Oleh :
Ajeng Sekar Kirana
G1A015097
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Ajeng Sekar Kirana
(G1A015097)
SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. dr. Fitranto Arjadi, M.Kes Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes
NIP. 19711122 200012 1 001 NIP. 19750227 200212 1 003
ix
SURAT PERNYATAAN
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa paksaan atau tekanan dari
siapapun. Saya bertanggung jawab secara hokum apabila terdapat hal-hal yang
tidak benar dalam pernyataan ini.
x
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens L.)
TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Sprague dawley)
MODEL CHRONIC KIDNEY DISEASE
Kata kunci: Seledri, Apium graveolens L., hemoglobin, chronic kidney disease
xi
THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF CELERY (Apium graveolens
L.) TO HAEMOGLOBIN LEVELS ON CHRONIC KIDNEY DISEASE
MODEL RATS (Sprague dawley)
ABSTRACT
xii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 5
D. Keaslian Penelitian ....................................................................................6
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
prevalensi dan insidensi yang meningkat, prognosis yang buruk, dan biaya
pasien setiap sekali rawat inap (Azalea et al., 2016). Menurut United State
(Thomas et al., 2008). Faktor yang mendasari terjadinya CKD bisa berupa
1
2
al., 2008). Hal ini akan menimbulkan mekanisme kompensasi oleh nefron
yang tersisa untuk menggantikan peran dari nefron yang sudah tidak
terjadi proses inflamasi yang diperantarai oleh sitokin dan growth factor dan
sumsum tulang akan menghasilkan lebih sedikit sel darah merah sehingga
8,4% pada tahap 1 dan 53,4% pada tahap 5. Anemia pada CKD berhubungan
lain-lain. Pada pasien CKD dengan anemia, biaya yang dikeluarkan untuk
3
Anemia ditandai dengan kadar hemoglobin <13 g/dL pada pria dengan
usia lebih dari 15 tahun dan <12 g/dL pada wanita dengan usia lebih dari 15
tidak memberikan efek samping negatif yang terlalu besar (Mardiana, 2012).
(kejang), antirematik, pengobatan nyeri karena sakit gigi, penyakit kulit, dan
adalah tannin dan apigenin (Pramono, 2004). Selain itu, seledri juga memiliki
seledri adalah iridoid, coumarin, dan asam fenolat (Baananou et al, 2011).
Melihat dari mekanisme terbentuknya CKD dan kandungan zat dari seledri,
oleh CKD.
B. Rumusan Masalah
kidney disease?”
5
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
disease
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
D. Keaslian Penelitian
A. Materi Pustaka
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
rendah maupun tinggi dan paling baik pada kisaran suhu 7-16° C.
Tanah yang baik untuk areal penanamannya adalah yang subur dan
menjadi tiga golongan, yaitu seledri daun, seledri potong, dan seledri
7
8
2016).
seledri berbentuk bulat telur yang terdiri atas tiga lobus dengan
panjang 2 - 4,5 cm. Daun seledri berwarna hijau tua, licin, berbentuk
baji, dengan pinggir bergerigi, terletak pada kedua sisi tangkai yang
daun 3-7 helai. Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm.
Arisandi dan Sukohar, 2016). Selain itu, seledri secara tradisonal juga
nyeri sakit gigi, penyakit kulit dan nyeri kepala (Baananou et al.,
1) Saponin
2) Flavonoid
bagian daun, buah, biji, dan bunga dari seledri (Yusni dan Puteh,
et al., 2017).
Puteh, 2014).
3) Asam fenolat
4) Iridoid
5) Coumarin
a. Definisi
al., 2014).
b. Klasifikasi CKD
persisten
renal disease
c. Patomekanisme CKD
Agen inflamasi ini akan menarik sel inflamasi ke interstitial renal dan
Selain pada sel tubulus yang telah rusak akan terjadi apoptosis yang
sintesis matriks ekstraseluler yang lebih banyak lagi dan apabila terus
d. Komplikasi CKD
agent (ESA) untuk anemia. Komplikasi lain yang lebih sulit untuk
muncul pada CKD yang lebih lanjut (Bello et al., 2017). Gambar 2.2
e. Tatalaksana CKD
yaitu :
obatan oleh ginjal. Oleh karena itu, dosis pemberian obat pada
telah menjadi andalan dalam studi penyakit ginjal progresif (Gava et al,
paling menyerupai CKD pada manusia dan telah diakui secara klinis dalam
menguji terapi baru (Zhang dan Kompa, 2014 ; Gava et al., 2012). 5/6
ginjal dan menyisakan 1/6 bagian pada satu ginjal lainnya (Danang, 2014).
