TESIS
SETYO KURNIAWAN
NIM. 1316141513031
i
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
SETYO KURNIAWAN
NIM. 1316141513031
ii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
SETYO KURNIAWAN
NIM. 131614153031
iii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri. Semua sumber yang di kutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
iv
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
SETYO KURNIAWAN
131614153031
Oleh:
NIP.197212172000032001
Pembimbing kedua
~
Joko Suwito, S.Kp., M.Kes
NIP. 196801241992031002
ini, S.Kp.,M.Kes
'~12172000032001
Panitia Penguji
Anggota :
NIP. 197004102000122001
Vi
KATAPENGANTAR
yang telah bersedia memben Q.1Q.11a.11, saran serta petunjuk dari awal proses
5. Kedua orang adik, serta ~-'-b~ keeil tercinta. Terima kasih atas doa,
vii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
rnelakukan penelitian
kelanjutan di Indonesia.
Surabaya, 6 2018
Penulis,
Vlll
viii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan ini, maka Universitas
Airlangga berhak untuk menyimpan, megalihmediakan/format, mengelola
kedalam bentuk pangkalan data (database) merawat dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Surabaya
Pada tanggal : 6 Agustus 2018
Yang Menyatakan,
(Setyo Kurniawan)
ix
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
EXECUTIVE SUMMARY
x
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
This research use cross sectional approach. The sample in this research is
all nurse of Puskesmas of Pacitan Regency, then with technique of sampling non
probability sampling with purposive sampling method so get 175 nurse of
Puskesmas of Pacitan Regency as respondent in this research. Inclusion criteria
used to select the sample include: 1). Minimum 2 years nurse stay in Pacitan area.
2). Nurses who have emergency emergency training certificates with AHA / ERC
/ ILCOR guidelines at least in 2005. 3). Nurse who already has a diploma of
higher education nursing (minimum Diploma 3). Based on the Partial Least
Square Test indicates that: 1). Personal factors affect the behavior toward
behavioral with the value of parameter coefficient of 0.149 and the value of t =
2.182> 1.96. 2). Personal factors affect the Subjective Norm with the parameter
coefficient value of 0.216 and the value of t = 2.248> 1.96. 3). Personal factors
affect the Perceived Behavioral Control with parameter coefficient value of 0.315
and the value of t = 4.099> 1.96. 4). Social-culture factor related to attitude
toward behavioral with parameter coefficient value 0,037 and value t = 0,714
<1,96. 5). Social-culture factor influenced Subjective Norm with parameter
coefficient value 0,244 and value t = 3,207> 1,96. 6). Social-culture factor
influenced Perceived Behavioral Control with parameter coefficient value 0,136
and t value = 2,034> 1,96. 7). Factor of information influence toward behavior
toward behavioral with value of parameter coefficient 0,732 and value t = 17,268>
1,96. 8). Factor of information not related to Subjective Norm with coefficient
value of parameter -0,057 and value t = 0,780 <1,96. 9). Factor of information not
related to Perceived Behavioral Control with value of parameter coefficient 0,086
and value t = 1,102 <1,96. 10). attitude toward behavioral have an effect on
Intension with parameter coefficient value 0,192 and value t = 3,356> 1,96. 11).
Subjective Norm effect on Intension with parameter coefficient value 0,496 and t
value = 6,561> 1,96. 12). Perceived Behavioral Control has no effect on Intension
with coefficient parameter value 0,074 and value t = 1,174 <1,96. 13). Intension
has no effect on behavior (Behavior) with value of parameter coefficient 0,109
and value t = 1,649 <1,96
Attitude toward behavioral factor has strong influence with GOF value =
0,631, behavioral factor has weak effect with nilao GOF = 0,012, Intension factor
has good influence with GOF value = 0,383, perceived behavioral control factor
has weak effect with GOF value = 0,142 , whereas the Subjective norm has a
weak effect with the value of GOF = 0.105
xi
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RINGKASAN
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari 1). Theory of Planned
Behavior 2). Perilaku 3). Bencana yang terdiri dari definisi, jenis bencana menurut
Undang-Undang No.24 Tahun 2007, managemen bencana, peranan perawat
bencana, religiusitas dan bencana 4). Teori budaya. Budaya merupakan komponen
penting dalam kehidupan bahkan dalam hal membantu korban bencana. Sebagai
perawat professional kita harus mengetahui bagaimana karakter budaya setempat.
