Disusun oleh :
RENDY KURNIAWAN
20120310155
Diajukan kepada :
dr. Widhi P.S., Sp.PD.
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
Telah dipresentasikan pada tanggal :
September 2017
Oleh :
Rendy Kurniwan
20120310155
Disetujui oleh :
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan refleksi
kasus yang berjudul:
3
masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan Presentasi Kasus
selanjutnya.
Penulis
4
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................5
BAB I.......................................................................................................................7
LAPORAN KASUS.................................................................................................7
A. IDENTITAS PASIEN 7
B. ANAMNESIS 7
1. Keluhan Utama 7
6. Anamnesis Sistem 8
C. PEMERIKSAAN FISIK 8
2. STATUS GENERALISATA 9
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 10
E. DIAGNOSIS KERJA 13
F. PENATALAKSANAAN 13
BAB II....................................................................................................................15
5
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................15
A. DEFINISI 15
B. KLASIFIKASI 15
C. ETIOLOGI 16
D. EPIDEMIOLOGI 18
E. PATOFISIOLOGI 19
F. DIAGNOSIS 20
G. TATALAKSANA 21
H. PROGNOSIS 24
BAB III..................................................................................................................26
PEMBAHASAN....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
6
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
No. CM : 707804
TTL/Usia : 15-03-1960 / 66 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Garung
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan :-
Pendidikan Terakhir : SMA
Tgl Masuk RS : 23 September 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk berdahak
7
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat merokok (+)
Riwayat HT, DM (-)
Riwayat Penyakit Jantung, Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL
Keadaan Umum : Sedang, terlihat lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah : 100/67 mmHg
Nadi : 83 x/m
Respirasi : 34 x/m
Temperatur : 38,8°C
2. STATUS GENERALISATA
a. Kepala
1) Bentuk : mesocephal
2) Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
8
3) Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada
epistaksis
4) Telinga : Bentuk normal, simetris kanan dan kiri,
discharge -/-, serumen -/- minimal
5) Mulut : sianosis(-), gusi berdarah (-), caries dentis
(-)
b. Leher : Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
c. Thorax dan Pulmo :
1) Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
interkostal (-)
2) Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
3) Perkusi : suara sonor pada lapang paru
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi +/+,
Wheezing +/+
d. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 4 linea
midklavikula sinistra
3) Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 murni, gallop (-),
bising (-).
e. Abdomen
1) Inspeksi : supel, datar
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (+), pada perut bawah
4) Perkusi : pekak sisi (-), pekak alih (-)
f. Ekstremitas : akral hangat, edema(-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
9
Limfosit 7,50 25-40% Low
Foto thorax
diafragma mendatar
penurunan corakan brokovaskular
sela intercostalis melebar
costa mendatar
jantung seperti pendulum
E. DIAGNOSIS KERJA
PPOK
Hipoglikemi
10
F. PENATALAKSANAAN
Inf. Asering
Inj. MPS 2x1
Inj. Visilin sx 2x1
Inj. Norages 3x1
flash. Pct 3x1
syr. Lasal exp 3x10cc
syr. Ambroxol 3x10cc
A.
11
G. PERKEMBANGAN RAWAT INAP
12
BAB II
Problem Definition
13
BAB III
PEMBAHASAN
DEFINISI
3,10
Gambar 1 Gambaran Bronkus Pada Penderita PPOK.
2
PPOK.
14
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai
PPOK bila obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua
penyakit tadi (bronkitis kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam
kelompok PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya
bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dapat digabungkan ke
2
dalam PPOK.
2
bahwa kelainan patologik yang berbeda menghasilkan gejala klinik yang serupa.
2
10%.
15
4,11
Gambar 2 Paru-paru normal dan penderita PPOK.
D. EPIDEMIOLOGI
16
Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat
dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden
PPOM 1 1⁄2 kali lebih banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-
7
anak sering batuk, berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema.
E. ETIOLOGI
8
PPOK.
F. FAKTOR RISIKO
17
1
(kebiasaan merokok), c. Faktor lingkungan (polusi udara).
paru.Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin yaitu serin
protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap
rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitkan dengan masa kehamilan, berat
lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan
9
pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK.
9
selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK.
G. KLASIFIKASI
18
H. PATOFISIOLOGI
19
dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengakakan
11
pada sisi luar otot polos saluran pernapasan.
11
saluran napas.
11
mendatar. 17 Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan
aktivitas otot pernapasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan
kardiovaskular. Hiperinflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel
kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah
11
paru.
I. DIAGNOSIS
20
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis
berdsarakan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan
PPOK klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat
menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, PPOK sedang, dan
PPOK berat). Diagnosis PPOK klinis ditegakkan apabila :
I.1. Anamnesis
← - Usia (pertengahan)
9
sesak.
21
I.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama
auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat
perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut : a.
Inspeksi
- Fremitus melemah
c. Perkusi- Hipersonor
← - Spirometri
22
← - Analisa gas darah
← - Diafragma datar
← - Bulla
9
pertengahan atau yang lebih tua.
J. EKSASERBASI AKUT
3
sakit.
23
24
ETIOLOGI
25
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang
berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya. Faktor resiko COPD
bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang
terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :
1. Asap rokok
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
26
dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita
seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu
sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih
rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
8. Asma
K. PENATALAKSANAAN
12
rehabilitasi.
Pada asma dan PPOK, suatu serangan akut atau eksaserbasi akut memerlukan
penatalaksanaan yang tepat agar obstruksi yang terjadi dapat diatasi seoptimal
mungkin sehingga risiko komplikasi dan perburukan penyakit dapat dihindari
sedapat mungkin. Pada obstruksi kronik yang terdapat pada PPOK dan SOPT
penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat proses perburukan faal paru
dengan menghindari eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang memperburuk
$penyakit. Pada penderita PPOK penurunan faal paru lebih besar dibandingkan
27
orang normal. Penelitian di RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa nilai volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada penderita PPOK menurun sebesar 52
12
ml setiap tahunnya.
