra, tidak ada eksoftalmus

Hidung : Simetris, tidak ada deviasi, tidak ada sekret, tidak ada tanda-
tanda perdarahan

Telinga : Tidak ada sekret dan tidak ada nyeri tekan di mastoid dan
tragus.

Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak pucat, mukosa bibir tidak kering,
tidak ada stomatitis, dan tidak ada ulkus.

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thorax

- Pulmo : I : Dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak


ada retraksi dinding dada
Anterior
P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri

P : Sonor seluruh lapangan paru

A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)

- Pulmo : I : Bentuk thoraks normal, simetris saat statis dan


Posterior dinamis, tidak ada jejas

P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri

P : Sonor seluruh lapang paru

A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)

4
- Cor : I : Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis teraba

P : Batas kanan: linea sternalis dextra

Batas pinggang: ICS II linea parasternal sinistra

Batas kiri: SIC V linea midklavicula sinistra

A : Bunyi Jantung I-II normal regular, tidak ada murmur

Abdomen : TFU 27 cm, memanjang, punggung kanan, DJJ 143x/menit,


TBJ 1800 gram

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

Superior

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

Inferior

1.2.3. Status Obstetri

Pemeriksaan obstetri tanggal 3 Januari 2021 didapatkan hasil sebagai berikut:

Pemeriksaan Luar : TFU 4 jari di bawah prosessus xipoideus (27cm),


memanjang, punggung kanan, bagian terbawah janin
kepala, U 5/5, his 1x/10’/35”, DJJ 143 x/menit, TBJ
2170 gram

Pemeriksaan : Tidak dilakukan


Dalam

1.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium.

Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada 7 Agustus 2021

5
Parameter yang diperiksa Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 12,0 g/dL 12,0–15,0 g/dL

Hematokrit 35% 40–54%

Leukosit 10.200 sel/mm3 4.000–10.000/mm3

Trombosit 11.000 sel/mm3 150.000–450.000/mm3

Gula Darah Sewaktu 64mg/dl <160 mg/dl

Warna urine Kuning Kuning

Kejernihan Keruh Jernih

PH 6 4.5 – 8

Reduksi Negatif Negatif

Protein Positif Negatif

Bilirubin Positif Negatif

Keton Negatif Negatif

Berat jenis 1.015

BLO (Darah Samar) +++(Positif 3) Negatif

Urobinogen Negatif Negatif

Nitrogen Negatif Negatif

Leukosit positif Negatif

Eritrosit 18.20 <3/LPB

Leukosit 5.10 <3/LPB

Epitel 2.2 <3/LPB

Kristal Negatif Negatif

Selinder Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

6
Hasil pemeriksaan Swab SARS- CoV-2 Ag

PEMERIKSAAN HASIL PEMERIKSAAN RUJUKAN

SARS- CoV-2 Ag POSITIF (+) NEGATIF (-)

Pemeriksaan USG Jumat, 05 Agustus 2021

1.4. Diagnosis Kerja

Diagnosis masuk :

7
G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan Partus Prematurs Iminens Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala + Susp. Covid-19

1.5. Penatalaksanaan

- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Dexamethason 2 x 6mg IV
- Premaston 2 x 1
- Histolan 2 x ½
- Nifedipine 4 x 10 mg p.o
- Pro PCR

1.6. Prognosis

Prognosis Ibu : Dubia ad bonam

Prognosis Janin : Dubia ad bonam

1.7. Follow Up

Follow up Minggu, 8 Agustus 2021

S/ demam (+), keluar cairan putih (+)


O/

St. Present A/ G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan


PPI Janin Tunggal Hidup Presentasi
KU : Baik Kepala + Suspek Covid19
Sens : Compos mentis
P/ Observasi KU, TTV
TD : 110/70 mmHg
 IVFD RL 20 tpm
HR : 83 x/menit
 Inj. Dexamethason 2 x 6mg i.v
RR : 20x/menit  Premaston 2 x 1
 Histolan 2 x ½

8
Suhu : 37,5 °C  Nifedipine 4 x 10 mg tab p.o
 Remdesivir 1 x 1 p.o
SPO2 : 99%  Paracetamol 3x 500mg tab p.o

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

TFU 4 jari di bawah prosessus


xipoideus (27cm), memanjang,
punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U 5/5, his 1x/10’/35”,
DJJ 130 x/menit, TBJ 2170 gram

Follow up Senin, 9 Agustus 2021

S/ nyeri berkurang, demam(+)


O/ A/ G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan
PPI Janin Tunggal Hidup
St. Present Presentasi Kepala + Suspek
Covid19
KU : Baik P/
Sens : Compos mentis - Bed rest total
- Premaston tab 2 x 1
TD : 120/80 mmHg
- Histolan 2 x ½
HR : 79 x/menit - Nifedipine 4 x 10 mg
- Remdesivir 1 x 1 p.o
RR : 22x/menit - Paracetamol 3 x 500 mg p.o
- Drip forbion 1x/hari
Suhu : 37,3 °C

SPO2 : %
9
9

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

TFU 4 jari di bawah prosessus


xipoideus (27cm), memanjang,

9
punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U 5/5, his 1x/10’/35”,
DJJ 132 x/menit, TBJ 2170 gram

