Anda di halaman 1dari 160

TESIS

PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI
MAKASSAR

IMPLEMENTATION OF INFECTION PREVENTION AND


CONTROL IN IMPROVING QUALITY OF SERVICE AT
LABUANG BAJI REGIONAL GENERAL HOSPITAL
MAKASSAR

ARDIAN ADHIWIJAYA
P4200214407

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
Pelaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Dalam
Peningkatan Mutu Pelayanan Di Rumah Sakit Umum
Daerah Labuang Baji Makassar

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan

Sidudun dan diajukan oleh

ARDIAN ADHIWIJAYA

P4200214407

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii
iii
iv
PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-NYA.

Salam dan shalawat tak lupa kita kirimkan kapada Rasulullah Muhammad

SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan

nikmat yang tiada ternilai manakala penulisan tesis yang berjudul

“Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Peningkatan

Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar”

dapat terselesaikan dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk

menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Sembah sujud dan kupersembahkan tesis ini khusus sebagai wujud

bakti dan terima kasihku yang tak terhingga kepada kedua orang tua

tercinta Ayahanda H. Maddini Mu’min dan Ibunda Hj. Nurmia Lammi.

Terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran, doa, dukungan, dan

semangat yang tak ternilai hingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Program Pascasarja Universitas Hasanuddin. Terima kasih juga penulis

berikan kepada istri tercinta Dewi Yuliani Hanaruddin telah banyak

memberikan dukungan selama proses pengerjaan tesis ini hingga akhir.

Tak lupa kepada adik-adik penulis Chandra Arysandi, Yenni Angraini dan

Eghi Algi Fari yang telah memanjatkan doa agar penulis bisa

menyelesaikan pendidikan.

v
Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima

kasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada Dr.

Elly L. Sjattar, Skp., M.Kes dan Prof. dr. Rosdiana Natsir., PhD selaku

pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu untuk

memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi yang membangun

sehingga tesis ini dapat tersusun.

Terima kasih pula penulis haturkan kepada tim Rini Rachmawaty,

S.Kep., Ns., MN., Ph.D, dr. Cahyono Kaelan, Ph.D., Sp.PA(K), Sp.s, Dr. dr.

Burhanuddin Bahar, MS yang telah banyak memberikan masukan serta

arahan guna penyempurnaan penulisan tesis ini. Melalui kesempatan ini

pula penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada mereka yang namanya tidak dapat dicantumkan satu

persatu tetapi telah berkontribusi besar dalam membantu penulis

menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan penyusunan tesis ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak dan juga semoga Allah SWT membalas

semua pihak yang telah berjasa kepada penulis selama penulis menempuh

pendidikan dengan pahala yang berlipat ganda.

Makassar, 8 November 2017

Ardian Adhiwijaya

vi
ABSTRAK

ARDIAN ADHIWIJAYA. Pelaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian


Infeksi Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji Makassar (dibimbing oleh Elly L. Sjattar dan Rosdiana
Natsir).

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam


pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan
mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar meliputi pengalaman,
kendala dan strategi serta harapan tim PPI.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah 12 informan terdiri dari tiga orang
IPCN dan sembilan orang IPCLN yang dipilih secara purposive.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi
dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan enam tema, yaitu 1) pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dibentuk dari sub tema
monitoring evaluasi pencegahan infeksi, pendataan kejadian infeksi dan
mencegah terjadinya infeksi; 2) peningkatan pengetahuan tentang infeksi
yang dibentuk dari peningkatan pengetahuan tentang infeksi; 3) manfaat
pelaksanaan PPI yang dibentuk dari sub tema manfaat untuk petugas
kesehatan dan manfaat untuk pelayanan kesehatan; 4) kendala dalam
penerapan PPI yang dibentuk dari sub tema kurang tersedianya sarana dan
prasarana, kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang dan
pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan; 5) alternatif pemecahan
masalah yang dibentuk dari improvisasi alat, memberikan bimbingan ulang
kepada petugas dan memberikan teguran langsung; 6) harapan untuk
pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih efektif yang dibentuk dari sub tema
harapan untuk sesama petugas kesehatan dan harapan untuk pihak rumah
sakit.

Kata kunci: Pencegahan dan Pengendalian infeksi, quality of care

vii
ABSTRACT

ARDIAN ADHIWIJAYA. Implementation of Infection Prevention and


Control in Improving Quality of Service at Labuang Baji Regional General
Hospital Makassar (Supervised by: Elly L. Sjattar and Rosdiana Natsir).
This study aims to explore in-depth implementation of infection
prevention and control to improve the quality of service in RSUD Labuang
Baji Makassar encompasses experience, constraints and strategies and
expectations of the PPI team
The research design used is qualitative with phenomenology
approach. The subjects of this study were 12 informants consisting of three
IPCN persons and nine IPCLN people were purposively selected. The data
were collected with in-depth interview and documentation study.
The results indicated six themes, namely: 1) the implementation of
prevention and infection control formed from the sub theme of monitoring
evaluation of infection and prevention, data collection of infection
occurrence and infection prevention; 2) the knowledge increasing of
infection; 3) the benefits of PPI implementation formed by sub themes of
benefits for health workers and benefits for health services; 4) constraints
implementing PPI formed by sub theme of insufficient infrastructure, the
inadequate awareness of health workers and the discontinuous recording
of infections cases ; 5) the alternative solving problems formed by
equipment improvisation, repeatedly giving guidance to workers and direct
warning; 6) expectation to implementation of PPI activity is more effective
formed from sub theme of expectations for the fellow team health workers
and expectations for hospitals party.

Keywords: Prevention and infection control, quality of care

viii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................. iii
ABSTRACT .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
A. Tinjauan Teori dan Konsep ............................................................... 7
1. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ...... 7
a. Konsep dasar pencegahan pengendalian infeksi (PPI) ................... 7
b. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi .............................. 7
c. Ruang lingkup PPI ........................................................................... 8
d. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya ............................... 10
e. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ....................... 12
f. Monitoring, evaluasi dan Pelaporan .............................................. 24
3. Faktor Yang Dibutuhkan Agar Program Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dapat Berhasil Dan Efektif
Manajemen ....................................................................................... 25
a. Manajemen ................................................................................... 25
b. Organisasi (Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) ........ 33

ix
c. Pendekatan manajemen dalam organisasi/komite pencegahan dan
pengendalian Infeksi di rumah sakit ............................................. 35
4. Teori dan Konsep Desain Penelitian Kualitatif Pendekatan
Fenomenologi ................................................................................... 46
B. Kerangka Teori.................................................................................. 48
1. Reasons’s model........................................................................... 48
2. Health-care Associated Infections (HAIs)...................................... 50
3. Pendekatan Model Donabedian (1969)......................................... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 59
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 59
B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti ............................................... 59
C. Lokasi Penelitian ............................................................................. 60
D. Sumber Data ................................................................................... 60
E. Tekhnik Pengumpulan Data ............................................................ 63
F. Tekhnik Analisa Data....................................................................... 63
G. Etik Penelitian .................................................................................. 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 69
A. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 69
1. Tema 1: Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 73
2. Tema 2: Peningkatan pengetahuan tentang infeksi 76
3. Tema 3: Manfaat pelaksanaan PPI 77
4. Tema 4: Kendala dalam penerapan PPI 79
5. Tema 5: Alternatif pemecahan masalah 83
6. Tema 6: Harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih
efektif 86
B. PEMBAHASAN ................................................................................ 88
1. Tujuan 1: Eksplorasi pengalaman tim PPI dalam
pelaksananaan pencegahan infeksi. 88
2. Tujuan 2: Eksplorasi kendala yang dihadapi dalam
pelaksanakan PPI serta strategi yang digunakan dalam
menghadapi kendala tersebut. 91

x
3. Tujuan 3: Eksplorasi harapan untuk pelaksanaan PPI 97
C. KETERBATASAN PENELITIAN ...................................................... 99
BAB V PENUTUP ............................................................................... 101
A. KESIMPULAN ............................................................................... 101
B. SARAN .......................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 104
LAMPIRAN ....................................................................................... 1048

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2.1 Faktor yang berkontribusi dalam praktik klinis untuk 48


keselamatan di rumah sakit
Tabel 2.2 Matriks risiko 55

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko pada HAIs (Lardo, dkk., 53


2016)
Gambar 2.2 Evaluasi pendekatan Donabedian (1969) 57
Gambar 2.3 Kerangka konsep 58

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Surat izin penelitian dari Komite Etik Universitas 108


Hasanuddin
Lampiran 2 Surat keterangan izin pengambilan data Rumah 109
Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar
Lampiran 3 Surat keterangan selesai penelitian 110
Lampiran 4 Lembar penjelasan untuk responden 111
Lampiran 5 Lembar persetujuan menjadi responden 112
Lampiran 6 Pedoman wawancara 113
Lampiran 7 Transkrip wawancara 114
Lampiran 8 Matriks wawancara 139
Lampiran 9 Rangkuman tema beserta subtema hasil wawancara 143
Lampiran 10 Curiculum Vitae 144

xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Pemakaian
Pertama Kali
SINGKATAN Nama pada halaman

CDC Centers of Disease Control and Prevention 1


Depkes Departemen Kesehatan 1
Dr Doktor 1
DKI Daerah Khusus Ibukota 1
dkk dan kawan-kawan 1
HAIs Healthcare Associated infection 1
IADP Infeksi Aliran Darah Primer 1
ILO Infeksi Luka Operasi 1
ISK Infeksi Saluran Kemih 1
Kemenkes Kementerian Kesehatan 1
Perdalin Perhimpunan pengendalian infeksi indonesia 1
RI Republik Indonesia 1
WHO World Health Organization 1
RS Rumah Sakit 2
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah 2
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan 2
KPPIRS Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit 3
Et al Et Alyy 3
PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 3
IPCN Prevention and Control Nurse 3
IPCLN Infection Prevention and Control Link Nurse 3
PEP Post Exposure Prophylaxis 8
HIV Human Immunodeficiency Virus 8
IPCO Infection Prevention and Control Officer 12
SMF Staf Medis Fungsional 13
CSSD Central Sterilization Suplay Departemen 13

xv
K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja 13
SPO Standar Prosedur Operasional 15
KLB Kejadian Luar Biasa 15
SDM Sumber Daya Manusia 15
D3 Diploma tiga 18
APD Alat Pelindung Diri 21
VAP Ventilator Associated Pneumonia 22
POAC Planning, Organizing, Actuating, Controlling 25
AS/NZS Australian Standard/New Zealand Standard 52
ISO International Organization for Standarization 52
KKP-RS Komite Keselamatan Pasien - Rumah Sakit 55
UCLA University California Los Angeles 63

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di

rumah sakit dapat dinilai dari berbagai indikator, salah satunya melalui

penilaian terhadap infeksi. Infeksi silang yang berasal dari rumah sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain disebut healthcare

associated infection/HAIs atau infeksi nosokomial (Kemenkes, 2011).

Infeksi ini bisa datangnya dari tubuh pasien sendiri, kontak dengan

petugas kesehatan, peralatan medis yang terkontaminasi dan

lingkungan (Saifuddin dkk, 2004).

Prevalensi di 55 rumah sakit dari 14 negara menunjukkan bahwa

rata-rata 8,7% pasien dari rumah sakit tersebut mengalami HAIs (World

Health Organization/WHO, 2002). Centers of Disease Control and

Prevention (CDC) pada tahun 2011 memperkirakan setidaknya terdapat

722.000 pasien menderita infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Sekitar

75.000 pasien di antaranya meninggal dunia selama perawatan di rumah

sakit.

Menurut Depkes RI & PERDALIN (2008) berdasarkan hasil survey

point prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh

Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

Jakarta didapatkan angka infeksi nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi

(ILO) sebesar 18,9%, Infeksi Saluan Kemih (ISK) 15,1%, Infeksi Aliran

1
Darah Primer (IADP) 26,4%, pneumonia 24,5% dan infeksi saluran nafas

lain 15,1% serta infeksi lain 32,1%. Sebesar 9,8% pasien rawat inap

menderita infeksi nosocomial (Anshar, 2013). Data dari Komite

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD Labuang Baji pada dari

bulan Januari - Desember 2016 terjadi 150 kasus infeksi karena jarum

infus dari 2.839 pemasangan infus, yaitu sekitar 5% angka kejadian

phlebitis.

Infeksi yang sering terjadi di rumah sakit adalah infeksi plebitis, ILO

dan decubitus (Nugraheni, 2011). Sementara standar indikator infeksi

nosokomial pada pasien rawat inap adalah 1,5% (Depkes RI, 2008). Hal

ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi dirumah sakit masih di atas

standar yang telah ditetapkan.

Tingginya angka kejadian HAIs ini menandakan penurunan mutu

pelayanan medis, memperpanjang lama rawat inap pasien dan

bertambahnya biaya pelayanan kesehatan serta menjadi penyebab

utama tingginya angka kesakitan dan kematian (Darmadi, 2009;

Saifuddin dkk, 2004). Wigglesworth (2014) menyebutkan bahwa langkah

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dasar (PPI dasar), diperlukan

untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme dari yang diketahui

atau tidak diketahui sumber infeksinya sehingga Komite PPI merupakan

salah satu unsur penting yang wajib ada di Rumah Sakit, berdasarkan

Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 tentang program pengendalian

resistensi anti mikroba di RS (Permenkes, 2015).

2
Hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI

bersama WHO ke beberapa rumah sakit di Propinsi / Kabupaten/Kota

disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di

Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana

yang diharapkan, terbukti dengan adanya anggota komite yang belum

memahami tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang harus

dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di

rumah sakit (Depkes RI & PERDALIN, 2008; Pristiwani dan Arruum,

2013; TM et al, 2015).

RSUD Labuang Baji Makassar adalah salah satu rumah sakit milik

pemerintah kelas B yang telah memiliki Komite PPI sejak tahun 2015

dengan keanggotaan 33 orang yang terdiri dari 3 orang Infection

Prevention and Control Nurse (IPCN) dan 31 orang Infection Prevention

and Control Link Nurse (IPCLN). Namun, diduga pelaksanaan

pencegahan dan pengendalian infeksi belum optimal ditunjang oleh hasil

penelitian Suarnianti, Martiana dan Damayanti (2016) yang menunjukkan

bahwa di RSUD Labuang Baji masih terdapat 20% perawat tidak

mencuci tangan setelah kontak dengan pasien, masih terdapat 23,3%

perawat tidak menggunakan sabun pada saat mencuci tangan, masih

terdapat 26,7% perawat menggunakan peralatan yang sudah

terkontaminasi. Berbagai hal tersebut dapat meningkatkan potensi

infeksi nosokomial di RSUD Labuang Baji Makassar. Ritchie & McIntyre

(2015) menyebutkan bahwa beberapa alasan dari ketidakpatuhan

3
petugas kesehatan dalam melakukan PPI yaitu karena tekanan waktu,

dan adanya kegagalan dalam mematuhi aturan pencegahan dan

pengendalian infeksi yang paling dasar.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk menggali

lebih dalam terkait pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

B. Rumusan Masalah

Melindungi pasien dari cedera atau menjaga keselamatan pasien

merupakan salah satu tujuan pelayanan pencegahan dan pengendalian

Infeksi di Rumah, Sehingga anggota tim PPI diharapkan memiliki

pengetahuan yang cukup dalam hal pencegahan dan pengendalian

infeksi.

Berdasarkan data awal yang telah dipaparkan di latar belakang,

masih terdapat beberapa kejadian infeksi yang terjadi di RSUD Labuang

Baji Makassar, hal in perlu menjadi perhatian oleh pihak rumah sakit agar

tidak terulang lagi. Di samping hal tersebut kepatuhan perawat dalam

melakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan juga masih

kurang, hal ini bertolak belakang dengan tujuan yang ingin dicapai oleh

TIM PPI yaitu mencegah terjadinya infeksi.

Komite PPI yang mulai berjalan tahun 2015 di RSUD Labuang Baji

Makassar masih tergolong baru, hal ini bisa saja menjadi penyebab

masih adanya kejadian infeksi dan atau masih banyaknya perawat yang

kurang melakukan tindakan pencegahan infeksi. Pelatihan PPI dasar

4
telah dilaksanakan oleh Komite PPI, namun pengalaman anggota PPI

dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan PPI masih kurang jika dilihat dari

waktu mulai terbentuknya Komite PPI di RSUD Labuang Baji Makassar

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merumuskan pertanyaan

penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji

Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk

mengeksplorasi secara mendalam pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD

Labuang Baji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengeksplorasi pengalaman tim PPI dalam melaksanakan

pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu

pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

b. Mengeksplorasi kendala yang dihadapi dan strategi yang

dilakukan tim PPI dalam melaksanakan pencegahan dan

pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan di

RSUD Labuang Baji Makassar.

5
c. Mengeksplorasi harapan tim PPI dalam melaksanakan

pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu

pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat aplikatif

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan pertimbangan kepada pihak RS peningkatan kinerja

tim PPI dalam penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi.

2. Manfaat keilmuan

Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam aplikasi

keilmuan di bidang manajemen keperawatan serta sebagai

pengembangan ilmu dalam bidang pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi khususnya untuk tim PPI.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori dan Konsep

1. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

a. Konsep dasar pencegahan pengendalian infeksi (PPI)

Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta

pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi di

rumah sakit. Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi

antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi

dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada

pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat

mengurangi insiden terjadinya infeksi nosokomial/HAIs, baik pada

pasien ataupun pada petugas kesehatan.

b. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat

ditingkatkan dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi

hepatitis B) atau pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin).

Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat

akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat

dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode

fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan

7
memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk

klorinasi air, disinfeksi peralatan dan lingkungan, serta

penggunaan antibiotika

3) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling

mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi

hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam

melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan

pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”

(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu

“Standard Precaution” (Kewaspadaan berdasarkan cara

penularan).

4) Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure

Prophylaxis”/ PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama

berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan

melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi

karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B,

hepatits C, dan HIV.

c. Ruang lingkup PPI

Ruang lingkup kegiatan yang dilaksanakan oleh komite pencegahan

dan pengendalian infeksi meliputi:

1. Kewaspadaan Isolasi meliputi kewaspadaan dan kewaspadaan

transmisi sebagai berikut:

8
a) Kewaspadaan Standard

1) Cuci tangan

2) Penggunaan alat pelindung diri

3) Pengendalian lingkungan rumah sakit

4) Penanganan limbah RS dan benda tajam

5) Penanganan linen dan laundry

6) Pemrosesan peralatan perawatan pasien (pembersihan,

desinfeksi, sterilisasi)

7) Penempatan

8) Kesehatan karyawan

9) Etika batuk

10) Penyuntikan yang aman

11) Praktek lumbal punksi

b) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

1) Airbone

2) Droplet

3) contact

2. Penggunaan anti biotika yang rasional

3. Surveilans

4. Pendidikan dan pelatihan infeksi nosokomial

5. Pencegahan infeksi nosokomial

9
d. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah

Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya

1) Falsafah dan Tujuan

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu

standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas

kesehatan maupun pengunjung rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus

dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan

dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan

cost effectiveness.

Kriteria Pendukung :

a) Ada pedoman tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi tujuan, sasaran,

program, kebijakan, struktur organisasi, uraian tugas Komite

dan Tim PPI.

b) Terdapat cakupan kegiatan tertulis mengenai program PPI

memuat pengaturan tentang pencegahan, kewaspadaan

isolasi, surveilans, pendidikan dan latihan, kebijakan

penggunaan antimikroba yang rasional dan kesehatan

karyawan.

10
c) Pelaksanaan program PPI dilakukan evaluasi dan tindak

lanjut secara berkala

d) Kebijakan dan prosedur dievaluasi setiap 3 (tiga) tahun untuk

disempurnakan.

2) Administrasi dan Pengelolaan

Pelaksanaan PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya harus dikelola dan diintegrasikan antara

struktural dan fungsional semua departemen/instalasi/divisi/unit

di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai

dengan falsafah dan tujuan PPI.

Kriteria pendukung :

a) Ada kebijakan pimpinan rumah sakit untuk membentuk

pengelola kegiatan PPI yang terdiri dari komite dan Tim PPI

di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

b) Komite PPI bertanggung jawab langsung kepada Direktur

Utama/Direktur.

c) Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.

d) Pengelola PPI melibatkan departemen/ instalasi/ divisi/ unit

yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya.

e) Ada kebijakan tentang tugas, tanggung jawab dan

kewenangan pengelola PPI di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya.

11
e. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun

agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan dari penyelenggaraan

PPI. PPI dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin

struktur namun kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas,

wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif

dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal.

1) Pimpinan dan Staf

Pimpinan dan petugas kesehatan dalam komite dan Tim PPI

diberi kewenangan dalam menjalankan program dan menetukan

sikap pencegahan dan pengendalian infeksi.

Kriteria :

a) Komite PPI disusun minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan

anggota

Ketua sebaiknya dokter (Infection Prevention and

Control Officer/IPCO). Mempunyai minat, kepedulian dan

pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah infeksi,

mikrobiologi klinik, atau epidemiologi klinik.

Sekretaris sebaiknya perawat senior (Infection

Prevention and Control Nurse/IPCN), yang disegani,

berminat, mampu memimpin dan aktif.

Anggota yang dapat terdiri dari :

12
1) Dokter wakil dari tiap SMF (Staf Medis Fungsional)

2) Dokter ahli Epidemiologi

3) Dokter Mikrobiologi/Patologi Klinik

4) Laboratorium

5) Farmasi

6) Perawat PPI/IPCN

7) CSSD

8) Laundry

9) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit

10) Sanitasi

11) House keeping

12) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

13) Petugas kamar jenazah

b) Tim PPI terdiri dari perawat PPI/IPCN dan 1 (satu) dokter PPI

setiap 5 Perawat PPI

c) Rumah sakit harus memiliki IPCN yang bekerja purna waktu,

dengan ratio 1 (satu) IPCN/ untuk tiap 100-150 tempat tidur di

rumah sakit.

d) Setiap 1000 tempat tidur sebaiknya memiliki 1 (satu) ahli

epidemiologi Klinik

e) Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa Infection

Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) dari setiap unit,

terutama yang beresiko terjadinya infeksi.

13
DIREKTUR UTAMA /
DIREKTUR

KOMITE DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT KOMITE


PPI

TIM PPI

Ket : Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya dapat mengacu pada


struktur organisasi di rumah sakit yang dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan institusi masing-masing.

Sumber : Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya,
Depkes RI, 2007

A.1 DIREKTUR

Tugas Direktur

1. Membentuk Komite dan Tim PPIRS dengan Surat Keputusan

2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial

3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan

prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan

4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial

14
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial berdasarkan saran dari komite PPIRS

6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang

rasional dan disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari

komite PPIRS

7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang

dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu

sesuai kebutuhan berdasarkan saran dari Komite PPIRS

8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk

PPIRS.

A.2 KOMITE PPI

Kriteria Anggota Komite PPI

1. Mempunyai minat dalam PPI

2. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI

Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI

1. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI

2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat

dipahami dan dilakasanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

3. Membuat SPO PPI.

4. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program

tersebut.

5. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah

atau KLB infeksi nosokomial.

15
6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara

pencegahan dan pengendalian infeksi.

7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.

8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip

PPI dan aman bagi yang menggunakan.

9. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan

untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)

rumah sakit dalam PPI.

10. Melakukan pertemuan berjala, termasuk evaluasi kebijakan.

11. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada

Direktur.

12. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.

13. Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika

yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan

resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data

resistensi antibiotika.

14. Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

15. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety

16. Mengembangkan, mengimplemetasikan dan secara periodik

mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai

kebiajkan manajemen rumah sakit.

16
17. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan

pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara

pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip

PPI.

18. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena

potensial menyebarkan infeksi

19. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang

menyimpang dari standar prosedur/monitoring surveilans proses.

20. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan

penanggulangan infeksi bila ada KLB di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya.

A.3 IPCO/Infection Prevention and Control Officer

Kriteria IPCO :

1. Ahli atau dokter yang mempunyai minat dalam PPI

2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI

3. Memiliki kemampuan leadership

Tugas IPCO :

1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar

2. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens

3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola

resistensi antibiotika

4. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilens

infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB

17
5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang

berhubungan dengan prosedur terapi

6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien

7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami

pencegahan dan pengendalian infeksi.

A4. Infection Prevention and Control Nurse (IPCN)

Kriteria IPCN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertfikasi PPI

2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi

3. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara

4. Memiliki kemampuan leadership dan confident

5. Bekerja purna waktu

Tugas dan tanggung jawab IPCN

1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi

yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya.

2. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi

3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite

PPI

4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan

tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama komite PPI

memperbaiki kesalahaan yang terjadi

18
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah

penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaiknya

7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan member

konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang

diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit

8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap

limbah, laundry, gizi dan lain-lain dengan menggunakan daftar tilik.

9. Memonitor kesehatan lingkungan

10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika uang

rasional

11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilens

infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya

12. Membuat laporan surveilans dan melaporkan pelaksanaan

kepatuhan PPI

13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan

PPI

14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan

prinsip PPI

15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit

tentang PPIRS

19
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan

keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di

masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi

17. Sebagai koordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi,

mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.

A.5 Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN)

Kriteria IPCLN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI

2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi

3. Memiliki kemampuan leadership

Tugas IPCLN :

IPCLN sebagai perawat pelaksana harian/ penghubung bertugas :

1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit

rawat inap masing-masing kemudian menyerahkannya kepada IPCN

ketika pasien pulang

2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan

pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan

di unit rawatnya masing-masing

3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya

infeksi nosokomial pada pasien

4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB,

penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing,

konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham.

20
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam

menjalankan standar isolasi.

Sarana dan Fasilitas Pelayanan Penunjang (Supporting System)

B.1 Sarana Kesekretariatan

1. Ruangan Sekretariat dan tenaga sekretaris yang full time.

2. Komputer, printer dan internet

3. Telepon dan Faksimili

4. Alat tulis kantor

B.2 Dukungan Manajemen

Dukungan yang diberikan oleh manajemen berupa:

a. Penerbitan Surat Keputusan untuk Komite dan Tim PPIRS.

b. Anggaran atau dana untuk kegiatan :

1) Pendidikan dan pelatihan (Diklat)

2) Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang

3) Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan dan

raoat rutin

4) Insentif/Tunjangan/Reward untuk Komite PPIRS

B.3 Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional yang perlu

dipersiapkan oleh rumah sakit adalah:

1. Kebijakan Manajemen

a. Ada kebijakan kewaspadaan Isolasi (Isolation precaution):

1) Kebersihan tangan

2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)

21
3) Peralatan perawatan pasien

4) Pengendalian lingkungan

5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6) Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

7) Penempatan pasien

8) Hygiene respirasi/etika batuk

9) Praktek menyuntik yang aman

10) Ptaktek untuk lumbal punksi

b. Ada kebijakan tentang pengembangan SDM dalam PPI

c. Ada kebijakan tentang pengadaan bahan dan alat yang

melibatkan tim PPI

d. Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotic yang rasional

e. Ada kebijakan tentang pelaksanaan surveilans

f. Ada kebijakan tentang pemeliharaan fisik dan saran yang

melibatkan tim PPI

g. Ada kebijakan tentang kesehatan karyawan

h. Ada kebijakan penanganan KLB.

i. Ada kebijakan penempatan pasien

j. Ada kebijakan upaya pencegahan infeksi ILO, IADP, ISK,

Pneumonia, VAP

2. Kebijakan Tekhnis

Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi (isolation precaution)

a. Ada SPO kebersihan tangan

22
b. Ada SPO penggunaan alat pelindung diri (APD)

c. Ada SPO penggunaan peralatan perawatan pasien

d. Ada SPO pengendalian Lingkungan

e. Ada SPO pemrosesan peralatan pasien dan penalaksanaan linen

f. Ada SPO kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

g. Ada SPO penempatan pasien

h. Ada SPO hygiene respirasi/etika batuk

i. Ada SPO praktek menyuntik yang aman

j. Ada SPO praktek untuk lumbal punksi

k. Upaya-upaya pencegahan infeksi dan rekomendasinya.

B.4 Pengembangan dan Pendidikan

1) Tim PPI

a. Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut PPI

b. Memiliki sertifikat PPI

c. Mengembangakan diri mengikuti seminar, lokakarya dan

sejenisnya

d. Bimbingan tekhnis secara berkesinambungan

2) Staf Rumah Sakit

a. Semua staf rumah sakit harus mengetahui prinsip-prinsip

pencegahan dan pengendalian infeksi

b. Semua staf rumah sakit yang berhubungan dengan pelayanan

pasien harus mengikuti pelatihan PPI

c. Rumah sakit secara berkala melakukan sosialisasi/simulasi PPI

23
d. Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS harus mendapatkan

orientasi PPI.

f. Monitoring, evaluasi dan Pelaporan

1) Monitoring

a. Monitorning pelaksanaan PPI dilakukan oleh IPCN, IPCLN

b. Melakukan surveilens aktif dengan metode target surveilens.

Dilakukan setiuap hari dalam hal pengumpulan data

mempergunakan check list, dan melakukan perhitungan

insiden rate infeksi setiap bulan

c. Ada formulir kertas kerja/bantu surveilans.

2) Evaluasi

a. Dilakukan oleh Tim PPI dengan frekuensi setiap bulan

b. Evaluasi oleh Komite PPI setiap 3 bulan

3) Laporan

a. Membuat laporan tertulis kepada Direktur/wadir pelayanan

medic setiap bulan.

b. Membuat laporan rutin : bulanan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun,

maupun insidensil atau KLB.

24
3. Faktor Yang Dibutuhkan Agar Program Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dapat Berhasil Dan Efektif
Manajemen
a. Manajemen

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan

proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi.Manajemen

mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating,

controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai

tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam,

2008).

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu

atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara

efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen

berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan

pengendalian (controlling).

Pendekatan manajemen dapat digunakan dalam menilai

keberhasilan pelaksanaan program pengendalian infeksi mengingat

sistematikanya sesuai dengan langkah-langkah kegiatan

pengendalian infeksi di Rumah Sakit.

25
1) Proses Manajemen

Proses manajemen adalah rangkaian pelaksanaan kegiatan

yang saling berhubungan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungan. Setiap sistemterdiri atas lima unsur yaitu : input, proses,

output, control dan mekanisme umpan balik (feedback) (Grant dan

Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2008).

a) Input dalam proses manajemen berupa informasi, sumber daya

:manusia, pendanaan, metode, peralatan dan fasilitas.

b) Proses pada umumnya melibatkan kelompok pimpinan hingga

pelaksana. Tahap proses merupakan kegiatan yang sangat

penting dalam suatu sistem sehingga dapat mempengaruhi

hasil yang diharapkan oleh suatu organisasi.

c) Output merupakan hasil atau kualitas pelayanan kesehatan,

pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk

menindaklanjuti hasil atau keluaran.

d) Control dalam proses manajemen bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hasil. Kontrol dapat dilakukan melalui

penyusunan anggaran, evaluasi kinerja, pembuatan prosedur

yang sesuai standar dan akreditasi.

e) Mekanisme umpan balik (feedback) diperlukan untuk

menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan yang akan datang.

Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan

keuangan, audit dan survei kendali mutu (Gillies,1994)

26
2) Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan

selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan

dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk

mencapai tujuan.

a) Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen.

Tanpa perencanaan yang mantap maka proses manajemen

selanjutnya akan mengalami kegagalan. Perencanaan adalah

suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan

tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan,

menentukan personal, merancang proses dan hasilnya,

memberikan umpan balik pada personal dan memodifikasi

rencana yang diperlukan (Swansburg, 1999).

Perencanaan adalah suatu bentuk pembuatan keputusan

manajemen yang meliputi penelitian lingkungan penggambaran

sistem organisasi secara keseluruhan, memperjelas visi, misi

dan filosofi organisasi, memperkirakan sumber daya organisasi,

mengidentifikasi langkah-langkah tindakan, memperkirakan

efektifitas tindakan serta menyiapkan karyawan dalam

melaksanakan perencanaan tersebut (Gillies, 1994). Tujuan

utama dari perencanaan adalah membuat kemungkinan yang

27
paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan alat

(Swansburg, 1996).

Dari pengertian perencanaan tersebut diatas dapat

dirumuskan pengertian tentang perencanaan dalam lingkup

manajemen yaitu pengambilan keputusan manajer tentang

upaya pencapaian tujuan melalui analisa situasi, perkiraan

sumber daya alternatif, tindakan dan pelaksana tindakan untuk

mencapai tujuan. Perencanaan memusatkan perhatian pada

masa yang akan datang. Manajemen harus mempersiapkan

situasi dan kondisi dalam menghadapi tantangan yang akan

datang, baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak

terduga. Perencanaan menspesifikasikan pada apa yang akan

dilakukan dimasa yang akan datang, serta bagaimana hal itu

dilakukan dan apa yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan.

b) Pengorganisasian(Organizing)

Pengorganisasian adalah suatu proses mengelompokkan

berbagai tanggungjawab dan kegiatan dalam kelompok, proses

menentukan garis otoritas dan komunikasi serta proses

pengembangan pola koordinasi antar kelompok-kelompok

tersebut (Djojosugito, 2001).

Pengorganisasian identik dengan kegiatan

mengkoordinasikan berbagai aktifitas untuk organisasi

sehingga semua berkontribusi untuk mencapai tujuan.Prisnsip

28
yang penting adalah adanya rantai komando, kesatuan

komando, rentang kendali dan spesialisasi. Aktifitasnya meliputi

mengembangkan deskripsi tugas dan prosedur, menetapkan

gambaran kinerja dan mengkordinasikan aktifitas (Swansburg

& Swansburg, 1999)

Kendala yang dihadapi dalam mengorganisir pelaksanaan

kegiatan pengendalian infeksi nosokomial seperti komitmen

pimpinan rumah sakit yang lemah dan kurangnya

profesionalisme dalam pengendalian infeksi dimodifikasi

dengan menggunakan organisasi perawatan sebagai tulang

punggung pengendalian infeksi (Djojosugito, 1999).

c) Pengarahan (actuating)

Pengarahan adalah elemen tindakan dari

manajemen.Pengarahan sering disebut sebagai fungsi

memimpin dari manajemen. Ini meliputi proses pendelegasian,

pengawasan, koordinasi dan pengendalian implementasi

rencana organisasi (Swansburg, 2000).

Fase ini disebut juga sebagai mengkoordinasikan atau

mengaktifkan (Marquis, 2000). Fokus pada tahap ini adalah

membimbing dan meningkatkan motivasi. Upaya yang

dilakukan dapat meliputi membuat sistem penghargaan,

memberikan umpan balik positif, mengintegerasikan tujuan

organisasi dengan individu, mengurangi ketidakpuasan kerja,

29
mendukung lingkungan yang memotivasi staf, mendukung

sumber daya : sumber daya manusia, persediaan dan

perlengkapan, mendukung program diklat untuk

mempertahankan kompetensi, konseling dan bimbingan,

menghilangkan konflik, mengkomunikasikan segala hal dengan

jelas dan lain-lain.

d) Pengendalian(controlling)

Pengendalian menurut Robert J. Mockler (1972) dalam

Handoko (1999) adalah usaha yang sistematis untuk

menetapkan standar pelaksanaan sesuai dengan tujuan-tujuan

perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah

ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur

penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan

koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber

daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam

pencapaian tujuan organisasi.

3. Peran manajer dalam melaksanakan fungsi manajemen

Peran adalah susunan perilaku khusus yang menyertai posisi

tertentu (Longest, 1996).Perilaku yang ditunjukkan manajer

menghasilkan sikap manajer dalam menanggapi berbagai

masalah.Seperti yang dikemukakan ahli perilaku bahwa sikap

seseorang merupakan hasil dari perilaku (Cohen, 2000).Foshbein

30
dan Ajzen (1975) dalam Cohen, 2000 meyakini bahwa sikap

terbentuk dari hubungan dengan keyakinan-keyakinan yang

dikembangkannya.Keyakinan ini tentunya bersumber dari

pemahaman yang baik dari berbagai informasi yang dimilikinya.

Mintzberg (1975, 1973) dalam Longest, 1996 melihat pekerjaan

manajer sebagai rangkaian dari tiga kategori peran yaitu

:interpersonal, informasional, dan decisional. Setiap kategori berisi

peran yang terpisah dan berbeda.

a) Peran interpersonal : dalam pandangan Mintzberg dalam

Longest, 1996 adalah semua manajer diberikan otoritas resmi

dalam organisasi yang mereka pimpin, dan otoritas ini mendasari

peran interpersonal mereka sebagai

1) Peran figurhead dilakukan manajer khususnya manajer

senior, ketika mereka berada dalam aktifitas seremonial dan

simbolik seperti mengetuai pembukaan tambahan organisasi

fisik (Longest, 1996).

2) Peran sebagi leader, ketika mereka mencoba untuk

memotivasi, memberikan inspirasi dan memberikan contoh

melalui peran mereka sendiri.

3) Peran liasion manajer menyertai mereka pada peratemuan

formal dan informal dalam organisasi dan stakeholder. Proses

interpersonal memperantarai stres dan mempengaruhi

penerimaan perilaku sehat baru (Cohen, 2000). Hubungan

31
interpersonal yang baik akan dapat menurunkan stres karena

adanya perubahan sehingga akan segera menerima

perubahan tersebut sebagai perilaku barunya. Longest juga

mengatakan bahwa peran interpersonal memberikan

kesempatan bagi manajer untu memperoleh informasi untuk

menjalankan peran kedua.

b) Peran informasional meliputi monitoring, diseminator dan peran

spokeperson. Dalam melakukan monitoring, manajer mendapat

informasi dari jaringan informasinya, menyaring informasi tersebut

dan mengevaluasi untuk bertindak atau tidak bertindak dalam

menanggapi informasi tersebut. Manajer memiliki banyak pilihan

untuk melakukan disiminasi kepada siapa informasi diberikan baik di

dalam maupun di luar organisasi. Peran sebagai spokeperson

dilakukan dengan mengkomunikasikan posisi organisasinya di

kelompok lain seperti legislatif dan orang-orang yang menjadi bagian

dari organisasi sebagai bentuk pertanggungjawabannya (Longest,

1996).

c) Peran decisional meliputi interprenership, penatalaksanaan terhadap

gangguan, resource allocator dan peran negosiator. Dalam peran

interprenership, manajer berperan sebagai inisiator dan mendesain

perubahan untuk meningkatkan kinerja dalam organisasi. Saat

menjalankan peran ini, manajer berperan sebagai change agent

(Longest, 1996).

32
b. Organisasi (Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)

Organisasi/Komite Pengendalian Infeksi sudah ada di setiap

rumah sakit di Amerika Serikat, keputusan yang dibuat badan ini

bersifat independen dan mengikat seluruh komponen di rumah sakit

tetapi mungkin membutuhkan pertimbangan dan penetapan dari

otoritas yang lebih tinggi misalnya pejabat administrasi rumah

sakit.(Haley, 1998).

Program pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari

berbagai disiplin ilmu sehingga bentuk organisasi yang cocok berupa

organisasi cross functional dan untuk menjalankan organisasi

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial ini membutuhkan

interaksi, koordinasi, kesadaran dan minat antar disiplin ilmu dan

didukung oleh manajemen yang handal.Semuanya yang terlibat harus

sadar dan mau mengubah perilaku demi mencegah terjadinya infeksi

nosokomial.Komitmen dan dukungan baik dari pihak pimpinan rumah

sakit dan seluruh karyawan menjadi penting (Depkes RI, 2007;

Widodo, 1997). Dukungan yang terpenting adalah dukungan yang

berasal dari orang-orang yang berpengaruh di rumah sakit misalnya

pimpinan rumah sakit yang dengan mudah dapat menggerakan

bawahannya untuk melaksanakan program pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial ini.

Agar organisasi/komite dapat berjalan dengan baik, menurut

Koontz, 1988 perlu memperhatikan berbagai faktor berikut: 1)

33
wewenang: tiap anggota harus mengetahui batas kewenangan serta

tugas dan fungsinya dalam organisasi/komite, 2) penentuan ketua

komite: penentuan ketua sangat penting karena anggotanya terdiri dari

berbagai disiplin ilmu sehingga sebagai ketua mampu sebagai motor

penggerak bagi anggotanya dalam organisasi/komite tersebut. 3)

Keanggotaan: anggota yang dipilih merupakan orang-orang yang

berminat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi serta

representatif di bidangnya masing-masing. 4) komunikasi: komunikasi

yang efektif sangat penting dengan cara melaksanakan pertemuan

berkala dengan rutin, sering melakukan sosialisasi.

Subandrio (1994) dikutip Nugraha (1996) menyatakan, sistem

pencegahan infeksi merupakan bagian dari manajemen mutu rumah

sakit.Tahap awal yang dapat dilakukan adalah dengan memasukkan

program pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu program

prioritas rumah sakit.Demi kelancaran pelaksanaan program ini

dibutuhkan dukungan sumber daya manusia dan sarana-sarana yang

dibutuhkan. Tanpa adanya dukungan sumber daya, maka program

apapun di rumah sakit tidak akan berjalan dengan lancar.

Organisasi/Komite pencegahan dan pengendalian infeksi

dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya

fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung

jawab secara efektif dan efisien.Efektif dimaksud agar sumber daya

34
yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

dapat dimanfaatkan secara optimal (Depkes RI, 2007).

c. Pendekatan manajemen dalam organisasi/komite pencegahan dan

pengendalian Infeksi di rumah sakit

Pendekatan manajemen dapat digunakan dalam menilai

keberhasilan pelaksanaan program pengendalian infeksi mengingat

sistematikanya sesuai dengan langkah-langkah kegiatan pengendalian

infeksi di Rumah Sakit. Proses manajemen adalah rangkaian

pelaksanaan kegiatan yang saling berhubungan, mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap sistem terdiri atas lima unsur yaitu :

input, proses, output, control dan mekanisme umpan balik (feedback).

Setiap sistem terdiri atas lima unsur yaitu : input, proses, output, controll

dan mekanisme umpan balik (feedback).

1) Input

Input dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian

infeksi jika ditinjau dari manajemen dan organisasi antara lain :

komitmen pimpinan, kepemimpinan, komunikasi dan kerjasama,

uraian sebagai berikut :

a) Komitmen Pimpinan

Komitmen bagi pemimpin yang efektif menurut Maxwell (2001)

yaitu pemimpin yang mampu menunjukkan keyakinannya.

Komitmen memiliki tiga sifat : komitmen dimulai dari dalam hati,

komitmen diuji oleh perbuatan dan komitmen membuka pintu

35
menuju prestasi. Komitmen dapat diartikan sebagai janji atau

tanggung jawab (Maxwell, 2001). Dalam melaksanakan

kepemimpinannya, pemimpin yang baik harus memiliki tanggung

jawab dimana tanggung jawab merupakan salah satu bentuk

manifestasi dari kewenangan yang diberikan anggota sistem

sosialnya kepada pemimpinnya.Beberapa pedoman untuk

mendefinisikan tanggung jawab tugas seorang pemimpin yang

diuraikan oleh Siagian (2008): 1) Bersama bawahan

mendefinisikan pekerjaan, pertemuan dilakukan untuk

mengembangkan deskripsi tugas bagi para bawahannya. 2)

Menetapkan prioritas bagi berbagai tanggung jawab, prioritas

mencerminkan pentingnya sebuah kegiatan bagi unit kerja

organisasi. Pemimpin harus menyatakan dengan jelas apa yang

diharapkan agar bawahan atau anggota dapat mengerti.

Menjelaskan jangkauan kewenangan bawahan, tanggung jawab

dan tugas yang dibebankan kepada bawahan.

Petunjuk cara pemimpin menyelesaikan banyak hal yang luar

biasa dalam organisasi yang diuraikan oleh Rivai (2004) dalam

Sitepu (2010) menjadi sepuluh komitmen yaitu :

1) Mencari kesempatan yang menantang untuk mengubah,

mengembangkan dan melahirkan inovasi, komitmen ini dapat

dilakukan dengan memperbaharui tim atau anggota dan

mempelajari keahlian baru dan mengikuti pelajaran tambahan.

36
2) Melakukan eksperimen, mengambil resiko, dan belajar dari

kesalahan yang menyertai:Melakukan evaluasi tentang setiap

kegagalan dan Memberikan teladan.

3) Membayangkan masa depan untuk meningkatkan semangat,

hal ini ditempuh dengan: menetapkan tujuan yang diinginkan

dan menulis pernyataan wawasan secara singkat.

4) Mengajak orang lain dalam wawasan bersama dengan

menghimbau nilai-nilai perhatian, harapan dan impian mereka,

dengan cara-cara berikut: menemukan suatu landasan

bersama, bicara secara positif, membuat apa yang tidak nyata

menjadi nyata dan Menghembuskan nafas kehidupan ke dalam

wawasan pemimpin.

5) Memberikan teladan dengan berperilaku secara konsisten

dengan wawasan bersama, hal ini dapat dilakukan dengan:

introspeksi diri dan memeriksa tindakan.

6) Mencapai kemenangan kecil yang dapat meningkatkan

kemajuan secara konsisten dan membina komitmen : membuat

rencana, menciptakan model dan menggunakan papan

pengumuman.

7) Menganjurkan kerja sama dengan mengemukakan tujuan

dengan penuh kerjasama dan membina kepercayaan : Selalu

mengatakan kita bukan “aku” atau “kami”, meningkatkan

interaksi, berfokus pada perolehan, bukan kehilangan,

37
8) Memperkuat orang dengan memberikan kekuasaan,

menyediakan pilihan, mengembangkan kecakapan,

memberikan tugas penting, dan menawarkan dukungan yang

kelihatan dengan cara: memperbesar lingkup pengaruh orang

lain, memastikan bahwa tugas yang didelegasikan relevan,

mendidik dan mendidik, melangsungkan pertemuan dan

membuat dan menjalin hubungan-hubungan dengan pihak lain

serta menjadikan orang lain sebagai pahlawan.

9) Menghargai sumbangan individu kepada keberhasilan setiap

proyek (kegiatan) : Memberikan penghargaan di muka umum,

Memberikan umpan balik dan melatih anak buah

10) Merayakan keberhasilan tim secara teratur dengan cara:

memberi pujian, menjadwalkan perayaan dan menjadi bagian

orang yang memberi penghargaan.

b) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah keterampilan dan kemampuan

seseorang dalam mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang

kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah

darinya, dalam berpikir dan bertindak agar perilaku yang semula

mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku

organisasional (Siagian, 1989). Kepemimpinan berarti kemampuan

untuk mempengaruhi orang lain atau grup dalam rangka mencapai

38
tujuan organisasi tersebut (Stoner, 1995; Wiroatmojo, 1994;

Philpot, 1994).

