Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

Chronic Kidney Disease

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
RENDY KURNIAWAN
20120310155

Diajukan kepada :
dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESUS
Chronic Kidney Disease
Telah dipresentasikan pada tanggal :

November 2017

Oleh :
Rendy Kurniwan
20120310155

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. Widhi P.S., Sp.PD.

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul:

“Chronic Kidney Disease”


Penulis meyakini bahwa karya tulis ilmiah ini tidak akan dapat tersusun
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. dr. Widhi P.S., Sp.PD. selaku pembimbing KepaniteraanKlinikbagianIlmu


Penyakit Dalam di RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo yang telah
berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari awal
sampai selesainya penulisan Presentasi Kasus ini.
2. dr. H. Suprapto, Sp.PD., dan dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes., selaku

pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD


KRT Setjonegoro.
3. Tn. S selaku pasien di Bangsal Cempaka yang sudah bersedia meluangkan
waktunya untuk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh.
4. Seluruh tenaga medis dan karyawan di bangsal Cempaka dan Flamboyan
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah berkenan membantu dalam
proses berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Penyakir Dalam.
5. Ayah, Ibu beserta sanak saudara yang telah mencurahkan kasih sayang dan
memberikan dukungan yang tiada henti.
6. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam
selesainya penulisan Presentasi Kasus ini.

3
Semoga pengalaman dalam membuat Presentasi Kasus ini dapat
memberikan hikmah bagi semua pihak. Mengingat penyusunan Presentasi Kasus
ini masih jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
dapat menjadi masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan
Presentasi Kasus selanjutnya.

Wonosobo, Agustus 2017

Penulis

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2

KATA PENGANTAR...............................................................................................3

DAFTAR ISI............................................................................................................5

BAB I.......................................................................................................................7

LAPORAN KASUS.................................................................................................7

A. IDENTITAS PASIEN 7

B. ANAMNESIS 7

1. Keluhan Utama 7

2. Riwayat Penyakit Sekarang 7

3. Riwayat Penyakit Dahulu 8

4. Riwayat Penyakit Keluarga 8

5. Riwayat Personal Sosial 8

6. Anamnesis Sistem 8

C. PEMERIKSAAN FISIK 8

1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL 8

2. STATUS GENERALISATA 9

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 10

1. Pemeriksaan Darah Rutin 10

2. Pemeriksaan USG Abdomen 12

E. DIAGNOSIS KERJA 13

F. PENATALAKSANAAN 13

G. PERKEMBANGAN RAWAT INAP 14

BAB II....................................................................................................................15

5
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................15

A. DEFINISI 15

B. KLASIFIKASI 15

C. ETIOLOGI 16

D. EPIDEMIOLOGI 18

E. PATOFISIOLOGI 19

F. DIAGNOSIS 20

G. TATALAKSANA 21

H. PROGNOSIS 24

BAB III..................................................................................................................26

PEMBAHASAN....................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

6
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
No. CM : 510941
TTL/Usia : 15-03-1960 / 56 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Mirombo
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan :-
Pendidikan Terakhir : SMA
Tgl Masuk RS : 18 September 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien merasa kram saat sedang menjalani HD

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSU KRT Setjonegoro, sedang melakukan HD,
kemudian saat sedang menjalani HD pasien merasakan kram secara
mendadak pada perutnya, pasien merasa lemas, mual (+) muntah (-)
pusing (-) demam (-) sesak (-) kemudian pasien di cek GDS : 78 mg/dl,
kemudian pasien disuruh makan setelah itu GDS : 161 mg/dl. ( saat di
ruang HD ).

7
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal.
Riwayat HT, DM (+)
Riwayat Penyakit Jantung, Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang serupa, DM, jantung, asma maupun hipertensi.