Follow up Selasa, 10 Agustus 2021

S/ Batuk (+), demam (+)


O/

St. Present A/ G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan


PPI Janin Tunggal Hidup Presentasi
KU : Baik Kepala + Covid19 terkonfirmasi
Sens : Compos mentis
P/ Observasi KU, TTV
TD : 110/70 mmHg
 IVFD RL 20 tpm
HR : 83 x/menit
 Inj. Dexamethason 2 x 6mg IV
RR : 20x/menit  Premaston 1 x 1
 Histolan 1x 1/2
Suhu : 37,2 °C  Paracetamol 3 x 500mg p.o
 Inj. Dexamehason 2 x 6 mg iv
SPO2 : 98%  Remdisivir 1 x 1
 Forbion 1 x 1
 Ambroxol 3x1 p.o
St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

TFU 4 jari di bawah prosessus


xipoideus (27cm), memanjang,
punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U 5/5, his (-), DJJ 140
x/menit, TBJ 2170 gram

Follow up Rabu, 11 Agustus 2021

S/ Batuk (+)
O/ A/ G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan
PPI Janin Tunggal Hidup
St. Present Presentasi Kepala + Covid19
terkonfirmasi
KU : Baik P/

10
Sens : Compos mentis Observasi KU, TTV

TD : 120/80 mmHg - IVFD RL 20 tpm


- Inj. Dexamethason 2 x 6mg IV
HR : 79 x/menit - Premaston 2 x 1
- Histolan 2 x 1/2
RR : 22x/menit - Paracetamol 3 x 500mg
- Remdisivir 1 x 1
Suhu : 36,5 °C - Forbion 1 x 1
- Ambroxol 3 x 1
SPO2 : %
- Inj metilergometrin 3 x 1 iv
9
- Inj. Ceftizoxime 2 x 1
9

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

TFU 4 jari di bawah prosessus


xipoideus (27cm), memanjang,
punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U 4/5, his 3x/10’/30”,
DJJ 134 x/menit, TBJ 2170 gram

Pemeriksaan Dalam:

VT: Portio lunak, posteior, efficement


20%, Ø 2cm, kepala, HI-II, ketuban
(+), penunjuk tidak dapat dinilai.

Laporan Persalinan
Tanggal 11 Agustus 2021
Pukul 19.00 Tampak pasien ingin mengedan kuat, VT Ø lengkap, ketuban
WIB (+)

Puku l9.46 WIB Pimpin persalinan dilakukan amniotomi, episiotomi


mediolateral.
Lahir spontan neonatus hidup perempuan, BB 2600 gram, PB
48 cm, LK/LD 31/30 cm, A/S 7/8 PT AGA, anus (+) lahir
tidak langsung menangis. Injeksi induksi 1amp IM
Pukul 19.50 Plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap, pendarahan ± 150

11
WIB cc, eksplorasi jalan lahir didapatkan ruptur perineum derajat 2.
Dilakukan Perineum rupture hecting.
Pukul 20.00 Pemantauan kala IV
WIB
A/ P1A1 post partus prematurus

P/ Instruksi post persalinan

- Observasi TVI, kontraksi, dan pendarahan


- Drip induxin 1 amp 30 tpm
- Inj. Metilergometrin 3 x 1 i.v
- Inj. Ceftizoxime 2 x 1
- Paracetamol 3 x 500mg p.o

Follow up Kamis, 12 Agustus 2021

S/ nyeri luka episiotomi (+)


O/

St. Present A/ P1A1 post partus prematurus +


covid 19 terkonfirmasi
KU : Baik

Sens : Compos mentis P/ Observasi KU, TTV


TD : 120/70 mmHg  IVFD RL 20 tpm
 Inj. Metilergometrin 3 x 1
HR : 67 x/menit
 Paracetamol 3 x 500mg p.o
RR : 21x/menit  Inj. Ceftizoxime 2 x 1

Suhu : 36,6 °C

SPO2 : 98%

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

Abdomen datar, lemas, simetris, TFU


2 jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak

12
aktif (5cc), lokhia (+) rubra, vulva dan
vagina tenang.

Follow up Jumat, 13 Agustus 2021

S/ Nyeri luka episiotomi (+)


O/ A/ P1A1 post partus prematurus +
covid 19 terkonfirmasi
St. Present P/
KU : Baik Observasi KU, TTV
Sens : Compos mentis - IVFD RL 20 tpm
- Inj ceftizoxime 2 x 1 iv
TD : 120/80 mmHg - Paracetamol 3 x 500mg
- Inj. Metilergometrin 3x 1
HR : 70 x/menit
- Forbion 1 x 1
RR : 20x/menit

Suhu : 36,6 °C

SPO2 : %
9
9

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

Abdomen datar, lemas, simetris, TFU


2 jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak
aktif (3cc), lokhia (+) rubra, vulva dan
vagina tenang.