Jiwa kepemimpinan diperlukan untuk menjadi penggerak

dalam suatu organisasi.Tidak semua orang mempunyai jiwa

kepemimpinan. Banyak factor yang mempengaruhi jiwa

kepemimpinan menurut Wiroatmojo (1994) antara lain :

1) Karakteristik pribadi : Intelegensia: intelegensia pemimpin

umumnya lebih tinggi dari yang dipimpinnya, mempunyai

kedewasaan sosial dan wawasan yang luas, mempunyai

motivasi yang tinggi sehingga mendorongnya untuk tetap

berusaha, pengertian dan sikap yang positif mengenai orang

lain, menghargai hubungan antar manusia

2) Kelompok yang dipimpin : anggota program pencegahan dan

pengendalian infeksi merupakan kelompok yang kompleks

karena terdiri dari berbagai disiplin ilmu dan profesi. Oleh sebab

itu seorang pemimpin yang baik harus dapat

menginterpretasikan tujuan yang ingin dicapai oleh

kelompoknya.

3) Situasi : program pencegahan dan pengendalian infeksi

merupakan program yang dinamis. Oleh sebab itu diperlukan

pemimpin yang dapat membaca situasi yang terjadi, bersifat

fleksibel dan mempunyai kemampuan yang besar untuk

mengadaptasi diri.

39
Sebagai pemimpin kelompok seseorang berperan mendorong

anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar

tujuan dapat tercapai. Peranan yang perlu ditampilkan pemimpin

menurut Rivai (2004) adalah: mencetuskan ide, memberi informasi,

sebagai seorang perencana, memberi sugesti, mengaktifkan

anggota, mengawasi kegiatan, memberi semangat untuk mencapai

tujuan, sebagai katalisator, mewakili kelompok, memberi tanggung

jawab, menciptakan rasa aman dan Sebagai ahli dalam bidang

yang dipimpinnya.

c) Kerjasama

Kerjasama merupakan sarana yang sangat baik dalam

menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi

inovatif suatu pendekatan yang mapan. Kerjasama tim yang solid

akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-

tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah team

yang solid dibutuhkan komitmen tinggi dari manajemen (Helmi,

2006).

Hal terpenting adalah bahwa kerjasama tim harus dilihat

sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina

sama seperti sumber daya lain yang ada dalam rumah sakit.

Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan kerjasama tim

harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut

sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu

40
aktivitas sebuah kerjasama tim, meskipun pada kondisi tertentu

manajemen dapat melakukan intervensi.

Keuntungan apabila ada masalah diputuskan oleh tim adalah :

pertama keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan

meningkatkan motivasi tim dalam pelaksanaanya. Kedua,

keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh tim

dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang

saja.

Menurut Helmi (2006) sebuah tim umumnya memiliki beberapa

unsur, yaitu : sekelompok orang, memiliki tujuan yang sama, dan

ada kerjasama. Berdasarkan unsur-unsur diatas, maka tim adalah

sekelompok orang yang enerjik dan memiliki komitmen untuk

mencapai tujuan umum dengan membangun dan membentuk

kerjasama guna memperoleh hasil dengan kualitas tertinggi. Tim

beranggotakan orang-orang yang dikoordinasikan untuk

kerjasama, yang antara lain memiliki tujuan dan pencapaian target

yang sama.

d) Komunikasi

Program pencegahan dan pengendalian infeksi memerlukan

komunikasi yang efektif. Komunikasi merupakan proses transfer

dan mengerti akan arti dari materi yang ditransferkan (Wiroatmojo,

1994). Komunikasi yang tepat dan efektif sangatlah penting dalam

proses manajemen yaitu : proses perencanaan, pengorganisasian,

41
pengarahan dan pengawasan sehingga mampu menggerakan

segenap petugas rumah sakit menuju sasaran dan tujuan yang

telah disepakati bersama (Stoner, 1995; Philpot, 1994; Wiroatmojo,

1994). Komunikasi yang efektif dan regular pada seluruh level

merupakan kunci untuk mengembangkan dukungan yang

dibutuhkan atas sebuah program yang berhasil.

Empat fungsi komunikasi yang sama pentingnya (Stoner,

1995) selain hal-hal tersebut diatas adalah fungsi:

1) Pengawasan

Komunikasi bertindak sebagai alat pengawasan dengan

adanya peraturan, prosedur dan kebijakan yang harus

dilaksanakan oleh seluruh petugas rumah sakit

2) Motivasi

Komunikasi menjadi alat memotivasi seseorang dalam

pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan pengendalian

infeksi

3) Ekspresi emosi

Banyak petugas menganggap bahwa berada dalam tim atau

organisasi merupakan suatu interaksi sosial dimana mereka

dapat mengeluarkan isi hatinya dan memenuhi kebutuhan

social

42
4) Informasi

Komunikasi diperlukan untuk mengambil keputusan yang

bersifat informasi.

Arah komunikasi menurut Rakish et al, (1992) dalam

Gondodiputro (1996) dan Hadi (2006) ada bermacam-macam

yaitu:

1) Komunikasi atas ke bawah merupakan kegiatan-kegiatan,

contoh pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, informasi,

penjelasan, perintah, pengumuman, rapat tentang tujuan dan

sasaran program pengendalian infeksi nosokomial, prosedur-

prosedur yang harus dilakukan, pemecahan masalah serta

melakukan feedback.

2) Komunikasi bawah ke atas, contoh staf memberikan laporan

hasil kegiatan, masalah yang dihadapi, saran-saran

pengembangan, pengaduan, kritikan kepada pimpinan

3) Komunikasi horizontal yaitu komunikasi mendatar, antara

anggota staf dengan anggota staf dan berlangsung tidak formal.

4) Komunikasi diagonal merupakan suatu komunikasi antara

pimpinan seksi/bagian dengan pegawai seksi/bagian lain atau

koordinasi untuk memecahkan masalah interdepartemental,

penggerakkan antar staf dan interdepartemental.

Sosialisasi, pertemuan rutin dan berkala yang telah disepakati

bersama,tatap muka langsung antara pimpinan dengan bawahan

43
dan bisa melalui laporan, buletin intern yang memuat kegiatan-

kegiatan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

merupakan kegiatan komunikasi yang dapat dilakukan.

2) Proses

Proses pada umumnya melibatkan kelompok pimpinan

hingga pelaksana. Tahap proses merupakan kegiatan yang sangat

penting dalam suatu sistem sehingga dapat mempengaruhi hasil

yang diharapkan oleh suatu organisasi.

Proses adalah interaksi profesional antara pemberi

pelayanan dengan konsumen (pasien, masyarakat). Setiap

tindakan medik/keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai

yang dianut pada diri pasien. Keluhan pasien merupakan indikasi

adanya ketidaksesuaian antara harapannya dengan pelayanan

yang diberikan.Dengan mengacu pada keluhan pasien, setiap

tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya

keluhan atau ketidakpuasan pada pasien.

Indikator proses memberikan petunjuk tentang pelaksanaan

kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh

oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.

3) Output

Output merupakan hasil atau kualitas pelayanan kesehatan,

pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk

menindaklanjuti hasil atau keluaran. Tanpa mengukur hasil kinerja

44
rumah sakit tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang

baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator outcomes

merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu

input dan proses.

Output dalam pelaksanaan program pencegahan dan

pengendalian infeksi adalah Laporan pelaksanaan program

pencegahan dan pengendalian Infeksi.

4) Control

Control dalam proses manajemen bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hasil. Control dapat dilakukan melalui

penyusunan anggaran, evaluasi kinerja, pembuatan prosedur yang

sesuai standar dan akreditasi. Control dengan melakukan evaluasi

secara berkala terhadap kepatuhan petugas tentang pelaksanaan

kebijakan dan standar operasional prosedur tentang pencegahan

dan pengendalian infeksi nosokomial, evaluasi pelaksanaan

program kerja, evaluasi laporan surveilans, survei kepuasan

pelanggan dan lain sebagainya.

5) Feedback

Mekanisme umpan balik (feedback) diperlukan untuk

menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan yang akan datang.

Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan

keuangan, audit dan survei kendali mutu (Gillies,1994)

45
4. Teori dan Konsep Desain Penelitian Kualitatif Pendekatan

Fenomenologi

Penelitian kualitatif adalah suatu studi yang menggunakan

tekhnik-tekhnik tertentu untuk menghasilkan suatu penjelasan bersifat

menceritakan, menjelaskan suatu situasi/keadaan atau tindakan (Burns

& Grove, 2011). Denzin dan Lincoln (2005) menjelaskan bahwa

penelitian kualitatif sebagai pendekatan penafsian ilmiah untuk dunia,

yang berarti bahwa penelitian kualitatif mempelajari hal-hal secara alami,

mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena yang ada.

Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian

kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada

pengalaman hidup manusia (sosiologi). Pendekatan fenomenologi

hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang menggunakan

pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik

tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman

itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian

dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan

mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek

kajian dan selalu bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan

informan tentang subjek kajian penelitian". Peneliti memulai

kajiannTujuaya dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema utama.

Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan persepsi informan,

melihat bagaimana mereka melalui suatu pengalaman, kehidupan dan

46
memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman

informan.

Tujuan studi fenomenologi adalah mendeskripsikan,

menginterpretasikan dan menganalisis data secara mendalam, lengkap

dan terstruktur untuk memperolah intisari pengalaman hidup individu dan

kemudian membentuk makna atau arti dari pengalaman hidup individu

tersebut dalam bentuk cerita, narasi, bahasa/perkataan masing-masing

individu. Oleh karena itu fenomenologi sering disebut dengan istilah

hermeneutics (ilmu tentang interpretasi dan eksplanasi). Analisa data

pada pendekatan fenomenologi biasanya menggunakan referensi dari

pendekatan colaizzi (1978), Giorgi (1985), Moustakas (1994), Van Kaam

(1966), pada intinya analisis data pada pendekatan fenomenologi

menurut Creswell (2013) menggunakan proses koding yang sistematis

(Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Berdasarkan studi literatur terkait dengan jenis-jenis penelitian

kualitatif fenomenologi, peneliti memutuskan menggunakan desain

penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriftif

transenden. Jenis ini dipilih karena peneliti ingin menggambarkan,

mengekplorasi, menganalisis, informasi dari tim PPI agar mendapatkan

informasi secara menyeluruh terkait dengan pelaksanaan pencegahan

dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan.

47
B. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, peneliti mengkombinasikan beberapa model

pendekatan teori untuk menjadi dasar dalam melakukan penelitian terkait

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan

mutu pelayanan di rumah sakit:

1. Reasons’s model

Vincent, Taylor-Adams & Stanhope (1998) telah merancang

Reason’s model yang telah disesuaikan untuk digunakan dalam

setting kesehatan. Model ini mengklasifikasikan berbagai hal yang

bisa menyebabkan medical error dan kondisi faktor organisasi yang

mempengaruhi praktik klinis. Hal tersebut yaitu:

Tabel 2.1 Faktor yang berkontribusi dalam praktik klinis untuk


keselamatan di rumah sakit
Tipe Faktor Faktor yang berkontribusi
Faktor pasien a. Kondisi (kompleksitas dan
keseriusan penyakit)
b. Bahasa dan komunikasi
c. Kepribadian dan faktor sosial
Tugas dan faktor teknologi a. Perancangan tugas dan
kejelasan struktur
b. Ketersediaan dan
penggunaan protokol (SOP)
c. Ketersediaan dan akurasi alat
kesehatan
Faktor petugas a. Pengetahuan dan
kemampuan
b. Kompetensi
c. Kesehatan fisik dan mental
Faktor tim a. Komunikasi verbal
b. Komunikasi tertulis
c. Mengawasi dan mencari
bantuan
d. Kepemimpinan tim
Faktor lingkungan kerja a. Beban kerja dan pola shift
b. Ketersediaan alat

48
Tipe Faktor Faktor yang berkontribusi
c. Dukungan administratif dan
manajerial
d. Lingkungan fisik
Faktor organisasi dan a. Sumber dan kendala
manajemen keuangan
b. Struktur organisasi
c. Kebijakan, standar dan
tujuan
d. Budaya dan prioritas
keselamatan
Faktor institusi a. Faktor Konteks ekonomi dan
regulasi
b. Eksekutif layanan kesehatan
nasional
c. Link dengan organisasi
eksternal
(Reproduced from British Medical Journal, Charles Vincent, Sally
Taylor-Adams, Nicola Stanhope.‘‘Framework for analysing risk and
safety in clinical medicine’’. 316, no. 7138,[1154–1157], 1998, with
permission from BMJ Publishing Group Ltd.)

Faktor pertama yang berkontribusi dalam praktik klinis untuk

keselamatan di rumah sakit adalah faktor pasien. Dalam situasi klinis

apapun, kondisi pasien akan memiliki pengaruh paling langsung

terhadap praktik klinik dan hasil yang dicapai. Faktor pasien seperti

kepribadian, bahasa dan psikologis, Hal ini penting karena dapat

dapat mempengaruhi komunikasi antara pasien dengan petugas

kesehatan.

Faktor kedua adalah tugas dan faktor teknologi meliputi

perancangan tugas dan kejelasan struktur, ketersediaan dan

penggunaan protokol (SOP), ketersediaan dan akurasi alat

kesehatan. Hal ini dapat mempengaruhi proses perawatan dan

mempengaruhi kualitas asuhan.

49
Faktor petugas (individu) meliputi pengetahuan, keterampilan

dan pengalaman petugas kesehatan, yang tentunya akan

mempengaruhi praktik klinis yang mereka lakukan. Setiap anggota

staf atau petugas kesehatan adalah bagian dari tim di dalam unit

rawat inap, dan bagian dari organisasi rumah sakit. Cara seorang

petugas menangani pasien, dipengaruhi oleh kerjasama antar tim

dan cara mereka berkomunikasi, saling mendukung dan mengawasi

satu sama lain. Tim sangat dipengaruhi oleh tindakan manajemen

dan keputusan yang dibuat dalam organisasi. Ini termasuk kebijakan

untuk pemberian kesempatan kepada petugas kesehatan untuk

melanjutkan pendidikan dan mengikuti berbagai pelatihan.

Organisasi itu sendiri dipengaruhi oleh konteks kelembagaan,

termasuk kendala keuangan, badan pengatur eksternal dan iklim

ekonomi dan politik yang lebih luas.

2. Health-care Associated Infections (HAIs)

HAIs ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga

sebagai infeksi di rumah sakit yang merupakan komplikasi paling

sering terjadi di pelayanan kesehatan. Menurut Department of Health

and Human Services (2013), HAIs adalah infeksi yang pasien

dapatkan ketika menerima pengobatan untuk kondisi medis ataupun

bedah. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2010),

HAIs merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian

di Amerika Serikat dan juga merupakan salah satu penyebab utama

50
kematian dan peningkatan morbiditas antara pasien yang

mendapatkan perawatan di rumah sakit di seluruh dunia. HAIs

disebabkan oleh berbagai agen infeksius, termasuk bakteri, jamur,

dan virus. Namun, mereka sebagian besar dapat dicegah.

Darmadi (2008) menyebutkan faktor-faktor yang memiliki

peluang untuk terjadinya infeksi nosokomial (HAIs) tersebut yaitu:

a. Faktor-faktor yang terdapat dari diri penderita (instrinsic factors)

seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi

atau terdapat penyakit lain yang menyertai penyakit dasar pasien

dan juga komplikasinya.

b. Faktor keperawatan, hal ini berkaitan dengan lamanya pasien

dirawat di rumah sakit (length of stay), menurunnya standar

keperawatan atau asuhan keperawatan yang diberikan, dan

ruangan rawat inap yang padat.

c. Faktor mikroba patogen, seperti tingkat kemampuan invasi dan

merusak jaringan, lamanya pemaparan (length or exposure)

antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.

Health-care Associated Infections (HAIs) memiliki beberapa

dampak yang merugikan bagi berbagai pihak. Weston (2013)

menyebutkan dampak Health-care Associated Infections (HAIs)

yaitu:

a. Efek pada pasien dan keluarga pasien seperti

ketakutan,kecemasan, efek psikologis pengucilan di dalam

51
ruangan atau isolasi, kehilangan pendapatan, bahaya, cacat atau

kematian

b. Peningkatan lama perawatan

c. Tertunda kepulangan, kehilangan waktu tidur dan pendapatan

d. Pengeluaran untuk proses pengadilan, mengharuskan untuk

menggunakan antibiotik, tambahan peralatan, penambahan staff

atau karyawan dan tambahan sumber pembersihan (situasi

wabah)

e. Denda akibat kegagalan dalam menurunkan target dan

menghilangkan infeksi dari Departemen kesehatan dan komite

pengawas kesehatan terkait.

f. Menurunnya kepercayaan masyarakat dengan buruknya

pelayanan kesehatan dari rumah sakit

g. Merugikan masyarakat

h. Lemahnya keyakinan dan semangat para staf

Terdapat program manajemen risiko pada HAIs. Menurut

National Health and Medical Research Council (2010) menjabarkan

berdasarkan standar Australia/Selandia Baru terkait Manajemen

Risiko AS/NZS berbasis ISO 31000: 2009 dengan pendekatan

bertahap untuk manajemen risiko yang memungkinkan dalam

peningkatan mutu berkelanjutan. Proses manajemen tergambar

dalam skema berikut:

52
Menghindari risiko
Adakah proses alternatif atau prosedur yang dapat
Meyakinkan bahwa risiko diidentifikasi, dianalisis, dan diatasi mengeliminasi risiko

Jika risiko tidak dapat dieliminasi, harus dikelola

Informasi risiko dan penularan diantara kelompok


Identifikasi Risiko

Komunikasi dan konsultasi


Agen infeksi yang terlibat
Monitoring dan Review

Bagaimana cara transmisinya, siapa yang berisiko


(pasien atau petugas kesehatan)

Pengobatan Risiko Analisis Risiko

Apa yang akan dilakukan Mengapa hal tersebut


pada risiko, siapa yang dapat terjadi (kejadian
bertanggungjawab dan proses), apa yang
dapat menjadi
konsekuensi

Evaluasi risiko

Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau


mengeliminasi risiko
Bagaimana kondisi ini dapat diaplikasikan pada situasi
tersebut (staf, sumber)
ba

Gambar 2.1. Proses Manajemen Risiko pada HAIs (Lardo, dkk.,


2016)

Proses manajemen risiko pada gambar diatas menggunakan

pendekatan bertahap untuk manajemen risiko yang memungkinkan

dalam peningkatan mutu berkelanjutan, tahapan itu meliputi:

1) Menetapkan konteks dalam mengidentifikasi parameter dasar di

mana risiko harus dikelola (misalnya jenis fasilitas kesehatan,

53
tingkat dan fasilitas yang mendukung untuk program pencegahan

dan pengendalian infeksi)

2) Menghindari risiko- menetapkan apakah ada risiko dan apakah

potensi risiko dapat dihindari. Misalnya dengan mempertanyakan

apakah prosedur yang diperlukan.

3) Mengidentifikasi risiko merupakan proses yang sistematis dan

komprehensif yang memastikan bahwa tidak adarisiko potensial

dikecualikan dari analisis lebih lanjutdan pengobatan (mis

menggunakan analisis akar penyebab)

4) Menganalisis risiko dengan mengingat sumber risiko,

konsekuensinya, kemungkinan bahwa mereka konsekuensi

dapat terjadi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsekuensi

dan kemungkinan (misalnya ada kontrol).

Analisis risiko/ penilaian risiko merupakan proses

menganalisa tingkat resiko, pertimbangan tingkat bahaya, dan

mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan atau

tidak, denganmemperhitungkan segala kemungkinan yang

terjadi.Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian antara lain :

a) Adanya penilaian risiko untuk setiap bahaya yang ada.

b) Terdapat risk matrix. Untuk mengidetifikasi potensi kerugian

gunakan tabel matriks kualitatif.

54
Tabel 2.2 Matrix risiko

Sumber: KKP-RS, 2008.

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa

kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden

berdasarkan dampak dan probabilitasnya.

5) Mengevaluasi risiko dengan membandingkan tingkat risiko yang

ditemukan selama proses analisis dengan sebelumnya didirikan

kriteria risiko dan menilai pilihan yang tersedia untuk kemudahan

implementasi dan dampak, menghasilkan daftar prioritas risiko

untuk tindakan lebih lanjut

6) Tindak lanjut risiko yaitu menerapkan opsi pengelolaan yang

tepat untuk menangani risiko yang teridentifikasi (misalnya

memodifikasi prosedur, protokol ataupraktek kerja, memberikan

pendidikan, dan pemantauan sesuai dengan prosedur

pencegahan dan pengendalian infeksi).

7) Monitoring dan review merupakan komponen penting dari proses

manajemen risiko. Hal ini memastikan bahwa:

a) Risiko baru diidentifikasi

b) Analisis risiko diverifikasi terhadap data real, jika

memungkinkan

55
c) perlakuan resiko diimplementasikan secara efektif.

8) Komunikasi dan konsultasi juga unsur-unsur kunci dari

manajemen risiko klinis. Interaktif pertukaran informasi antara

manajemen, pekerja kesehatan, pasien dan pemangku

kepentingan lainnya memberikan dasar untuk meningkatkan

kesadaran pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi,

identifikasi risiko sebelum mereka muncul dan manajemen yang

cepat dari risiko yang terjadi.

3. Pendekatan Model Donabedian (1969)

Model Donabedian (1969) dirancang untuk menilai kualitas

pelayanan. Klasifikasi pendekatan evaluasi ini dibagi menjadi tiga

bagian yaitu struktur, proses dan outcome sebagai berikut:

a. Struktur

Evaluasi struktur termaksud properti dari fasiliitas yang tersedia,

peralatan, manpower dan pembiayaan. Bagian ini merupakan

pendekatan utama yang digunakan dalam menggambarkan

spesifikasi untuk penilaian kualitas pelayanan kesehatan.

b. Proses

Evaluasi proses terdiri proses penilaian perawatan pasien,

terkait semua kegiatan yang berhubungan dengan interaksi

antara pasien dengan tenaga kesehatan. proses perawatan

pasien harus sesuai dengan standar yang ditetapkan.

56
c. Outcome

Evaluasi outcome terdiri dalam penilaian hasil akhir yang

diharapkan. Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, berupa

perubahan yang terjadi pada pasien termasuk kepuasan dari

pasien.