yang merupakan karakteristik utama dari CKD. GFR dapat diukur melalui
rapuh dan mudah pecah saat melewati titik-titik vaskular yang sempit.
kapiler organ ini sempit sehingga akan menyebabkan lisis dari eritrosit
salah satu hormone yang berperan yaitu eritropoietin (Guyton dan Hall,
2014).
utama yang dapat merangsang produksi dan diferensiasi sel darah merah
ginjal. (Guyton dan Hall, 2014 ; Thomas et al., 2008). Secara normal, kira-
terjadi hipoksia jaringan. Bila tidak ada eritropietin, maka sumsum tulang
hanya membentuk sedikit sel darah merah (Guyton dan Hall, 2014).
5. Hemoglobin
tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit akan tetap membentuk sedikit
Molekul hemoglobin memiliki dua bagian yaitu heme dan globin (Gambar
2.4). Globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari empat rantai
nefron yang tersisa. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi dan hipertrofi dari
mempengaruhi fungsi sel dan merusak protein, lipid, dan asam nukleat,
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif. Hal ini akan mengurangi
tubuh (Guyton dan Hall, 2014). Apabila sintesis eritrosit berkurang, maka
atau jumlah sel darah merah (Thomas et al., 2008). Anemia terjadi ketika
kadar hemoglobin <13 g/dL pada pria dengan usia lebih dari 15 tahun dan
<12 g/dL pada wanita dengan usia lebih dari 15 tahun (KDIGO, 2012).
CKD dengan cara menghambat inflamasi dan stress oksidatif. Hal ini
Kuersetin
Pengurangan massa ginjal Flavonoid
Tannin
Aktivasi RAAS Asam fenolat
Efek Antioksidan
Coumarin
peningkatan tekanan Aktivasi reseptor
hidrolik dan laju aliran angiotensin II Iridoid
plasma pada kapiler
glomerular yang tersisa
↑ produksi ROS, ↓ Apigenin Flavonoid
fungsi antioksidan
↑ GFR pada nefron Saponin
yang tersisa
Stress oksidatif
hiperfiltrasi
Maladaptasi (kerusakan
endotel glomerulus)
Mikroinflamasi glomerulus
Efek Antiinflamasi
glomerulosklerosis
Hemolisis
proteinuria
D. Hipotesis
kidney disease.
III. METODE PENELITIAN
1. Hewan Coba
berjumlah 30 ekor dengan umur 2–3 bulan, berat badan 150-300 gram
lingkungan yang sama yaitu suhu 22 + 3oC dan kelembaban 30%, serta
dengan bahan, bentuk, dan ukuran yang sama dan diberi makanan dan
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
26
2. Alat dan Bahan
a. Alat
303
5) Scalpel
6) Pinset
needle
9) Sarung tangan
41
b. Bahan
3) Aquades
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only with
control group design. Subjek penelitian yang digunakan ialah tikus putih
C. Rancangan Percobaan
diaklimatisasi selama tujuh hari dan ditempatkan pada kandang dengan ukuran
42
2. Kelompok B, yaitu kelompok yang diinduksi chronic kidney disease
dengan metode 5/6 subtotal nefrektomi dan diberi CMC 0,5%. 14 hari
dengan metode 5/6 subtotal nefrektomi dan diberi ekstrak seledri dosis 250
dengan metode 5/6 subtotal nefrektomi dan diberi ekstrak seledri dosis 500
dengan metode 5/6 subtotal nefrektomi dan diberi ekstrak seledri dosis
1000 mg/kgBB 14 hari sebelum operasi sampai hari ke-14 setelah operasi.
perlakuan, berat badan hewan coba selalu ditimbang tiap minggunya untuk
menyesuaikan dosis.
yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t
43
(t-1)(n-1) > 15
(t-1)(n-1) > 15
(5-1)(n-1) > 15
4(n-1) > 15
4n – 4 > 15
4n > 19
r’ = r + 10%r
r’ = 5 + (10% x 5)
r’ = 5 + 0,5
digunakan ialah 6 ekor per kelompok, sehingga total hewan coba yang
44
D. Variabel yang Diukur
berasal dari sampel darah tikus putih pada 5 kelompok. Sampel darah diambil
45
F. Tata Urutan Kerja
berikut:
2. Aklimatisasi
standar.