Follow up Sabtu, 14 Agustus 2021

13
S/ tidak ada keluhan
O/

St. Present A/ P1A1 post partus prematurus +


covid 19 terkonfirmasi
KU : Baik

Sens : Compos mentis P/ Observasi KU, TTV


TD : 120/70 mmHg  IVFD RL 20 tpm
 Inj. Metilergometrin 3 x 1 i.v
HR : 67 x/menit
 Inj ceftizoxime 2 x 1 iv
RR : 21x/menit  Pasien pulang

Suhu : 36,6 °C

SPO2 : 98%

St. Obstetri

Pemeriksaan luar:

Abdomen datar, lemas, simetris, TFU


2 jbpst, kontraksi baik, perdarahan tak
aktif, lokhia (+) rubra, vulva dan
vagina tenang.

Laporan Bayi
Nama : By Ny. Pomi
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Lahir : 11 Agustus 2021
Berat Badan Lahir : 2600 gram
PB: 48cm LK/LD : 31/30cm
Diagnosis : Neonatal pneumonia
Confirmasi covid19
Keluar Rumah Sakit : 25 Agustus 2021

14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan Prematur


2.1.1 Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan
hal yang berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar
70%. Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh
kembang organ-organ vital yang menyebabkan bayi masih belum mampu untuk
hidup di luar kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang
dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.1 

Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan prematur tidak


diketahui. Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab
persalinan preterm, seperti: eklamsi, preeklamsi, plasenta previa, solusio plasenta,
kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin,
ketuban pecah dini, DM dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal
tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan
menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan
T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin
banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus persalinan
preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion. Dari penelitian Lettieri
dkk.(2003), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi
korioamnion.

2.2.2 Faktor Risiko Prematuritas

Mayor3

1. Kehamilan multipel

2. Hidramnion

3. Anomali uterus

15
4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu

5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32


minggu

6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali

7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm

9. Riwayat operasi konisasi

10. Iritabilitas uterus

Minor3

1. Penyakit yang disertai demam

2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu

3. Riwayat pielonefritis

4. Merokok lebih dari 10 batang perhari

5. Riwayat abortus pada trimester II

6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.


Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko
mayor; atau dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.

2.2.3 Kriteria Diagnosis

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan
259 hari

2. His 1x/10’/30”

16
3. Dilatasi serviks ≥2cm atau perubahan dilatasi dalam waktu 1 jam.

4. Pendataran serviks lebih dari 50-80%

5. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:

 nyeri pinggang belakang

 rasa tertekan pada perut bagian bawah

 terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam

 terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau


terdapat lendir bercampur darah.

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium

 Darah rutin, kimia darah

 Pemeriksaan kultur urine, urinalisis

 Bakteriologi vagina

 Amniosentesis  Surfaktan

 Pemeriksaan gas dan pH darah janin

2. Pemeriksaan ultrasonografi

Usia gestasi, jumlah janin, besar janin, aktivitas biofisik, cacat


kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan ketuban, dan
kelainan uterus.

17
2.2.6. Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.

1. Akselerasi pematangan fungsi paru

Pemberian kortikosteroid jika usia kehamilan <35 minggu untuk


pematangan paru. Pemberian steroid tidak diulang karena dapat
menyebabkan IUGR (pertumbuhan janin terhambat)

 Betametasone : 12 mg/hari i.m untuk 2 hari (2 dosis)

 Dexametason : 2x6 mg i.m dengan jarak setiap 12 jam, pemberian


hanya untuk 2 hari (4 dosis).

2. Pemberian tokolitik

Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik

0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak jelas - Rendah/pecah
pecah
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

 Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.


Umumnya
hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.

 Golongan beta-mimetik

18
 Salbutamol perinfus : 20-50 µg/menit, peroral : 2 mg, 2-4
kali/hari (maintenance).

 Terbutalin per infuse : 10-25 µg/menit, peroral : 3-5 mg per


hari (maintenance).
Efek samping : hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,
edema paru.

 Ritodrine perinfus : 100 µg/menit, peroral : 5-10 mg setiap 8


jam (maintenance).
2.2.7. Kontraindikasi Penundaan Persalinan
Mutlak
Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak.
Relatif
Gestosis, diabetes mellitus, pertumbuhan janin terhambat, pembukaan
serviks lebih dari 4 cm.

2.2.8. Cara Persalinan

1. Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar dan


perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.

2. Indikasi seksio sesarea :

 Janin sungsang

 Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih


kontroversial)

 Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi

 Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,


ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam
tidak terpenuhi

19
 Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa,
dan sebagainya).

3. Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 ̊C (rawat


intensif di bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.

4. Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa


cacat) maka perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama
perawatan di rumah sakit berkurang.
2.2.9. Komplikasi

1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering


terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih
tinggi. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan,
sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventrikuler 3 kali lebih besar.Sindroma gawat pernafasan
(penyakit membran hialin).

2. Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus
dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar
karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan
oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi
prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang
memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka. Diantara saat-saat
bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi
Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan
kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada
bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan

20
(bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang
dihubungkan dengan trakea bayi).

3. Ketidak matangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan


gangguan refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya
perdarahan otak atau serangan apneu. Selain paru-paru yang belum
berkembang, seorang bayi prematur juga memiliki otak yang belum
berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu (henti nafas), karena
pusat pernafasan di otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi
mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan.
Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat
tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .

4. Ketidak matangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi


pemberian makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil
mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan,
sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin
akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga
pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.