Struktur Proses Outcome

Gambar 2.2 Evaluasi pendekatan Donabedian (1969)

Dalam penelitian ini, peneliti akan melandaskan fokus penelitian pada

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi oleh Tim PPI dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Reason’s model

(Vincent, Taylor-Adams & Stanhope, 1998), Proses Manajemen Risiko

pada HAIs (Lardo et al., 2016) dan pendekatan teori dari Donabedian

(1969) sehingga diasumsikan bahwa struktur dan proses dari pelaksanaan

pengendalian dan pencegahan infeksi yang baik akan berdampak positif

terhadap outcome. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini adalah

sebagai berikut :

57
Struktur Proses Outcome

Faktor yang berkontribusi Proses Manajemen Risiko pada HAIs (Lardo et al., 2016) Short outcome  Kualitas
dalam praktik klinis untuk pelayanan meningkat ditandai
Menghindari risiko dengan:
keselamatan di rumah sakit
Adakah proses alternatif atau prosedur yang dapat 1. Pemeriksaan dan tindakan ke
(Vincent, Taylor-Adams & mengeliminasi risiko
Stanhope 1998): pasien lebih cepat
2. Kesehatan pasien meningkat
1. Faktor pasien
Jika risiko tidak dapat dieliminasi, harus dikelola 3. Kepuasan pasien meningkat

Meyakinkan bahwa risiko diidentifikasi, dianalisis, dan diatasi


2. Tugas dan faktor teknologi 4. Keselamatan pasien meningkat
3. Faktor petugas

Informasi risiko dan penularan diantara kelompok


5. Tidak terjadi konflik antar tim PPI
4. Faktor tim Identifikasi Risiko 6. Hak dan wewenang tim PPI terjaga
5. Faktor lingkungan kerja 7. Kelengkapan dokumentasi dan
6. Faktor organisasi dan Agen infeksi yang terlibat kolaborasi tim PPI

Komunikasi dan konsultasi


manajemen Bagaimana cara transmisinya, siapa yang berisiko
Monitoring dan Review

7. Faktor institusi (pasien atau petugas kesehatan) Intermediate outcome  Kualitas


pelayanan meningkat ditandai
dengan:
Pengobatan Risiko Analisis Risiko 1. Kejadian komplikasi, kejadian
malpraktek, KTD dan KNC
Apa yang akan Mengapa hal tersebut menurun
dilakukan pada risiko, dapat terjadi 2. Biaya perawatan yang dikeluarkan
siapa yang (kejadian dan proses), instansi lebih efisien
bertanggungjawab apa yang dapat
menjadi konsekuensi

Evaluasi risiko

Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau


mengeliminasi risiko
Bagaimana kondisi ini dapat diaplikasikan pada
situasi tersebut (staf, sumber)
58
Gambar 2.3. Kerangka konsep
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Jenis

ini dipilih karena peneliti ingin menggambarkan, mengekplorasi,

menganalisis, informasi dari tim PPI agar mendapatkan informasi secara

menyeluruh terkait dengan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Penelitian ini

dilakukan dengan proses bracketing yaitu mengesampingkan

pemahaman peneliti terkait pencegahan dan pengendalian infeksi agar

informasi yang didapatkan benar-benar merupakan gambaran

fenomena yang dialami dari sudut pandang informan. Peneliti kemudian

menjabarkan informasi yang diperolah dari informan dan memberikan

makna dari informasi tersebut melalui analisis data.

B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti

Peneliti membina hubungan saling menghormati dengan masing-

masing informan dengan bersikap jujur dan terbuka tentang tujuan dan

metode penelitian. Peneliti menjelaskan posisinya dalam penelitian ini

serta bersikap terbuka terhadap persepsi informan, bukan memberikan

makna sendiri berdasarkan persepsi peneliti (Burns & Grove, 2011)

Peneliti berusaha memahami fenomena yang diteliti,

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,

59
melakukan pengumpulan data, analisis data, serta membuat

kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009). Peneliti mentransformasi

informasi pengalaman yang dirasakan oleh informan ke dalam bentuk

tulisan (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit rawat inap RSUD Labuang Baji

Makassar yang terdiri dari Sembilan ruang perawatan. Hal ini dilakukan

untuk mendapatkan informasi jawaban yang mendalam, terfokus, dan

terarah tentang pelaksanaan pencagahan dan pengendalian infeksi

yang dilakukan oleh tim PPI dalam meningkatkan mutu pelayanan di

RSUD Labuang Baji Makassar.

Pemilihan RSUD Labuang Baji Makassar sebagai tempat

penelitian ini berdasar pada survey awal yang dilakukan dan beberapa

hasil penelitian sebelumnya. RSUD Labuang Baji Makassar merupakan

salah satu rumah sakit daerah provinsi yang menjadi pilihan masyarakat

untuk berobat, termasuk pula sebagai salah satu rumah sakit tertua di

Makassar. Selain itu RSUD Labuang Baji Makassar digunakan sebgai

wahana praktek mahasiwa kesehatan yang ada di Sulawesi Selatan.

D. Sumber Data

Pada penelitian ini didapatkan data dari dua sumber yaitu

informan dan studi dokumen yang dijelaskan sebagai berikut :

60
1. Informan

Pada penelitian kualitatif jumlah sampel yang digunakan

relative kecil karena berfokus pada kedalaman dan proses

serta mempertimbangkan kemampuan peneliti untuk

menggali secara mendalam tentang penglaaman informan

yang dimungkinkan optimal jika dengan jumlah yang relative

kecil (Saryono & Anggaraeni, 2010). Berdasarkan hal tersebut

sehingga peneliti kemudian menentukan kriteria inklusi dan

eksklusi untuk menentukan informan. Adapun kriteri inklusi

dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang tercatat sebagai anggota Tim PPI (IPCN

atau IPCLN)

b. Bisa diajak bekerja sama dalam pengambilan informasi,

mengerti bahasa Indonesia, tidak ada gangguan

pendengaran dan bicara.

c. Bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang tercatat sebagai anggota tim PPI namun

tidak berada di lokasi saat pengambilan data dilakukan.

b. Menolak menjadi responden

Penentuan informan selain merujuk pada kriteria

informan, peneliti juga menentukan informan dari jumlah

populasi yang ada. Populasi merupakan wilayah atau

61
kelompok yang dipelajari dan secara generalisasi terdiri atas

obyek/subjek yang mempunya kualitas dan karakteristik

tertentu (sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua perawat yang tercatat sebagai anggota tim PPI

(IPCN dan IPCLN) dengan jumlah 3 orang sebagai IPCN dan

30 orang sebagai IPCLN. Sementara yang menjadi informan

sebanyak 12 orang (3 orang IPCN dan 9 orang IPCLN).

Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah

informan sebagai sumber data berdasarkan populasi yang

ada dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu

tekhnik pengambilan sampel dengan pertimbangan bahwa

orang yang dipilih sebagai informan merupakan orang yang

dianggap mengetahui/menguasai tentang apa yang

diharapkan peneliti (Sugiyono, 2009). Jumlah informan yang

akan digunakan pada penelitian disesuaikan data yang

didapatkan, jika data sudah mencapai data jenuh (saturasi)

maka pengambilan informan dicukupkan pada saat itu juga.

2. Dokumen

Untuk melengkapi informasi tentang pelaksanaan

pencegahan dan pengendalian infeksi dan meningkatkan

kredibilitas hasil penelitian, maka peneliti melakukan studi

pada beberapa dokumen. Studi dokumen pada penelitian ini

62
meliputi pengecekan laporan Surveilans, SPO tentang

rangkaian kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

metode wawancara dan studi dokumen. Wawancara individual

dilakukan secara mendalam (in depth interview) dengan orang yang

terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

yaitu anggota tim PPI yang terdiri dari IPCN dan IPCLN selama 60-

90 menit. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kedalaman informasi

dari berbagai tokoh professional yang memiliki pemahaman khusus,

dapat memberikan wawasan tentang sifat masalah dan memberikan

rekomendasi untuk solusi pemecahan masalah (UCLA Center for

Health Policy Research, 2004).

Instrument tambahan sebagai alat bantu dalam wawancara

adalah alat perekam untuk merekam informasi yang diberikan

informan, dan kamera untuk membuat dokumentasi kegiatan

wawancara.

F. Tekhnik Analisa Data

Analisis data kualitatif terjadi bersamaan dengan

pengumpulan data. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk secara

bersamaan mengumpulkan, mengelola, dan menafsirkan

perkembangan data (Burns & Grove, 2011). Analisis data yang

dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan pendekatan fenomenologi

63
yang dikembangkan oleh Colaizzi, 1978 (dikutip dalam Streubert &

Carpenter, 2013) dengan proses sebagai berikut :

1. Menggambarkan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi yang dilakukan oleh tim PPI untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan

2. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan

informan mengenai pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi kemudian membuat transkripsi dengan mengubah

rekaman suara menjadi bentuk tertulis secara verbatim

3. Membaca kembali hasil transkrip wawancara yang ditemukan

sebanyak 4-5 kali dari semua informan agar peneliti lebih

memahami pernyataan-pernyataan informan tentang

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi.

4. Memilih penyataan yang penting dan signifikan untuk

dikelompokkan.

5. Menentukan makna setiap pernyataan yang penting dari setiap

informan dan pernyataan yang berhubungan dengan

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

6. Mengelompokkan makna tersebut ke dalam kelompok tema

7. Mengintegrasikan hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk

deskripsi naratif mendalam tentang pelaksanaan pencegahan

dan pengendalian infeksi

64
8. Melakukan validasi makna dengan informan dengan cara peneliti

kembali ke informan untuk klarifikasi data hasil wawancara

berupa transkrip yang telah dibuat untuk memberikan

kesempatan kepada informan menambahkan informasi yang

tidak ingin dipublikasikan dalam penelitian

9. Menggabungkan data yang muncul selama validasi ke dalam

transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan penyataan

informan.

G. Etik Penelitian

Sebelum melakukan penelitian akan dimasukkan surat

permohonan etik dari Komisi Etik Universitas Hasanuddin. Komisi

Nasional Etika Penelitian Kesehatan (2011) menyatakan bahwa etik

penelitian memiliki beberapa prinsip :

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Human

Dignity)

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat

dan martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan

kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak

penelitian. Tidak boleh ada paksaan atau penekanan tertentu

agar subjek bersedia ikut dalam penelitian. Subjek dalam

penelitian juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan

lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan

65
manfaat penelitian, prosedur, resiko penelitian, keuntungan yang

mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian

menentukan apakah akan ikut serta atau menolak sebagai

subjek penelitian. Prinsip ini tertuang dalam pelaksanaan

informed consent yaitu persetujuan untuk berpastisipasi sebagai

subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap

dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan

penelitian.

Peneliti melakukan beberapa hal yang berhubungan dengan

informed consent antara lain: a. Mempersiapkan formulir

persetujuan yang akan ditandatangani oleh subjek penelitian; b.

Memberikan penjelasan langsung kepada subjek mencakup

seluruh penjelasan yang tertulis dalam formulir informed consent

dan penjelasan lain yang diperlukan untuk memperjelas

pemahaman subjek tentang pelaksanaan penelitian; c.

Memberikan kesempatan kepada subjek untuk bertanya tentang

aspek-aspek yang belum dipahami dari penjelasan peneliti dan

menjawab seluruh pertanyaan subjek dengan terbuka; d.

Memberikan waktu yang cukup kepada subjek untuk

menentukan pilihan mengikuti atau menolak ikut serta sebagai

subjek penelitian; e. Meminta subjek untuk menandatangani

66
formulir informed consent, jika ia menyetujui ikut serta dalam

penelitian.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek (respect for

privacy and confidentiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak

asasi untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Namun tidak

dapat dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya

informasi tentang subjek. Sehingga peneliti perlu merahasiakan

berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak

ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui

oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara

meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek kemudian

diganti dengan kode tertentu (Anonymity). Dengan demikian

segala informasi yang menyangkut identitas subjek tidak

terekspos secara luas.

3. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (respect for just

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian dilakukan secara jujur,

tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara profesional.

Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

67
4. Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan

(balancing harm and benefits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

subjek penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan

diterapkan (beneficience). Kemudian meminimalisir

resiko/dampak yang merugikan bagi subjek penelitian

(nonmaleficience). Prinsip ini yang harus diperhatikan oleh

peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk mendapatkan

persetujuan etik dari komite etik penelitian. Peneliti harus

mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian dari

penelitian.

5. Confediantiality

Peneliti menjamin kerahasiaan responden dan data yang

diberikan. Data yang ditampilkan merupakan data yang relevan

dengan tujuan penelitian.

68
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengeksplorasi

secara mendalam bagaimana pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi dalam meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan di RSUD Labuang Baji Makassar. Pada bab ini, hal pertama

yang akan dibahas peneliti adalah karakteristik informan seperti

identitas atau data demografi dari masing-masing informan. Kemudian

dilanjutkan dengan interpretasi hasil penelitian dengan

mengindentifikasi hasil penelitian dengan konsep, teori dan hasil-hasil

penelitian yang berhubungan. Proses penelitian yang dilalui di lokasi

penelitian akan dibahas dalam keterbatasan penelitian dengan

mendeskripsikan kondisi yang dialami saat melakukan penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, pada tahap

pertama dilakukan pengambilan data pada tanggal 19 September 2017

sampai 10 Oktober 2017. Pengambilan data dilakukan di RSUD

Labuang Baji Makassar terkhusus pada TIM PPI yaitu 3 IPCN dan 9

IPCLN, tekhnik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive

sampling. Secara keseluruhan jumlah informan yang mengikuti

wawancara dalam penelitian ini sejumlah 12 orang tim PPI. Untuk

menjaga kerahasiaan informan, nama dan inisial yang digunakan dalam

69
penelitian ini bukan nama asli informan. Setiap informan diberi kode

masing-masing.

Informan yang bertugas sebagai IPCN diberi Kode (CN) dan

IPCLN diberi Kode (CLN) dengan rekapitulasi karakteristik informan

sebagai berikut :

1. CN01/N adalah seorang perawat yang secara purna waktu menjabat

sebagai IPCN dengan nama Norma inisial N, usia 53 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCN sejak tahun

2015.

2. CN02/B adalah seorang perawat yang secara purna waktu menjabat

sebagai IPCN dengan nama Barlian inisial B, usia 31 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCN sejak tahun

2015.

3. CN03/H adalah seorang perawat yang secara purna waktu menjabat

sebagai IPCN dengan nama Hasni inisial H, usia 38 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCN sejak tahun

2015.

4. CLN01/V adalah adalah seorang kepala ruangan yang juga bertugas

sebagai IPCLN dengan nama Verawati inisial V, usia 43 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak tahun

2016.

5. CLN02/AS adalah adalah seorang kepala ruangan yang juga

bertugas sebagai IPCLN dengan nama Asriani inisial AS, usia 45

70
tahun, jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN

sejak tahun 2016.

6. CLN03/M adalah adalah seorang kepala ruangan yang juga

bertugas sebagai IPCLN dengan nama Mega inisial M, usia 40

tahun, jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN

sejak tahun 2016.

7. CLN04/Bi adalah adalah seorang kepala ruangan yang juga

bertugas sebagai IPCLN dengan nama Bidan inisial B, usia 30 tahun,

jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak

tahun 2016.

8. CLN05/H adalah adalah seorang kepala ruangan yang juga bertugas

sebagai IPCLN dengan nama Humaya inisial H, usia 37 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak tahun

2016.

9. CLN06/B adalah adalah seorang ketua tim perawatan yang juga

bertugas sebagai IPCLN dengan nama Baya inisial B, usia 40 tahun,

jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak

tahun 2016.

10. CLN07/Na adalah seorang kepala ruangan yang juga bertugas

sebagai IPCLN dengan nama Nurhaenah inisial Na, usia 32 tahun,

jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak

tahun 2016.

71
11. CLN08/I adalah seorang kepala ruangan yang juga bertugas

sebagai IPCLN dengan nama Inayah inisial I, usia 35 tahun, jenis

kelamin perempuan, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak tahun

2015.

12. CLN09/Ma adalah seorang kepala ruangan yang juga bertugas

sebagai IPCLN dengan nama Mahyudin inisial Ma, usia 37 tahun,

jenis kelamin laki-laki, dengan lama kerja sebagai IPCLN sejak tahun

2015.

Secara keseluruhan, hasil analisa data pada penelitian ini

menunjukkan enam tema yang disusun dari beberapa sub tema yang

menggambarkan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

dalam meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD Labunag Baji

Makassar.

Tema 1 pada penelitian ini adalah pelaksanaan pencegahan

dan pengendalian infeksi, tema ini dibentuk dari sub tema monitoring

evaluasi pencegahan infeksi, pendataan kejadian infeksi dan mencegah

terjadinya infeksi. Tema 2 adalah peningkatan pengetahuan tentang

infeksi, tema ini dibentuk dari peningkatan pengetahuan tentang infeksi.

Tema 3 adalah manfaat pelaksanaan PPI, tema ini dibentuk dari sub

tema manfaat untuk petugas kesehatan dan manfaat untuk pelayanan

kesehatan. Tema 4 adalah kendala dalam penerapan PPI, tema ini

dibentuk dari sub tema kurang tersedianya sarana dan prasarana,

kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang dan pencatatan

72
kasus infeksi yang tidak berkelanjutan. Tema 5 adalah alternatif

pemecahan masalah, tema ini dibentuk dari improvisasi alat,

memberikan bimbingan ulang kepada petugas dan memberikan teguran

langsung. Tema 6 adalah harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI

yang lebih efektif, tema ini dibentuk dari sub tema harapan untuk

sesama petugas kesehatan dan harapan untuk pihak rumah sakit.

Tema-tema yang terbentuk dari penelitian ini dibahas secara

terpisah, namun tema-tema tersebut saling berhubungan satu sama lain

yang memberikan gambaran tentang pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi yang berlangsung di Rumah Sakit Umum Daerah

Labuang Baji Makassar. Selanjuntya tema-tema utama yang

terindentifikasi akan dibahas secara rinci sebagai berikut :

1. Tema 1 : Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

Tema ini dibentuk dari tiga sub tema yaitu monitoring evaluasi

pencegahan infeksi, pendataan kejadian infeksi dan mencegah

terjadinya infeksi.

a. Monitoring evaluasi pencegahan infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 (tiga) informan

menyatakan bahwa tugas selaku tim PPI adalah terkait dengan

surveilans di ruang-ruang perawatan atau langsung observasi

kepada pasien. Studi dokumen didapatkan adanya jadwal

monitoring yang dilakukan oleh IPCN dan pembagian ruangan

73
monitoring. Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai

berikut :

“Kalau fungsi peran PPI itu, dalam buku pedoman


manajer ada 17, setiap hari mengawasi keadaan di
RS tentang PPI, penerapan SOP, banyak sih
banyak sekali kalau peran PPI, surveilans, audit,
monitoring, paling banyak tentang audit, cuci
tangan, monev APD, semua tentang penerapan
kewaspadaan isolasi” (CN03/H).

“… mendata kasus-kasus phlebitis, inoks, sampah


medis non medis sama masalah-masalah PPI
seperti kebersihan itukan masuk dalam PPI”
(CLN02/As)

b. Pendataan kejadian infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 9 (Sembilan) informan

menyatakan bahwa tugas sebagai PPI yang dikerjakan selama ini

adalah melakukan pencatatan kejadian infeksi di ruangan, setiap

hari melakukan pencatatan tindakan-tindakan invasive yang

dilakukan kepada pasien, dengan observasi langsung kepada

pasien atau dengan melihat data pada buku status pasien yang

dicatat oleh perawat jaga pada saat itu. Informan juga menyatakan

bahwa beberapa kasus yang sering mereka catat adalah misalnya

kasus-kasus plebhitis, memantau pemasangan dan pelepasan

infus pada pasien, pemasangan kateter. Selain itu sebagian besar

atau 12 informan menyatakan mereka juga bertugas memantau

pemilahan sampah infeksius dan non infeksius, dengan

memberikan pemahaman kepada perawat di ruangan atau

74
mahasiswa praktek. Studi dokumen didapatkan adanya formulir

pendataan kejadian phlebitis, pemasangan kateter, dan infeksin

nosocomial lainnya. Formulir tersebut digunakan oleh IPCLN untuk

melakukan pendataan setiap hari. Penyataan informan

diantaranya diungkapkan sebagai berikut :

“IPCLN itu PPI, Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi. Terkait lagi bagaimana kita melayani pasien
tidak terjadi infeksi nosokomial, terkait dengan
pertama APD, kemudian pemilahan sampah
infeksius dan non infeksius. Kebersihan ruangan,
tentang alat-alat. Kalau misalnya sudal dipakai,
rendam alat dengan cairan klorin dan masuk di
tempat yang steril atau non steril” (CLN06/B).

“Setiap hari dilakukan, ada memang dalam status


pasien ada itemnya. Misalnya bagaimana keadaan
infusnya pasien sekarang, masih bagus toh, fiksasi
masih aman cek. Atau ada plebhitis merah sekali
atau tidak atau mau dilepas dicentang di itemnya,
dicatat karena apa kalau lepas sendiri, catat juga. Itu
dilakukan setiap hari jalan atau liat status pasien”
(CLN05/H)

“Mengawasi semua eee apa tentang infeksi apa,


pencegahan infeksi mulai dari infus pemasangan
infus yang plebhit atau tidak, kateter yang mungkin
biasanya kan ada bermasalah, penanganan sampah.
Saya kumpulkan data tiap hari, cek pasien yang
terpasang infus, terpasang kateter, saya mendata
kapan pemasangannya, lihat tanda-tandanya dan ad
plebhit atau tidak. Kalau kateter penempatannya
sesuai atau tidak, jumlah urin keluaran dengan
masuknya cairan. (CLN04/Bi)

c. Mencegah terjadinya infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 2 (dua) informan menyatakan

bahwa tugas yang mereka lakukan selaku tim PPI adalah

memastikan tidak terjadinya infeksi di ruangan, dengan beberapa

75
cara yang dilakukan misalnya memastikan penggunaan APD (alat

pelindung diri) perawat saat melakukan tindakan dan selalu

memberikan edukasi tentang infeksi kepada perawat yang bertugas.

Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut :

“IPCLN itu PPI, Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi. Terkait lagi bagaimana kita melayani pasien
tidak terjadi infeksi nosokomial, terkait dengan
pertama APD, kemudian pemilahan sampah
infeksius dan non infeksius. Kebersihan ruangan,
tentang alat-alat. Kalau misalnya sudal dipakai,
rendam alat dengan cairan klorin dan masuk di
tempat yang steril atau non steril” (CLN06/B).

“itu tidak mesti bilang harus saya, misalnya memberi


HE ke teman-teman” (CLN02/As)

2. Tema 2 : Peningkatan pengetahuan tentang infeksi

Tema ini dibentuk dari satu sub tema yaitu peningkatan pengetahuan

tentang infeksi.

a. Peningkatan pengetahuan tentang infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 7 (Tujuh) informan menyatakan

bahwa mereka jadi lebih mengetahui tentang infeksi setelah

terlibat dalam tim PPI, karena untuk menjadi anggota tim PPI

atau sebagai IPCLN informan menyatakan mereka mengikuti

pelatihan-pelatihan tentang PPI. Selain menambah

pengetahuan tentang cara pencegahan dan pengendalian

infeksi kepada pasien, informan juga bisa lebih waspada

terhadap infeksi diri sendiri. Pertukaran informasi juga terjadi

antara informan dengan perawat lainnya, pengetahuan yang

76
dimiliki informan dibagikan kepada perawat yang ada di

ruangan. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“banyak, itu kalau misalnya yang terkena


jarum. Pernah ada mahasiswa terkena, ada
bagusnya kita bisa protek diri, kita juga bisa
memberi HE pada teman-teman, mahasiswa.
Protek dirilah namanya dan memberi HE sama
teman-teman” (CLN02/As)

“Pengetahuan pasti ada bertambah, dari tidak


tahu menjadi tahu tentang bagaimana
keselamatan pasien untuk pencegahan infeksi.
Seperti itu.” (CLN01/V)

“banyak, banyak sekali. Banyak dukanya,


dukanya itulah bagaimana saat kita
memberikan saat sharing teman-teman di
belakang, bagaimana pencegahan infeksinya.
Iya ada yang menerima dengan baik, ada juga
yang mungkin belum paham, yah begitulah.
Step by step by. (CN01/N)

3. Tema 3 : Manfaat pelaksanaan PPI

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yaitu bermanfaat untuk petugas

kesehatan dan bermanfaat untuk pelayanan

a. Bermanfaat untuk petugas kesehatan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan

menyatakan bahwa manfaat pelaksanaan PPI dapat menambah

pengetahuan terkait dengan infeksi, sehingga dalam

pelaksanaan dalam kegiatan bisa lebih efektif. Pengetahuan

yang dimiliki berasal dari pelatihan yang dilakukan dan ataupun

hasil berbagi pengetahuan bersama dengan petugas PPI lainnya.