12
Rehabilitasi
A. Penatalaksanaan Umum
12
pengobatan.
12
eksaserbasi/memperburuk perjalanan penyakit.
12
dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
4) Lingkungan sehat.
28
Perubahan cuaca yang mendadak, udara terlalu panas atau dingin dapat
meningkatkan produksi sputum dan obstruksi saluran napas. Tempat ketinggian
dengan kadar oksigen rendah dapat menurunkan tekanan oksigen dalam arteri.
Pada penderita PPOK terjadinya hipertensi pulmonal dan kor pulmonale dapat
diperlambat bila penderita pindah dari dataran tinggi ke tempat di permukaan
12
laut.
12
memperbesar kemungkinan terjadinya kelebihan cairan.
12
obat -obatan yang menimbulkan rasa mual.
b. Pemberian Obat-Obatan
1 ) Bronkodilator
29
menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Persarafan bronkus
berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada asma aktifitas refleks
vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi; tetapi peranan vagus
yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah asetilkolin
yang dapat menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat antagonis
kompetitif dan asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot polos bronkus
sehingga timbul bronkodilatasi. Obat golongan xanthin bekerja sebagai
12
bronkodilator melalui mekanisme yang belum diketahui dengan jelas.
30
Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan efedrin selain
memberikan efek bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan palpitasi;
pemakaian obat-obat yang selektif terhadap reseptor beta mengurangi efek
samping ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap selektif antara lain adalah
terbutalin, feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol. Di samping bersifat
sebagai bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi lendir.
Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka
gejala akan berkurang. Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan.
Pada penderita asma obat ini mungkin bisa mengurangi timbulnya serangan asma
malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4 mg mempunyai manfaat yang sama
12
dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih minima1.
31
bronkodilatasi yang lebih baik, sehingga dosis dapat di turunkan sehingga efek
samping juga menjadi sedikit. Pada penderita asma akut pemberian antikolinergik
tidak direkomendasikan oleh karena efeknya lebih rendah dibandingkan golongan
agonis beta-2; tetapi penambahan obat antikolinergik dapat meningkatkan efek
bronkodilatasi. Pada asma kronik antikolinergik cukup aman,bronkodilatasi terjadi
melalui blokade reseptor muskaninik non spesifik. Meskipun efeknya kurang dari
gonis beta-2 tapi penambahan obat ini memberikan efek tambahan terutama pada
penderita asma yang lebih tua. Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator
yang lebih rendah, selain bersifat bronkodilator obat ini juga berperan dalam
meningkatkan kekuatan otot diafragma. Pada penderita emfisema dan bronkitis
kronik metabolisme obat golongan xanthin ini dipengaruhi oleh faktor uimur,
merokok, gagal jantung, infeksi bakteri dan penggunaan obat simetidin dan
eitromisin. Oleh karena itu penggunaan obat xanthin pada PPOK membutuhkan
pemantauan yang ketat. Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat
dianjurkan- oleh kanena cara ini memberikan berbagai keuntungan yaitu :
• Obat bekerja langsung pada saluran napas• Onset kerja yang cepat• Dosis obat
yang kecil• Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam darah rendah
12
• Membantu mobilisasi lendir.
Ada berbagai cara pemberian obat inhalasi yaitu dengan inhalasi dosis
terukur, alat bantu spacer, nebuhaler, turbuhaler,dischaler, rotahaler dan nebuliser.
Hal yang perlu diperhatikan adalah cara pemakaian yang tepat dan benar sehingga
obat dapat mencapai saluran napas dengan dosis yang cukup.Pada orang tua dan
anak-anak serta pada suatu serangan akut yang berat mungkin obat tidak bisa
dihisap dengan baik sehingga sukar mendapatkan bronkodilatasi yang optimal
pada pemakaian inhalasi dosis terukur. Pemberian inhalasi fenoterol 1 ml
konsentrasi 0,1% dengan nebuliser pada serangan asma memberikan perbaikan
faal paru yang sangat bermakna pada 32 penderita asma yang berobat ke poli
Asma RSUP Persahabatan; tetapi pada 19 orang penderita PPOK dengan
eksaserbasi akut, inhalasi ini memberikan perbaikan subjektif sedangkan
32
12
peningkatan faal paru tidak bermakna.
12
mendapatkan efek yang optimal dengan efek samping yang minimal. .
12
kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.
3) Antibiotika
33
bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin,
eritromisin dan kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7–10 hari. Apabila
antibiotika tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan
12
mikroorganisme.
4 ) Kortikosteroid
12
kortikosteroid jangka lama memperlambat progresivitas penyakit.
c) Terapi Oksigen
12
menyembuhkan atelektasis.
d ) Rehabilitasi
34
Fisioterapi bertujuan memobilisasi dahak dan mengendalikan kondisi fisik
penderita ke tingkat yang optimal. Berbagai cara fisioterapi dapat dilakukan yaitu
latihan relaksasi, latihan napas, perkusi dinding dada, drainase postural dan
program uji latih. Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang
cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi
pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisiknya. Secara umum rehabilitasi ini bertujuan agar
penderita dapat mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas yang bermanfaat
12
sesuai dengan kemampuan penderita.
35
DAFTAR PUSTAKA
← National Heart Lung and Blood Institue [online], [cited in 2011, October
30]. Available from : http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/copd/
10.Gold Criteria for COPD [online], [cited in 2011,October 30]. Available from :
36
http://www.webmd.com/lung/copd/gold-criteria-for-copd
37