5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia


retrolental)

6. Displasia bronkopulmoner.

7. Penyakit jantung seperti paten duktus arteriosus

8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang
normal untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil
pemecahan sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru

21
lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah
yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat menyebabkan
sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya
masih belum matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan
mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat
ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi
pencernaan bayi.

9. Infeksi atau septikemia.

Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna.


Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya
melewatiplasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih
tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis
nekrotisasi
(peradangan pada usus).

10. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-
ubah, bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).

11. Anemia

12. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.

13. Keterbelakangan mental dan motorik.


3.1. Covid 19
3.1.1 Definisi

Corona virus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan
tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan
serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus,
betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma coronavirus.8

22
Gambar 1. 1 Struktur Coronavirus2
Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal
31 Desember 2019. Analisis isolat dari saluran respirasi bawah pasien tersebut
menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru, yang diberi nama oleh WHO
COVID-19. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakitnya
menjadi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Coronavirus tipe baru ini
merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2 diklasifikasikan
pada genus betaCoronavirus. Pada 10 Januari 2020, sekuensing pertama genom
SARS-CoV-2 teridentifikasi dengan 5 subsekuens dari sekuens genom virus
dirilis. Sekuens genom dari Coronavirus baru (SARS-CoV-2) diketahui hampir
mirip dengan SARS-CoV dan MERS-CoV.8

23
Gambar 1. 2 Alur Waktu Kejadian Virus Corona11,12,13

3.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi


Cara utama penularan SARS-CoV-2 adalah melalui paparan tetesan
pernapasan yang membawa virus menular dari kontak dekat atau transmisi tetesan
dari individu presimptomatik, asimtomatik, atau simtomatik yang menyimpan
virus.

Penularan melalui udara dengan prosedur yang menghasilkan aerosol juga


telah terlibat dalam penyebaran COVID-19. Namun, data yang melibatkan
transmisi udara SARS-CoV-2 tanpa adanya prosedur yang menghasilkan aerosol
sedang muncul dan sedang dievaluasi. Namun, cara penularan ini belum diakui
secara universal.

24
Gambar 1. 3 Gambaran mikroskopik SARS-CoV-2 menggunakan
transmission electron microscopy8

Gambar 1. 4 Siklus Penularan SARS CoV 29

25
Penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang
ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-
nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan
reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-
2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus
halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.
Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi
dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan
dan rilis virus. Berikut gambar siklus hidup virus (Gambar 1.5). Setelah terjadi
transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel epitel
saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran
napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan
virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah
penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.8

Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah


diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem
imun berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan
difus alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada
rontgen toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-
bercak. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat
atau konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi
virus juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses,
juga urin dan cairan tubuh lainnya.5 Studi terbaru menunjukkan peningkatan
sitokin proinflamasi di serum seperti IL1B, IL6, IL12, IFNγ, IP10, dan MCP1
dikaitkan dengan inflamasi di paru dan kerusakan luas di jaringan paru-paru pada
pasien dengan SARS. Pada infeksi MERS-CoV dilaporkan menginduksi
peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti IFNγ, TNFα, IL15, dan
IL17.8

26
Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel kemungkinan berlokasi di saluran
napas bawah. Virus SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai reseptor, sama
dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari RBD (Reseptor-binding domain) termasuk
RBM (receptorbinding motif) pada SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim
ACE 2 (angiotensin-converting enzyme 2). Hasil residu pada SARS-CoV-2 RBM
(Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten dengan kapasitas
SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa residu kritis lain dari SARS-
CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel mengikat ACE2 pada manusia, menunjukkan
SARS-CoV-2 mempunyai kapasitas untuk transmisi manusia ke manusia. Analisis
secara analisis filogenetik kelelawar menunjukkan SARS-CoV-2 juga berpotensi
mengenali ACE 2 dari beragam spesies hewan yang menggunakan spesies hewan
ini sebagai inang perantara. Pada penelitian 41 pasien pertama pneumonia
COVID-19 di Wuhan ditemukan nilai tinggi dari IL1β, IFNγ, IP10, dan MCP1,
dan kemungkinan mengaktifkan respon sel T-helper-1 (Th1).2 Selain itu,
berdasarkan studi terbaru ini, pada pasien-pasien yang memerlukan perawatan di
ICU ditemukan konsentrasi lebih tinggi dari GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan
TNFα dibandingkan pasien yang tidak memerlukan perawatan di ICU. Hal
tersebut mendasari kemungkinan adanya cytokine storm yang berkaitan dengan
tingkat keparahan penyakit. Selain itu, pada infeksi SARS-CoV2 juga
menginisiasi peningkatan sekresi sitokin T-helper-2 (seperti IL4 dan IL10) yang
berperan dalam menekan inflamasi, yang berbeda dengan infeksi SARS-CoV.8

27
Gambar 1. 5 Replikasi Corona, Covid 192
3.1.4 Manifestasi Klinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 derajat celcius), batuk
dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue,
mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat
perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis
metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi
dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan
tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik,
dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.1

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan,


sedang, berat dan kritis.17

28
1. Tanpa gejala: Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak
ditemukan gejala.
2. Ringan: Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia,
napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit
tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah,
penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul
sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua
dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam.
3. Sedang: Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara Pedoman
Tatalaksana COVID-19 7 ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan
tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas
cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia
berat). Kriteria napas cepat : usia 5 tahun, ≥30x/menit.
4. Berat /Pneumonia Berat: Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan
tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu
dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 <
93% pada udara ruangan. ATAU Pada pasien anak : pasien dengan tanda
klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya
satu dari berikut ini:  sianosis sentral atau SpO25 tahun, ≥30x/menit.
5. Kritis: Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis dan syok sepsis.