Dari hasil penelitian ini 2 (dua) informan menyatakan bahwa

77
pengetahuan yang mereka miliki tentang infeksi bermanfaat bagi

diri sendiri bukan hanya pada pelaksanaan kegiatan PPI, tapi

juga membuat proteksi diri meningkat sehingga bisa lebih

terhindar dari infeksi yang bisa tertular kepada diri sendiri.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“Karena IPCN itu mengurusi semua ruangan, semua


instalasi, jadi saya lebih banyak tahu tentang
penanganan infeksi di tiap ruangan, pengetahuan saya
bertambah” (CN03/H)

“…Protek dirilah namanya dan memberi HE kepada


teman-teman” (CLN02/As)

“Mungkin kita lebih waspada diri terhadap infeksi, lebih


hati-hati” (CLN05/H)

“Pengetahuan pasti ada bertambahlah dari tidak tahu


menajadi tahu tentang bagaimana pencegahan infeksi”
(CLN01/V)

b. Bermanfaat untuk pelayanan kesehatan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa 4 (empat) informan

menyatakan bahwa adanya PPI membuat pemilahan sampah

lebih teratur, 3 informan menyatakan pelaporan kejadian infeksi

lebih rapi sedangkan 2 informan menyatakan adanya tim PPI

mampu menekan angka infeksi nosokomial. Manfaat-manfaatnya

yang disebutkan informan sangat berpengaruh pada pelayan

kesehatan, adanya tim PPI membuat resiko terjadinya infeksi

berkurang sesuai yang dijelaskan ataupun dijalankan di ruangan-

ruangan. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

78
“manfaatnya banyak karena semua bisa terkoordinir,
yang sampah dulunya misalnya tidak terkoordinir yang
dipilah-pilah sekarang bisa. Infus yang dulunya
dibiarkan saja tidak ada pencatatan pelaporan untuk
bikin BOR, maksudnya bikin pelaporan pasien”
(CLN01/V)

“Manfaatnya sih banyak, bagi kami juga infeksi


nosokomial bisa sedikit ditekan, masalah keselamatan
pasien juga kami bisa mengerti” (CLN03/M)

“sangat bermanfaat sebenarnya yang tadinya kan


tujuan utamanya kan tadi itu untuk mencegah infeksi
nosokomial dan teman bisa menjalankan kegiatan
SOP”(CLN06/B)

Manfaatnya itu besar, karena dengan adanya PPI itu


ada yang bisa mengontrol keselamatan pasien, kayak
sekarang kita sudah tahu jalurnya kemana kalau
tertusuk jarum, lebih bagus. Dulu-dulu kan diam-diam
saja, sekarang kita harus bicara” (CLN02/As)

4. Tema 4 : Kendala dalam penerapan PPI

Tema ini dibentuk dari tiga sub tema kurang tersedianya sarana dan

prasarana, kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang, dan

pencacatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan.

a. Kurang tersedianya sarana dan prasarana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan

menyatakan kendala dalam pelaksanaan kegiatan adalah sarana

yang disiapkan tidak berkesinambungan, terutama pada kantong

sampah yang digunakan pada pemilihan sampah infeksius dan

non infeksius. Kantong sampah yang harusnya ada memiliki

warna sesuai dengan kategori sampah misalnya warna merah

untuk sampah infeksius dan warna hitam untuk sampah non

79
infeksius, namun distribusi kantong sampah tersebut tidak lancer

sehingga pemilahan sampah di ruangan tidak maksimal.

3 (tiga) informan juga menyatakan bahwa safety box untuk

membuang jarum bekas suntik sangat kurang, sehingga kadang

sampah jarum tidak masukkan dalam safety box, hal ini beresiko

pada petugas, pasien, keluarga pasien maupun mahasiswa

praktek untuk terkena infeksi karena adanya sampah jarum yang

tidak disimpan dalam safety box. 2 (dua) informan juga

menyatakan alat pelindung diri misal masker dan sarung tangan

terbatas sehingga penggunaan pada tempat seharusnya tidak

maksimal. Studi dokumen pada panduan pelaksanaan

pencegahan infeksi di rumah sakit ditemukan bahwa salah satu

faktor yang mendukung pelaksanaan adalah dukungan

manajemen terkait dengan pengadaan fasilitas penunjang.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut:

“kadang itu kendalanya kadang itu tersedianya


sarana dan prasarana, kita kadang ke ruangan
karena keterbatasan seperti contoh kecil kantong
sampah plastic, itu contoh kecil. Kalau masu
disebutkan semua ada banyak, penggunaan
APD biasanya kadang, sudah bagus tapi tidak
seperti yang diharapkan. Pemilahan sampah
sudah bagus tapi belum seperti yang
diaharapkan, biasanya ada yang tercampur-
campur. (CN01/N)

“… itu masih kurang karena alat APD juga masih


terbatas. Jangankan APD yang biasa saja
kantong sampah yang kuning hitam itukan biasa
disediakan dan biasa kosong-kosong. Safety box

80
yang biasanya ada, biasa diganti dengan jerigen
karena habis” (CLN01/V)

“kendalanya kalau sampah ituji biasa yang


plastiknya bisa nda ada, kan biasa ada yang
infeksius dan non infeksius warnanya apa,
kurang anu mungkin alat sarana, kurang
pengadaan, tidak tercover. (CLN04/Bi)

b. Kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan

menyatakan petugas kesehatan kurang paham tentang

pekerjaan yang dilakukan tim PPI sehingga dukungan pekerjaan

pun kurang, seperti pada pemilahan sampah banyak petugas

kesehatan yang tidak memperhatikan tanda yang sudah

diberikan pada tempat sampah untuk pemilahan sampah

infeksius dan non infeksius. Sehingga sampah masih tercampur.

2 (dua) informan menyatakan bahwa hal ini terjadi karena

persepsi petugas kesehatan tentang PPI yang berbeda-beda.

Beberapa informan juga mengatakan tidak semua petugas ingin

menerima pengetahuan baru yang diberikan, sehingga sulit untuk

menyampaikan tugas-tugas PPI. Pernyataan informan

diantaranya sebagai berikut :

“banyak teman tidak sadar tentang terutama sampah,


sampah masih sering digabung-gabung, jadi kalau
pagi digabung sampah infeksius, botol minuman, saya
jadi bingung, diatur kembali lagi, dikasi pindah lagi”
(CLN05H)

“tidak semua orang mau menerima kita kan? Jadi kalau


misalnya kita masuk di instalasinya orang, kita harus
siap-siap juga, mungkin ada yang menolak, tidak

81
semua orang bisa menerima tapi karena basic yah
harus tetap melakukan pekerjaan mau menerima mau
tidak mau kita edukasi” (CN03/H)

“eee yah, kembali lagi ke diri masing-masing.


Meskipun kita sudah mengingatkan seperti itu tapi itu
kadang mungkin saya tidak tahu alasannya apa?
Apakah karena mungkin karena hilang, lupa, biarmi
begini deh. Jadi kembali ke individu masing-masing”
(CLN06/B)

“biasa kalau kendalanya paling itu kalau mahasiswa


sudah diberi tahu kadang-kadang salah lagi, sama
dengan teman-teman juga biasanya dikasi Tanya
biasa dia lupa lagi. Itu (ji) paling kendalanya.
(CLN02/As)

c. Pencatatan kasus infeksi tidak berkelanjutan

Dari hasil penelitian ini didapatkan 6 (enam) informan

menyatakan bahwa pencatatan kejadian-kejadian infeksi kadang

tidak terekam dalam form yang disiapkan oleh tim PPI, sehingga

kajdian tersebut tidak terekam dalam form. Hal ini mengakibatkan

data infeksi kurang lengkap dari ruangan, 3 (tiga) informan juga

menyatakan bahwa hal ini terjadi karena masih kurangnya

kerjasama petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatan

PPI. Studi dokumen ditemukan pencatatan laporan yang belum

lengkap. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“.. disini kan kerja shift-shift, biasanya ada yang tidak


terisi, jadi musti saya buka lagi semua, kapan anunya
kejadiannya. Kalau pasien sudah pulang dan
kebetulan saya libur dan itu biasa tidak terisi datanya,
kapan aff pasien “atau mungkin pernah plebhit, ter aff
atau tidak sedangkan status sudah disetor, saya tidak
lagi bisa lihat datanya” (CL04/Bi)

82
“Biasanya kalau dari segi pemahaman kan disini
apalagi kalau yang bangsal, masih ada maksudnya
kalau dari pasien biasa belum mengerti bagaimana
sebenarnya. Kalau dari rekan-rekan teman biasa
masih ada yang kurang peduli misalnya untuk
membantu kita melihat. Kan tidak selamanya kita 24
jam. Biasa ada yang terlewatkan. Untuk infusnya
misalnya, apakah karena sudah terlalu sibuk ataukah
dilupami yang mana pasien kemarin ini” (CLN01/V)

“Laporan biasanya kendalanya ini kan tugasnya IPCLN


kadang karena mungkin nda semua juga, nda setiap
hari juga, lupa kasi masuk ini, jadi lupa juga kontrolnya,
biasanya karena banyak pasien. Itulah gunanya saling
mengingatkan” (CLN06/B)

“Kendalanya juga kayak pencatatannya yang susah,


kan kalau penggantian infus tidak selamanya saya ada
di tempat dan kadang saya juga lupa. (CLN03/M)

“kalau surveilans yang dibutuhkan itu persepsi dari


IPCLN di ruangan masing-masing. Kan karena antara
satu IPCLN dan IPCLN lainnya itu tidak sama
persepsinya, misalnya plebhitis kadang beda-beda
pemahamannya makanya biasa ada yang tinggi angka
plebhitnya ada yang tidak, karena pemahamanya”
(CN03/H)

5. Tema 5 : Alternatif pemecahan masalah

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yang didapatkan dari hasil

wawancara yaitu improvisasi alat, memberikan bimbingan ualng

kepada petugas, memberikan teguran langsung.

a. Improvisasi alat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) informan

yang menyatakan bahwa kurangnya sarana dalam pekerjaan

sebagai PPI membuat mereka mengambil tindakan untuk

menyelesaikan masalah tersebut, seperti pada tidak tersedianya

83
kantung sampah plastik berwarna untuk pemilahan sampah

infeksius dan non infeksius, petugas di ruangan menyiasati

dengan memberi label warna kuning pada kantung hitam sebagai

penanda kantong infeksius.4 (empat) informan juga menyatakan

bahwa kurangnya sarana untuk safety box di ruangan untuk

membaung sampah jarum suntik membuat petugas mengambil

langkah atau menggunakan alat sebagai pengganti safety box

seperti jerigen yang dibuat sedemikian rupa untuk tempat

membuag sampah jarum suntik. Untuk pencatatan agar petugas

jaga tidak lupa form observasi dilampirkan dalam status pasien.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut:

“seperti tempat bekas suntik biasanya dimasukkan


dalam safety box jadi untuk selama ini untuk
mengantisipasi itu kalau safety box kan agak mahal,
tapi dari tim PPI itu sudah diinstruksikan boleh pake
jerigen” (CN01/N)

“..safety box yang biasanya ada, biasa diganti dengan


jerigen karena habis” (CLN01/V)

”Kantong kemarin ada(ji) datang cuman kan kita punya


tempat sampah besar yang kuning itu tapi itu(mi) yang
biasa kurang jadi kalau anu kita pakai yang hitam saja
baru nanti diikat dengan lakban kuning jadi kentara
kalau itu sampah medis, jadi disiasati (mami)”
(CLN02/As)

“biasanya lembaran dilampirkan di status pasien jadi


kalau teman-teman menulis pasti dia buat juga, kami
lihat di buku laporan kembali” (CLN03/M).
b. Memberikan bimbingan ulang kepada petugas

Sebanyak 5 (lima) informan menyatakan bahwa untuk

menangani kendala yang didapatkan saat pelaksanaan tugas

84
PPI mereka melakukan pendekatan interpersonal kepada

petugas kesehatan agar mereka tidak mengulangi kesalahan

yang pernah dilakukan, seperti pada penulisan kejadian infeksi

plebhitis yang kadang tidak tercatat pada form kejadian, PPI

mengingatkan kembali kepada petugas tersebut pentingnya

pencatatan. 6 (enam) informan menyatakan bahwa beberapa

petugas kadang diberi edukasi dan motivasi berulang agar para

petugas paham tentang pelaksanaan kegiatan PPI. Studi

dokumen pada pedoman pelaksanaan PPI didapatkan bahwa

salah satu tugas IPCLN adalah memberikan motivasi tentang

pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi

pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“ya kita edukasi lagi mereka, misalnya ada yang belum


paham kita berikan lagi pemahaman sesuai
kemampuan kita, ada yang belum melaksanakan kita
bimbing lagi supaya dilaksanakan tugas masing-
masing” (CLN03/H)

“biasanya koordinasi lagi dengan teman-teman, untuk


mengarahkan biasa kan disini kana da mahasiswa,
koordinasi dengan semua, dikasi tahu semua kembali,
kala ada mahasiswa saya jelaskan lagi mana infeksius
mana non infeksius, disini buang sampah, kembali
diulang-diulang” (CLN04/Bi)

“jadi sebenarnya menjadi IPCN itu dibutuhkan


pengalaman dan power, minimal pernah menjadi karu
jadi ada pengalaman manajerial bisa mengedukasi dan
memotivasi” (CN03/H)

85
c. Memberikan teguran langsung

2 (dua) informan menyatakan bahwa untuk mengatasi kendala

yang didapatkan selama pelaksanaan tugas PPI adalah

melakukan teguran langsung kepada petugas ataupun

mahasiswa. Studi dokumen pada pedoman pelaksanaan PPI

didapatkan bahwa salah satu tugas IPCLN adalah memberikan

motivasi tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan

pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit

rawatnya masing-masing. Pernyataan informan diantaranya

sebagai berikut :

“mendekati teman-teman dengan cara mengingatkan,


kita dokumentasikan (di’), isi(ki) ini buku pulang supaya
bisa kita telusuri” (CLN01/V)

“kasih punishment, kalau mahasiswa misalnya salah


buang sampah medis biasanya saya kasih hukuman
bawa tissue atau bawa handrub, kan kalau dikasi
hukuman begitu dia biasa anu, sama juga kalau teman
paling ditegur langsung begitu” (CLN02/As)

6. Tema 6 : Harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih

efektif

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yaitu harapan untuk sesama

petugas dan harapan untuk pihak rumah sakit.

a. Harapan untuk sesama petugas

Pada penelitian ini menunjukkan harapan semua informan

untuk sesama petugas kesehatan khususnya tim PPI untuk lebih

meningkatkan evaluasi dengan cara lebih sering melakukan

86
observasi ke tiap ruang perawatan dan mengadakan pelatihan

untuk semua petugas kesehatan dan tim PPI berharap agar

kegiatan yang mereka lakukan mendapatkan dukungan dari

semua petugas kesehatan. Pernyataan informan diantaranya

diungkapkan sebagai berikut:

“Harapanku supaya kedepannya jauh lebih bagus


dan bisa pelatihan-pelatihan. Bukan cuman tim
PPInya tapi semua yang terlibat untuk
menyukseskan PPI, karena kalau cuman PPI nya
saja tidak dilatih juga yang lain, tidak bisa juga.
Supaya dia menganggap itu betul-betul penting,
bukan hanya sekedar ini ditulis ini sebagai pelaporan”
(CN03/H).

“PPI itu lebih sering turun terus sarana prasarana


disiapkan terus kayaknya pelatihan masih mau
ditingkatkan karena masih banyak teman-teman
yang belum pelatihan tentang PPI. Kalau kayak kitaji
mau diskusi mungkin nda anu tapi kalau kita
pelatihan ada prakteknya, dikasih Tanya bagaimana
cara mencampur ini, klorin apa. Itukan ada. Beda
efeknya. Siapa tau kamu mau melaksanakan
pelatihan, anu toh in house training sekali-kali
maksudnya” (CLN 03/M)

“Evaluasinya lebih ditingkatkan, misalnya di ruangan


ini terjadi peningkatan inoks sekian persen mungkin
kita di evaluasi apa alasannya, langsung terjun ke
lapangan dan bisa juga dibservasi dari IPCN
misalnya ada tindakan nda perlu mengatakan bahwa
saya mau evaluasi begitu, tapi dating liat apakah
memang dijkerjakan sesuai SPO. Terkaitnya lagi
fasilitasnya lah, harusnya contohnya pengadaan
kantong plastic harus berkesinambungan misalnya”
(CLN 05/H).

b. Harapan untuk pihak rumah sakit

9 (Sembilan) informan pada penelitian ini berharap kepada

pihak rumah sakit agar memberikan dukungan kepada tim PPI

87
dengan cara menjamin ketersediaan sarana dan prasarana

seperti menyediakan fasilitas khusus untuk pemilahan sampah

dan mendanai pelatihan lanjutan. Pernyataan informan

diantaranya diungkapkan sebagai berikut:

“Dukungan pihak manajemen sangat diperlukan


terutana dukungan dana untuk pelatihan lanjutan”
(CN01/N)

“Mungkin perlu pelatihan lagi supaya refresh ingatan,


itu juga kantong sampah supaya lebih total
manajemen siapkan itu agar sampah tidak
berserakan lagi atau campur” (CLN08/I).

B. PEMBAHASAN

1. Tujuan 1: Eksplorasi pengalaman tim PPI dalam pelaksananaan

pencegahan infeksi.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tim PPI meliputi IPCN

dan IPCLN memperoleh pengalaman positif berupa pemahaman

yang lebih mendalam tentang infeksi, bisa berbagi ilmu kepada

teman sejawat dan meningkatnya proteksi diri terhadap infeksi.

Semua pengalaman tersebut berefek pada peningkatan

pengetahuan tim PPI tentang infeksi sehingga memberikan

kontribusi dalam pelaksanaan pencegahan infeksi. Seperti yang

didapatkan oleh Puspasari (2015) bahwa semakin meningkat

pengetahuan perawat maka praktik dalam pencegahan infeksi

nosokomial akan semakin baik. Namun hasil penelitian Iliyasu G,

Dayyab FM, Habib ZG, et al. (2016) menemukan lemahnya

88
hubungan antara pengetahuan yang baik tentang infeksi dengan

praktik penecegahan infeksi sehingga menunjukkan bahwa

pengetahuan tidak selalu diterjemahkan ke dalam praktik yang baik.

PPI yang dijalankan oleh IPCN dan IPCLN di RSUD Labuang

Baji kota Makassar adalah dengan melakukan monitoring evaluasi

pencegahan infeksi melalui beberapa cara. Bagi IPCN, monitoring

dilakukan dengan cara surveilans ke berbagai ruang perawatan yang

terdapat di RS dan bagi IPCLN, monitoring dilakukan dengan

mengunjungi dan mengobservasi satu per satu pasien rawat inap di

ruangan tempatnya bertugas. Proses monitoring dilakukan secara

berkala untuk memastikan pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian infeksi berjalan sebagaimana mestinya sehingga

dapat menekan angka kejadian infeksi di RSUD Labuang Baji.

Berbeda dengan yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky

(2017) bahwa pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan tim

PPI di RSUP Ratatotok Buyat masih rendah terbukti dengan

jarangnya diadakan pertemuan rapat komite PPI, serta belum

rampungnya pengolahan data dan dokumen pelaporan komite untuk

tahun 2016 dan 2017.

Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa tim PPI

khususnya IPCLN melakukan pendataan kejadian infeksi meliputi

pendataan kejadian phlebitis, kejadian decubitus dan kejadian

infeksi nosokomial. Data yang terkumpul dari IPCLN digunakan oleh

89
IPCN untuk menilai tingkat infeksi di RSUD Labuang Baji. Selain itu,

peran dari IPCN dalam pengumpulan data hanyalah membantu dan

melengkapi kekurangan agar data yang dikumpulkan lebih

berkualitas (Zuhrotul & Satyabakti, 2013). Mekanisme pelaksanaan

pendataan infeksi rumah sakit menurut Depkes RI (2010) diawali

dengan pengisian dan pengumpulan formulir surveilans setiap

pasien berisiko di unit rawat inap masing-masing setiap hari.

Kemudian pada awal bulan berikutnya paling lambat tanggal 5,

formulir surveilans diserahkan kepada tim PPI dengan diketahui dan

ditandatangani kepala ruangan.

Pelaksanaan PPI yang bertujuan untuk mencegah infeksi

dilakukan pula dengan cara kepala ruangan yang sebagian besar

adalah IPCLN memastikan penggunaan APD oleh petugas

kesehatan saat kontak dengan pasien maupun saat berada di

lingkungan rumah sakit dan memberikan edukasi tentang infeksi

kepada perawat. Seperti yang didapatkan oleh Zuhrotul & Satyabakti

(2013) bahwa dengan rutin memberikan sosialisasi yang

berkelanjutan kepada para perawat khususnya perawat baru

mengenai pentingnya pencegahan infeksi dapat meningkatkan

kompetensi perawat.

Hasil penelitian ini menunjukkan proses pelaksanaan

pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Labuang Baji saat

ini dirasakan semakin baik dari sebelumnya dan memberikan banyak

90
manfaat. Manfaat dirasakan oleh petugas kesehatan khususnya

IPCN dan IPCLN yaitu terjadi pengurangan infeksi di RSUD Labuang

Baji, petugas kesehatan lebih tau tentang cara penanganan infeksi

sehingga proteksi diri meningkat.

Pelaksanaan PPI yang dijalankan oleh tim PPI di RSUD

Labuang Baji juga bermanfaat untuk pelayanan. Dengan adanya

PPI, maka pelaporan kejadian infeksi lebih rapi dan jalur pelaporan

lebih jelas yang dapat mempercepat koordinasi dan penanganan

kasus infeksi sehingga mutu pelayanan kesehatan menjadi lebih

baik. Selain itu, pemilahan sampah infeksius dan non infeksius lebih

teratur dan menekan angka infeksi nosokomial di rumah sakit.

Seperti yang didapatkan oleh Sugeng, Ghofur dan Kurniawati (2015)

untuk dapat menurunkan angka kejadian infeksi hendaknya

melakukan upaya pencegahan secara maksimal dan menyeluruh

untuk setiap unit yang dinilai beresiko dapat menularkan infeksi.

Dalam pengaplikasiannya harus selalu dilakukan pemantauan dan

evaluasi supaya dapat berjalan secara sistematis dan terarah

sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan yaitu

menurunkan angka kejadian infeksi.

2. Tujuan 2: Eksplorasi kendala yang dihadapi dalam

pelaksanakan PPI serta strategi yang digunakan dalam

menghadapi kendala tersebut.

