Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ORIF PLATING CLAVICULA DI RUANG INSTALASI BEDAH
CENTRAL RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:
LINDA LESTARI
(2019.NS.A.07.014)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :


Nama : Linda Lestari
NIM : 2019.NS.A.07.014
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan Orif Plating
Clavicula Di Ruang Instalasi Bedah Central RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Keperawatan Medikal
Bedah pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka
Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Suryagustina, Ners.,M.Kep

i
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :


Nama : Linda Lestari
NIM : 2019.NS.A.07.014
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan Orif Plating
Clavicula Di Ruang Instalasi Bedah Central RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Keperawatan Medikal
Bedah pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka
Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Suryagustina, Ners.,M.Kep

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ................................................................................................ 4
2.2 Anatomi Fisiologi ................................................................................ 4
2.3 Etiologi ................................................................................................ 6
2.4 Klasifikasi ............................................................................................ 6
2.5 Patofisiologi ......................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................ 22
2.7 Komplikasi ........................................................................................... 22
2.8 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 24
2.9 Penatalaksanaan Medis ........................................................................ 25

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN (TEORITIS)


3.1 Pengkajian ............................................................................................ 29
3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 30
3.3 Intervensi .............................................................................................. 30
3.4 Implementasi ........................................................................................ 31
3.5 Evaluasi ................................................................................................ 32

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KELOLAAN


4.1 Pengkajian ............................................................................................ 33
4.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 39
4.3 Intervensi .............................................................................................. 40
4.4 Implementasi dan Evaluasi................................................................... 43

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 46
5.2 Saran ..................................................................................................... 46

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan yang dihadapi dewasa ini semakin kompleks dimana
penyakit tidak menular semakin meningkat sedangkan penyakit menular tetap
menjadi perhatian serius. Hal ini berpengaruh pada ruang lingkup epidemiologi,
dimana terjadi perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular
yang disebut dengan transisi epidemiologi seiring dengan perkembangan
kehidupan masyarakat. Menurut data dari WHO (2012), penyebab kematian
penduduk di dunia 52% diakibatkan oleh penyakit tidak menular, 9% akibat
kecelakaan dan 39% akibat penyakit menular dan penyakit lainnya. Fraktur
merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya
kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai
kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas. Sementara trauma-trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah
jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2012 terdapat lebih dari 7
juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang
mengalami kecatatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni
insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang
terjadi. Walaupun penyebab terbanyak dari fraktur adalah peristiwa trauma, tetapi
di kalangan usia lanjut, fraktur lebih sering terjadi karena lemahnya tulang karena
suatu penyakit yang disebut fraktur patologik. Hal ini bahkan menjadi masalah
utama pada kelompok usia tersebut. Data Badan Kesehatan Amerika Serikat pada
tahun 2001 memperkirakan terjadinya kasus patah tulang akibat osteoporosis
adalah 1.5 juta kasus pertahun dengan rincian 33% kasus patah tulang daerah
belakang, 14% kasus patah tulang daerah pergelangan tangan, 20% kasus patah
tulang panggul serta lebih dari 30% patah tulang pada bagian tubuh
lainnya.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan

1
2

Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2011 di Indonesia terjadi kasus


fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang
mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3.8%) dan 20.829 kasus kecelakaan lalu
lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8.5%) dari 14.127 trauma
benda tajam tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).
Fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan
lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul.Dampak masalah dari fraktur yaitu
dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera, merasa cemas
akibat sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko
perdarahan, gangguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu
kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian.
Dari kejadian fraktur di masyarakat masih cukup tinggi tersebut penulis
tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tindakan dan cara perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada klien dengan fraktur.

1.2 Rumus Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan masalah Orif
Plating Clavicula Di Ruang Instalasi Bedah Central RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?”

1.3 Tujuan Asuhan Keperawatan


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan asuhan keperawatan adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada Tn. M
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menuliskan diagnosa pada Tn. M
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi pada Tn. M
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada Tn. M
3

1.3.2.5 Mahasiswa mampu menuliskan evaluasi pada Tn. M

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur clavicula.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur clavicula. Serta
sebagai acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan asuhan keperawatan
Medical Bedah selanjutnya.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smelzter dan Bare, 2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat
dari trauma, beberapa fraktur yang di sebabkan karena proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2011).
Fraktur clavikula adalah hilangnya kontinuitas tulang clavikula, salah satu
tulang pada sendi bahu. Mekanisme cedera pada fraktur clavikula yang paling
sering adalah jatuh dengan tangan terentang, jatuh bertumpu pada bahu, atau
trauma langsung pada clavikula. Pasien dengan fraktur clavikula dapat
mengeluhkan bengkak dan nyeri pada area clavikula, disertai penurunan
kemampuan menggerakan lengan di sisi yang cedera (Solomon, 2010).
Jadi fraktur clavikula merupakan cidera pada bahu.