29
Gambar 1. 6 Derajat Penyakit Covid-1914,15

30
3.1.5 Tatalaksana Covid 19 pada Kehamilan
Terapi Medis dan Suportif Ibu hamil dengan penyakit ringan namun
mempunyai komorbiditas (misalnya, hipertensi yang tidak terkontrol atau diabetes
gestasional atau pregestasional, penyakit ginjal kronis, penyakit kardiopulmoner
kronis, keadaan imunosupresif) atau penyakit sedang sampai kritis harus dirawat
di rumah sakit. Pasien rawat inap yang hamil dengan penyakit berat, yang
mendapat terapi oksigen disertai komorbiditas, atau dalam kondisi kritis harus
dirawat oleh tim multi disiplin di rumah sakit rujukan tingkat lanjut tipe B atau A
dengan layanan obstetri dan unit perawatan intensif orang dewasa (ICU). Status
COVID-19 saja tidak selalu menjadi alasan untuk memindahkan wanita hamil
yang tidak kritis dengan dugaan atau konfirmasi COVID-19.

Klasifikasi keparahan penyakit menurut US National Institutes of Health, adalah


sebagai berikut:

31
 Ringan, setiap tanda dan gejala (misalnya, demam, batuk, sakit
tenggorokan, malaise, sakit kepala, nyeri otot) tanpa sesak napas, dyspnea,
atau foto thoraks abnormal.
 Sedang, adanya bukti gangguan saluran napas bawah dengan penilaian
klinis atau pencitraan dan saturasi oksigen (SpO2) > 93 % pada suhu
kamar.
 Berat, frekuensi pernapasan > 30 kali per menit, SpO2 ≤ 93 persen pada
suhu kamar, rasio PaO2/FiO2 < 300, atau infiltrasi paru > 50 %.

Terapi Suportif Oksigen Selama kehamilan, saturasi oksigen perifer ibu (SpO2)
harus dijaga pada ≥95 persen, yang melebihi kebutuhan pengiriman oksigen ibu,
untuk kebutuhan janin. Jika SpO2 turun di bawah 95 persen, analisis gas darah
arteri (AGD) diperlukan untuk mengukur tekanan parsial oksigen (PaO2):
Maternal PaO2 > 70 mmHg diperlukan untuk mempertahankan gradien difusi
oksigen dari ibu ke sisi janin dari plasenta.

a. Profilaksis Tromboemboli Vena

Data tentang risiko tromboemboli pada COVID-19 walaupun masih


terbatas namun menunjukkan peningkatan risiko. American Society of
Hematology, Society of Critical Care Medicine, dan International Society of
Thrombosis and Haemostasis merekomendasikan terapi profilaksis tromboemboli
vena secara rutin pada pasien yang dirawat di RS dengan COVID19 kecuali ada
kontraindikasi (misalnya, perdarahan, trombositopenia berat). Semua ibu hamil
dengan COVID-19, harus dilakukan penilaian kemungkinan terjadinya
tromboemboli vena (VTE). Pemberian profilaksis VTE antepartum untuk yang
tidak sakit parah atau kritis dan akan segera melahirkan dapat diberikan
unfractioned heparin 5000 unit secara subkutan setiap 12 jam. Low molecular
weight heparin 40 mg per hari untuk yang belum melahirkan atau yang
postpartum. Semua wanita hamil yang telah dirawat di rumah sakit dan telah
terkonfirmasi COVID-19 diberikan tromboprofilaksis selama 10 hari setelah
keluar dari rumah sakit. Untuk wanita dengan morbiditas persisten,
pertimbangkan durasi tromboprofilaksis yang lebih lama. Pertimbangkan untuk

32
memperpanjang ini sampai 6 minggu pascapersalinan untuk wanita dengan
morbiditas berkelanjutan yang signifikan.

Deksametason

Deksametason 6 mg setiap hari selama 10 hari atau sampai keluar dari RS


direkomendasikan untuk pasien tidak hamil yang sakit parah yang menggunakan
oksigen tambahan atau dukungan ventilasi. Glukokortikoid juga dapat berperan
dalam manajemen syok refraktori pada pasien sakit kritis dengan COVID-19.
Pada ibu hamil yang memenuhi kriteria untuk penggunaan glukokortikoid untuk
perawatan ibu COVID-19 (seperti yang disebutkan di atas), dan berisiko lebih
tinggi untuk kelahiran preterm dalam tujuh hari, direkomendasikan memulai
terapi dengan dosis biasa dexamethasone (empat dosis 6 mg yang diberikan secara
intramuskuler 12 jam terpisah) atau betametason (dua dosis 12 mg yang diberikan
secara intramuskuler 24 jam terpisah) untuk menginduksi pematangan paru janin
diikuti oleh prednisolon (40 mg per hari secara oral) ) atau hidrokortison (80 mg
intravena dua kali sehari) untuk menyelesaikan pemberin steroid ibu. Hal ini
untuk menghindari paparan deksametason atau betametason yang berkepanjangan
terhadap janin, yang melalui sawar plasenta dalam bentuk aktif secara metabolik
dan mungkin memiliki efek buruk (misalnya, peningkatan risiko kelahiran
prematur, gangguan perkembangan saraf jangka panjang).