91
a. Kendala dalam pelaksanakan PPI

Proses pelaksanaan pengendalian dan pencegahan infeksi

di RSUD Labuang Baji secara umum sudah berjalan. Namun

terdapat beberapa kendala yang dirasakan oleh tim PPI dalam

menjalankan perannya sebagai IPCN maupun IPCLN. Kendala

tersebut bersumber dari berbagai hal seperti kurang tersedianya

sarana dan prasarana, kesadaran petugas yang masih kurang

dan pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan.

Apabila membahas tentang sarana dan prasarana,

beberapa informan mengeluhkan kantong plastik sampah

infeksius yang selalu habis, safety box jarang tersedia dan

keterbatasan APD. Kurang tersedianya sarana dapat

menghambat pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit di

rumah sakit. Seperti yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan

Boky (2017) bahwa dari segi kualitas, sarana prasarana dan

fasilitas program PPI masih memadai, namun dari segi

kecukupan program menemui kendala akibat kesalahan pihak

tim PPI yang terlambat mengusulkan permintaan kepada pihak

manajemen.

Kendala lain yang bersumber dari pemberi pelayanan

adalah kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang. Hal ini

terlihat dari pernyataan informan bahwa ada kalanya petugas

92
kesehatan memiliki persepsi yang berbeda tentang PPI,

kurangnya pemahaman petugas tentang PPI, masih terdapat

petugas kesehatan yang belum memanfaatkan APD dan tidak

semua petugas kesehatan ingin menerima edukasi tentang PPI.

Hal ini terkait dengan kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM)

tim PPI. Seperti yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky

(2017) bahwa kualitas SDM pelaksana program Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi (PPI) masih kurang akibat belum semua

komite diikutsertakan dalam pelatihan yang disyaratkan dan

sosialisasi yang masih jarang dibuat sehingga beberapa petugas

sering lupa mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).

Sama halnya dengan yang terjadi di RSUD Labuang Baji

Makassar. Masih terdapat beberapa informan yang belum

mendapatkan pelatihan dasar PPI.

Pada penelitian ini juga mendapatkan bahwa kendala dari

pemberi pelayanan dalam melaksanakan PPI di RSUD Labuang

Baji yaitu masalah pencatatan kasus infeksi yang tidak

berkelanjutan dengan alasan susahnya pencatatan kasus,

kurangnya kerjasama dari petugas kesehatan dan data infeksi

yang kurang lengkap. Beberapa IPCLN juga mengeluhkan

adanya pekerjaan lain, sehingga tidak bisa full time/penuh waktu

sehingga kurang maksimal dalam melaksanakan surveilans.

Para IPCLN merangkap jabatan sebagai kepala ruangan dan

93
ketua tim perawatan yang beban kerjanya sudah banyak,

sehingga kurang sempurna dalam melakukan pengumpulan

data. Selain itu, keterbatasan waktu yang tidak 24 jam berada

bersama pasien yang menyebabkan ketidaklengkapan

pelaporan.

Waktu merupakan salah satu faktor yang sangat penting

karena surveilans merupakan kegiatan yang sangat

membutuhkan waktu dan menyita hampir separuh waktu kerja

seorang IPCN/IPCLN. Seperti yang didapatkan oleh Zuhrotul &

Satyabakti, (2013) bahwa ketepatan jumlah pelaporan infeksi

mencapai 41% dan kelengkapan pengisian formulir surveilans

hanya mencapai 36% dari keseluruhan pasien di rumah sakit

yang terdaftar sehingga kurang menggambarkan keadaan yang

sebenarnya dan belum memenuhi standar. Rendahnya angka

tersebut dikarenakan memang ada beberapa pasien yang tidak

terdata saat proses pengumpulan data surveilans. Hal tersebut

dapat terjadi dikarenakan para IPCLN di lapangan merangkap

tugas sebagai perawat yang notabene sangat sibuk sehingga

tidak banyak waktu untuk mendata pasien ke dalam formulir

surveilans. Ketidaktepatan pelaporan tersebut juga disebabkan

karena kelalaian dari petugas kesehatan yang ada di lapangan.

Kurangnya sumber daya, kelebihan beban kerja dan

kendala waktu telah dilaporkan sebagai faktor utama yang

94
mempengaruhi praktik pengendalian infeksi yang buruk di

fasilitas layanan kesehatan di Nigeria (Adinma ED, Ezeama C,

Adinma JI, Asuzu MC, 2009; Okechukwu EF, Modteshi C, 2012;

Ogoina D, Pondei K, Chima G, et al., 2015) dan 95egara-negara

lain di dunia (Kermode M, Jolley D, Langkham B, et al., 2005;

Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM, 2010).

b. Strategi untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan PPI

Melihat beberapa kendala yang dialami, sehingga tim PPI

merumuskan beberapa aternatif pemecahan masalah agar PPI

tetap berjalan. Salah satu strategi yang dilakukan adalah

improvisasi alat dengan cara menggunakan jerigen sebagai

pengganti safety box, memberi tanda khusus pada kantong

plastic sebagai sampah infeksius dan melampirkan lembar

observasi infeksi di buku status pasien. Seperti yang didapatkan

oleh Agustin, Amri & Suyanto (2017) bahwa daya penerimaan

safety box dengan bahan jerigen bekas lebih tinggi daripada

daya penerimaan safety box dengan bahan karton. Safety box

dengan bahan dari jerigen bekas memiliki kekuatan, kualitas

bahan baku, kekedapan air, dan kemudahan penggunaan yang

lebih diterima oleh petugas kesehatan dibandingkan dengan

safety box berbahan karton. Pembuatan jerigen tersebut menjadi

safety box merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh

petugas kesehatan untuk mensiasati ketidaksediaan sarana.

95
Penelitian ini juga menunjukkan strategi lain yang

dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan

motivasi petugas kesehatan dalam melaksanakan PPI yaitu

memberikan bimbingan ulang kepada petugas dengan cara

melakukan pendekatan interpersonal kepada petugas

kesehatan, memberikan edukasi terus-menerus dan

memberikan motivasi kepada petugas kesehatan. Seorang

personil IPCN/IPCLN yang ideal harus tekun, antusias dan

sebagai sukarelawan yang termotivasi serta mempunyai

ketertarikan pada masalah kontrol infeksi (Charalambous, 1995;

Dawson, 2003).

Strategi lain yang dilakukan oleh tim PPI agar

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi tetap

berjalan adalah dengan memberikan teguran langsung, baik

teguran dari IPCN ke IPCLN maupun teuran dari IPCLN ke

petugas kesehatan lainnya. Memberikan teguran tentang

pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi

pada setiap personil ruangan di unit rawat inap masing-masing

merupakan salah satu tugas pokok dari IPCLN (Depkes dan

Perdalin, 2008). Dalam hal ini, IPCN dan IPCLN mencoba untuk

menjalankan perannya sebagai supervisor. Seperti yang

didapatkan oleh Mustariningrum, Koeswono & Ahsan (2015)

bahwa supervisi berpengaruh positif kuat terhadap kinerja

96
IPCLN, setiap kenaikan variabel supervisi 1% maka variabel

kinerja IPCLN akan naik sebesar 48,3%. dengan adanya

supervisi dari atasan (IPCN dan Komite PPI) mampu

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan IPCLN dalam

menjalankan tugasnya serta makin terbinanya hubungan dan

suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

Supervisi mampu meningkatkan efisiensi dengan mengurangi

tingkat kesalahan dalam tugas IPCLN sehingga pemakaian

sumber daya (tenaga, dana dan sarana) yang sia-sia dapat

dicegah. Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh atasan mampu

memberikan kontribusi dan dorongan yang positif bagi IPCLN

untuk menjalankan tugas. Tujuan utama supervisi untuk

meningkatkan kinerja bawahan dan bukan untuk mencari

kesalahan sehinga menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan

yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih

efektif dan efisien (Suarli & Bactiar, 2009).

3. Tujuan 3: Eksplorasi harapan untuk pelaksanaan PPI

Secara keseluruhan, semua informan telah memahami konsep

pelaksanaan PPI. Hal itu dapat dilihat dari beberapa pernyataan

informan sehingga informan mengutarakan harapan untuk petugas

kesehatan dan untuk pihak rumah sakit agar pelaksanaan PPI dapat

berjalan lebih efektif.

97
IPCLN berharap agar IPCN lebih meningkatkan monitoring dan

evaluasi secara berkala seperti melakukan observasi keruang

perawatan dan mengadakan pelatihan lanjutan. Kegiatan pelatihan

program PPI tingkat dasar di RSUD Labuang Baji yang ditujukan

kepada IPCLN dengan narasumber Komite PPI yang terlatih (in

house training) sudah dilakukan dan wajib diikuti oleh seluruh IPCLN

saat awal diberi tugas memberikan output yang baik yaitu program

pelatihan, materi pelatihan sudah sesuai dan dapat menunjang

tugas sebagai IPCLN. Namun, masih ada beberapa IPCLN yang

belum mengikuti pelatihan tersebut. Sesuai dengan yang didapatkan

oleh Mustariningrum, Koeswono & Ahsan (2015) bahwa pelatihan

berpengaruh positif terhadap kinerja IPCLN, setiap kenaikan

variabel pelatihan 1% maka variabel kinerja IPCLN akan naik

sebesar 36,2%. Hal ini berarti makin sering IPCLN mendapatkan

pelatihan yang sesuai dengan tugas-tugasnya sebagai pelaksana

program PPI maka makin meningkat kinerjanya.

Pengadaan pelatihan/seminar/workshop PPI tingkat lanjut

dapat meningkatkan kemampuan tim PPI secara bertahap. Menurut

Simanjuntak (2011) semakin lama waktu yang digunakan untuk

pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan dan

kompetensinya melakukan pekerjaan.

Farooq dan Aslam Khan (2011) pada institusi pendidikan di

Pakistan, menyimpulkan training (pelatihan) berpengaruh signifikan

98
terhadap employee performance (kinerja pegawai) bersama-sama

dengan variable feedback (umpan balik). Training dan feedback

berdampak pada peningkatan kinerja karyawan. Pelatihan

mempunyai berbagai manfaat untuk karier jangka panjang yang

membantu IPCLN mempunyai tanggungjawab lebih besar dalam

jangka waktu yang panjang. Program pelatihan tidak hanya penting

bagi individu tetapi juga bagi organisasi PPI di rumah sakit

pekerjaan, dengan demikian semakin tinggi kinerjanya.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan harapan informan

terhadap pihak rumah sakit agar terus memberikan dukungan

kepada tim PPI dengan cara mendanai pelatihan lanjutan dan

menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pelatihan

program PPI yang semestinya diselenggarakan secara

berkesinambungan oleh manajemen rumah sakit memang

membutuhkan dana dan pengorbanan yang tidak kecil, namun

hasilnya diharapkan jauh lebih besar dari pengorbanan tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Mustariningrum, Koeswono & Ahsan

(2015) bahwa pelatihan dapat meningkatkan kinerja tim PPI dan

menurunkan cost yang tidak perlu akibat infeksi nosokomial yang

ditimbulkan petugas kesehatan di rumah sakit.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini dirasakan masih memiliki keterbatasan dan

kekurangan. Keterbatasan penelitian ini yaitu:

99
1. Pembatasan pemilihan informan yang hanya mengambil IPCLN

yang bertugas di ruang perawatan sedangkan IPCLN yang bertugas

di poliklinik tidak dijadikan sebagai informan.

2. Terdapat informan yang kurang bisa mengungkapkan hal yang

dialami terkait pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

ketika wawancara berlangsung.

100
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan tujuh tema. Tema-tema tersebut

adalah pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi,

peningkatan pengetahuan tentang infeksi, manfaat pelaksanaan PPI,

kendala dalam penerapan PPI, alternatif pemecahan masalah, dan

harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih efektif.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PPI di

RSUD Labuang Baji Makassar sudah berjalan yang ditandai dengan:

1. Tim PPI meliputi IPCN dan IPCLN terlibat dalam pencegahan dan

pengendalian infeksi.

2. Pelaksanaan PPI dirasakan dapat memberikan manfaat untuk

petugas kesehatan dan untuk pelayanan pasien.

3. Terdapat beberapa kendala seperti kurang tersedianya sarana dan

prasarana, kesadaran petugas yang masih kurang dan pencatatan

kasus infeksi yang tidak berkelanjutan. Meskipun terdapat kendala,

pelaksanaan PPI di RSUD Labuang Baji tetap berjalan karena tim PPI

menggunakan alternative pemecahan masalah dengan melakukan

improvisasi alat, memberikan bimbingan ulang kepada petugas dan

memberikan teguran langsung.

4. Tim PPI berharap kepada sesama petugas kesehatan dan kepada

pihak rumah sakit agar bisa terus meningkatkan efektivitas

101
pelaksanaan PPI di RSUD Labuang Baji sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan.

B. SARAN

Melihat dari hasil penelitian yang didapatkan, maka peneliti

memiliki beberapa saran terkait pelaksanaan PPI, yaitu:

1. Bagi RSUD Labuang Baji

a. Membuat kebijakan/standar prosedur operasional untuk kegiatan

diskusi bersama komite PPI yang dijadwal secara berkala dan

melakukan sosialisasi terkait kebijakan yang dibuat kepada

semua bagian agar tercipta satu bentuk pemahaman yang sama

tentang pelaksanaan PPI.

b. Membuat pedoman surveilans PPI agar ketepatan pelaporan dan

kelengkapan data kasus infeksi mecapai 100% sehingga data

dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan

menekankan keseragaman waktu pengumpulan laporan kasus

infeksi yang diberlakukan secara resmi oleh pimpinan rumah

sakit untuk meningkatkan kedisiplinan/ketepatan waktu dalam

pengumpulan data surveilans.

c. Pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan hendaknya tetap

diagendakan secara berkesinambungan kepada seluruh petugas

kesehatan, bukan hanya diperuntukkan kepada tim PPI agar

tercipta kesamaan persepsi antara petugas kesehatan dan

komite PPI terkait pencegahan dan pengurangan infeksi di rumah

102
sakit. Selain pemberian pelatihan secara berkala juga perlu

dilakukan evaluasi atau feedback hasil pelatihan untuk menilai

sejauhmana keberhasilan program pelatihan yang telah diikuti.

d. Pihak manajemen rumah sakit perlu memperhatikan pemberian

penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) kepada tim PPI

untuk meningkatkan motivasi kerja.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Melakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan

penggabungan data kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat

dilihat secara statistik besarnya dampak positif yang dihasilkan

dengan adanya PPI rumah sakit.

b. Melakukan penelitian selanjutnya dengan menjadikan tim IPCLN

sebagai informan tanpa memisah sebagai obyek utama agar

dapat lebih fokus mengkaji efektivitas pelaksanaan pencegahan

dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

103
DAFTAR PUSTAKA

Adinma ED, Ezeama C, Adinma JI, Asuzu MC. (2009). Knowledge and
practice of universal precautions against blood borne pathogens
amongst house officers and nurses in tertiary health institutions in
Southeast Nigeria. Niger J Clin Pract.12:398–402
Agustin. C.R, Amri. C & Suyanto. A. (2017). Pemaanfaatan Limbah Jerigen
Menjadi Safety Box Di RSUD Wates. Sanitasi, Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol.8 No.4, Mei 2017, Hal 158 – 163.
Al-Amri, N. M. (2015). Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M.
Djoelham Dalam Implementasi Sistem Keselamatan Pasien (Patient
Safety) Tahun 2015. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ariyani. (2009). Analisis pengetahuan dan motivasi perawat yang
mempengaruhi sikap mendukung penerapan program patient safety
di Instalasi Perawatan Intensif Di RSUD Moewardi Surakarta.,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Bloom, B. S., Engelhart, M. D., Furst, E. J., Hill, W. H., & Krathwohl, D. R.
(1956). Taxonomy of educational objectives, handbook I: The
cognitive domain: New York: David McKay Co Inc.
Charalambous, L. (1995). Development of the Link-Nurse Role in Clinical
Setting. Nurse Times, vol. 91, pp. 36–7
Dawson, S.J. (2003). The Role of the Infection Control Link Nurse. Journal
of Hospital Infection, vol. 54, pp 251–257
Depkes, RI. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Patient Safety): Jakarta.
Depkes, RI. (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit
(patient safety). Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI., (2010). Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit.
Jakarta: Kemenkes RI
Depkes dan Perdalin. (2008). Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya. Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Jakarta
Farooq, M., dan Khan, M.A. (2011). Impact of Training and Feedback on
Employee Performance, Journal Far East of Psychology and
Business. vol. 5 (1), pp. 23–33.
Ginting, D. S. (2014). Hubungan Pengetahuan Dan Kemampuan Perawat
Dengan Penerapan Standar Joint Commission International Tentang

104
Keselamatan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Rsup. H. Adam
Malik Medan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hasibuan, D. C. (2015). Peran Perawat Dalam Penerapan Keselamatan
Pasien (Patient Safety) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hasibuan, M. (2005). SP.(2005) Manajemen Sumber Daya manusia. Edisi
Revisi. Jakarta: Pt. Bumi Aksara.
Irwanto, H. (2008). Potensi, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Pajak
Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Kepahiang. Tesis Program
Magister Perencanaan Pembangunan, Universitas Bengkulu, tidak
dipublikasikan.
Iliyasu, G., Dayyab, F. M., Habib, Z. G., Tiamiyu, A. B., Abubakar, S.,
Mijinyawa, M. S., & Habib, A. G. (2016). Knowledge and practices of
infection control among healthcare workers in a Tertiary Referral
Center in North-Western Nigeria. Annals of African Medicine, 15(1),
34–40. http://doi.org/10.4103/1596-3519.161724
Kemenkes. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/Menkes/Per/Viii/2011 Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Jakarta.
Kermode M, Jolley D, Langkham B, Thomas MS, Holmes W, Gifford SM.
(2005). Compliance with Universal/Standard Precautions among
health care workers in rural North India. Am J Infect Control. 33:27–
33
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2009). Leadership roles and management
functions in nursing: Theory and application: Lippincott Williams &
Wilkins.
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen
keperawatan: teori dan aplikasi. Jakarta: EGC.
Mitchell, T. M. (1982). Generalization as search. Artificial intelligence, 18(2),
203-226.
Muchlas, M., & KJ, S. (1998). Hubungan antara nilai potensi motivasi (NPM)
dengan kepuasan kerja perawat (Akper) di Rumah Sakit Umum
Pusat Persahabatan Jakarta. Universitas Gadjah Mada.
Munzenmaier, C., & Rubin, N. (2013). Bloom’s taxonomy: What’s old is new
again. The Elearning Guild. Santa Rosa.
Mustariningrum DLT, Koeswono M & Ahsan. (2015). Kinerja IPCLN dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran
Pelatihan, Motivasi Kerja dan Supervisi. Jurnal Aplikasi Manajemen
(JAM) Vol 13 No 4, Desember 2015: 643-652.

105
Nelwan. Renatta M, Mandagi Chreisye K. F, Boky Harvani. 2017. Analisis
Pelaksanaan Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di
RSUP Ratatotok Buyat Tahun 2017. (Online)
https://ejournalhealth.com/index.php/medkes/article/viewFile/253
/245. Diakses tanggal 06 November 2017.
Nivalinda, D., Hartini, M. I., & Santoso, A. (2013). Pengaruh Motivasi
Perawat dan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana
Pada Rumah Sakit Pemerintah di Semarang. Jurnal Manajemen
Keperawatan, 1(2).
Notoadmodjo, S. (2007). Pengantar Ilmu Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku, Jakarta. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian kesehatan (Revisi ed.).
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, F. E. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta, Salemba
Medika.
Ogoina D, Pondei K, Chima G, Isichei C, Gidado S. (2015). Knowledge,
attitude and practice of standard precautions of infection control by
hospital workers in two tertiary hospitals in Nigeria. J Infect
Prev. 16:16–22.
Okechukwu EF, Modteshi C. (2012). Knowledge and practice of standard
precautions in public health facilities in Abuja, Nigeria. Int J Infect
Control. 8:1–7.
Puspasari Y. (2015). Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Praktik
Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Diruang Rawat Inap
Rumah Sakit Islam Kendal. Fikkes Jurnal Keperawatan. Vol. 8 No. 1
Maret 2015 : 23 – 43.
Ramadhan, S. (2016). Peranan Kepemimpinan Klinik (Clinical Leadership)
Dalam Implementasi Patient Safety Di Rumah Sakit Umum Sari
Mutiara Medan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM. (2010). Standard
precautions: Occupational exposure and behavior of health care
workers in Ethiopia. PLoS One. 5:e14420
Reksohadiprodjo, S., & Handoko, T. H. (2001). Organisasi Perusahaan
Teori struktur dan perilaku. Edisi Kedua, cetakan Ketigabelas, BPFE
Yogyakarta.

106
Simanjuntak, P. (2011). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Suarli & Bachtiar. (2009). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Suarnianti, Martiana, T., & Damayanti, N. A. (2016). Effects of Self-
Justification on and Nurses’ Commitment to Reducing the Risk of
Disease Transmission in Hospitals. Pakistan Journal of Nutrition,
15(4), 324-327.
Sugeng, Abdul Ghofur, Lilik Kurniawati. (2017). Hubungan Pengetahuan
Dan Sikap Perawat Dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatigajawa
Tengah. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. (online)
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/187/1/Sugeng-jurkep.pdf diakses
tangggal 06 November 2017.
Sunyoto, D. (2012). Sumber Daya Manusia Praktik Penelitian. Yogyakarta:
CAPS (Centre For Aademic Publishing Service).
Susanto, A. (2013). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang
Program Patient Safety di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Karya
Bhakti Bogor. Universitas Indonesia, Jakarta.
Triwibowo, C. (2013). Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Jakarta: Tim.
Utarini, A. (2011). Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia: Sistem
Regulasi yang Responsif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran. Yogyakarta.
W, W. J., Luthans, F., & Hodgetts, R. (1970). Who Really Are Promotables.
Personnel Journal, 49(2), 123-127.
Wagner, L. M., Capezuti, E., & Rice, J. C. (2009). Nurses' Perceptions of
Safety Culture in Long‐Term Care Settings. Journal of Nursing
Scholarship, 41(2), 184-192.
Winardi, J. (2007). Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Zuhrotul A & Satyabakti P. (2013). Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO)
Menurut Komponen Surveilans Di Rumah Sakit X Surabaya Tahun
2012. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013:
254–265.

107
Lampiran 1. Surat izin penelitian dari Komite Etik Universitas
Hasanuddin

108
Lampiran 2. Surat keterangan izin pengambilan data Rumah Sakit
Umum Daerah Labuang Baji Makassar

109
Lampiran 3. Surat keterangan selesai penelitian

110
Lampiran 4. Lembar penjelasan untuk responden

LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Perkenalkan nama saya Ardian Adhiwijaya, NIM : P4200214407. Saya adalah
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Saat ini sedang melakukan penelitian untuk tesis
dengan judul “Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk
Meningkatkan Mutu Pelayanan Di RSUD Labuang Baji Makassar”.
Sebelumnya saya akan menjelaskan kepada bapak/Ibu/Saudara(i) beberapa hal
yaitu :
Penelitian ini bertujuan untuk Mengekplorasi peran kepemimpinan dan
komunikasi tim PPI dalam pelaksanaan pasien untuk meningkatkan mutu
pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar
Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu dengan mengambil subjek adalah
perawat yang tergabung dalam TIM PPI termasuk IPCN dan IPCLN, selanjutnya
bapak/Ibu/Saudari akan peneliti minta kesediaannya untuk diwawancara terkait
dengan tujuan penelitian. Percakapan dan wawancara akan direkam
menggunakan audio recorder sebagai arsip peneliti.
Bapak/Ibu/Saudari Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan jawaban
bapak/Ibu/Saudari berikan jika bersedia menjadi responden dalam penelitian ini,
saya sebagai peneliti sangat berharap bapak/Ibu/Saudari dapat mengikuti
penelitian ini tanpa paksaan apapun dan memberikan jawaban dengan sejujur –
jujurnya sesuai dengan kondisi dan perasaan bapak/Ibu/Saudari. Dalam
penelitian ini peneliti akan memberikan kompensasi berupa souvenir.
Apabila bapak/Ibu/Saudari ingin mengundurkan diri selama proses penelitian ini
berlangsung jika ada hal – hal yang kurang berkenan, bapak/Ibu/Saudari dapat
mengungkapkan langsung atau menelpon peneliti dan jika terdapat hal - hal
yang tidak jelas sehubungan dengan penelitian ini, bapak/Ibu/Saudari dapat
menghubungi saya (Ardian Adhiwijaya./ HP. 082193573313).