5. Riwayat Personal Sosial


Pasien merokok dan sudah berhenti kurang lebih 1 tahun yll. Pasien tidak
mengkonsumsi jamu, minuman keras dan narkotika.
6. Anamnesis Sistem
a. Sistem Cerebrospinal : demam (-), pusing (-)
b. Sistem Cardiovaskuler : tidak ada nyeri dada, tidak berdebar
c. Sistem Respirasi : sesak nafas (-),batuk (-)
d. Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-)
e. Sistem Urogenital : BAK, BAB normal
f. Sistem Integumentum : Turgor kulit baik
g. Sistem Muskuloskeletal :Gerak dan kekuatan seluruh anggota gerak
baik, nyeri otot tangan dan kaki (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign :
Tekanan darah : 153/80 mmHg
Nadi : 77 x/m
Respirasi : 20 x/m
Temperatur : 36,9°C
2. STATUS GENERALISATA
a. Kepala
1) Bentuk : mesocephal
2) Mata : Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-

8
3) Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada
epistaksis
4) Telinga : Bentuk normal, simetris kanan dan kiri,
discharge -/-, serumen -/- minimal
5) Mulut : sianosis(-), gusi berdarah (-), caries dentis
(-)
b. Leher : Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
c. Thorax dan Pulmo :
1) Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
interkostal (-)
2) Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
3) Perkusi : suara sonor pada lapang paru
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara
tambahan ronkhi -/-, Wheezing -/-
d. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 4 linea
midklavikula sinistra
3) Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 murni, gallop (-),
bising (-).
e. Abdomen
1) Inspeksi : supel, datar
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (+), pada perut bawah
4) Perkusi : pekak sisi (-), pekak alih (-)
f. Ekstremitas : akral hangat, edema(-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium

DARAH RUTIN Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 8,8 13,2-17,3 g/dL Low

Leukosit 5,5 3,6-11 10^3/ul Normal

Eosinofil 4,80 2-4 % High

Basofil 0,20 0-1 % Normal

Netrofil 52,40 50-70% High

9
Limfosit 32,30 25-40% Normal

Monosit 10,10 2-8% High

Hematokrit 26 35-47% Low

Eritrosit 3,0 3.8-5.2 10^6/ul Low

Trombosit 207 150-400 10^3/ul Normal

MCV 86 80-100 fL Normal

MCH 29 26-34 Pg Normal

MCHC 34 32-36 q/dL Low

Natrium 122,0 135,0-147,0 Low


mmol/L

Chloride 95,0-105,0 Low


86,0
mmol/L

GDS 101 70-150 mg/dL Normal

Ureum 106,1 <50 mg/dL Very High

Creatinin 8,16 0,40- Very High

Trigliserida 62 70,0–140,0mg/dl low

SGOT 19,0 0-35 U/L Normal

SGPT 21,0 0-35 U/L Normal

Kalium 95,0-5,0 Normal


3,60

E. DIAGNOSIS KERJA
 CKD
 ESRD
 ISPA

F. PENATALAKSANAAN

10
Cefadroxil tab 500mg 2x1
PCT 500mg tab 3x1
Kolkatriol tab 1x1
Bicnat tab 3x1
Aminoral tab 3x1
Anemolat tab 3x1
Amlodipine tab 1x1
Valsartan tab 160mg 1x1

11
G. PERKEMBANGAN RAWAT INAP

Tanggal/ Subjective Objective (O) Assessment (A) Plan (P)


Jam (S)
8/08/2017 Pasien TD : 130/80 CKD stg V 1. Inf. NACL 20 tpm
mengeluh T : 36,8°C 2. Cefadroxil tab
badan terasa N :80x/m 500mg 2x1
kaku dan RR :23x/m 3. Kolkatriol tab 1x1
nyeri pada 4. Anemolat tab 3x1
perut bagian 4
bawah kram
(+), mual (+)

9/08/2017 Kram (+) TD : 140/70 CKD stg V 1. Cefadroxil tab


berkurang T : 37,3°C 500mg 2x1
mual (+) N : 79x/m 2. PCT 500mg tab
sedikit lemas, RR :20x/m 3x1
perut perih 3. Kolkatriol tab 1x1
4. Bicnat tab 3x1
5. Aminoral tab 3x1
6. Anemolat tab 3x1
7. Amlodipine tab
1x1
8. Valsartan tab
160mg 1x1

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. DEFINISI
Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang
terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh
manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan
mengan dungi unit penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri
dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring
manakala tubulus adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan
dengan glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba
yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum
ia dikeluarkan ketika berkemih. Uretra menghubungkan kandung kemih
dengan persekitaran luar tubuh.

13
Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia.
Fungsi utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah.
Ginjal memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan
kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada proses normal
metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi jaringan tubuh,
dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting dalam mengatur
konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium, natrium dan
kalium. Selain itu ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi garam dalam
darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan
lebihan garam (Pranay, 2010) . Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami
penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60
% dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal
Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuhuntuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolitgagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah.