b. Terapi Anti Viral

Remdesivir adalah analog nukleotida yang memiliki aktivitas melawan


SARS-CoV-2 secara in vitro dan coronaviruses terkait (termasuk sindrom
pernapasan akut parah [SARS] dan Timur Tengah terkait sindrom pernapasan
coronavirus [MERS-CoV]) baik secara in vitro dan dalam penelitian hewan.
Remdesivir mengikat RNA-dependent RNA polymerase virus, menghambat
replikasi virus melalui terminasi dini proses transkripsi RNA. Remdesivir belum
mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA). Namun dapat
digunakan dengan aturan khusus FDA (emergency use authorization) untuk
penanganan orang dewasa, anak-anak, dan ibu hamil yang terinfeksi Covid-19 dan

33
saat ini sedang dalam uji klinis. Beberapa data pendahuluan dari studi RCT
multinasional (Adaptive COVID-19 Treatment Trial [ACTT]) menunjukkan
bahwa pasien Covid-19 yang mendapat remdezivir memiliki waktu pulih secara
klinis lebih pendek dibandingkan yang mendapat plasebo. Namun data uji klinis
untuk menilai efektifitas remdesivir pada pasien dengan gejala ringan dan sedang
masih sangat terbatas. Obat ini telah digunakan tanpa laporan tentang toksisitas
janin pada wanita hamil dengan Ebola dan infeksi virus Margburg. Hampir semua
uji acak dari obat selama pandemi COVID-19 telah mengecualikan wanita hamil
dan menyusui. Karena persediaan remdesivir terbatas, direkomendasikan agar
remdesivir diprioritaskan untuk digunakan pada pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan COVID-19 yang membutuhkan oksigen tambahan tetapi yang tidak
menggunakan oksigen aliran tinggi, ventilasi noninvasif, ventilasi mekanis, atau
oksigenasi membran ekstrakriloreal (ECMO). Penggunaan selama 5 hari atau
sampai keluar rumah sakit (AI). Jika pasien yang menggunakan oksigen tambahan
saat menerima remdesivir berkembang hingga membutuhkan oksigen aliran
tinggi, ventilasi mekanis noninvasif atau invasif, atau ECMO, maka pemberian
remdesivir harus dihentikan.

Lopinavir / Ritonavir adalah terapi kombinasi antiprotease dan merupakan


rejimen obat yang disukai karena diketahui relatif aman dalam kehamilan. Obat
ini adalah inhibitor SARS-CoV 3CLpro in vitro, dan protease ini juga memiliki
ikatan kuat terhadap SARS-CoV 2. Dosis yang dianjurkan adalah dua kapsul
Lopinavir /Ritonavir (200 mg / 50 mg per kapsul) secara oral bersama dengan
nebulisasi inhalasi interferon-α (5 juta IU dalam 2 mL air steril untuk injeksi) dua
kali sehari. Obat ini sudah banyak digunakan dalam terapi ibu hamil dengan HIV,
dan tidak ada bukti teratogenesitas karena transfer plasentanya rendah. Namun
data yang menunjukkan 40 efikasi leponavir/ritonavir pada pasien dengan Covid-
19 sangat terbatas, dan kemungkinan dosis yang lebih tinggi dibandingkan terapi
HIV diperlukan untuk tatalaksana SARS-CoV

Chloroquine dan hydroxychloroquine telah dievaluasi untuk pengobatan


COVID-19 dalam uji klinis acak kecil, seri kasus, dan studi observasi.

34
Hydrochloroquine (HCQ) adalah analog chloroquine yang digunakan untuk terapi
penyakit autoimun, seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Rheumatoid
Arthritis (RA). Hydrochloroquine memiliki keuntungan dengan efek toksisitas
berat yang lebih ringan dan interaksi obat yang lebih sedikit dibandingkan
chloroquine. Hydrochloroquine adalah obat yang sedang dalam penelitian untuk
terapi Covid-19 dan sampai saat ini belum terbukti efektif pada kehamilan. HCQ
teramsuk aman dalam kehamilan, sudah dibuktikan melalui terapi SLE dan
penyakit rematik pada kehamilan. Selain itu HCQ juga aman pada ibu menyusui
karena kadar yang terdeteksi di air susu ibu sangat sedikit. Direkomendasikan
untuk tidak menggunakan klorokuin atau hydroxychloroquine untuk pengobatan
COVID-19, kecuali dalam uji klinis (AII). Panel merekomendasikan untuk tidak
menggunakan klorokuin dosis tinggi (600 mg dua kali sehari selama 10 hari)
untuk pengobatan COVID-19 (AI). Direkomendasikan pula untuk tidak
menggunakan hydroxychloroquine plus azithromycin untuk pengobatan COVID-
19, kecuali dalam uji klinis (AIII). Beberapa penelitian menunjukkan kejadian
aritmia pada pasien covid-19 yang mendapat terapi HCQ atau chloroquine, sering
pada kombinasi dengan azithromycin dan obat lain yang memperpanjang interval
QTc, karena itu FDA merekomendasikan untuk tidak menggunakan HCQ atau
chloroquine untuk terapi covid-19 di luar rumah sakit atau uji klinis. 6.6.
Antibiotik Kerusakan paru-paru yang luas oleh virus secara substansial
meningkatkan risiko pneumonia bakteri sekunder. Antibiotik diindikasikan hanya
jika ada bukti infeksi bakteri sekunder. Namun, antibiotik harus diberikan tanpa
penundaan jika sepsis bakteri dicurigai. Ceftriaxone intravena dapat diberikan
pada awalnya sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas.

