Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
GASTROENTERITIS AKUT
Dengan
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Disusun oleh:
M. Sulistiawan Nur 15100290042
Pembimbing:
dr. Elsa Maimon, Sp.A
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refleksi
kasus dengan judul Gastroenteritis Akut dengan Anemia Defisensi Besi. Dalam
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis
dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya refleksi kasus ini, diantaranya:
1. Bapak dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Elsa Maimon, Sp.A, selaku dosen Pembimbing Klinik yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani
co.assisten di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.
Penulis
2
Refleksi Kasus
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
M. SULISTIAWAN NUR
1510029042
Menyetujui,
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 3
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 4
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 5
BAB 2. KASUS ................................................................................................. 6
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 16
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 31
BAB 5. PENUTUP ............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 35
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Diare akut ditandai oleh bertambahnya frekuensi buang air besar, bentuk, dan
konsistensi tinja yang lain dari biasanya, dengan atau tanpa adanya dehidrasi. Diare
akut umumnya diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 7
hari, sedangkan diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Neonatus dinyatakan diare bila buang air besar encer dengan frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan
anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
(Bakta, 2006).
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan
awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan
dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari
makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu
ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan
besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada
remaja puteri. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan
prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut
sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.
1.2 Tujuan
5
BAB 2
KASUS
Identitas pasien :
Ruang perawatan : Flamboyan C
Nama : An. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 11 bulan
Alamat : BSB blok C No. 26
Anak ke :1
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. H
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : S1
Ayah perkawinan ke :1
Riwayat kesehatan ayah : sehat
Anamnesis
Anamnesis didapatkan pada tanggal 15 Agustus 2016.
Keluhan Utama
Bab cair
6
kuning, berlendir akan tetapi adanya darah pada bab disangkal. Selain bab cair
pasien juga sempat mengalami muntah sebanyak 3x sebelum di bawa ke rumah sakit
dan juga demam akan tetapi tidak sampai menggigil ataupun kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah MRS dengan keluhan yang sama
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan ayah tidak memiliki keluhan yang sama. Hipertensi (-), DM (-)
Riwayat Kehamilan
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Puskesmas
Penyakit kehamilan :-
Obat-obatan yang sering diminum : vitamin dari puskesmas
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : RS
di tolong oleh : Dokter
Berapa bulan dalam kandungan : 7 bulan
Jenis partus : SC
Pemeliharaan postnatal
Periksa di : RS
Keadaan anak : Baik
Keluarga berencana : IUD
Pertumbuhan dan perkembangan anak :
Berat badan lahir : 1400 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Miring : 6 bulan
Tengkurap : 7 bulan
Tersenyum : 3 bulan
Duduk : 8 bulan
Gigi keluar : 9 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan :-
7
Riwayat Makan Minum anak :
ASI : 11 bulan
Dihentikan :-
Alasan :-
Susu sapi/buatan : Ya
Jenis susu buatan : Dancow
Frekuensi : 6-7 kali / hari
Buah : Ya, umur 7 bulan
Bubur susu : Ya, umur 7 bulan
Tim saring : Ya, umur 7 bulan
Makanan padat dan lauknya :-
8
Riwayat Imunisasi :
Usia Saat Imunisasi
Imunisasi
I II III IV
BCG + //////// /////// ///////
Polio + + + +
Campak + ///////// //////// ///////
DPT + + + ///////
Hepatitis B + + + ///////
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit (reguler, kuat angkat)
Frekuensi napas : 28 x/menit
Suhu axila : 36.6C
Keadaan Umum
Kesan sakit : tampak
Kesadaran : composmentis
Kepala
Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor
Telinga : Sekret (-), darah (-)
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tidak kering, sianosis (-)
Tonsil : hiperemi (-), tidak membesar
Faring : hiperemi (-)
Gigi : karies (-)
Leher
pembesaran kelenjar : (-)
kaku kuduk : (-)
9
Kulit
Turgor kulit baik, petekie (-)
Dada:
Pulmo
Inspeksi : bentuk simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (-
), retraksi interkostal (-)
Palpasi : fremitus simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra
Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra
Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra
Auskultasi : S1 tunggal S2 split, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : flat, simetris, distensi (-)
Palpasi : hepatosplenomegali (-), Nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik, petekie (-)
10
Pemeriksaan Penunjang
12
Kimia darah (18 Agustus 2016)
Konsistensi Lembek -
Warna Kuning -
Amoeba Negatif Negatif
Leukosit 10-15
Eritrosit 0-1
Telur Negatif Negatif
13
Follow up
14
18 Aug BAB cair (+) 3x Kesadaran : cm GEA + 1. IVFD RL
2016 , demam (-), N : 88 x/menit, Anemia 100cc/KgBB/hari
muntah (-) kuat angkat defisiensi 2. Zinkid 1x1
RR : 28 x/menit besi 3. Ferlin drop 1 x 0,7
T : 36,6o C
Mata cowong(-/-),
turgor kulit baik
19 Aug BAB cair (+) 3x Kesadaran : cm GEA + 1. IVFD RL
2016 , demam (-), N : 90 x/menit, Anemia 100cc/KgBB/hari
muntah (-) kuat angkat defisiensi 2. Zinkid 1x1
RR : 28 x/menit besi 3. Ferlin drop 1 x 0,7
T : 37o C 4. Cefixime 2 x cth
Mata cowong(-/-),
turgor kulit baik
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir
dan darah dan berlangsung kurang dari 1 minggu (IDAI, 2011).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang
meminum ASI frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 4 kali per hari, keadaan ini
tidak bisa disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa karena saluran cerna belum berkembang dengan baik (IDAI,
2011).
Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dibandingkan pnemonia 24%, untuk
golongan usia 1 4 tahun penyebab kematian karena diare 25% dibandingkan
pnemonia (IDAI, 2011).
16
Etiologi
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorbsi (gangguan penyerapan zat
gizi), makanan, dan faktor psikologis.
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.
Jenis jenis infeksi yang menyerang antara lain:
1. Infeksi oleh bakteri seperti Eschericia coli, Salmonella, Vibrio cholera,
Shigella, dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
seperti pseudomonas,
2. Infeksi basil (disentri),
3. Infeksi virus rotavirus,
4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)
5. Infeksi amoeba (amebiasis)
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan, dan
7. Keracunan makanan
b. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak.Pada bayi malabsorbsi karbohidrat dapat terjadi karena kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Sedangkan
malabsorbsi lemak terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
trigliserida. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun,
terlalu banyak lemak, mentah, dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi
jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar (Widjaja, 2002).
17
Klasifikasi
Diare secara garis besar dibagi atas :
Diare cair akut
Diare persisten
Diare kronik
Patogenesis
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
sebagai berikut:
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat
badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik. Selain itu, gejala bisa berupa tinja bayi
encer, berlendir atau berdarah, warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan
cairan empedu, dan lecet pada anus (IDAI, 2011).
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi
18
ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan
berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.
Derajat Dehidrasi
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak
dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
o Diarenya sejak kapan
o frekuensi buang air besar (BAB) anak
o konsistensinya bagaimana
o apakah ada darah atau lendir
o volumenya berapa banyak dalam 1 hari
o apakah ada muntah
o apakah ada demam
o makan terakhirnya apa
o minumnya bagaimana
o matanya lebih sayu dari biasanya atau tidak
19
Pemeriksaan fisik
Cari:
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
o rewel atau gelisah
o letargis/kesadaran berkurang
o mata cekung
o cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
o haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
Lihat apakah ada lecet pada anus
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung.
Pemeriksaan Penunjang
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya
infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
Diagnosis Banding
DIAGNOSIS DIDASARKAN PADA KEADAAN
Diare cair akut Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang
dari 14 hari
Tidak mengandung darah
Kolera Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan
cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau
Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB
kolera, atau
Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V.
cholerae
Disenteri Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
Diare persisten Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
20
Diare terkait antibiotik Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas
Invaginasi Dominan darah dan lendir dalam tinja
Massa intra abdominal (abdominal mass)
Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.
Penatalaksanaan
21
Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang
22
Diare dengan Dehidrasi Berat
23
x
Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita mengalami
kelaparan
8. Hiponatremi
9. Syok hipovolemik
10. Asidosis
24
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Selain dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan
oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang
dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi
mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi
aktivitas bekerja (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering
ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan
ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit
yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia, anemia defisiensi besi
masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-
protein, vitamin A dan yodium (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8
tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%.
Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi,
3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat
kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar
50% cadangan besinya berkurang saat pubertas (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
25
Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan oleh (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012):
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
- Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden
ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali
dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat
lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan yang sangat cepat, pada umur 1
tahun berat badannya dapat mencapai 4 kali dan massa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
- Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan
yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang
200 mg besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan
untuk pertumbuhannya. Bayi yang mengandung ASI eksklusif jarang
menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang
terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan besi yang
terkandung pada susu formula
- Malabsorbsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah
mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun
penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian
atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.
26
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab tersering terjadinya
ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan
darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah
3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat
anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari
pembuluh darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi Ibu akan menyebabkan ADB
pada akhir massa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin
rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk menderita ADB.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini
dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 gr/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40%
remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya <10 g/dl.
Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang
timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
27
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat tiga tahapan defisiensi besi
yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012; Edward & Benz, 2008).
1. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorbsi besi non heme. Ferritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan masih normal.
2. Tahap Kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity
(TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap Ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama
pada ADB yang lebih lanjut.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari
temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB
dengan kadar Hb 6-10 gr/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga
gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 gr/dl gejala iritabel dan
anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi
takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar
Hb <3-4 gr/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi,
sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.(Raspati,
Reniarti, & Susanah, 2012):
28
Diagnosis
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang
dipakai untuk menentukan ADB yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah,
2012).
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin serum dan FEP)
harus dipenuhi. Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat dikethui melalui
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH dan MCHC yang menurun, RDW <17%
2. FEP meningkat
3. Ferritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST<16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
6. Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
29
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Anemia Talasemia Minor Anemia Penyakit
Laboratorium Defisiensi Besi Kronis
MCV N/
Fe Serum N
TIBC N
Saturasi N
Transferin
FEP N N/
Feritin Serum N
Penatalaksanaan
Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan
yang abnormal, pasca pembedahan.
- Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan
ferous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi
dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan
kadar Hb sebesar 2 gr/dl atau lebih. Bila respons ditemukan, terapi
dilanjutkan sampai 2-3 bulan. Komposisi besi elemental (Pudjiadi, Hegar,
Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009):
a. Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental
b. Ferous glukonas: 11,6% merupakan besi elemental
c. Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental
- Transfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat
dengan kadar Hb < 4 gr/dl. Komponen darah yang diberi PRC (Pudjiadi,
Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
30
BAB 4
PEMBAHASAN
31
o mata cekung regular
o cubitan kulit perut Suhu (axila) : 36,7C
kembalinya lambat atau Turgor Kulit baik
sangat lambat Bising Usus (+) Normal
o haus/minum dengan lahap, Mata cekung (-),
atau malas minum atau tidak konjungtiva anemis (+)
bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-
abdominal, tinja hanya lendir dan
darah)
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung
.
Anemia dafisiensi besi
Konjungtiva tampak anemis
Pemeriksaan penunjang :
Diare cair Akut Pemeriksaan penunjang :
32
Anemia defisiensi besi Parameter Hasil Nilai normal
yang
o Apusan darah tepi : mikrositik,
didapat
hipokromik, anisositosis dan Serum Iron 15,33 33-193 g/dL
(SI) g/dL
poikilositosis
TIBC 356 228-428 g/dL
o Kadar besi serum yang rendah, TIBC, g/dL
UIBC 340 110-370 g/dL
serum feritin <12 ng/mL
g/dL
dipertimbangkan sebagai diagnostik Sero/Imunologi
Konsistensi Lembek -
Warna Kuning -
Eritrosit 0-1
berturut-turut 100cc/KgBB/hari
keluarga
33
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
Masalah utama diare akut pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya
dehidrasi. Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi diare akut. Pemakaian anti sekretorik, probiotik, dan mikronutrien dapat
memperbaiki frekuensi dan lamanya diare. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama diare dan mengobati penyakit
penyerta.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Kekurangan besi mempunyai
dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan
daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas bekerja.
Berdasarkan penelitian di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 40-
45%. Dari hasil SKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6
bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8%, dan
48,1%. Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Saran
Tulisan ini memberikan wawasan mengenai DCA dan ADB, sehingga bagi
pembaca perlu memahami perjalanan penyakit dan gejala klinis yang terjadi
sehingga diharapkan dapat mencegahkomplikasi atau perburukan gejala yang
berakibat fatal.
34
DAFTAR PUSTAKA
3. Soedarmo, S.S., Garna, H., & Hadinegoro, S.R.S. (2012). Infeksi dan Penyakit Tropis.
Jakarta: FKUI.
4. WHO. (2014). National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever.India.
35
36