2.2 Anatomi Dan Fisiologi


Menurut Black, J.M (2013)
2.2.1 Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey,
yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal
sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang
disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri
atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks
tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan

4
5

di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang
dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon
yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah.
Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa
menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah
sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun
yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral,
dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.
2.2.2 Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat. Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan,
diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat
menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan
menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena
tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang
panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang
melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan
daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan
penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis.
6

Tulang terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (tulang carpi), tulang-


tulang telapak tangan (tulang metacarpi), dan tulang ruas jari tangan (phalanx).
Phalanx terdiri dari tulang pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk
dalam lima bagian tulang yang saling berhubungan dengan metacarpal
(Syaifudin, 2012).
Setiap jari memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx medial,
dan phalanx distal.
1) Phalanx I: terdiri dari 3 bagian yaitu basis (proximal), corpus (medial) dan
troclea (basis distal).
2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx I yaitu basis (proximal),
corpus (medial), dan troclea (basis distal).
3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung dengan ujung distal mempunyai
tonjolan yang sesuai dengan tempat kuku yang disebut tuberositas
unguicilaris.

2.3 Etiologi
1) Trauma langsung yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
2) Trauma yang tak langsung misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3) Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
(Anderson, 2014).

2.4 Klasifikasi
Menurut Solomon (2010), dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
2.4.1 Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
7

2). Fraktur Terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara


hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
2.4.2 Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
2.4.3 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
2.4.4 Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
8

2.4.5 Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
1. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
2. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
3 Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3: cedera berat dengan
kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.

2.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
9

patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon


inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi fraktur :
a) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b) Faktor Instrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbuknya fraktur seperti kapasitas absorbsi dan tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
(Mansjoer, 2011)
10

WOC Trauma Tidak Langsung


Trauma Langsung Kondisi Patologis
Fraktur

Close Fraktur Open Fraktur

Tatalaksana

Pre Operatif Intra Operatif Post Operatif

Stress psikologi
Perlukaan pada Dilakukan operasi /
kulit pembedahan
Perasaan takut
Dan khawatir
Tindakan
Terputusnya jaringan
pembedahan
Ansietas
Terdapat luka post operasi
Resiko Perdarahan

Nyeri Akut
22

2.6 Manifestasi Klinis:


Menurut Black, J.M (2013)
1) Nyeri
2) Perubahan bentuk
3) Bengkak
4) Peningkatan temperatur lokal
5) Pergerakan abnormal.
6) Krepitasi
7) Kehilangan fungsi

2.7 Komplikasi Fraktur


Menurut Anderson (2014)
2.7.1 Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. Kebanyakan
penderita lebih sering mengalaminya di bagian lutut ke bawah.
Penderita dapat mengalami tanda dan gejala yang berbeda-beda,
tergantung keparahan kondisi. Tanda dan gejala Gejala yang biasanya
muncul meliputi:
(1) Nyeri hebat, khususnya saat otot digerakkan.
(2) Rasa penuh pada otot dan nyeri bila ditekan.
(3) Otot bengkak.
(4) Kesemutan atau rasa seperti terbakar.
23

(5) Kram otot saat berolahraga.