46
b. Seledri (Apium graveolens L.) dijemur selama + 2 hari hingga daun
menggunakan grinde.
yang kedua.
murni
kelompok perlakuan.
47
subtotal nephrectomy (sham operation), dilanjutkan pemberian
setelah pembedahan.
48
5. Pembentukan Tikus Model Chronic Kidney Disease (CKD)
superior dan inferior, luka bekas pemotongan polus superior dan inferior
dijahit kembali menggunakan benang silk 3/0 dan hewan coba dibiarkan
sadar. Apabila hewan coba telah pulih maka akan ditempatkan ke kandang
6. Pengambilan sampel
49
7. Terminasi hewan coba
pengambilan sampel.
100.
9. Dokumentasi
putih.
50
Aklimatisasi selama 7 hari
51
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
uji Saphiro Wilk karena sampel berjumlah 30 ekor tikus (<50 sampel data)
normal pada uji Saphiro Wilk dan/atau varian data homogen pada uji
(p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji post hoc LSD (Dahlan, 2014).
52
dinyatakan bermakna (p<0,05), dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk uji
53
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
tikus putih (Sprague dawley) model chronic kidney disease (CKD). Penelitian
akimatisasi dan 30 hari perlakuan, darikurang lebih 2 bulan yaitu bulan Mei –
Julni 2018.
Hewan coba yang digunakan ialah tikus putih (Sprague dawley) jantan
dengan sham operation dan diberi CMC 0,5%,. Kelompok B (kontrol sakit)
yaitu yang diinduksi chronic kidney disease (CKD) dan diberi CMC 0,5%.
Kelompok C yaitu kelompok yang diinduksi CKD dan diberi ekstrak etanol
seledri 250 mg/kgBB. Kelompok D yaitu kelompok yang diinduksi CKD dan
diberi ekstrak etanol seledri 500 mg/kgBB. Kelompok E yaitu kelompok yang
diinduksi CKD dan diberi ekstrak etanol seledri 1000 mg/kgBB. Masing-
masing kelompok berisi 5 hewan coba, sehingga terdapat total 25 hewan coba.
Kriteria tikus putih (Sprague dawley) yang digunakan merupakan tikus jantan,
54
Setelah aklimatisasi, selama 14 hari hewan coba diberi CMC 0,5 % bagi
CMC 0,5 % bagi kelompok A dan B serta ekstrak seledri bagi kelompok C, D,
dan E selama 14 hari pasca operasi. Pada hari ke-15 pasca operasi, dilakukan
pengambilan sampel darah dari hewan coba melalui sinus retroorbital sebanyak
ektrak etanol seledri (Apium graveolens L.) agar tidak terjadi kelebihan
atau kekurangan dosis. Selain itu, pengukuran berat badan pada sebelum
55
Rata-Rata Berat Badan Tikus (Sprague dawley)
300
250
Berat badan tikus
200
150
100
50
0
Aklimatisasi Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4
A 170 190 185 204 199
B 186 188 200 194 188
C 192 227 230 248 209
D 201 206 215 198 205
E 204 200 182 172 192
kondisi fisik hewan coba dan didapatkan bahwa keadaan umum dan
tingkah laku hewan coba dalam batas normal. Selama perilaku tidak teradi
maupun bersikap agresif. Bulu hewan coba tidak rontok ataupun berubah
menjadi lebih kasar. Nafsu makan hewan coba masih tetap terkontrol
selama penelitian.
aklimatisasi yaitu 170 gram menjadi 204 gram pada minggu ke-3,
56
mngalami penurunan pada minggu ke-3. Kelompok C mengalami
minggu ke-4.
2. Kadar Hemoglobin
a. Analisis univariat
Tabel 4.1
57
Dari hasil univariat kadar haemoglobin yang ditampilkan pada
Gambar 4.2.