Makassar, September 2017

Peneliti utama

Ardian Adhiwijaya

111
Lampiran 5. Lembar persetujuan menjadi responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


No. responden : ……………………….……………………..
Inisial : …………………………..………………….
Usia : ……………………………………..……….
Alamat/No Telepon : ………………………………………………
Setelah mendengar, membaca dan memahami penjelasan yang
diberikan oleh peneliti, maka saya bersedia menjadi responden pada
penelitian yang dilakukan oleh Ardian Adhiwijaya yang berjudul
“Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk
Meningkatkan Mutu Pelayanan Di RSUD Labuang Baji Makassar”
Saya menjadi responden karena keinginan saya sendiri tanpa ada
paksaan dari pihak manapun dan saya akan menjawab seluruh pertanyaan
yang bersangkutan dalam penelitian ini dengan sejujur – jujurnya sesuai
dengan kondisi dan perasaan saya yang sebenarnya.
Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini yang bersumber
dari saya sebagai responden, dapat dipublikasikan dengan tidak akan
mencantumkan nama kecuali nomor responden.
Nama Tanda Tangan Tgl/Bln/Thn
Responden : ……………………... ………………....... …………......
Saksi I : ……………………... ………………....... …………......
Saksi II : ……………………... ………………....... …………......
Penanggung Jawab Penelitian
Nama : Ardian Adhiwijaya., S.Kep, Ns
Alamat : Perumahan Nusa Tamalanrea Indah, Blok FJ. No.4,
Makassar
Telpon : 082193573313
Email : ardian_adw@yahoo.com

112
Lampiran 6. Pedoman wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Beberapa point untuk Pengantar (hanya untuk panduan Fasilitator):


 Terima kasih atas kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini.
 Tidak ada jawaban benar dan salah sehingga Anda diminta untuk
menjawab sejujur-jujurnya sesuai dengan pengalaman Anda dan kondisi
sebenarnya.
 Nama dan identitas Anda akan dijaga kerahasiaannya

Inisial informan : Nomor :

KARAKTERISTIK INFORMAN
1. Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?
2. Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang Baji?
3. Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?
4. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya, pelatihan
apa?
5. Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di Komite
PPIRS RSUD Labuang Baji?

PERTANYAAN
1. Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?
2. Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?
3. Apa saja yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?
4. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan sejak menjadi IPCN/IPCLN?
5. Apa tantangan/kendala yang Anda hadapi dalam menjalankan tugas
sebagai IPCN/IPCLN?
6. Bagaimana pengaruh dari kendala tersebut dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?
7. Strategi apa yang Anda lakukan dalam menghadapi kendala tersebut?
8. Apa manfaat yang Anda rasakan dengan adanya tim PPI?
9. Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

Pedoman wawancara di adopsi dari instrumen “NHS Scotland Recruitment:


Prevention and control of Infection Nurse”. Available at: http://jobs.scot.nhs.uk

113
Lampiran 7. Transkrip wawancara

TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CN01
Inisial :N

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I 2016
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I D3 Kep
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pernah, Pelatihan PPI, dsar2 PPI, inhouse training


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Purna waktu IPCN

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Tentnag surveilans di ruangan2,, tentang pengendalian infeksi,


tentang memilah infeksius dan non infeksius
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Setiap hari kita ke ruangan-ruangan, melihat dari ruangan ke


ruangan, kan kita disini ada 3 jadi dibagi per lantai, tapi karena
sekarang sedang renov jd yah kita jalan bersama ke bagian2, itupun
juga tidaksetiap hari karena ada kerjaan lain.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Kan keselamtan pasien itu bagian SKP tapi kami juga masuk dalam
bagian itu, karena itu karena kalau ada terkena pajanan atau
tertutsuk jarum, itu semua

114
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Banyak, banyak sekali. Banyak dukanya, dukanya itulah bgmn saaat


kita memberikan saat sharing temen2 di belakng bgmn pencegahan
infeksinya iya ada yang menerima dng baik ada juga yang mungkin
belum paham yah begitulah, kita step by step by, sangat penting ini
PPI dalam sebuah rumah sakit utk pencegahan infeksinya

P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi


IPCN/IPCLN?

I Kada itu kendalanya kadang ka itu tersedianya sarana dan


prasarana, kita kadang ke ruangan karena keterbatasan seperti
contoh kecil kantong sampah plastic, itu ontoh2 kecil.
Seperti penggunaan APD seperti kadang tidak seperti yang
diharapakan pemilihan sampah kadang masih tercampur.

P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas


IPCN/IPCLN?

I Berpengaruhnya karena teman2 dari ruangan mintanya ke tim PPI,


saya masukkan ke manajeman permintaan kita sisa menuggu
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Seperti tempat bekas suntik biasanya dimasukkan dalam safety box


jadi untuk selama ini untuk mengantisipasi itu kalau safety box kan
agak mahal, tapi dari tim PPI itu sudah diinstruksikan boleh pake
jerigen
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Banyak ,bisa mengurangi resiko infeksi, resiko pasien jatuh


P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Mudah2an PPI di rS ini bisa saling merangkul, pihak manajeman,


teman2 di ruangan kita sendirinya bgaiman bs bekerjasama
sehingga PPI di rumah sakit bisa diminimalisir, kanrena tidak bisa
bilang tidak ada. Tapi bisa dminimalisir.

115
TRANSKRIP WAWANCARA

No. Responden : CN02


Inisial :B

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?
I IPCN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?
I 2016
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?
I S1 Keperawatan
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?
I Ada kursus dasar PPI, Pendalin, Workshop dari dinas kesehatan
P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?
I Purna waktu

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I IPCN itu salah satu sebagai tolak ukur atau dia yang paling pertama
sebagai pencegahan infeksi di rumah sakit. Nah disitu dia
mengawasi, memonitoring bagaimana agar pencegahan infeksi itu
berjalan dengan baik. Selain itu ya memotivasi, mengawasi dan
koordinasi.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Kita mengujungi ruangan, semua ruang perawatan, semua ruang


instalasi. Disini kita terbagi atas 3 orang IPCN jadi kita berbagi lokasi
dimana kita mengawasi bagaimana PPI itu berlangsung.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Pada saat kita ke ruangan, kita memonitoring lalu kita melakukan


audit. Ada audit cuci tangan, APD, terus di instalasi, forensic, semua
ada auditnya. Di gizi. Jadi dimana ada kita lihat nilainya rendah, kita
berikan dia motivasi. Kita berikan penyuluhan agar PPInya lebih
bagus lagi.
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

116
I Selain menjalankan tugas, kita juga bisa lebih waspada terhadap
infeksi yang bisa terjadi sama kita sendiri, eee lebih banyak tau juga
tentang infeksi nosocomial.
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Biasanya kita dimintaki sama teman-teman di ruangan kantong


sampah kalau mereka kehabisan, padahal kan itu bukan kami yang
siapkan, tapi karena kita sebgai IPCN jadi mereka minta ke kami
terus, yaa nda apa-apalah.

Kadang juga pelaporan terlambat dari ruangan, ada tapi biasanya


tidak tepat waktu, harus kita hubungi lagi baru dikumpul
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Yah kadang nda sampahnya, sampahnya nda terpilah sesuai yang


dikasi tahu. Karena tadi kantong sampahnya tidak ada. Kalau
laporan jadinya nda lengkap laporan, terhambat juga rangkuman
kejadian infeksinay disini
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Biasa kami motivasi lagi teman-teman supaya bisa melaksanakan


pencatatan kejadian infeksi dengan baik, kasi tau kembali, karena
begitu memang tugas kami. kalau kalau kantong sampah harusnya
kan kantongnya berwara, kuning hitam, merah, tapi karena terbatas
kantongnya, biasa pakai kantong hitam saja dulu tpi dikasi label yang
berwarna,
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Kalau manfaatnya banyak sekali, misalnya itu pegetahuan


bertambah tentang eee caraa meng anu, mengatasi infeksi, bisa
juga kita gunakan supaya kita tidak kena infeksi. Pekerjaan saya
lebih spesifik khusus infeksi karena sudha focus disini, begitu.
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Ehmmm kalau kami sih mau supaya PPI bisa kerja lebih baik lagi,
kantong sampah bisa selalu ada sama pihak manajeman, supaya
bukan kami ayng diminta terus sama teman. Agar lancara kerjaan
PPI. Semua teman di ruangan bisa mengerti kerjaan kita, ini juga
untuk perbaikan layanan, bukan kami ingin menyuruh-nyuruh saja,
tapi memang sudah kerjaan.

117
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CN03
Inisial :H

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I Sekretaris PPI dan IPCN


P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I 2014
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I S1 kep
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Tot PPI, pelatihan IPCN, PPI dasar, TOT TB


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Tidak ada.

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Kalau fungsi peran IPCN itu dalam buku pedoman manjer ada 17,
setiap hari mengawasi keadaan di RS ttg PPI tttg penerapan SOPm,
banyak sih banyak sekali kalau peran PPI, misalnya audit, monev
iqra, paling banyak ttg audit, cuci tangan monev APD, semua ttg
eneraooan kewaspadaan isolasi
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Tiap ahri arus keliling ke ruangan, kita monitoring, pelilahan


sampahnya bgmn, cuci tangan sudah bgmn, kemudian edukasi
kepada petugas,, pasien, monitoring lingkungan RS, dan surveilans.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

118
I Ranah PPI kan seluruh RS, kantin dan semuanya, kan
pengalamannya istilahnya kita mau mengurusi dapurnya orang,
semua instalaasi, jadi bisa ebih paham semuanya, kita harus tau
semuanya, jadi lebih pahammisalnya bgmn engolahan makanan,
pengolahan lanundry, sebagai IPCN harus tahu semua
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Tidaksemua orang mau meneriman kita kan? Jadi kalau misalnya


kita masuk di instalasinya orang, kita harus siap2 juga mungkina ada
yang menolak, tidak semua org bisa menerima tapi akrena basic yah
setiap ahrus ttp melakukan ekerjaan mau meneriam tau tidak kita
edukasi

Kalau sureilans yang dituhkan itu persepsi dari IPCLN di ruangan


masing2, kan kerna tidak antar satu IPCLN dan IPCLN yang lainnya
itu sama persepsinya, misalnya phlebitis kadang beda2
pemahamannya maknaya biasa ada yang tinggi angka pplebit ada
yang tidak karena pemahaman
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Yah kita edukasi lagi mereka, misalnya ada yang belum paham kita
berikan lagi pemahaman seusia kemmapuan kita, ada yang belum
melaksanakan kita bombing lagi suaya dilakasanakan k=tugas
masing2
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Jadi sebenrnya menjadi IPCN itu dituhkan oengalamn dan power,


mnimal pernah menjadi KARU jadi ada pengalaman Manjerian bisa
mengedukasi memotivasi, meski tidak semua orang meneriman yah
ttp harus dijalankan kan, dalam pelatihan memang sudah
diberitahukan seperti itu
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Yah kalah harapan sih mmg perlu pelatihan berkala, karena


pemahaman karena ini baru PPI ini, jadi mmg perlu bebrapa kali
pelatihan agar persepsi teman2 sama, saya harapjga temn2 petugas
bisa bekerja sama dengan baik kalau tidak tahu boleh bertanya, atau
lakukan perkerjaan dengan baik agar tujuan PPI bisa dicapai

119
TRANSKRIP WAWANCARA

No. Responden : CLN01


Inisial :V

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?
I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?
I 1 Tahun Lalu
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?
I S.Kep.,Ns
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?
I Tidak
P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?
I Ketua TIM

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?
I Yang setau saya sih untuk mengetahui berapatingkat misalnya itu
infus ada yang phlebitis, kateter, tentang apa lagi. Ituji yang dua yang
saya anu. Tentang phlebitis pemasangan infus. Berapa pasien yang
phlebitis, di area mana phlebitis. Begitu.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?
I Ya dengan mengobservasi pasien yang setiap hari melihat pasien
infus kita observasi misalnya ada kemerahannya kalau phlebitis,
bagaimana apakah ada tingkatannya. Seperti ituji.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?
I Keselamatan pasien, memasang gelang identitas. Biasanya begitu.
5 benar. Pemberian obat, benar pasien, benar dosis.
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?
I Pengetahuan pasti ada bertambahlah dari tidak tau menjadi tau
tentang bagaimana keselamatan pasien, untuk pencegahan infeksi.
Seperti itu.
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?
I Biasanya kalau dari segi pemahaman kan disini apalagi kalau yang
bangsal, masih ada maksudnya kalau dari pasien biasa belum

120
mengerti bagaimana sebenarnya. Kalau dari rekan-rekan teman
biasa masih ada yang kurang peduli misalnya. Untuk membantu kita
melihat kan tidak selamanya kita 24 jam. Biasa ada yang
terlewatkan. Untuk infusnya misalnya. Apakah karena sudah terlalu
sibuk ataukah dilupami yang mana pasien kemarin ini. Faktor tenaga
juga, safety box juga masih ada yang belum peduli. Kerjasamaji
kalau kita berhadapan tapi biasa dilapangannya begitu. Pemisahan
sampah-sampahnya begitu. Sudah ditulis sudah dipisahkan tapi
biasanya ini. Kalau hand hygiene dokternya biasa disuruh tapi siapa
yang mau selalu suruh dokternya hand hygiene kecuali yang
mungkin bisa diajak kolaborasi toh dan itu masih kurang karena alat
APD juga masih terbatas. Jangankan APD yang biasa saja kantong
sampah yang kuning hitam itukan biasa disediakan dan biasa
kosong-kosong. Safety box yang biasanya ada, biasa diganti
dengan jerigen karena habis.
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Ya tidak sesuaimi dengan apa yang diharapkan, karena kita berteori


begini-begini tapi kenyataannya tidak. Sudah dikasih tau misalnya
itu jarum kita masukkan safety box terus ini-ini ini tapi masih tetap
saja bertumpuk di lubangnya misalnya jadi biasa berbunga-bungami
disitu. Kalau phlebitis kita tidak catat misalnya, lagi ada dikerja. Itumi
juga kendala. Jadi terpaksa kita buka satu-satumi siapa bukunya.
Itupun kalau ada yang tercatat. Kalau tidak ya terlewatkanmi.
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Mendekati teman-teman dengan cara mengingatkan, kita


dokumentasikan die, isiki ini buku pulang supaya bisa kita telusuri.
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Manfaatnya banyak karena semua bisa terkoordinir, yang sampah


dulunya misalnya tidak terkoordinir yang dipilah-pilah sekarang bisa.
Infus yang dulunya dibiarkan saja tidak ada pencatatan pelaporan
untuk bikin BOR, maksudnya bikin pelaporan pasien.
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Harapanku supaya kedepannya jauh lebih bagus dan bisa pelatihan-


pelatihan. Bukan cuman tim PPInya tapi semua yang terlibat untuk
menyukseskan PPI, karena kalau cuman PPI nya saja tidak dilatih
juga yang lain, tidak bisa juga. Supaya dia menganggap itu betul-
betul penting, bukan hanya sekedar ini ditulis ini sebagai pelaporan.

121
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN02
Inisial : As

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I Sejak bulan Juli 2017


P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I S.Kep.,Ns
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pernah PPI TB
P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Kepala Ruangan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Untuk mencegah terjadinya infeksi nosocomial yang terjadi di RS,


mendata kasu-kasu phlebitis, INOS, Sampah medis non medis
sama masalah-masalah PPI seperti kebersihan, itukan masuk dalam
PPI.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Itu tidak mesti bilang harus saya, misalnya memberi HE ke teman-


teman kan kalau ditanya ini sampah medis non medis dan itu juga
harus disampaikan ke mahasiswa yang masuk tentang bagaimana
pemisahan sampah medis non medis, benda-benda tajam yang
jarum ampul dipisahkan dimana. Kan ada safety box untuk jarum
terus yang lain ampul vial apa ada juga boxnya. Sama dengan kalau
phlebitis sebelum anu dikasih Tanya cara pemasangan infus yang
benar bagaimana. Kan disitu ada kalau anu phlebitis di Tanya cairan
infusnya apa, abocath nomor berapa sama bagian mana harus
dipasangi supaya ditau phlebitis atau tidak. Jangan setelah

122
dipasangi langsung di cekhlist semua phlebitis, waduh meningkatki
anu phlebitisku nanti. Biasa langsung kalau pagi-pagi ke kamar
pasien, kan di dalam status itu ada memang berkas setiap pasien
baru dikasih masuk itu daftar phlebitis, dari situ selalu kita control dia
phlebitis betul atau tidak. Sama dengan pemisahan sampah kalau
pagi-pagi setiap operan langsung kita lihat, karena kalau salah
masuk lagikan tim PPI biasa turun.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Kan kalau PPI itukan tujuannya keselamatan pasien, keselamatan


petugas juga. Kalau misalnya tertusuk apa itukan harus ada juga
jalurnya. Kan PPI yang pegang itu jalurnya apa. Harus ketepatan
makanya kita pakai itu yang 6 keselamatan pasien, benar nama
benar identitas pasien termaksud juga itu cara pemberian obat. Kan
kalau misalnya dia benar cara pemberian obat, tekniknya kan tidak
terjadi human error kalau mereka tertusuk sendiri. Jadi dari awal itu
harus pahami itu 6 sasaran keselamatan pasien. Itu juga sudah
diterapkan disini.
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Banyak, itu kalau misalnya yang terkena jarum.pernah ada


mahasiswa terkena, ada kasusnya dulu. Itu bagusnya kita bisa
protek diri, kita juga bisa memberi HE pada teman-teman,
mahasiswa. Ptotek dirilah namanya dan memberi HE sama teman-
teman.
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Biasa kalau kendalanya paling itu kalau mahasiswa sudah diberitahu


kadang-kadang salah lagi. Sama dengan teman-teman juga
biasanya dikasih Tanya biasa dia lupa lagi. Ituji paling kendalanya.
Kalau sarana prasarana dari PPI biasanya lancarji. Ituji paling kalau
safety box itukan kita selalu ambil diatas. Kantong kemarin adaji
datang cuman kan kita punya tempat sampah besar yang kuning itu
tapi itumi yang biasa kurang jadi kalau anu kita pakai yang hitam saja
baru nanti di ikat dengan lakban kuning jadi kentara kalau ini sampah
medis. Jadi di siasati mami.
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Berpengaruh sih karena itu kelancaran untuk pemisahan sampah


misalnya itukan terhalang karena mereka selalu lupa, laporanku
juga. Kalau salahki dia membuat laporan pasti berefek juga kerumah
sakit. Kenapa bisa tinggi phlebitis disana, kenapa bisa ada inos
disana, kenapa bisa ada decubitus disana.

123
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Kasih punishment. Kalau mahasiswa misalnya salah buang sampah


medis biasanya saya kasih hukuman bawa tissue atau bawa
handrub. Kan kalau dikasih hukuman begitu dia biasa anu. Sama
juga teman kalau teman paling ditegur langsung begitu.
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Manfaatnya itu besar, karena dengana danya PPI itu ada yang bisa
mengontrol keselamatan pasien. Kayak sekarang kita sudah tau
jalurnya kemana kalau tertusuk jarum, lebih bagus. Dulu-dulukan
diam-diam saja. Sekarang kita harus bicara.
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I PPI itu lebih sering turun terus sarana prasarana disiapkan terus
kayaknya pelatihan masih mau ditingkatkan karena masih banyak
teman-teman yang belum pelatihan tentang PPI. Kalau kayak kitaji
mau diskusi mungkin nda anu tapi kalau kita pelatihan ada
prakteknya, dikasih Tanya bagaimana cara mencampur ini, klorin
apa. Itukan ada. Beda efeknya. Siapa tau kamu mau melaksanakan
pelatihan, anu toh in house training sekali-kali maksudnya.

124
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN 03
Inisial :M

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN di ruang baji pamai


P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I Sejak bulan Juli 2017


P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I S1
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pelatihan PPI tentang keselamatan pasien, sudah lama.


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Perawat pelaksana

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I IPCLN itu tugasnya mengawasi infeksi terus masalah keselamatan


pasiennya, pelaporannya, decubitus, kateter sama pemasangan
infus.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Cuman observasi saja, apakah ada sampah yang tidak terpisahkan


antara medis dan non medis. Benda tajam. Catatan ada. Adakan
disini tanggal pemasangannya. Ada observasi tiap hari apakah ada
pembekakan di daerah tersebut. Ada juga tentang desinfektannya
sesuai prosedur atau tidak. Seklian dengan operannya sekalian
dengan observasi pasien.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Dilakukan biasanya observasi saja. Tiap harinya melihat apakah ada


tanda-tanda decubitus atau phlebitis itukan semua di observasi.

125
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Nda ada sih

P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi


IPCN/IPCLN?

I Cuman kadang ada yang tidak sesuai misalnya pemasangan yang


harusnya disini tapip kondisinya pasien tidak bisa jadi ditempat lain.
Kendalanya juga kayak pencatatannya yang susah. Kan kalau
penggantian infus tidak selamanya saya ada di tempat dan kadang
saya juga lupa. Kalau sampah sih kan banyak mahasiswa jadi kami
susah mengontrol. Kadang tercampu sampah medis non medis.
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Kami kena marah kena tegur dari tim PPI.


P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Kalau mahasiswa itu sih setiap masuk kami tetap berikan bimbingan.
Ini sampah tidak tercampur. Biasanya lembaran dilampirkan di
status pasien jadi kalau teman-teman menulis pasti dia buat juga.
Kami lihat dibuku laporan kembali.
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Manfaatnya sih banyak. Bagi kami juga infeksi nosocomial bisa


sedikit ditekan.. masalah keselamatan pasien juga kami bisa
mengerti.
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Harapannya sih banya. Masalah fasilitas masih agak kurang macam


kantong sampah, pengakutan sampah medis biasa tercampur.
Walaupun kami diruangan memisah tapi kalau dipembuangan akhir
tercampur. Safety box masih bisa disiasati ya dibuatkan. Kami
cuman ingin di fasilitasi saja peralatan.