(6) Warna kulit di sekitarnya terlihat pucat dan terasa dingin.
(7) Otot terasa lemas dan mati rasa.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.7.2 Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan suplai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
24

bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih


pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3). Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi
yang baik.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Pemeriksaan Radiologi
1) X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis
tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta
bentuknya arsitektur sendi.
2) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
25

4) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena


ruda paksa.
5) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
2.8.3 Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Smeltzer dan Bare. 2014)

2.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2011):
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur dapat dilakukan secara ORIF,
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
26

ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk menentukan
pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak
absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
2.9.1 Cara konservatif:
1) Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2) Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3) Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4) Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
1) Pemasangan Gips.
2) Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk
skin traksi adalah 5 Kg.
2.9.2 Cara operatif di lakukan apabila:
1) Bila reposisi mengalami kegagalan.
2) Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3) Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4) Fraktur patologik.
5) Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
(1) Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur
(2) Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
(3) Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
27

(4) Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang


direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
(5) Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
(6) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
a) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c) Memantau status neurologi.
d) Mengontrol kecemasan dan nyeri
e) Latihan isometrik dan setting otot
f) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g) Kembali keaktivitas secara bertahap.
2.9.3 Berikut adalah tahap-tahap dilakukan ORIF.
a. Persiapan alat dan Ruangan
1) Alat-alat yang dibutuhkan (steril dan non steril)
2) Set Orif
b. Prosedur Operasi :
1) Pasien sudah teranastesi
2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
28

4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah
dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
6) Hidupkan cuter unit
7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang
fraktur
9) Lakukan pengeboran pada tulang
10) Pasang platina
11) Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
12) Jahit subkutis dengan plain 2/0
13) Jahit bagian kulit dengan side 2/0
14) Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
29

BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.2 Identitas
1) Nama pasien
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Suku /Bangsa
5) Pendidikan
6) Pekerjaan
7) Alamat
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
3.1.6 Pemeriksaan Per Sistem
1) Sistem pernapasan
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni.
2) Sistem kardiovaskuler
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
3) Sistem persyarafan
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4) Sistem perkemihan
Data Subyektif: –

29
30

Data Obyektif: produksi urine menurun


5) Sistem pencernaan
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan
6) Sistem muskuloskeletal dan integumen
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest
7) Sistem endokrin
3.1.7 Pengkajian psikososial
3.1.8 Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
3.1.9 Pengkajian spritual

3.2 DiagnosaKeperawatan
1) Pre Operatif: Ansietas berhubungan dengan perasan takut dan khawatir
2) Intra Operatif : Resiko infeksi berhubungan dengan Perlukaan pada kulit
3) Post Operatif : Nyeri akut berhubungan dengan terdapatluka post operasi

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Perencanaan keperawatan
keperawatan
1) Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Bina hubungan saling
berhubungan keperawatan selama percaya
dengan perasan 10menit, diharapkan 2. Identifikasi tingkat
kecemasan
takut dan tidak cemas dengan
3. Anjurkan keluarga
khawatir kriteria hasil : untuk menemani
- Pasien rileks sebelum dan sesudah
- Pasientidak cemas tindakan
- Pasien tidak gelisah 4. Jelaskan prosedur,
- Tekanan darah dan termasuk kondisi yang
nadi tidak meningkat mugkin dialami selama
31

prosedur
5. Anjurkan penggunaan
teknik relaksasi
2) Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1) Monitor tanda gejala
berhubungan keperawatan selama infeksi
dengan 1jam, diharapkan 2) Lakukan scrubbing/
cuci tangan steril sesuai
Perlukaan pada Tidak ada tanda infeksi
prosedur sebelum
kulit dengan kriteria hasil : operasi
1) Tidak ada nanah 3) Bantu timper sonil
padaluka dalam memasang gown
2) Balutan luka tidak dan glove steril
keluar cairan 4) Bnatu scub nurse
3) Tidak ada kemerahan dalam drapping area
tindakan, minimalisir
pada luka
penekanan pada
4) Tidak ada pembengka anggota badan
kan 5) Pertahankan tehnik
aseftik pada pasien
beresiko tinggi
6) Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu

1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Ukur TTV pasien


berhubungan keperawatan selama 1 2. Observasi tingkat nyeri
dengan terdapat jam, diharapkan reduksi pasien
3. Berikan posisi nyaman
luka post operasi ansietas menurun dengan
bagi pasien
dengan kriteria hasil : 4. Ajarkan pasien teknik
1. Pasien mengatakan relaksasi
nyeri berkurang 5. Kolaborasi pemberian
2. Tampak tidak analgetik
meringis
3. Pasien tidak gelisah
4. TTV dalam batas
normal

3.4 Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah di rencanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
32

Implementasikeperawatandapatberbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7) Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang
mungkin terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
4) Sebagai dasa rmenentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau
tidak, atau adanya perubahan diagnosis.
33

BAB 4
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Linda Lestari


NIM : 2019.NS.A.07.014
Ruang Praktek : IBS
Tanggal & Jam Pengkajian : 22 April 2020, Pukul 09:00 WIB