Penyakit Ginjal Kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan


etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada akhirnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
penggantian ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal.(2)
Kriteria Penyakit ginjal Kronik:(2)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
structural maupun fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG,
dengan manifestasi: kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal,

14
termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan
dalam tes pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml.mnt/1,73 m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.(1)

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya dapat
dilihat pada table 2

Table 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya(3)

Klasifikasi atas dasar diagnostic dapat dilihat pada table 3

Tabel 3. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi


(3)

Penyakit Contoh

Penyakit ginjal diabetes Diabtes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular, penyakit vaskuler,


penyakit tubulointerstitial, penyakit
kistik
Penyakit pada transplantasi
Rejeksi kronik, keracunan obat
(siklosporin/takrolimus), penyakit
recurrent (glomerular), Transplant
glomerulopathy

15
Hemodialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan
cairan tubuh melalui darah. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti
ginjal selain transplantasi ginjal bagi pasien penyakit ginjal kronik. Pada
hemodialisis,penyaringan terjadi di luar tubuh menggunakan mesin dialisis.
Prinsip utama hemodialisis adalah difusi partikel melewati suatu membran
semipermeabel dengan kompartemen dialisat.Tujuan utama dari hemodialisis
adalah untuk mengembalikan kedaan cairan intraselular dan ekstraseslular ke
keadaan normal. Indikasi terapi dialisis pada gagal ginjal kronik adalah jika laju
filtrasi glomerulus <5ml/menit/1,73m2atau memenuhi salah satu kriteria:
1.Keadaan umum buruk dengan gejala uremi
2.K serum < 6 mEq/L
3.Ureum darah >200 mg/dl
4.pH darah < 7,1
5.Anuria berkepanjangan (>5 hari)
6.Fluid overloaded
Komplikasi dari terapi hemodialisis antara lain demam, hipotensi, hemolisis,
demensia, kejang, perdarahan daan nyeri otot.1 selain itu dapat pula terjadi reaksi
hipersensifitas terhadap dialiser, thrombosis, iskemia, serta amiloidosis yang
berhubungan dengan dialisis. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien
hemodialisis adalah terjadinya dialysis disequilibrium syndrome, gejala dan tanda
dari sindrom ini diantaranya adalah pusing, edema cerebri, peningkatan tekanan
intra cranial, koma, hingga dapat menyebabkan kematian.

C. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara
dengan Negara lain. Tabel 4 menunjukkan penyebab utama dan insiden
penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat.Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialysis di Indonesia, seperti ada table 5. Dikelompokkan pada sebab
lain, diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit
ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.(3)

16
Tabel 4. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
(3)

Penyebab Insiden

Diabetes Melitus

-tipe1 (7%) 44%

-tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis Interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan lahir 3%

Penyakit sistemik (missal: lupus dan vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

Penyebab gagal ginjal kronik tersering dapat dibagi menjadi 8 kelas seperti
yang tercantum pada table di bawah ini(4)

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis atau refluks nefropati

Penyakit Peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis maligna

Stenosis arteria renalis

17
Gangguan Jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik

Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Penyakit metabolic Diabetes mellitus

Gout

Hiperparatioroidisme

Amiloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic

Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas:

Batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal,

Traktus urinarius bagian bawah:

Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomaly


kongenital leher vesika urinaria, uretra.

Perlu ditekankan di sini, meskipun stadium dini dari penyakit ginjal dapat
cukup bervariasi, tetapi stadium akhir dapat sama semuanya. Dan pada banyak
kasus sebab asalnya tidak dapat diidentifikasi lagi.(4)

D. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens
penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk per tahun,
dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per
tahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.(3)

18
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Chronic Kidney Disease pada awalnya tergantung
pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal
mengakibatkan kompensasi berupa hipertrofi structural dan fungsional nefron
yang masih tersisa, yang diperantarai molekul vasoaktif seperti siktokin dan
growth factors. Kemudian sebagai respon penurunan fungsi dan massa ginjal,
terdapat mekanisme adaptasi atau kompensasi oleh nefron nefron yang masih
ada atau masih tersisa dengan meningkatkan tekanan hemodinamik didalam
kapiler glomerulus dan meningkatkan LFG di tiap nefron yang tersisa. Pada
setiap nefron terdapat sel-sel macula densa yang mendeteksi penurunan
pasokan darah ke ginjal. Pada kerusakan ginjal dimana perfusi darah ke ginjal
menurun, sel-sel ini akan melepaskan enzim rennin (Renin-Angiotensin-
Aldosteron-RAA System).