58
11
10.82
10.8
10.6
Kadar hemoglobin
10.4
10.2
10.2 10.12
10.04 10.06
10
9.8
9.6
A B C D E
Kelompok
b. Analisis bivariat
syarat uji parametrik One Way ANOVA. Hasil uji One Way ANOVA
59
menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya perbedaan rerata kadar
Dikarenakan tidak ada perbedaan rerata yang bermakna pada uji One
Way ANOVA, uji post hoc tidak dilakukan. Hasil uji One Way
Tabel 4.2 Hasil Uji One Way ANOVA terhadap kadar hemoglobin
60
B. Pembahasan
data hasil penelitian normal. Hal ini disebabkan semua nilai central tendency
(mean, median, dan modus) berhimpit secara statistik, sehingga distribusi data
mendekati kurva distribusi normal (Dahlan, 2012). Uji one way ANOVA
menunjukkan data yang diperoleh secara statistik tidak signifikan dengan nilai
kelompok B (tikus model CKD) memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah
dimana sebagian besar ginjal diambil. Pada tahap awal proses CKD, akan
hiperfiltrasi dan hipertrofi dari ginjal yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Hiperfiltrasi ini juga dipengaruhi oleh adanya
RAAS, maka reseptor angiotensin II tipe 1 juga teraktivasi. Hal ini akan
61
terganggu (Yamaguchi et al., 2015 ; Thomas et al., 2008). ROS dapat
mempengaruhi fungsi sel dan merusak protein, lipid, dan asam nukleat, serta
progresif. Hal ini akan mengurangi fungsi dari ginjal yang salah satunya adalah
B dapat terjadi akibat progresivitas CKD yang masih belum lama berlangsung
Menurut penelitian Sun et al. (2013), pada tikus model CKD dengan induksi
62
adenine, kadar eritropoietin mulai menurun pada minggu pertama induksi
CKD, namun kadar hemoglobin baru menurun secara signifikan pada minggu
keempat.
kelompok B (tikus model CKD tanpa diberi ekstak etanol seledri). Hal ini
menunjukkan adanya fungsi zat aktif seledri dalam mencegah penurunan kadar
antiinflamasi (flavonoid dan saponin) sehingga dapat mencegah progresivitas Commented [E2]: Zat yang mana saja yang berperan, dan
bgmn mekanismenya
CKD dengan cara menghambat inflamasi dan stress oksidatif yang terjadi
(Yusni dan Puteh, 2014 ; Bananou et al., 2011). Apabila progresivitas CKD
CKD seperti anemia dapat dicegah (Kazancioğlu, 2013.; Thomas et al., 2008).
lalu kelompok E (diberi ekstrak etanol seledri 1000 mg/kgBB/hari). Hal ini
menunjukkan bahwa dosis ekstrak etanol seledri yang efeknya paling baik
63
dari ekstrak etanol seledri tersebut dalam mencegah penurunan kadar
hemoglobin.
Anemia pada CKD tidak hanya dilihat dari kadar hemoglobin saja, akan
tetapi dari jumlah eritrosit dan hematokrit darah. Hal ini dikarenakan pada
Oleh karena itu, Selain kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan hematokrit yang
menurun juga terjadi pada anemia (US Department of Health and Human
Service, 2011). Pada penelitian ini, jumlah eritrosit dan kadar hematokrit pada
64
Jumlah Eritrosit pada Tikus Putih (Sprague Dawley)
7 6.402
6 5.75
5 4.494
Jumlah eritrosit
4.184 4.316
4
0
A B C D E
Kelompok
30
25.72 25.9
Kadar hematokrit
25.42
25
20
15
10
0
A B C D E
Kelompok
Gambar 4.3 Jumlah Eritrosit dan Kadar Hematokrit Tikus putih (Sprague
dawley)
65
Dari hasil pengukuran jumlah eritrosit dan kadar hematokrit, didapatkan
bahwa hasilnya sejalan dengan kadar hemoglobin dimana pada tikus putih
tikus putih model CKD yang diberikan ekstrak seledri (kelompok C, D, dan E).
Sama seperti rerata kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan kadar hematokrit
dan hematokrit semakin menurun. Commented [E3]: Ditambahkan penjelasan hasil analisis
bivariatnya, apakah signifikan ketika dibandingkan.