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. G.Obos IV
Tgl MRS : 21 April 2020
Diagnosa Medis : Orif Implant Clavicula

a. RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Klien mengatakan “sedikit takut dan cemas dengan tindakan
operasi yang akan dilakukan”
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan mengalami cedera pada bagian bahu kemudian
dibawa ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada tanggal 21
April 2020 pukul 10.00 WIB oleh keluarganya untuk konsultasi di
Poli Ortopedi dan menjalani kontrol tindakan apa yang akan
dilakukan, setelah konsultasi pasien dianjurkan dokter untuk
operasi Orif Implant Clavicula, pasien segera dirujuk keruang

33
34

rawat inap Dahlia untuk mendapatkan perawatan dan menjalani


operasi yang sudah dijadwalkan.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat


operasi)
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan tindakan operasi
sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga

GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:
: Meninggal

: Laki-laki

: Wanita

: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah

B. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
a. Pre Operatif
Klien mengatakan sedikit takut dan cemas dengan tindakan operasi
yang akan di lakukan, kesadaran compos menthis, tampak gelisah,
tampak pasien terpasang infus RL 20 tpm ditangan sebelah kanan.
TD : 110/80 mmHg
35

N : 88menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 °C
b. Intra Operatif
Operasi dimulai pukul 09:15-10:05 WIB, klien terpasang monitor,
terpasang infus RL 20 tpm di tangan sebelah kanan, terpasang
intubasi endotrakeal (alat bantu nafas)
TD : 100/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 22 x/menit
S : 35,6 °C
c. Post Operatif
Tampak lemah, pasien tampak meringis, terpasang infus RL 20
tpm ditangan sebelah kanan, terpasang O2 nasal kanul 3 lpm. Klien
mengatakan “nyeri pada bagian bahu setelah dilakukan tindakan
operasi”
P : Nyeri ketika melakukan pergerakan
Q : Nyeri seperti ditusuk - tusuk
R : Bagian bahu
S : 6 (nyeri sedang)
T : 5 – 10 menit
TD : 110/70mmHg
N : 84x/menit
RR : 21x/menit
S : 36°C
SPO2 : 99%

2. Tanda-tanda Vital :
a. TD : 110/70 mmHg
b. Nadi/HR : 84x/menit
c. Pernapasan/RR : 21x/menit
d. Suhu/T : 360C
36

e. SPO2 : 99%

3. Data Penunjang (Radiologis, Laboraturium, Penunjang Lainnya)


Hasil Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.4 g/dl g/dl 11.7-15.5
Leukosit 6.16 10^3/ul 10^3/ul 6.0-12.0
Eritrosit 4.37 10^6/ul 10^6/ul 4.0-5.2
Trombosit 265 10^3/ul 10^3/ul 150-440

4. Penatalaksanaan Medis
Terapi Dosis Rute Indikasi
Obat
Infus RL 500cc Intravena Untuk mengganti cairan
dan elektrolit

Midazolam 1x2ml Intravena Mengatasi rasa cemas,


membuat tubuh menjadi
rileks, serta menimbulkan
rasa kantuk dan tidak
sadarkan diri

ketorolac 1x1ml Intravena Untuk mengurangi nyeri


37

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
Pre Operatif : Kekhawatiran mengalami Ansietas
DS: Pasien mengatakan kegagalan
“sedikit takut dan cemas
dengan tindakan operasi Takut akan di operasi
yang akan dilakukan”.
Gelisah
DO:
- Tn. M tampak Ansietas
gelisah
- TTV :
- TD : 110/80
mmHg
N : 88x/ menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 °C

Intra Operatif Orif Plating Resiko Perdarahan


DS: -
DO: Luka tindakan operasi
- Terpasang monitor
- Terpasang Infus RL Terjadinya pengeluaran
20 darah
tpm
- Terpasangg intubasi Resiko perdarahan
endotrakeal
TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/m
RR : 22 x/m
S : 35,6 °C
HB terakhir : 13,4
g/dl
38