Imunomodulator Plasma konvalesens Mengikuti protokol transfusi


plasma konvalesens. Sampai saat ini belum cukup data untuk merekomendasikan
penggunaan atau tidak dari terapi ini untuk tatalaksana Covid-19. Interleukin-1
dan Interleukin-6 Inhibitor Sampai saat ini belum cukup data untuk
merekomendasikan penggunaan atau tidak Interleukin1 inhibitor (seperti
anakinra) dan Interleukin-6 inhibitor (seperti sarilumab, siltuximab, tocilizumab)
untuk tatalaksana Covid-19. Sehingga pemakaiannya secara rutin untuk

35
penanganan Covid-19 pada kehamilan tidak dianjurkan, melainkan hanya untuk
uji klinis. Dari beberapa obat ini, hanya Tocilizumab yang digunakan sebagai obat
off-label untuk ibu hamil dengan gejala berat atau kritis dengan kecurigaan
adanya sindroma aktivasi sitokin (cytokine storm) dengan peningkatan kadar IL-6
sebagai upaya terakhir atau berdasar protokol penelitian.

36
BAB III. PEMBAHASAN
3.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

Pada kasus ny. P usia 18 tahun dengan diagnosis G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan
prematurs iminens Janin Tunggal Hidup +Covid19 terkonfirmasi. Dalam kasus ini
diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, serta perjalanan penyakit pasien.

Berdasarkan anamnesis dari pasien, pasien seorang wanita, 18 tahun,


datang ke RSHD Bengkulu pada tanggal 7 Agustus 2021, dengan keluhan perut
mulas dengan hamil kurang bulan. Pada anamnesis os mengaku saat ini adalah
kehamilannya yang kedua, riwayat post coital (+) dan pemeriksaan fisik
didapatkan tinggi fundus uteri setinggi 27 cm. Kehamilan sudah berusia ± 33
minggu. Dari hasil pemeriksaan his 1x/10/35”, pendataran 0% serta
pembukaan pada serviks 0 cm. Detak jantung janin 143 kali/menit teratur.
Letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, penurunan 5/5.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini memenuhi kriteria
diagnosis persalinan preterm yaitu usia gestasi 22 – 36 minggu (pada pasien
usia gestasi 33 minggu), his 1x/10’/30” (pada pasien his 1x/10’/35”), dilatasi ≥
2 cm atau perubahan dilatasi dalam waktu 1 jam (pada pasien pembukaan 1
cm), pendataran 50-80% (pada pasien pendataran 20%). Pasien juga merasakan
demam, dan dilakukan pemeriksaan SARS- CoV-2 Ag dan didapatkan hasil
positif, menandakan terkonfirmasi virus SARS CoV-2. Sehingga diagnosis
pasien G2P0A1 hamil 33 minggu dengan partus prematurus iminens janin
tunggal hidup presentasi kepala + Covid 19 terkonfirmasi

3.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?


Tatalaksana yang dilakukan kepada ny.P sudah tepat, berikut tatalaksana
yang telah dilakukan:s
a. Observasi TVI, His, DJJ
Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan mengobservasi kondisi
tanda vital ibu agar keadaan ibu tetap stabil dan tidak menurun. His

37
dipantau untuk melihat reaksi pemberian tokolitik. Denyut jantung janin
di observasi untuk memantau keadaan/kesejahteraan janin.

b. IVFD RL xx gtt /menit


Ringer laktat, komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat
serupa dengan cairan ekstraseluler tubuh, Na=130-140, K=4-5, Ca=2-3,
Cl-109-110, Basa=28-30 mEq/l. Di indikasikan untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit. Pada ibu dalam kasus ini perlu di berikan infus
ringer laktat sudah tepat karena untuk mempertahankan kadar elektrolit
ibu agar tetap stabil. Selain itu adapun tujuan pemberian infus:
1. Mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, kalori yang
tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam
tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan.
c. Dexamethasone
Injeksi dexamethasone 12mg/24, berdasarkan teori pada pasien PPI
dengan kehamilan dibawah 35 minggu perlu dipertimbangkan untuk
diberikan injeksi kortikosteroid untuk tujuan kematangan paru janin
sehingga mengurangi risiko terjadinya RDS (Respiratory Distress
Syndrome) mortalitas bayi prematur dengan usia 24-34 minggu.
Pemberian kortikosteroid sebelum paru matang akan memberikan efek
berupa peningkatan sintesis fosfolipid surfaktan pada sel pneumosit tipe II
dan memperbaiki tingkat maturitas paru. Kortikosteroid bekerja dengan
menginduksi enzim lipogenik yang dibutuhkan dalam proses sintesis
fosfolipid surfaktan dan konversi fosfatidilkolin tidak tersaturasi menjadi
fosfatidilkolin tersaturasi, serta menstimulasi produksi antioksidan dan
protein surfaktan. Efek fisiologis glukokortikoid pada paru meliputi