126
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN04
Inisial : Bi

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I Setahun lebih
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I D3 Kebidanan
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pelatihan PMKP yang adakan


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Bidan pelaksana

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Mengawasi semua eee apa tentang infeksi apa, pencegahan infeksi


mulai dari infus pemasangan infus yang phlebit atau tidak, kateter
yang mungkin biasanya kan ada bermasalah, penanganan sampah.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Saya kumpulkan data tiap hari, cek pasien yang terpasang infus,
terpasang kateter, saya mendatangi kapan pemasangannya, lihat
tanda-tandanya dan ada phlebit atau tidak. Kalau kateter
penempatannya sesuai atau tidak, jumlah urin keluaran dengan
masuknya cairan.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Memperhatikan keselamatan pasien dengan langkah-langkah untuk


penanganannya pasien. Seperti cuci tangan.
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

127
I Pengalaman, masalah-masalah yang biasa terjadi pada saat seperti
pasien pemasangan infus, tingkat, tingkatannya juga, misalanya
masalah phlebitis.
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Penanganan sampah biasanya masih kurang baik, masih ada yang


tercampur. Kalau diruangan suda disediakan cuman biasanya yang
membuang kadang kurang tepat. Kalau mengenai pencatatatan
biasa Masalah datanya biasanya. Disini kan kerja shift-shift,
biasanya ada yang tidak terisi, jad musti saya buka lagi semua kapan
anunya, kalau pasien sudah pulang dan kebetulan sy libur, dan itu
biasa tidak terisi datanya, kapan aff pasien atau mungkin pernah
plebit, ter aff atau tidaksedangkan status sudah di setor, saya tidak
lagi bisa liat data
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Kendalanya,,,, kalau samaph Ituji biasa yang plastiknya biasa nda


ada, kan biasa ada yang infeksius non infeksius warnanya apa,
kurang anu mungkin alat sarana, kurang pengadaan, tidak tercover.
Pengaruhnya biasanya data terlambat dikumpul di IPCN per
bulannya
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Biasanya kordinasi lai dengan teman2, untuk mengarahkan biasa


kan disini kana da mahasiswa, koordinasi dengan semua, dikasi tau
semua kembali, kalaua da mahasiswa sy jelaskan lagi mana
infeksius mana non infeksius, disini buang sampah. Kembali
diulang-ulang. Biasanya sih kalau ada sampah yg tidak terpilah sy
pake handscoon kemudian pindahkan sampahnya, kalau datanya
buka kembali lagi laporan-laporan, kan lengkap disitu kalaua da
plebit biasa tertulis. Sy catat lagi
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Manffatnya kalau ada keluhan lngusng bisa disampaikan, jadi bisa


dicover dan diselesaikan
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Mugkin lebih ke pendekatan lagi IPCN ke IPCLN, agar bisa lebih


dekat, meskipun sekarang gampang koordinasinya, yah pelatihan-
pelatihan juga, karena sy masih merasa kurang tentang PPI

128
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN05
Inisial :H

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I Tahun 2015
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I Ners
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pernah, In nouse training PPI


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Kepala ruangan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Apa yah, mengontrol kali yah, mengaontrol kayak ada itu pencatatan
phlebitis, pencatatan kejadian, ehh itu mengatur bak sampah,
infeksius non infeksius.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Setiap hari dilakukan, ada memang dalam status pasien, ada


itemnya, misalnya bagaimana keadaan infusnya pasien sekarang,
masih bagus toh, fiksasasimasih aman, cek. Atau ada phlebitis
merah sekali atau tidak, atau mau dilepas di centang di itemnya
dicatat karena apa kalau lepas sendiri, catat juga. Itu dilakukan
setiap hari jalan atau liat status pasien
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

129
I
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?
I Banyak teman2 tidak sadar tentang terutama tentang sampah,
sampah masih sering digabung-gabung, jadi kalau pagi digabung
sampah infeksius, botol minum, saya jadi bingung, diatur kembali
lagi, dikasi pindah lagi. Kalau pencatatan tidak terlalu ji, karena yang
merekap itu IPCN kita yang kumpulkan.

Cleaning biasanya kalaumasuk tuangan pasien tidak pake


handscoon atau masker, sya tegur.
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Terhambat, karena kita skerang mau lanjut terpaksa kembali lagi.


Daripada berlanjut terus. Bisa kasi naik tekanan darah hahaha
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Saling mengingatkan, setiap shift, ingatkan penjaga psien, karena


kadang mereka tidak mengerti, buang sembaranng di tempat
samapah, supaya tidak kacau tempat sampah
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Mungkin kita lebih waspada diri terhadap infeksi, lebih hati-hati.


P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Sebaiknya sih seirng-serng juga turun ke lapangan, setiap hari.


Sering mengingatkanlah kita, sesama PPI saling kerja sama, kalau
kita sempat pantau misalnya kan kalau banyak ada yang bisa
pantau. Kalau ada pelatihan yah rejeki. Jadi bisa ikut pelatihan utuk
meningkatkan pengalaman

130
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN06
Inisial :B

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?
I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?
I 2015
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?
I Ners
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?
I Pernah, in house training PPI
P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?
I Kepala ruangan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I IPCLN itu PPI, pencegahan dan pengendalian Infeksi, terkait lagi


bagaiman kita melayani pasien tidak terjadi infeksi nosocomial,
terkait dengan pertama APD, kemudian pemilahan sampah infeksius
dan non infeksius, kebersihan ruangan, tentang ala2, kalau misalnya
sudah alat, rendam alat dengan cairan klorin dan masuk di tempat
yang steril atau non steril
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Pokoknya tiap kita control, misalnya pemilihan sampah, kita saling


mengingatkan kembali, tolong penempatan sampah sesuai dengan
tempatnya, yang kita sudah sampaikan, kemudian untuk
pemasangan infus ingat sesuai dengan SPO nya, terutama
APDmenggunakan alat yang steril
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Yang pertama itu identifikasi pasien dengan benar, itu yang


utamanya
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

131
I Pengalamannya sangat banyak, yang tadinya sangat suah ee
mungkin biasa kan teman2 kita sudah sampaikan kan
penerimaannya beda, artinya satu persepsi begitu, tapi yah setiap
hari kami meyampaikan itu.
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I Eee yah, berbicara lagi ke diri masing-masing. Meskipun kita sudah


mengingatkan seperti itu tapi itu kadang mungkin saya tidak tau
alasannya apa apakah akrena mungkin karena ilang lupa tau biarmi
begini deh, jadi kembali ke individu masing-masing, contohnya
pemasangan infus, kadang masih ada satu tahap ayng tidak
dilakukan, misalnya lupa cuci tangan masuk ke pasien, mengambil
troli kadang yah kadang banyak yang tidak cuci tangan.

Laporan biasanya kendalanya,ini kan tugasnya IPCLN kadang


karena mungkin nda semua juga nda setip hari juga. Lupa kasi
masuk ini, jadi lupa juga kontrolnya, biasnaya karena banyak pasien
itulah gunaknya kita saling mengingatkan
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Kita kana da evaluasi pertemuan bulanan, jadi kalau misalnya itu


awal atau akhir,, kita membahas lagi, kita evaluasi kurang disini
kurang disini, kita angkat lagi kembali, kita ingatkan kembali mari
kerjakan bersama-sama sesuai SPO
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Sangat bermanfaat sebenanrya yan tadinya kan, tujuan utamanya


kan tadi itu utk mencagah inoks dan teman bisa menjalanakan
kegiatan sesuai SPO
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Evaluasinya lebih ditingkatkan, misalnya di ruangan ini terjadi


peningkatan inoks sekian persen mungkin kita di evaluasi apa
alasannya, langsung terjun ke lapangan dan bisa juga dibservasi
dari IPCN misalnya ada tindakan nda perlu mengatakan bahwa saya
mau evaluasi begitu, tapi dating liat apakah memeng dijkerjakan
sesuai SPO.

Terkaitnya lagi fasilitasnya lah, ahrusnya contohnya pengadaan


kantong plastic harus berkesinambungan misalnya.

132
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN07
Inisial : Na

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I 2016
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I Ners
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I In house training
P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Kepala ruagan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Seperti yang ditugaskan selama ini ya saya cuman mengambil data


tentang infus phlebitis, decubitus, seperti itu. Jadi saya monitoring
dan dilaporkan ke bagian PPI.
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Implementasinya, kan ada form yang saya isi kemudian saya


masukkan ke status. Tiap pagi pada saat operan saya lihat pasien-
pasien yang phlebitis, tirah baring lama, yang pemasangan kateter.
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Karena selama ini yang ditugaskan ke kami sebagai IPCLN hanya


mengambil data, kalau upaya untuk lain tidak ada. Untuk monitoring
selanjutnya tidak ada karena feedback juga dari PPI atau IPCN tidak
ada juga. Pernah satu kali melaporkan sejak terbentuk ini. Satu kali
pernah ada laporan bahwa ruangan ini infeksinya begini begini tapi
untuk mengurangi angka itu juga dari mereka tidak ada. Jadi

133
mungkin selama ini hanya data saja padahal sebenarnya data yang
ada itu tiap bulan harusnya mereka report.

P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi


IPCN/IPCLN?

I Yah tidak terlalu banyak sih selain mendata kejadian-kejadian di


ruangan seperti itu yang ditugaskan jadi hanya kerjakan itu juga,
mungkin karena ada pelatihan yah jadi tahu bagaimana itu infeksi
dan infeksi nosocomial
P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi
IPCN/IPCLN?

I IPCN kurang aktif kalau saya lihat, harusnya setiap saat turun ke
lapangan da nada actioni. Pernah satu kali melaporkan sejak
terbentuk ini. Satu kali pernah ada laporan bahwa ruangan ini
infeksinya begini begini tapi untuk mengurangi angka itu juga dari
mereka tidak ada. Jadi mungkin selama ini hanya data saja padahal
sebenarnya data yang ada itu tiap bulan harusnya mereka report.
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Yah tidak teratasi masalah yang ada, bisa terjadi lagi kan
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Paling disampaikan ulang saja ke tim PPI, mau dilaksanakan atau


tidak yang penting sudah saya sampaikan
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Ehmmm seharusnya sih manfaarnya banyak tapi karena kita cuman


mendata saja, yah agak kurang manfaat yang sata rasakan
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Kami berharap mereka sering sebagai tugasnya, jalan memonitoring


semuanya. Kami sebagai IPCLNnya hanya mengambil data. Data
itukan tiap hari harusnya mereka datang control. Harusnya turun
mengontrol. Jangan hanya dapat mentahnya, mentahnya mereka
tidak olah, tidak ada reportnya. Kayaknya memang tidak baguspi.
Kalau memang ada saran dari kalian peneliti dimasukkan ke sana.

134
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN08
Inisial :I

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I 2016
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I Ners
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pernah, In house training


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Kepala ruangan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I Kalau tugas yang dikasi ee tentang apalagi itu dih, oh iya mencatat
kejadian-kejadian plebhitis, pemasangan kateter, juga itu yang
seirng tentang sampah non infeksius dan infeksius agar dipisahkan,
begitu ji sering saya lakukan
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Yah tiap hari kalau jaga liat pasien bagaimana keadaannya, lihat
tempat sampah yang sudah disiapkan, biasa juga kalau mencatat
kita lihat saja di status pasien kalau memang ada yang lupa ditulis
sama teman
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Itu tadi kita lakukan semua penanganan eh pencegahan infeksi agar


tidak terjadi lagi supaya man pasien
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

135
I Lebih teratur dan tahu tentang bagaiaman itu infeksi, sampah-
sampah juga say harus belajar yang mana itu sampah infeksi dan
non, kan tidak enak kalau saya tidak tahu abru harus kasi tahu orang
lain atau menegur mahasiswa, jadi belajar lagi

P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi


IPCN/IPCLN?
I Apa dih, ituji biasanya kadang kantong sampah habis tidak tahu
harus minta dimana, nanti minta tidak ada juga dikasi. Jadi sampah
tidak teratur lagi penataannya
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Yah samphanya tidak teratur yang mana infeksi, mana non infeksi.
Begitu
P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Saya contoh dari teman karena hamper semua begitu juga, itu
kantong sampah yang dikasi warna hitam kita kasi tulisan
INFEKSIUS dan NON INFEKSIUS.
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Bisa lebih tahu lah bagaimana itu infeksi kana da pelatihan toh, nah
disitu dijar cara-caranya supaya tidak infeksi lagi atau banyak hal
tentang infeksi dijelaskan
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Mungkin perlu pelatihan lagi supaya refresh ingatan, itu juga kantong
sampah supaya lebih total manejemn siapka itu agar sampah
tidakberserakan lagi atau campur

136
TRANSKRIP WAWANCARA
No. Responden : CLN09
Inisial : Ma

Karakteristik Responden :
P Apakah jabatan Bapak/Ibu dalam Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUD Labuang Baji Makassar?

I IPCLN
P Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota Komite PPIRS Labuang
Baji?

I 2016
P Apakah latar belakang pendidikan Bapak/Ibu?

I S1 Kep
P Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial? Jika Ya,
pelatihan apa?

I Pernah, di rumah sakit


P Apakah Bapak/Ibu mempunyai tugas dan jabatan lain selain di
Komite PPIRS RSUD Labuang Baji?

I Kepala ruangan

Pertanyaan Wawancara
P Apa yang Anda pahami tentang peran Anda sebagai IPCN/IPCLN?

I IPCLN itu tugasnya untuk mengetahui sesuati aygn terjadi kepada


pasien, misalnya conotoh kecil pasien akan dipasangi kateter, kita
catat waktunya, tapi lebih sering diminta data tentang kejadian di
ruangan, missal plebhitis dan lain-lain. Terkait juga sampah infeksius
dan non infeksius, mau dipisahkan supaya tidak campur
P Bagaimana Anda menjalankan peran sebagai IPCN/IPCLN?

I Setiap hari pasti harus lihat status, pasien kemudian nanti ada form
kayak ini, itu diisi nanti diambil sama IPCN untuk datanya mereka
P Apa yang Anda lakukan agar tujuan keselamatan pasien tercapai?

I Kalau keselamtan pasien kan banyak, kalau disini kami menggiatkan


cui tangan, pake APD karena kalau petugas itu sudah menggunakan
cuci tangan atau APD, pasti pasien juga aman
P Apa pengalaman yang Anda dapatkan selama menjadi
IPCN/IPCLN?

137
I apa pengalaman? Kalau bertambah oengetahuan masuk yah? Oh
iya, jadi paham infeksi dari sebelum-sebelumnya

P Apa tantangan atau kendala yang dihadapi selama menjadi


IPCN/IPCLN?
I Karena shift-shift disini jadi saya niasa pagi-pagi marah-marah kalau
catatan keadaan pasirn tidak lengkap di buku satusu, ada pasien
sudah lepas infusnya karena pelbhiis, tidak ditulisa di buku status,
bagaimana caranya saa tahu
P Bagaimana pengaruh kendala tadi dalam pelaksanaan tugas
IPCN/IPCLN?

I Paling terlambatki data masukkan di orang atas.


P Apa strategi yang Anda lakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

I Kan enak juga kalau diaksi tahu terus tapi maumi gimana kalau
merka kadang tidak menulis di buku, jadi yah saya ansehati saja lagi,
kalau ini buku perlu diisi uspay lengkap, nda ditegur kita sama
pimpinan
P Apa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya tim PPI?

I Bisa tahu bagaimana itu namaya infeksi nosocomial, lebih teratur


masaalh sampah meski kerjaan juga bertambah pak, karena ini
pekerjaan yang lain tetap ada eh bertambah lagi satu kerjaan
P Apa harapan Anda untuk IPCN/IPCLN?

I Saya mau dikasi pelatihan lagi karena apa itu kayak kurang kurasa
tentang infeksinya, jadi perlu belajar lagi, biasa dikasi tau diajari
sama PPI tapi beda kalau ada pelatiham bisa lebih serius belajr

138
Lampiran 8. Matriks wawancara

MATRIKS ANALISA DATA WAWANCARA

Mengeksplorasi peran TIM PPI menjalankan tugas


C C C C C C C C C C C C
N N N L L L L L L L L L
0 0 0 N N N N N N N N N
1 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 1 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / / /
V A M B H B N I M
S i a a
√ √ √ Surveilans ke ruangan-ruangan Monitoring evaluasi Pelaksanaan pencegahan
√ √ √ √ Memonitoring ke ruangan-ruangan pencegahan infeki dan pengendalian infeksi
√ √ √ √ √ Mengobservasi pasien
√ √ √ √ √ Membuat laporan infeksi
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Pemilahan sampah Pendataan kejadian
√ √ √ √ √ √ √ √ √ Mendata kejadian plebhitis infeksi
√ √ √ √ √ Mendata kejadian infeksi nosocomial
√ √ Mendata kejadian decubitus
√ Memastikan penggunaan APD Mencegah
√ √ Memberikan edukasi tentang infeksi kepada perawat terjadinya infeksi

139
Mengeksplorasi Pengalaman selama menjadi TIM PPI
C C C CL C C C C C C C C
N N N N0 L L L L L L L L
0 0 0 1/ N N N N N N N N
1 2 3 V 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / /
A M B H B N I M
S i a a
√ √ √ √ √ √ Pemahaman lebih mendalam tentang infeksi Peningkatan Peningkatan
√ √ √ Berbagi ilmu kepada rekan kerja pengetahuan pengetahuan tentang
√ Proteksi diri dari infeksi tentang infeksi infeksi

Mengeksplorasi manfaat yang dirasakan dengan adanya TIM PPI


C C C CL C C C C C C C C
N N N N0 L L L L L L L L
0 0 0 1/ N N N N N N N N
1 2 3 V 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / /
A M B H B N I M
S i a a
√ √ Mengurangi resiko infeksi Bermanfaat untuk Manfaat pelaksanaan
√ √ √ √ √ √ Lebih tahu tentang cara penanganan infeksi petugas kesehatan PPI
√ √ Proteksi diri meningkat
√ √ √ Pelaporan kejadian infeksi lebih rapi Bermanfaat untuk
√ √ √ √ √ Pemilahan sampah lebih teratur pelayanan
√ √ Mengontrol keselamatan pasien juga pekerja
√ √ Jalur pelaporan lebih jelas
√ √ Menekan angka infeksi nosokomia

140
Mengeksplorasi kendala yang dihadapi selama menjadi TIM PPI
C C C CL C C C C C C C C
N N N N0 L L L L L L L L
0 0 0 1/ N N N N N N N N
1 2 3 V 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / /
A M B H B N I M
S i a a
√ √ √ √ √ √ Kantong sampah plastik selalu habis Kurang tersedianya Kendala dalam
√ Safety box jarang tersedia sarana dan penerapan PPI
√ √ √ √ √ Sampah medis dan non medis masih tercampur prasarana
√ √ √ Keterbatasan APD
√ √ Persepsi yang berbeda tentang PPI Kesadaran petugas
√ √ √ √ √ √ Kurangnya pemahaman petugas kesehatan tentang PPI kesehatan yang
√ √ Tidak semua petugas ingin menerima edukasi masih kurang
√ √ √ Petugas kesehatan belum memanfaatkan APD
√ √ √ Pencatatan yang susah Pencatatan kasus
√ √ √ √ Kurangnya kerjasama dari petugas kesehatan infeksi yang tidak
√ √ √ √ √ √ Data infeksi yang kurang lengkap berkelanjutan

Mengeksplorasi strategi yang digunakan dalam mengatasi kendala


C C C CL C C C C C C C C
N N N N0 L L L L L L L L
0 0 0 1/ N N N N N N N N
1 2 3 V 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / /
A M B H B N I M
S i a a
√ √ √ √ Menggunakan jerigen sebagai safety box Improvisasi alat Alternatif pemecahan
√ √ √ √ Memberi tanda pada kantong plastic sebagai sampah infeksius masalah
√ Melampirkan lembar observasi infeksi di buku status

141
√ √ √ √ √ Melakukan pendekatan interpersonal dengan petugas Memberikan
kesehatan bimbingan ulang
√ √ √ √ √ √ Memberikan edukasi terus-menerus kepada petugas
√ √ √ Memberikan motivasi kepada petugas kesehatan
√ √ √ √ Senantiasa mengingatkan petugas kesehatan Memberikan
√ √ √ √ √ Menegur petugas kesehatan secara langsung teguran langsung

Mengeksplorasi Harapan untuk TIM PPI


C C C CL C C C C C C C C
N N N N0 L L L L L L L L
0 0 0 1/ N N N N N N N N
1 2 3 V 0 0 0 0 0 0 0 0
/ / / 2 3 4 5 6 7 8 9 CODING SUB TEMA TEMA
N B H / / / / / / / /
A M B H B N I M
S i a a
√ √ Evaluasi lebih ditingkatkan Harapan untuk Harapan untuk
√ √ √ √ √ √ Mengadakan pelatihan lanjut sesama petugas pelaksanaan kegiatan
√ √ √ √ √ IPCN lebih sering observasi ke ruangan kesehatan PPI yang lebih efektif
√ √ √ Kegiatan TIM PPI didukung oleh semua petugas
√ Dukungan pihak manajemen kepada tim PPI Harapan untuk
√ √ √ √ √ √ √ Tersedia fasilitas khusus untuk pemilahan sampah pihak rumah sakit

142
Lampiran 9. Rangkuman tema beserta subtema hasil wawancara

RANGKUMAN TEMA BESERTA SUB TEMA HASIL WAWANCARA


No Tema Subtema
1 Pelaksanaan Monitoring evaluasi pencegahan
pencegahan dan infeki
pengendalian infeksi Pendataan kejadian infeksi
Mencegah terjadinya infeksi
2 Peningkatan Peningkatan pengetahuan tentang
pengetahuan tentang infeksi
infeksi
3 Manfaat pelaksanaan Bermanfaat untuk petugas
PPI kesehatan
Bermanfaat untuk pelayanan
4 Kendala dalam Kurang tersedianya sarana dan
penerapan PPI prasarana
Kesadaran petugas kesehatan
yang masih kurang
Pencatatan kasus infeksi yang
tidak berkelanjutan
5 Alternatif pemecahan Improvisasi alat
masalah Memberikan bimbingan ulang
kepada petugas
Memberikan teguran langsung
6 Harapan untuk Harapan untuk sesama petugas
pelaksanaan kegiatan kesehatan
PPI yang lebih efektif Harapan untuk pihak rumah sakit

143
Lampiran 10. Curiculum Vitae

CURRICULUM VITAE

A. Data Pribadi (personal Detail)


Nama / Name : Ardian Adhiwijaya
Tanggal lahir / Date Of Birth : 18 Mei 1988
Alamat / Address : Perumahan NTI Blok FJ No, 4
Kode Pos / Postal Code : 90650
Nomor Telephone / Phone : 081384416888
Email : ardian_adw@yahoo.com
Jenis Kelamin / Gender : Laki-Laki
Status Pernikahan / Marital Status : Menikah
Agama / Religion : Islan

B. Riwayat Pendidikan dan Pelatihan (educational and Proffesional


Qualification)
- Jenjang pendidikan (education information)
Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan Jenjang
2006 - 2010 STIKes Nani Hasanuddin Makassar Keperawatan S1
2010 - 2011 STIKes Nani Hasanuddin Makassar Keperawatan Profesi
2014 - 2017 Universitas Hasanuddin Keperawatan S2
- Pendidikan non formal/ Training – Seminar
1. ISO 9001:2015 tahun 2017
2. Basic Trauma & Cardiac Life Support Tahun 2015
3. Pola pembimbingan Preseptorship tahun 2013
4. TOT penjaminan Mutu dan Akreditasi tahun 2012
5. Pelatihan Keterampilan Dasar Tekhnik Instruksional tahun 2012

C. Riwayat Pengalaman Kerja (Summary of Working Experience)


- Pekerjaan : Dosen Tetap
- NIDN : 0918058801
- Pangkat/Jabatan : Asisten Ahli

D. Karya Ilmiah/ Artikel yang telah dipublikasikan


-

144

Anda mungkin juga menyukai