Menurut (Matsumoto, 2007) penanan budaya (melalui peranan sosial) ikut
mempengaruhi terjadinya sebuah perilaku. Terkait peranan perawat bencana
terhadap budaya seperti yang diungkapkan dalam teori Transcultural Nursing. Di
mana wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan
yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
xii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xiii
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xiv
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT
xv
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRAK
Kata Kunci : Perawat bencana, theory planned behavior, faktor personal, perilaku
xvi
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum.................................................................. . 4
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................... 4
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis............................................................... . 6
1.4.2 Manfaat praktis .............................................................. 6
xvii
xviii
xix
DAFTAR TABEL
xx
xxi
DAFTAR GAMBAR
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xxiii
DAFTAR SINGKATAN
xxiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
sebuah gangguan fungsi serius yang terjadi di suatu masyarakat atau komunitas
yang mengakibatkan kerugian yang meluas, baik kerugian material, ekonomi atau
bahwa selama tahun 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana di Indonesia, naik 35%
jika dibandingkan dengan jumlah bencana pada tahun 2015. Dari jumlah tersebut,
longsor dan puting beliung. Selama tahun 2016 telah terjadi 766 bencana banjir,
612 longsor, 669 puting beliung, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 kebakaran
hutan dan lahan, 13 gempa, tujuh gunung meletus, dan 23 gelombang pasang dan
meninggal dunia dan hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan menderita, 69.287 unit
rumah rusak dimana 9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang, 47.039 rusak ringan,
Timur yang memiliki potensi bencana alam yang sangat besar. Menurut Kasi
1
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
wilayah Pacitan yang dikutip dari Radar Madiun tanggal 6 Agustus 2016, mulai
bulan Januari hingga bulan Juli ada sekitar 326 kejadian bencana, seperti gempa
bumi dan tanah longsor. Akan tetapi dari situs BPBD Pacitan dan situs Dinas
Kesehatan Kabupaten Pacitan tidak di sebutkan data jumlah korban luka-luka dan
meninggal. Pada tanggal 28 November 2017 telah terjadi banjir besar yang
umumkan oleh BPBD Pacitan per tanggal 30 November 2017 di dapatkan data
tanah longsor, 5 orang sedang dalam proses pencarian oleh tim penyelamat.
sumber daya manusia dalam menghadapi bencana, akan tetapi tingginya angka
korban kejadian bencana tidak dapat di hindari. Perawat sebagai salah satu bagian
dari first responder dalam penanganan bencana perlu dipersiapkan dengan lebih
baik dalam merawat korban massal (Wenji et al., 2014) termasuk mulai saat
bawa tanpa ada proses stabilisasi yang optimal. Menurut Labrague et al., (2016)
seorang perawat perlu memiliki pengetahuan dan skill mengenai bencana dan
manajemen bencana.
menyatakan bahwa pernah menerima korban bencana yang masih belum stabil
Keperawatan sebagai bagian dari first responder dituntut untuk selalu siap
keadaan apapun termasuk dalam situasi tanggap bencana (Baack and Alfred,
membantu orang lain sebagai sesama manusia dalam berbagai kondisi baik saat
sedang dalam tugas sebagai profesional maupun sedang tidak dalam tugas
perawat, serta pengalaman positif maupun negatif, emosi termasuk rasa bangga,
tindakan dalam menolong korban bencana. Sehingga angka korban bencana yang
1. 2 Rumusan Masalah
tanggap bencana
bencana
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
disingkat dengan TPB pertama kali di usulkan oleh Icek Ajzen pada tahun 1985
pengembangan lebih lanjut dari TRA (Theory Reaction Action) yang di usulkan
bersama oleh Martin Fisbein dan Icek Ajzen pada tahun1980. Seperti pada teori
TRA, faktor inti dari TPB adalah niat individu dalam melakukan perilaku tertentu.