Enzim rennin berikutnya akan mengkonversi angiotensin I yang


diproduksi di hepar menjadi angiotensin II melalui bantuan enzim
“angiotensin converting enzyme” yang ada di paru-paru. Angiotensin II adalah
zat vasoaktif potent yang menimbulkan efek vasokonstriksi, dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga menstimulasi sekresi hormone
aldosteron di korteks adrenal. Aldosteron berikutnya akan menyebabkan
peningkatan reabsorbsi Natrium dan air melalui tubulus ginjal sehingga
volume plasma meningkat dan aliran darah ke ginjal ikut meningkat, sehingga
LFG pun meningkat. Nefron ginjal yang tersisa mendapatkan pasokan nutrisi
dan O2 kembali melalui peningkatan LFG sehingga dapat mengkompensasi
fungsi nefron yang rusak.

Angiotensin II sebagai vasokonstriktor akan menyebabkan vasokonstriksi


arteriol efferent ginjal. Vasokonstriksi arteriol efferent akan meningkatkan
tekanan hidrostatik di kapiler dan mendorong lebih banyak hasil filtrasi ke
capsula bowman’s sehingga LFG ikut meningkat. Sekali lagi LFG yang
meningkat juga dipertahankan oleh vasodilatasi dari arteriol aferen sampai
kapiler glomerulus. Namun, meskipun vasodilatasi arterion aferen akan

19
menyebabkan peningkatan tekanan glomerular dan peningkatan LFG,
mekanisme ini lama kelamaan akan menyebabkan penebalan pada pembuluh
darah glomerular. Penebalan ini berikutnya akan menambah tekanan dalam
pembuluh darah glomerular sehingga melemahkan pembuluh darah tersebut
dan akan mudah terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan mudah menyebabkan
kerusakan pada struktur ginjal, dan pada akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Dengan kata lain
mekanisme kompensasi ini akan mempertahankan fungsi ginjal optimal di
awal namun lama kelamaan akan menjadi kerusakan ginjal yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.(3)

F. DIAGNOSIS

Pada gagal ginjal kronik, gejala–gejalanya berkembang secara perlahan.


Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala –
gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti: (3)
a. Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan
fetor uremik
b. Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
c. Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot,
daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
d. Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada,
edema
e. Gangguan kelamin: libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan

20
pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah
15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal. (3)

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis CKD sangat bervariasi, tergantung pada penyakit yang


mendasarinya. Bila glomerulonefritis merupakan penyebab CKD, maka akan
didapatkan edema, hipertensi, hematuria, dan proteinuria. Anak dengan kelainan
kongenital sistem traktus urinarius, seperti renal dysplasia atau uropati obstruksi
akan ditemukan gagal tumbuh, gejala infeksi saluran kemih berulang, dan gejala
nonspesifik lainnya. Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya
asimtomatik dan gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD stadium 4 dan 5.
Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan:
 Peningkatan tekanan darah aibat overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
(hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif)
 Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati)
 Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia
 Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun
 Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3)
 Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat

21
G. TATALAKSANA
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya (3,5)
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari
normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (3)
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal (3)
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia. Berikut ini batasan protein yang dapat diberikan
sesuai dengan tingkat GFR pasien :

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik


LGF ml/menit Asupan protein Fosfat g/kg/hari
g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6 – 0,8/kg/hari < 10 g
5-25 0,6 – 0,8/kg/hari < 10 g
< 60 (sind. Nefrotik) 0,8/kg/hari <9g
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk

22
memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
o Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
– 12 g/dl.
o Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i. Mengatasi hiperfosfatemia
 Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
 Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium hidroksida, garam magnesium. Diberikan
secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang berasal
dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
 Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat
menghambta reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan
nama sevelamer hidrokhlorida.
ii. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal
dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat
meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan
yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid.

23
iii. Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan
kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang
masuk dianjurkan 500 – 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit
yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu,
pemberian obat – obat yang mengandung kalium dan makanan
yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.
Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt. Pembatasan
natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.
Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan
tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

Komplikasi

1. Anemia

Kadar eritropoietin dalam sirkulasi rendah.eritropoetin rekombinan parenteral


meningkatkan kadar hemoglobin ,memperbaiki toleransi terhadap aktivitas fisik ,
dan mengurangu kebutuhan trasfusi darah. Pada pasien dengan gagal ginjal
stadium lanjut sebelum dialysis,eritropoiten mengkoreksi anemia dan
memperbaiki keadaan umum , tanpa mempengaruhi tingkat penurunan ginjal
.Hipertensi tergantung dosis terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa
dikendalikan dengan obat-obat penurunan tekanan darah,walaupun enselafalopati
hipertensi bisa timbul mendadak.

2. Penyakit Vaskular dan Hipertensi

Penyakit vascular merupankan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik
. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes,hipertensi mungkin merupakan

24
factor resiko yang paling penting.Sebagian besar hipertensi pada penyakit ginjal
kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air.Keadaan ini
biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema , namun mungkin
terdapat ritme jantung tripel.Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons
terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis, Jika
fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.

3. Penyakit Tulang

Hipokalisemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH) 2D3, Hiperfosfatemia, dan


resistensi terhadap kerja PTH di perifer,semuanya turut menyebabkan penyakit
tulang adrenal . Terapinya dengan pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa
mengikat fosfat (kalsium bikarbonat bila kalsium belum meningkat akibat
hiperparatiroidisme tersier) dan penggunaan derivate Iα- hidroksilasi vitamin D
dosis rendah sedini mungkin.

4. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat , ulkus peptikum lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun demikian ,
gejala mual ,muntah anoreksia,dan dada seperti terbakar.Insidens esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan . Gangguan
pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.

5. Hiperkaliemia (kelebihan kalium)

Terjadi bila kalium yang normal diekskresi melalui ginjal terakumulasi didalam
darah.Keseimbangan elektolit ini dapat mengakibatkan serangan jantung ,
memberikan gejala seperti lemas, merasa tidak nyaman, merasa kram didaerah
perut .

6. Disfungsi seksual

25
Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi.Hiperprolaktinemia ditemukan
pada setidaknya sepertiga jumlah pasien,menyebabkan efek inhibisi
gonadotropin . Kadar prolaktin bisa diturunkan dengan pemberian bromokriptin ,
walaupun sering timbul efek (mual,muntah,mengantuk,hipotensi postural).

7. Sistem Pernafasan

Pernafasan yang berat dan dalam (kussmaul) dapat terjadi pada pasien yang
penderita asidosis berat , komplikasi lain akibat GGK adalah paru-paru uremik
dan pneumonitis . Keadaan Oedem paru dapat terdapat pada thorak foto dimana
disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium dan air, batuk non produktif juga
dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama saat berbaring,suara rales
akibat adanya trasudasi cairan paru.Kongesti pulmonal akan menghilang dengan
penurunan jumlah cairan tubuh melalui pembatasan garam dan hemodialisis.

H. PROGNOSIS
Umumnya Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis
jangka panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk
mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering
terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala
sehingga penanganannya seringkali terlambat. Menurut KDIGO prediksi
prognosis pada CKD bisa dilihat dengan menggunakan GFR dan albuminuria
yang terjadi pada pasien seperti pada tabel di bawah ;

26
Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih
rendah untuk jatuh menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah
memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi gagal ginjal.(3)

27
BAB III
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
(10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang
melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna (nafsu makan
menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost dan gatal di
kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi,
sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia,
oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal.
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W, Susalit E, Suwitra K,et al. Penatalaksanaan Chronic


Kidney Disease dan Hipertensi. PERNEFRI. 2009.

2. Kresnawan T, Markun HMS. Diet Rendah Protein dan Penggunaan


Protein Nabati Pada Gagal Ginjal Kronik. Divisi Ginjal Hipertensi Bag.
Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Jakarta: 2012.

3. Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. Interna Pubishing. Jakarta; 2009.

4. Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit,Vol.2. ECG. Jakarta; 2006.

5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine


17th Ed,Vol.II. Mc Graw Hill. 2008

29

Anda mungkin juga menyukai