Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PEMBAHASAN

A. Interaksi Jus Buah Nanas Dan Paracetamol


Hewan uji dikelompokkan secara acak dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok I
(parasetamol) diberikan parasetamol tunggal dosis 9 mg/200g BB peroral. Kelompok II
(parasetamol dan jus nanas dosis 1) diberikan parasetamol dosis 9 mg/200gBB bersamaan
dengan jus buah nanas dosis 2,7 g/200gBB. Kelompok III (parasetamol dan jus nanas dosis
2) diberikan parasetamol dosis 9 mg/200gBB bersamaan dengan jus buah nanas dosis 5,4
g/200gBB. Cuplikan darah hewan uji diambil selama 9 jam pada vena lateralis ekor tikus.
Penetapan kadar parasetamol pada plasma dilakukan dengan spektrofotometer UV. Parameter
farmakokinetik dihitung menggunakan metode regresi linear dan metode residual selanjutnya
diuji secara statistik menggunakan One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%.
Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa kelompok II dan kelompok III
meningkatkan secara signifikan parameter Cpmaks, tmaks, tab, tel, AUC dan
menurunkan secara signifikan parameter ka, ke, dan CL. Kelompok III memberikan
pengaruh yang paling kuat terhadap profil farmakokinetik parasetamol yaitu dengan
menurunkan parameter absorbsi dan eliminasi serta meningkatkan parameter metabolisme
parasetamol pada tikus.
B. Interaksi Madu Dan Aspirin
Penelitian menggunakan tikus putih Wistar jantan, umur 2 bulan, berat badan ratarata 200 gram. Sebanyak 24 ekor tikus dibagi dalam 4 kelompok, dengan perlakuan control:
diberi aquadest peroral l ml/200gram BB, perlakuan 1, 2 dan 3 diberi madu masing- masing l
ml/200gram BB. 2 m1/200gram, 3 ml/200gram BB tikus. Pemberian madu per oral selama 7
hari dan pada hari ke-7 seluruh tikus diberi aspirin masing-masing dosis 150 mg/ekor, Pada
hari ke-8, seluruh tikus dinekropsi dan organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat preparat
histologi dengan metode blok parafin dan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Pengamatan
preparat dilakukan dalam 5 lapang pandang mikroskopik meliputi adanya kongesti,
peradangan, hemoragi dan nekrosis. Data hasil pemeriksaan dianalisis dengan uji statistik
non parametric Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan lesi kongesti

dan peradangan antara kontrol dengan perlakuan 1, 2 dan 3. Tidak ada perbedaan lesi yang
signifikan antara perlakuan 1, 2 dan 3. Kesimpulannya adalah ada peran madu sebagai barier
pada mukosa lambung dan usus terhadap efek samping aspirin sebagai zat hepatotoksik.
C. Interaksi Madu Dan Indometasin
Metode : Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group
design ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur wistar dibagi dalam 6 kelompok
secara random, lama perlakuan 15 hari. Kelompok I: pakan standar dan aquadest (PS+A);
kelompok II: (PS+A), dan indometasin 3,8 mg; kelompok III : (PS+A), indometasin 3,8 mg,
dan madu 3,6 ml 25%; kelompok IV: (PS+A), indometasin 3,8 mg, dan madu 3,6 ml 50%;
kelompok V: (PS+A), indometasin 3,8 mg, dan madu 3,6 ml 75%; kelompok VI: (PS+A),
indometasin 3,8 mg, dan madu 3,6 ml 100%. Gambaran histopatologi lambung diukur
dengan derajat gastritis dan derajat ulkus peptikum dan diuji dengan uji Kruskal-Wallis,
dilanjut dengan uji Mann-Whitney.
Hasil : Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan paling tidak terdapat perbedaan
bermakna derajat gastritis dan derajat ulkus peptikum antara dua kelompok (p < 0,05). Hasil
uji beda Mann-Whitney menunjukkan derajat gastritis dan derajat ulkus peptikum antara
kelompok kontrol dan perlakuan berbeda secara bermakna.
D. Permen Karet Yang mengandung Xylitol Dan Amlodipine
Metode: Penelitian ini menggunakan eksperimental dengan rancangan pre and post
test design. Jumlah sampel sebesar 15 orang lansia penderita hipertensi dengan terapi
amlodipine di Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil pengukuran curah dan pH saliva
sebanyak dua kali, berupa data primer dengan skala rasio yaitu sebelum dan sesudah
pemberian permen karet yang mengandung xylitol tiga kali sehari selama seminggu. Uji
statistik menggunakan uji paired t-test yang dilanjutkan dengan uji non parametrik Wilcoxon.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna curah saliva dengan nilai p=0,000 (p < 0,05)
pada uji paired t-test dan perbedaan yang bermakna pH saliva dengan nilai p=0,046 (p <
0,05) pada uji non parametrik wilcoxon.
E. Jus Alpukat Dan Aspirin

Rancangan penelitian menggunakan The Posttest-Only Control Group Design.


Subyek penelitian yaitu 30 mencit jantan galur Swiss webster, umur 2-3 bulan, dan massa
20 gram. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel
dibagi 3 kelompok dengan 10 mencit tiap kelompok secara acak. Kelompok terdiri atas
kelompok kontrol (K) tanpa diberi perlakuan, perlakuan 1 (P I) dengan pemberian aspirin 0,1
mL, dan perlakuan 2 (P II) dengan pemberian aspirin 0,1 mL setelah 1 jam sebelumnya diberi
jus alpukat 0,5 mL. Pemberian perlakuan secara peroral setiap hari selama 7 hari. Pembuatan
preparat lambung dilakukan pada hari ke-8 dengan metode blok parafin dan pengecatan
Hematoxilyn-Eosin. Preparat kemudian diobservasi seluruh lapang pandang dan dinilai
berdasarkan gambaran kerusakan yang paling berat. Dari data yang diperoleh dilakukan uji
statistika Kruskal-Wallis H ( = 0,05) dilanjutkan uji statistika Mann-Whitney U ( = 0,05)
dengan software SPSS Statistics 17.0.
Dari hasil uji Kruskal-Wallis H diperoleh p < 0,05 dan nilai = 47,923. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna di antara tiga kelompok sampel atau
dengan kata lain terdapat perbedaan gambaran histologist pada seluruh kelompok perlakuan
tanpa diketahui kelompok mana yang berbeda. Kemudian hasil uji Mann-Whitney U
diperoleh K dengan P I (p < 0,05), menunjukkan bahwa aspirin dapat menginduksi terjadinya
kerusakan pada mukosa lambung. P I dengan P II (p < 0,05), menunjukkan bahwa jus alpukat
dapat mengurangi kerusakan mukosa lambung mencit yang diinduksi aspirin. K
dengan P II (p = 0,492), menunjukkan bahwa jus alpukat dapat mengurangi kerusakan
mukosa lambung mencit yang diinduksi aspirin mendekati gambaran mukosa lambung
mencit pada kelompok K.

Anda mungkin juga menyukai