Secara umum, semakin kuat niat untuk terlibat dalam perilaku maka semakin
Ajzen (1991) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu
dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain,
dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh
sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol
7
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Background factors:
Attitude toward behavioral:
1. Personal 1. behavioral belief
General Attitude
Personality Trait
2. outcome evaluations
Values
Emotions
Intelligence Subjective Norms:
Intention Behavior
2. Social
1. normative belief
Age,gender Race 2. motivation to comply
Etnicity
Education
Income Religion
Perceived Behavioral Control
3. Information 1. controllability/control
Experience 2. perceived power
Knowledge
Media Expo
melakukan suatu perilaku tertentu. Beliefs dipengaruhi oleh beberapa faktor latar
belakang individu, antara lain yaitu faktor personal yang meliputi (nilai, emosi,
dan kognisi), faktor sosial yang meliputi (usia, jenis kelamin, ras, budaya,
evaluation)
(motivation to comply)
yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat berasal dari
2.1.1 Intensi
mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk
melakukan sebuah perilaku. Selain itu intensi (niat) dapat di definisikan sebagai
keinginan untuk melakukan perilaku. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa,
suatu keinginan atau rencana. Dalam hal ini, niat belum merupakan perilaku,
korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk
meramalkan perilaku.
pengukuran intensi terdiri atas 2 hal, yaitu pengukuran isi (content) dan kekuatan
(strength). Isi dari intensi diwakili oleh jenis tingkah laku yang akan diukur,
responsden pada pilihan skala yang tersedia. Contoh pilihan skalanya adalah
besarnya perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek (favorable) atau
negatif (unfavorable) terhadap suatu objek, orang, institusi, atau kegiatan. Eagly
identitas dalam derajat suka dan tidak suka. Sikap dipandang sebagai sesuatu yang
afektif atau evaluatif. Konsep sentral yang menentukan sikap adalah belief.
objek dengan beberapa atribut. Kekuatan hubungan ini diukur dengan prosedur
melibatkan objek dengan atribut terkait. Menurut Fishbein dan Ajzen (1985),
menjumlahkan hasil kali antara evaluasi terhadap atribut yang diasosiasikan pada
objek memiliki atau tidak memiliki atribut tersebut (behavioral belief). Atau
dengan kata lain, dalam theory of planned behavior sikap yang dimiliki seseorang
terhadap suatu tingkah laku dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi
(outcome) yang akan dihasilkan jika tingkah laku tersebut dilakukan (outcome
evaluation) dan kekuatan terhadap belief tersebut (belief strength). Belief adalah
dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan
berbeda beda, yang disebut dengan belief strength. Kekuatan ini berbeda-beda
pada setiap orang dan kuat lemahnya belief ditentukan berdasarkan persepsi
(Fishbein & Ajzen, 1975). Sebagai salah satu komponen dalam rumusan intensi,
sikap terdiri atas belief dan evaluasi belief Fishbein & Ajzen, 1975 dalam Ismail
didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome
yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain,
seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan sebuah
outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu juga
tingkah laku akan menghasilkan outcome yang negatif, maka seseorang tersebut
dari interaksi antara belief content- outcome evaluation dan belief strength. Belief
seseorang mengenai suatu objek atau tindakan dapat dimunculkan dalam format
kualitas dan atribut dari objek atau konsekuensi tingkah laku tertentu. Fishbein &
menentukan belief utama (salient belief ) yang akan digunakan dalam penyusunan
seseorang mengenai persetujuan orang lain terhadap suatu tindakan (Ajzen, 1988),
atau persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak
dianggap berperan dalam perilaku seseorang dan memiliki harapan pada orang
tersebut, dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Jadi,
dengan kata lain bahwa norma subjektif adalah produk dari persepsi individu
tentang belief yang dimiliki orang lain. Orang lain tersebut disebut referent, dan
dapat merupakan orang tua, sahabat, atau orang yang dianggap ahli atau penting.
Terdapat dua faktor yang memengaruhi norma subjektif: normative belief, yaitu
keyakinan individu bahwa referent berpikir ia harus atau harus tidak melakukan
suatu perilaku dan motivation to comply, yaitu motivasi individu untuk memenuhi
umum dapat ditentukan oleh harapan spesifik yang dipersepsikan seseorang, yang
penjumlahan hasil kali normative belief tentang tingkah laku i (bi) dan dengan
motivation to comply/ motivasi untuk mengikutinya (mi). Dengan kata lain bahwa,
seseorang yang yang memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok yang
tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial untuk seseorang
tersebut melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang percaya bahwa orang lain yang
berpengaruh padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini
subjektif sama halnya dengan sikap, belief tentang pihak-pihak yang mendukung
atau tidak mendukung didapatkan dari hasil elisitasi untuk menentukan belief
utamanya.
berperilaku, tidak akan memiliki intensi yang kuat, meskipun ia bersikap positif,
dipengaruhi juga oleh beliefs. beliefs yang dimaksud adalah tentang ada/ hadir
dan tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah laku
hasil kali antara keyakinan mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku
menghambat tingkah laku (power belief). Dengan kata lain, semakin besar
persepsi seseorang mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki (faktor
pendukung), serta semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki, maka
sebagai penghambat atau pendorong tersebut didapatkan dari proses elisitasi untuk
2009 bahwa variabel lain yang memengaruhi intensi selain beberapa faktor utama
tersebut (sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan PBC), yaitu variabel yang
1. Faktor personal
2. Faktor sosial
Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis,
a) Usia
lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang
bertanggung jawab dan lebih teliti dibanding usia yang lebih muda.
b) Jenis Kelamin
alat menyusui.
c) Pendidikan
3. Faktor informasi
media. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi
pada akhirnya berpengaruh juga pada intensi dan tingkah laku. Keberadaan faktor
tambahan ini memang masih menjadi pertanyaan empiris mengenai seberapa jauh
pengaruhnya terhadap belief, intensi dan tingkah laku. Namun, faktor ini pada
dasarnya tidak menjadi bagian dari TPB (Theory Planned Behaviour) yang
2. 2 Perilaku
perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat, dan fantasi seseorang. Perilaku adalah
lingkungan.
Menurut (Pieter and Lubis, 2010), perilaku dipengaruhi oleh lima faktor
antara lain :
1. Emosi
2. Persepsi
3. Motivasi
4. Belajar
Belajar adalah salah satu dasar memahami perilaku manusia, karena belajar
kebutuhannya.
5. Inteligensi
secara efektif.
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior
dan jamban.
Terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain
Perilaku tidak berdiri sendiri dan selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain.
1. Pengetahuan
a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
dipelajari.
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
e. Sintesis (shynthesis)
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
a. Awareness (kesadaran)
stimulus.
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
2. Sikap
a. Menerima (receiving)
b. Merespon (responding)
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Suatu usaha
lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (valuing)
orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga.
Menurut (Sarwono, 2012) sikap dapat dibentuk atau berubah melalui lima
cara yaitu:
a. Adopsi
b. Eferensiasi
c. Integrasi
d. Trauma
e. Generalisasi
dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau
sebaliknya.
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang
rangsangan dari luar melalui persepsi, oleh karena kita harus memilih
rangsangan mana yang akan kita dekati, dan mana yang harus dijauhi.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar manusia, yaitu: sifat
Menurut (Sunaryo, 2004), suatu sikap pada diri individu belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan. Agar sikap terwujud dalam perilaku nyata
a. Persepsi (perception)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
c. Mekanisme (mechanism)
d. Adopsi (adoption)
pada domain kognitif yang berarti bahwa subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya. Hal ini kan menimbulkan
respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui. Rangsang
yang telah diketahui dan disadari tersebut akan menimbulkan respon yang lebih
jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap atau sehubungan dengan stimulus.
2. 3 Defini Bencana
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
bencana, kerentanan bencana, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.
lain:
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi,
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.
tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak
tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran.
yang dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api
lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu
Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis
produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi
mematikan.
d. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
e. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam
jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang
dan lingkungan.
g. Angin Topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120
km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik
sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini
h. Gelombang Pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal
angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena
dengan abrasi.
j. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan
hutan adalah keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga
menimbulkan kerugian.
golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab. Aksi teror atau sabotase
suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi teror atau sabotase sangat
l. Kerusuhan atau Konflik Sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi huru-
hara atau kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu
Pada tahapan pra bencana, perlu diketahui terlebih dahulu Threads atau ancaman
yang dimaksud Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan
ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Dan pada pasal 14
kegiatan fisik juga berorientasi pada kegiatan non fisik. Maka berdasarkan amanat
Pasal 16, kegiatan mitigasi bencana non struktur/non fisik mencakup 7 (tujuh)
aspek yakni:
6. Penyusunan zonasi
bencana dimana upaya ini dilakukan setelah usaha mitigasi dilaksanakan dengan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Upaya ini dapat
masyarakat yang rentan dapat menghindar di radius paling aman. Pada tahapan
umum adalah:
2. Perencanaan siaga
5. Koordinasi
6. Mekanisme respon
7. Manajemen informasi
8. Gladi/ simulasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Jose and Dufrene, 2014) serta
terjadi bencana. Upaya ini dapat meliputi usaha penyelamatan (rescue effort), first
aid, fire fighting, dan evakuasi. Pada tahapan ini dibutuhkan koordinasi dan peran
aktif dari SAR, TNI/POLRI, para relawan bencana hingga tim kesehatan bencana.
adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
selama fase awal bencana hingga fase pasca pemulihan. Dengan kata lain peranan
perawat di butuhkan tidak hanya saat terjadi bencana saja akan tetapi dari fase
2005).
dapat bekerja secara internasional, dalam berbagai bentuk situasi dengan perawat
dan penyedia layanan kesehatan dari seluruh belahan dunia lainnya. Situasi
tersebut dapat berupa situasi layanan emergency (pre hospital, evakuasi dan intra
dapat bekerja secara global maka perawat bencana siap merespon bila terjadi
c. memfasilitasi komunikasi;
struktur organisasi;
Bencana telah memberikan dampak yang begitu besar baik secara fisik,
manusia untuk menghadapi dan mengatasi tekanan hidup serta dapat menjadikan
peristiwa buruk tersebut sebagai pengalaman berharga yang dapat merubah diri ke arah
positif (Grotberg, dalam Aulia, 2014). Dukungan sosial dengan resiliensi juga
sosial yang diterima seseorang maka semakin tinggi pula resiliensi dalam diri
seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Werner (dalam Oktaviana, 2009) yang
dalam penelitiannya menemukan bahwa individu yang dapat sukses beradaptasi pada
saat dewasa pada konteks terdapat tekanan (resiliensi) menyandarkan sumbernya pada
mempengaruhi resiliensi korban pasca bencana. Hal ini selaras dengan pendapat
Bastaman dalam Liputo (dalam Saput ri, 2011) yang menyatakan bahwa individu yang
memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai setiap kejadian secara
poisitif, sehingga hidupnya menjadi bermakna dan terhindar dari stress atau depresi.
Bukti bahwa religiusitas itu mempengaruhi resiliensi terungkap dalam penelitian yang
dilakukan oleh Suryaman dkk (2013). Agama sebagai koping (religius atau spiritual
coping) menjadi hal yang utama pengaruhnya, sehingga disimpulkan bahwa aspek
mengetahui apakah bencana yang terjadi merupakan suatu peristiwa yang berasal
dari gangguan alam, manusia, atau merupak suatu intrik politik. Bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia merasa bahwa penderitaan yang mereka alami dalam
bencana merupakan kejadian yang mungkin berasal dari luar kendali mereka atau
justru dari suatu hal yang sebenarnya bisa di kendalikan. Oleh karena itu,
halyang dirasa cukup efektif dalam membangun kembali harapan masa depan.
Karena sebagian besar korban bencana merasa bahwa doa merupakan suatu hal
yang luar biasa yang dapat mengendalikan perasaan mereka serta menenangkan
(Campbell, 2014).
oleh Retnowati (dalam Setyowati 2010). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
itu, setiap individu berbeda dalam mempersepsi peristiwa traumatik dan peristiwa
hidupnya, sehingga seorang individu yang memiliki resiliensi tidak berarti terlepas dari
kesedihan, kesusahan dan distress, akan tetapi dalam kondisi tersebut individu mampu
untuk menyikapinya dengan positif dan tetap mengembangkan dirinya kearah yang
lebih baik.