Pada pasien dengan penyakit ginjal seperti CKD, seledri tidak boleh
diberikan dengan dosis terlalu tinggi karena dapat menimbulkan efek yang
kurang baik (Yaser et al., 2014). Seledri mengandung flavonoid dan fenol yang
al., 2017). Namun, diuretik memiliki efek yang kurang baik karena dapat Commented [E4]: Selain dari mekanisme ini, tambahkan
menisme lain dari flavonoid terhadap kadar Hb, atau
menurunkan eGFR pada pasien CKD (Khan et al., 2016). Zat pada seledri parameter anemia lain seperti eritrosit dan hematokrit
menurun (Singh, 2008). Oleh karena itu, pada penelitian ini didapatkan bahwa
pada dosis 500 mg/kgBB/hari dan 1000 mg/kgBB/hari merupakan dosis yang
terlalu tinggi sehingga efek yang diberikan dalam mencegah penurunan kadar
250 mg/kgBB/hari.
66
Keterbatasan penelitian ini adalah pengukuran kadar hemoglobin
dilakukan dalam waktu yang terlalu cepat sehingga hasil yang didapatkan
belum signifikan. Selain itu, Penelitian ini menggunakan metode post test only
67
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
jangka waktu yang lebih lama yaitu minimal 4 minggu setelah tikus dibuat
model CKD.
penelitian selanjutnya.
68
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi R., A. Sukohar. 2016. Seledri (Apium graveolens L.) sebagai Agen
Kemopreventif bagi Kanker. Majority. 5(2) : 95-100.
Asgary, S., G.H. Naderi, N. Askari. 2005. Protective Effect of Flavonoids Against
Red Blood Cell Hemolysis by Free Radicals. Experimental & Clinical
Cardiology. 10(2) : 88-90.
Ayu, N.P., K. Suega, G.K. Widiana. 2010. Hubungan Antara Beberapa Parameter
Anemia dan Laju Filtrasi Glomerulus Pada Penyakit Ginjal Kronik
Pradialisis. Jurnal Penyakit Dalam. 11(3) : 140-148.
Azalea, M., T.M. Andayani, Satibi. 2016. Analisis Biaya Pengobatan Penyakit
Ginjal Kronis Rawat Inap Dengan Hemodialisis di Rumah Sakit. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 141-150.
Bello, A.K. et al. 2017. Complications of Chronic Kidney Disease: Current State,
Knowledge Gaps, and Strategy for Action. Kidney International
Supplements. 7 : 122–129.
69
69
Dewi, K. 2010. Efek Ekstrak Etanol Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap
Tekanan Darah Pria Dewasa. Jurnal Medika Planta. 1(2) : 27-34.
Dewi. E.K.M., D.K. Walanda, S.M. Sabang. 2016. Pengaruh Ekstrak Seledri
(Apium graveolens L.) Terhadap Kelarutan Kalsium dalam Batu Ginjal.
Jurnal Akademika Kimia. 5(3) : 127-132.
Gava, A.L., F.P.S. Freitas, C.M. Balarini, E.C. Vasquez, S.S. Meyrelles. 2012.
Effects of 5/6 Nephrectomy on Renal Function and Blood Pressure In Mice.
International Journal Physiology Pathophysiology Pharmacology. 4(3) :
167-173.
Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 2014. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Elsevier,
Singapura.
Kazancioğlu, R. 2013. Risk factors for chronic kidney disease: an update. Kidney
International Supplements. 3(4) : 368–371.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Daerah 2013 (online). Diakses
12 Maret 2018.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. InfoDATIN : Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Departemen Kesehatan,
Jakarta.
Khan, Y.H. et al. 2016. Chronic Kidney Disease, Fluid Overload and Diuretics: A
Complicated Triangle. PLOS ONE. 11(7) : 1–13.
Kooti ,W., dan N. Daraei. 2017. A Review of The Antioxidant Activity of Celery
(Apium graveolens L.). Journal of Evidence-Based Complementary &
Alternative Medicine. 22(4) : 1029-1034.
Koppen, A.V., M.C. Verhaar, L.G. Bongartz, J.A. Joles. 2013. 5/6th Nephrectomy
in Combination with High Salt Diet and Nitric Oxide Synthase Inhibition to
Induce Chronic Kidney Disease in the Lewis Rat. Journal of Visualized
Experiments. 1-8.
Lansdown, R.V. 2013. Apium graveolens. The IUCN Red List of Threatened
Species.
Lee, Y., J.C. Jung, Z. Ali, I.A. Khan, S. Oh. 2012. Anti-Inflammatory Effect of
Triterpene Saponins Isolated from Blue Cohosh (Caulophyllum
thalictroides). Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.