38
peningkatan kemampuan dan volume maksimal paru, menurunkan
permeabilitas vaskuler, meningkatkan pembersihan cairan paru, maturasi
struktur parenkim, memperbaiki fungsi respirasi, serta memperbaiki
respon paru terhadap pemberian terapi surfaktan post natal
d. Nifedipine
Pemberian Nifedipine 4 x 10mg p.o pada pasien ini juga sudah
tepat. Hal ini dikarenakan nifedipine merupakan calcium channel blocker
yang bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan vasodilatasi
dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel dan juga sebagai
tokolitik. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium channel
blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena
hanya minimal. Dengan pemberian nifedipine maka dapat meberikan cukup
waktu untuk mematangkan paru janin.

e. Remdesivir

Viral Remdesivir adalah analog nukleotida yang memiliki aktivitas


melawan SARS-CoV-2 secara in vitro dan coronaviruses terkait (termasuk
sindrom pernapasan akut parah [SARS] dan Timur Tengah terkait sindrom
pernapasan coronavirus [MERS-CoV]) baik secara in vitro dan dalam
penelitian hewan. Remdesivir mengikat RNA-dependent RNA polymerase
virus, menghambat replikasi virus melalui terminasi dini proses transkripsi
RNA. Remdesivir belum mendapat persetujuan dari Food and Drug
Administration (FDA). Namun dapat digunakan dengan aturan khusus FDA
(emergency use authorization) untuk penanganan orang dewasa, anak-anak,
dan ibu hamil yang terinfeksi Covid-19 dan saat ini sedang dalam uji klinis.

f. Ceftizoxime

Kerusakan paru-paru yang luas oleh virus secara substansial meningkatkan


risiko pneumonia bakteri sekunder. Antibiotik diindikasikan hanya jika ada bukti
infeksi bakteri sekunder. Namun, antibiotik harus diberikan tanpa penundaan jika
sepsis bakteri dicurigai.

39
40
BAB IV. KESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini sebagai berikut.

1. Diagnosis pada kasus ini diagnosis G2P0A1 Hamil 34 minggu dengan


Partus Prematurs Iminens Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala
+Covid19 terkonfirmasi sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaaan penunjang.
2. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yakni dengan dilakukan
observasi tanda vital, His dan DJJ serta dilakukan pemberian tokolitik dan
pematangan paru sehingga mengurangi risiko terjadinya RDS (Respiratory
Distress Syndrome) mortalitas bayi prematur dengan usia 24-34 minggu.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham M.D, et al. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23 rd ed.


USA: McGraw- Hill; 2005.

2. Goepfert A.R. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle


for Practise. USA: McGraw-Hill; 2011.

3. Iams J.D. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine 5th ed.
USA: Saunders; 2007.

4. Jafferson Rompas. Persalinn Preterm [Online]. 2004. Available


from:URL: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145
11Persalinanpreterm.pdf/145.30.

5. Saifuddin AB, dkk. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo edisi 4.


Jakarta: PT Bina Pustaka; 2011.

6. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip


Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta; 2003.
7. Laskey, Sarah B. And Robert F. Silianto. A Mechanism Theory to Explain
The Efficacy of Antriretroviral Therapy. Nature Review Microbiology;
2014.

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pneumonia Covid 19.


Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. 2020.
9. Cascella M, Rajnik M, Aleem A, et al. Features, Evaluation, and
Treatment of Coronavirus (COVID-19) [Updated 2021 Jul 30]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/
10. World Health Organization.Tracking SARS-CoV-2 variants.
https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/

22
11. Gralinski LE, Menachery VD. Return of the Coronavirus: 2019-nCoV.
Viruses. 2020;12:135.
12. World Health Organization. Novel Coronavirus (COVID-19) Situation
Report - 25. [Internet]. 2020 [cited 14 February 2020] Available from:
https://www.who.int/docs/defaultsource/coronaviruse/situationreports/202
00214-sitrep-25-covid19.pdf?sfvrsn=61dda7d_2.
13. World Health Organization. Getting your workplace ready for COVID-19.
[Internet]. 2020 [cited 3 March 2020] Available from:
https://www.who.int/docs/default
14. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi
Novel Coronavirus (2019- nCoV). Available from:
https://covid19.kemkes.go.id/downloads/#.Xtva kWgzbIU [Accessed 30
January 2020]
15. World Health Organization. Clinical management of severe acute
respiratory infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is
suspected. Geneva: WHO, 2020.
16. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo A,
dkk. Pedoman Tatalaksana COVID-19. Edisi 2. Jakarta: PDPI-PERKI-
PAPDI-PERDATIN-IDAI; Agustus 2020.
17. Panduan Klinis Tata Laksana Covid-19 pada Anak. Edisi 3. Jakarta:
Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia; Juni 2020.
18. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter
Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Tatalaksana Covid-19. Edisi 3. Tahun
2020.

23

Anda mungkin juga menyukai