2. 4 Teori Budaya
kepercayaan, nilai-nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu
kelompok dan di teruskan pada generasi berikutnya. Cultural berarti sesuatu yang
7 unsur : yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk
budaya secara keseluruhan. Budaya sendiri berarti akal budi, hasil dan adat
istiadat. Kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
sosial
terjadinya sebuah perilaku seseorang yaitu : sifat dasar manusia (melalui proses
identitas peran individu) dan berpendapat bahwa perilaku individu adalah produk
dari interaksi antara ketiganya. Selain itu, budaya muncul dari interaksi sifat dasar
manusia dan konteks ekologis di mana kelompok itu ada, dan bagaimana peran
sosial ditentukan oleh makna psikologis khusus budaya yang dikaitkan dengan
konteks situasional.
yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory. Salah
satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural
Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati
klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk
dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
yang banyak serta berbeda-beda maka perlu mengetahui latar belakang budaya
(Alligood, 2014).
yang di inginkan
klien
kondisi kesehatan dan pola hidup klien kearah yang lebih baik.
yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri (Padmanugraha,
2010). Kearifan lokal (Local Wisdom) biasanya di wariskan secara turun temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui cerita dari mulut ke mulut.
Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, permainan rakyat dan
kegiatan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh
tempat.
Bupati. Jika menilik dari unsur wilayah masyarakat budaya, Kabupaten Pacitan
lantaran wilayah ini masih mendapat pengaruh yang kuat dari budaya Kerajaan
dan Surakarta. Hal yang paling mencolok adalah penggunaan bahasa Jawa yang
Surakarta. Selain itu budaya gotong royong, taat pada “sinuwun” (Raja) juga di
tlatah Mataraman bila di bandingkan wilayah tlatah lainnya seperti wilayah Arek,
pacitan tidak ada seorang Raja sebagai penguasa akan tetapi rasa menjunjung
tinggi terhadapa pimpinan daerah (Bupati) masih terasa kental. Mengutip sebuah
Bupati Pacitan dalam sabdotomo atau pidato utama saat peringatan ulang tahun
jejering bupati Pacitan kathah rintangan, pramilo mugiyo kito tansah jejeg mikul
anggayuh Pacitan ingkang sejahtera lan kerto raharjo”. Dapat di artikan bahwa
cara “mikul dhuwur mendhem njero” yang secara harfiah, dapat diartikan sesuatu
yang harus dijunjung tinggi dan ada yang harus ditanam dalam-dalam.
Dalam kejadian bencana, menurut catatan BNPB pusat mengutip dari situs
resmi BPBD daerah Pacitan bahwa berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1859
terjadi gempa bumi besar di Pacitan dengan kekuatan 7,5 SR, dan hal ini memicu
terjadinya tsunami kecil. Pada tahun 1937 gempa berkekuatan 7,2 SR kembali
dari pengalaman yang telah ada maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Pacitan saat ini tengah menggalakkan jargon 20-20-20 yang bermakna 20
detik, 20 menit, dan 20 meter. Jargon ini mengindikasikan bila gempa terjadi lebih
dari 20 detik, masyarakat memiliki waktu 20 menit untuk evakuasi ke tempat yang
lebih tinggi lebih dari 20 meter. BPBD Pacitan dan mitra kerja lainnya saat ini
memiliki pengetahuan pengenalan situasi alam jika akan terjadi bencana yang di
peroleh secara turun menurun. Berdasarkan kearifan lokal yang dimiliki oleh
rata sudah memiliki pengetahuan tentang kebencanaan laut. Fakta itu dapat
dibuktikan lewat tanda-tanda alam yang sudah mereka kenali melalui penuturan
lisan dari generasi ke generasi. tanda-tanda alam seperti air laut mendadak kering
setelah beberapa saat terdengar ada “lindu” atau gempa terjadi dapat dipastikan
membangun).
SETYO KURNIAWAN
TESIS
preparedness quantify cukup siap.
responses dariResponden percaya
respondents. bahwa mereka dapat berfungsi dalam
peran utama pendidik (n = 107,
62,94%), perawat (n = 104, 61,17%),
dan konselor (n = 82, 48,24%). Lebih
dari setengah responden (n = 98, 57,7%)
tidak mengetahui adanya SPO
penanganan bencana di tempat kerja.