Post Operatif : Agen injuri biologis Nyeri Akut


DS: Pasien mengatakan
merasa nyeri pada
bagian bahu setelah di Pembedahan
lakukannya tindakan
opearasi.
DO: Terputusnya kontinuitas
- Tn. M tampak lemah jaringan kulit
- Tn. M tampak
meringis
P : Nyeri ketika Nyeri Akut
melakukan
pergerakan
Q : Nyeri seperti
ditusuk - tusuk
R : Bagian bahu
S : 6 (nyeri sedang)
T : 5 – 10 menit
- Terpasang infus
RL 20 tpm
- TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 84x/m
RR : 21x/m
S : 36°C
SPO2 : 99%
39

PRIORITAS MASALAH

1. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan yang


ditandai dengan Tn. M tampak gelisah, TTV : TD : 110/80 mmHg, N :
88x/menit, RR : 21 x/menit, S : 36,5 °C.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan yang
ditandai dengan perdarahan pada bagian yang dibedah, TTV TD : 100/70
mmHg, N : 80 x/menit, RR : 22x/m, S : 35,6°C.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( prosedur operasi)
yang ditandai dengan Tn. M tampak lemah, Tn. M tampak meringis, P :
Nyeri ketika melakukan pergerakan, Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk, R :
Bagian bahu, S : 6 (nyeri sedang), T : 5 – 10 menit, TTV: TD : 110/70
mmHg, N: 84x/menit, RR : 21x/menit, S : 36,5°C, SPO2 : 99%.
40

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat :IBS

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Pre Operatif : Setelah dilakukan intervensi OTEK
Ansietas berhubungan selama 10 menit, maka Tingkat O : Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan 1) Mengetahui tingkat kecemasan klien
dengan kekhawatiran Ansietas menurun dengan nonverbal) 2) Mengurangi beban klien
mengalami kegagalan kriteria hasil: T : Dengarkan dengan penuh perhatian 3) Untuk meringankan dan memberikan
1) Verbalasi khawatir akibat E: rasa nyaman juga mengalihkan
kondisi yang dihadapi menurun - Jelaskan prosedur kecemasan klien
2) Perilaku gelisah menurun - Ajarkan teknik relaksasi 4) Agar klien merasa nyaman
5) Mengurangi tingkat kecemasan jika
K : Kolaborasi pemberian obat antiansietas, pasien sangat cemas
jika perlu

40
41

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IBS

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Intra Operatif : Setelah dilakukan intervensi OTEK :
Resiko perdarahan selama 50 menit, maka O : -Pemantauan TTV 1) Mengetahui keadaan umum klien
berhubungan dengan Termolegulasi dapat meningkat - Pemantauan jumlah darah yang 2) Mengetahui jumlah darah yang keluar
tindakan dengan kriteria hasil: keluar saat operasi agar jika banyak segera di lakukan
pembedahan 1) TTV dalam batas normal T : Kolaborasi dengan tim medis dalam tindakan
TD: 120/80mmHg penanganan resiko perdarahan 3) Meminimalisir terjadinya perdarahan
N : 80x/menit yang banyak
RR :20x/menit
S : 36̊C
2) Tidak terjadi perdarahan yang
banyak pada saat tindakan

41
42

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : IBS

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Post Operatif : Setelah dilakukan intervensi OTEK :
Nyeri akut selama 1 jam, di harapkan nyeri O : Observasi TTV dan identifikasi intesitas 1) Untuk mengetahui keadaan umum
berhubungan dengan menurun dengan kriteria hasil: nyeri klien
agen pecendera fisik 1) Nyeri menurun T : Atur posisi senyaman mungkin 2) Agar pasien merasa nyaman
(prosedur operasi) 2) Klien tampak rileks E : Edukasi Manajemen nyeri 3) Dapat membantu mengurangi nyeri
1. Menurut Alan Yanuar dalam jurnalnya 4) Untuk mengurangi nyeri
yang berjudul Pengaruh Terapi Musik
Klasik terhadap intensitas Nyeri pada Pasien
Post Operasi Fraktur di RS PKU
Muhamadiyah Yogyakarta bahwa terapi
music klasik mempengaruhi menurunkan
intensitas nyeri.
2. Menurut Satriyo Agung dalam jurnalnya
yang berjudul Pengaruh pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat
Nyeri pada Pasien Post Operasi dengan
Anestesi Umum di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta bahwa ada pengaruh signifikan
pada pemberian relaksasi nafas dalam pada
pasien post operasi.
K : Kolaborasi pemberian terapi obat
analgetik

42
43

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Pre Operatif
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat

Rabu, 22 April 2020 1. Memonitor tanda-tanda S: Klien mengatakan “sudah tidak merasa cemas lagi”.
Jam 09:00 WIB ansietas (verbal dan O:
nonverbal) - Klien tampak rileks
2. Mendengarkan dengan penuh - TTV :
perhatian (empati) TD : 110/80 mmHg
3. Menjelaskan prosedur, N : 80x/ menit
termasuk sensasi yang RR : 20 x/menit Linda Lestari
mungkin dialami S : 36,2 °C
4. Melatih relaksasi
5. Melakukan kolaborasi A: Masalah teratasi
pemberian obat antiansietas P: Lanjutkan intervensi
Yaitu midazolam 3 mg

43
44

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Intra Operatif
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
1. Melakukan pemantauan
Rabu, 22 April 2020 TTV S: -
Jam 09:15 WIB 2. Melakukan pemantauan
O:
jumlah darah yang keluar
- Darah yang di keluarkan kurang lebih 55cc
saat operasi
- Tampak luka telah di balut kasa steril dan perban
3. Melakukan kolaborasi
- TTV: 110/80 mmHg
dengan tim medis dalam Linda Lestari
- N : 82x/menit
penanganan resiko
- RR :20x/menit
perdarahan
- S : 36̊C

A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi

44
45

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Post Operatif
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat

Rabu, 22 April 2020 1. Mengobservasi TTV dan S: Pasien mengatakan “masih merasa nyeri”
Jam 10:05 WIB identifikasi intensitas nyeri O:
dengan PQRST - Skala nyeri 4
2. Mengatur posisi senyaman TTV
mungkin - TD : 110/80mmHg
3. Memberikan edukasi tentang
- N : 80 x/menit
manajemen nyeri yaitu Linda Lestari
pemberian terapi music dan - RR : 20 x/m
teknik relaksai nafas dalam - S : 36,2 ⁰C
4. Melakukan kolaborasi dalam - Masih lemah
pemberian terapi obat analgetik - Terpasang O2 nassal kanul 3 lpm
Keterolak 1x1 ml
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
OTEK :
O: Observasi TTV dan identifikasi intensitas nyeri
K : Kolaborasi dalam pemberian terapi obat analgetik

45
46

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah membahas keseluruhan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan
Orif Plating Clavicula pada bab ini akan disampaikan simpulan sebagai berikut :
Pada tahap pengkajian sampai pemeriksaan fisik ditemukan masalah
keperawatan ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan,
resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan, nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).
Pada tahap perencanaan dibuat prioritas masalah keperawatan tindakan,
tujuan dan waktu secara spesifik sesuai dengan waktu yang diberikan. Pada
diagnosa satu dan dua semua rencana tindakan keperawatan sudah dilakukan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan dapat dilakukan
dengan rencana ke tiga diagnosa semua pelaksanaan sudah dilakukan sesuai
kondisi dan kebutuhan klien.
Pada tahap evaluasi dari ketiga diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
ansietas sudah teratasi yang kedua hipotermi belum teratasi sebagian kemudia
yang ketiga hambatan mobilitas fisik juga belum teratasi, hal ini karena faktor
pendukung dari klien dan perawat ruangan.

5.2 Saran
5.2.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif
dan efisien untuk melakukan asuhan ke perawatan. Mahasiswa/i juga diharapkan
secara aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan seta menguasai
kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang
komprehensif.
5.2.2 Untuk perawat ruangan
Diharapkan perawat dapat memberikan informasi secara langsung kepada
klien dan keluarga tentang tanda dan gejala dan juga tindakan keperawatan.
Perawat juga diharapkan dapat bekerja sama dengan keluarga dalam memonitor

46
47

perkembangan klien. Perawat juga diharapkan agar dapat lebih melengkapi format
pengkajian dan pendokumentasian keperawatan.
48

DAFTAR PUSTAKA

Alan Yanuar. 2015. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Intensitas Nyeri
Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta. STIKES Aisyiyah
Anderson. 2014. Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta:
EGC
Black, J.M. 2013 Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition,
W.B. Saunder Company
Mansjoer. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer dan Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jilid II Edisi 8.
Jakarta : EGC
Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur. Jakarta. Widya Medika
Satrio Agung. 2016. Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi dengan Anestesi Umum
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta. Universitas Duta Bangsa
Surakarta
Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Penyakit.
Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai