KERATITIS DENDRITIKA
Disusun oleh :
Rendy Kurniawan
20120310155
Dokter Pembimbing :
dr. M. Faisal Luthfi, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
mengajarkan kalam kepada umat manusia, dan hanya dengan seizin-Nya, penulis
menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
disebabkan keterbatasan ilmu dan kurang ketelitian dari penulis, sehingga penulis
sangat memerlukan saran dan kritik yang membangun demi hasil yang sempurna.
Semoga pelita yang dibawa beliau senantiasa menjadi dambaan dan pedoman
Terselesainya presus ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan baik
moril dan materiil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
2. Ibunda, ayahanda, dan kakak-kakak, yang penuh kasih dan selalu berdoa
kewajibanya.
ii
Penulis mengharapkan semoga presus ini dapat memberikan manfaat bagi
Yogyakarta
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………..……………......………………….....……........
i
KATA PENGANTAR..........................................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Identitas pasien........................................................................................
1
B. Anamnesis...............................................................................................
2
C.
Pemeriksaan.............................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi....................................................................................................
3
B. Keratitis………...........................................................................................
6
C. Keratitis.................................................................................................. 10
1. Definisi.............................................................................................
10
2. Epidemiologi.....................................................................................
11
3. Etiologi..............................................................................................
11
4. Patofisiologi ......................................................................................
12
iv
5. Diagnosis……………………………………………………………
19
6. Penatalaksanaan…………………………………………………….
20
7. Komplikasi………………………………………………………….
24
8. Prognosis……………………………………………………………
24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...………..
25
BAB I
PENDAHULUAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 42 tahun
v
Pekerjaan :petani
Agama : Islam
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama:
Pasien datang ke polikilinik mata RSUD KRT Sedjonegoro dengan keluhan mata
kanan terasa panas, pegal dan mengeluarkan air dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu, pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa pegal jika melihat cahaya, dan
penglihatan terasa kabur.
HT : disangkal
DM : disangkal
E. Riwayat Alergi
vi
Riwayat alergi disangkal
Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan Visus :
VOD = 6/12
VOS = 6/6
Status oftalmologi OD OS
Visus 5/20 5/5
Prgerakan bola mata Normal Normal
TIO Normal Normal
Palpebra Tenang Tenang
Konjungtiva Hiperemis Normal
Sklera Normal Normal
Kornea Terlihat gambaran seperti Normal
bercabang
Iris / pupil Normal Normal
Contoh gambaran
vii
DIAGNOSA KERJA
- Keratitis dendritik OD
PENATALAKSANAAN
← - Acyclovir 5x400 mg
← - C. Hervis
← - Vit A 2x600 mg
VII. PROGNOSIS
viii
← Quo Ad fungsionam : Dubia
BAB II
LANDASAN TEORI
ix
Gambar 1: Gambaran Kornea
x
Gambar 2: Lapisan Kornea
Lapisan kornea
1. Epitel
← - Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
xi
2. Membran Bowman
← 3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
xii
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel
akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.
Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan
untuk memproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini
dengan cara mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari
jaringannya. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler,
memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi
stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril.
Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari
substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil
diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang
menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas
optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari
endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada
pada keadaan “basah” dengan kadar air sebanyak 78%.
xiii
memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea,
sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu :
3.1 DEFINISI
3.2 EPIDEMIOLOGI
xiv
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara
5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah
5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan
tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi
terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan
perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan,
Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena
penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak
diketahui penyebabnya.
xv
← Lesi pada kornea
← 3.3 KLASIFIKASI
← 1. Menurut penyebabnya :
a. Keratitis bakterial
xvi
Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :
← Streptokokus pneumonia
← Pseudomonas aeroginosa
← Streptokokus hemolitikus
← Moraxella liquefaciens
← Klebsiella pneumoniae
← klinis : kelopak mata lengkat setiap bangun pagi, mata nyeri, merah dan
berair disertai penurunan tajam penglihatan
← b. Keratitis viral
xvii
← Keratitis viral Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :
← Herpes simpleks
← Herpes zoster
← Variola (jarang)
← Vacinia (jarang)
c. Keratitis jamur
xviii
Keratitis jamur diawali oleh trauma pada kornea oleh bahan alam seperti
ranting, daun dan bagian tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah
pesat dan dianggap sebagai efek samping dari penggunaan antibiotik dan
kortikosteroid yang tidak tepat dan pemakaian kontak lens. Pasien akan mengeluh
nyeri sangat hebat, mata berair, penglihatan menurun dan silau. Pada mata akan
terlihat infiltrat kelabu disertai hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan
satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel
dengan plaque tampak bercabang-cabang. Terdapat gambaran satelit pada kornea
dan lipatan membran descement.
xix
Keratitis non infeksi
d. Keratitis lagoftalmus
e. Keratitis neuroparalitik
xx
anestesi kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini
dapat menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga mengakibatkan
terbentuknya ulkus kornea.
f. Keratokonjungtivitis
2. Menurut tempatnya :
a. Keratitis superfisial
0 Keratitis epitelial
xxi
bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai
makna diagnostik yang penting
← Keratitis subepitelial
← Keratitis stromal
b. Keratitis profunda
← Keratitis interstitial
← Keratitis sklerotikans
xxii
terlihat putih menyerupai sklera. Diduga terjadi karena perubahan
susunan serat kolagen yang menetap.
Keratitis disiformis
3. Keratokonjungtivitis epidemika
4. Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus
xxiii
akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus
kornea.
5. Keratokonjungtivitis flikten
6. Keratokonjungtivitis vernal
7. Gonore
8. Ulkus Mooren
xxiv
3.4 GEJALA KLINIS
Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan
kambuhan. lnfeksi primer herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan
ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis
folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99%
kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral
khususnya pada pasien-pasien atopic Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri,
tanpa menimbulkan kerusakan pada mata yang berarti. Terapi antivirus topikal
dapat dipakai unutk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk
penyakit kornea. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya
antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks
didominir oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi
primer. Dengan mekanisme yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron
sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior,
xxv
ganglion n.trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus.
Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai
tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi yang berperan
terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas,
stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, h, renjatan anafilaksis, dan
kondisi imunosupresi.
Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun pertama,
dan meningkat menjadi 33% pada tahun kedua. Peneliti lain bahkan melaporkan
angka yang lebih besar yaitu 46,57% keratitis herpes simpleks kambuh dalam
kurun waktu 4 bulan setelah infeksi primer. Penelitian di Yogyakarta mendapatkan
angka kekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu 6 bulan pengamatan setelah
penyembuhan. Perbedaan angka-angka tersebut dimungkinkan oleh perbedaan
cara pengobatan.
Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe 1 namun beberapa
kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2. Lesi kornea kedua
jenis ini tidak dapat dibedakan.
a. Gejala Klinis
Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian
pusat yang terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea
umumnya timbul pada awal infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin
tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh – lepuh, demam atau infeksi herpes
lain, namun ulserasi kornea kadang – kadang merupakan satu – satunya gejala
infeksi herpes rekurens.
xxvi
pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto-fobia.
b. Lesi
Ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geografik yaitu sebentuk
penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar hat ini
terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi
ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan
kaki cabang mengelilingi ulkus. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea, seperti
halnya penyakit dendritik, menurun. Lesi epitel kornea lain yang dapat
ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial ”blotchy”, keratitis epitelial stelata, dan
keratitis filamentosa. Namun semua ini umumnya bersifat sementara dan sering
menjadi dendritik khas dalam satu dua hari.
xxvii
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis
herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel
yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.
Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang sering
disertai vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus. Kadang-
kadang dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring,
diduga sebagai infiltrat polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus
herpes simpleks. Penipisan dan perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat,
apalagi jika dipakai kortikosteroid topikal. Jika terdapat penyakit stroma dengan
ulkus epitel, akan sulit dibedakan superinfeksi bakteri atau fungi pada penyakit
herpes. Pada penyakit epitelial harus diteliti benar adanya tanda – tanda khas
herpes, namun unsur bakteri atau fungi dapat saja ada dan dapat pula disebabkan
oleh reaksi imun akut, yang sekali lagi harus mempertimbangkan adanya penyakit
virus aktif. Mungkin terlihat hipopion dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau
fungi sekunder.
xxviii
Keratitis Diskiformis Lesi dengan Wessely ring
3.5 DIAGNOSIS
xxix
yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan
respon terhadap pengobatan.
xxx
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
xxxi
dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan
diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan
pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan
inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak
begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.
3.7 PENATALAKSANAAN
xxxii
simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-
keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan
kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan
gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan
memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes
kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan
keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid
dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang
infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
xxxiii
terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu
setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat,
demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih
cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan
akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida
(0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai
setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk
melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.
xxxiv
dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan
berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,
leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.
Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat
dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa
menggunakan kaca pembesar.
Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari
jarak yang agak jauh sekalipun.
Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat
membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian
dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan
menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris
dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi
perforasi, tekanan intraokular menurun.
xxxv
xxxvi
BAB III
KESIMPULAN
xxxvii
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
xxxviii
← Duane, D Thomas : Clinical Ophthalmology, Volume 4,
Philadelphia, Harper & Row Publisher, 1987.
xxxix