1-8.
Mardiana, L., et al. 2012. Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ruiz, S., P.E. Pergola, R.A. Zager, N.D. Vaziri. 2013.Targeting the Transcription
Factor Nrf2 to Ameliorate Oxidative Stress and Inflammation in Chronic
Kidney Disease. Kidney International. 83(6) : 1029–1041.
71
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Terjemahan oleh Brahm
U. 2014. Penebit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Silverstein, D. M. 2009. Inflammation in Chronic Kidney Disease: Role in The
Progression of Renal and Cardiovascular Disease. Pediatric Nephrology. 24
(8) : 1445–1452.
Sun, C.C. et al. 2013. A Hepcidin Lowering Agent Mobilizes Iron for Incorporation
into Red Blood Cells in An Adenine-Induced Kidney Disease Model of
Anemia In Rats, Nephrology Dialysis Transplantation. 28(7) : 1733–1743.
Suwira, K. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Diponegoro, Jakarta.
Tandi, M., A. Mongan, dan F. Manopo. 2014. Hubungan Antara Derajat Penyakit
Ginjal Kronik Dengan Nilai Agregasi Trombosit Di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik. 2(2) : 509-513.
Tandi, J., Ayu W., dan Asrifa. 2017. Efek Ekstrak Etanol Daun Gendola Merah
(Basella alba L.) terhadap Kadar Kreatinin, Ureum dan Deskripsi Histologis
Tubulus Ginjal Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Diabetes yang
Diinduksi Streptozotocin. Jurnal Farmasi Galenika. 3(2) : 93-102.
Thomas, R., A. Kanso, J.R. Sedor. 2008. Chronic Kidney Disease and Its
Complications. Primary Care. 35(2) : 1-15.
Yao Y., W. Sang, M. Zhou, G. Ren. 2010. Phenolic Composition and Antioxidant
Activities of 11 Celery Cultivars. Journal Food Science. 75(1) : 9-13.
72
Lampiran 1 Prosedur 5/6 Subtotal Nephrectomy (Koppen et al., 2013 ; Gava et al.,
2012)
6. Cukur
Ethicalrambut
Approval
tikus di regio flank kanan dan kiri lalu didesinfeksi dengan alkohol
Insisi pada regio Flank secara vertikal dengan ukuran 1-1,5 cm, diseksi bagian
otot punggung untuk membuka akses ke ginjal
Descriptives
Std.
Kelompok Statistic Error
Hemoglobin A Mean 10.8200 .86163
95% Confidence Lower 8.4277
Interval for Mean Bound
Upper 13.2123
Bound
5% Trimmed Mean 10.8556
Median 11.4000
Variance 3.712
Std. Deviation 1.92666
Minimum 8.00
Maximum 13.00
Range 5.00
Interquartile Range 3.45
Skewness -.682 .913
Kurtosis -.055 2.000
B Mean 10.0400 .28036
95% Confidence Lower 9.2616
Interval for Mean Bound
Upper 10.8184
Bound
5% Trimmed Mean 10.0278
80
Median 10.0000
Variance .393
Std. Deviation .62690
Minimum 9.40
Maximum 10.90
Range 1.50
Interquartile Range 1.20
Skewness .445 .913
Kurtosis -1.391 2.000
C Mean 10.2000 .37815
95% Confidence Lower 9.1501
Interval for Mean Bound
Upper 11.2499
Bound
5% Trimmed Mean 10.2333
Median 10.6000
Variance .715
Std. Deviation .84558
Minimum 8.90
Maximum 10.90
Range 2.00
Interquartile Range 1.50
Skewness -1.129 .913
Kurtosis .013 2.000
D Mean 10.1200 .69527
95% Confidence Lower 8.1896
Interval for Mean Bound
Upper 12.0504
Bound
5% Trimmed Mean 10.1111
Median 9.7000
Variance 2.417
Std. Deviation 1.55467
Minimum 8.20
Maximum 12.20
Range 4.00
81
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hemoglobin A .218 5 .200* .963 5 .830
B .205 5 .200* .938 5 .651
C .282 5 .200* .863 5 .238
D .206 5 .200* .974 5 .901
*
E .218 5 .200 .969 5 .872
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
Hemoglobin
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between 2.122 4 .531 .339 .849
Groups
Within 31.320 20 1.566
Groups
Total 33.442 24
83