Pelatihan bencana diambil sebagai
pertolongan pertama (n = 79, 46,4%), uji
coba lapangan (n = 43, 25,29%), dan
BLS (n = 57, 33,53%) di katakan
penting untuk mempersiapkan bencana
3 Disaster Cross sectional Sample: Independen 1. Kolmogoro Mayoritas memiliki pengetahuan dan
management: study design 194 perawat 1. Knowledge v-Smirnov kemampuan skill yang adekuat,
Emergency nursing emergeny 2. Attitude untuk gambaran sikap yang positif terhadap
3. Skill menilai disaster manajeman
and medical
Teknik Sampling: distribusi Jenis kelamin dan tingkat pendidikan
personnel’s Dependen:
Purposive normal berhubungan dengan peningkatan
knowledge, attitude
SETYO KURNIAWAN
TESIS
4 Disaster nursing Descriptive Sample: Independen : 1. Analisa a. 89 responden mengembalikan
skills, knowledge study 139 perawat a. Disaster descriptive kuesioner
and attitudes teregistrasi nursing skill untuk data b. Sebagian besar responden tidak ada
b. Knowledge kuantitativ yang menerima pelatihan khusus
required in
c. Attitude bencana
earthquake relief: e
c. Skill yang sering dilakukan saat
implications for 2. Data
Dependen: terjadi bencana adalah bandaging,
nursing education Nursing education kualitative observasi dan monitoring,
dengan debridement dan rawat luka serta
konten transportasi korban
(Yan et al., 2015)
analisis, d. Responden mengidentifikasi bahwa
coding, skill yang sangat dibutuhkan saat
terjadi bencana adalah cpr, hentikan
perdarahan, splinting bandaging dan
emergency management
5 Nurses’ FGD Sample : _ _ Dari 15 orang perawat yang di
Competencies in 45 perawat wawancarai dan 30 orang perawat yang
Disaster Nursing: emergency dan sedang melakukan penelitian
bencana mengungkapkan bahwa berdasarkan
Implications for
ICN framework Nursing Disaster yang
Curriculum terdiri dari empat tema dan sepuluh
Development and domain, hal yang paling di perlukan
SETYO KURNIAWAN
TESIS
6 Chinese nurses Kualitatif Sample : Independen : 1. hasil narasi Lima tema muncul
relief experiences research 12 orang perawat Nurse masing 1. Tantangan tak terkalahkan
following two dari 4 RS yang experience masing 2. Kualitas perawat bencana
earthquakes: In depth pernah terjun di participant 3. Kesehatan mental dan gambaran
Implications for interview daerah bencana Dependen: di validasi trauma
disaster education a. Disaster dengan 4. Perencanaan dan koordinasi bencana
and policy education validity of yang buruk
development b. Policy qualitative 5. Kurangnya pendidikan, perawatan
development studies dan peralatan medis saat bencana
Wenji, Z. et al.
2. hasil yang Participant menggambarkan bahwa
(2014) sudah di mereka di tantang oleh kondisi hidup
validasi di yang belum sempurna, gempa susulan,
duskusikan dan perbedaan budaya. Para perawat
bersama participant telah menempatkan diri
mereka pada kepentingan serta
pengembangan kerja sama tim,kempuan
berfikir kritis, managemen bencana dan
urgensi membangun system tanggap
bencana yang lebih baik
7 Nurses Study Korelasi Sample: Independen: Analisa Sebagian besar perawat tidak percaya
perceived preparedness
competence in b. Perceived Perawat yang percaya diri sudah
kompetensi memiliki pengalaman di
managing disasters
lapangan/bencana sebelumnya
Perilaku (motivasi) merupakan
Baack, S. and Dependen:
prediktor yang signifikan terhadap
Alfred, D. (2013) Disaster persepsi
management kompetensi perawat untuk mengelola
50
SETYO KURNIAWAN
TESIS
bencana hanya dalam hal kesediaan
perawat untuk menanggung risiko
keterlibatan dalam situasi bencana.
kepuasan kerja bukanlah penentu
kesiapsiagaan bencana
8 Literature Review Literature Sample: _ _ Artikel yang paling umum digunakan
of Disaster Health Review 222 artikel ditemukan dengan menggunakan
Research in Japan: kategori pencarian “keperawatan dan
Focusing on penelitian bencana”. Di antara kategori
Disaster Nursing pencarian, “keperawatan dan pendidikan
Education bencana” memiliki jumlah publikasi
yang tinggi. Kategori ini memuncak
pada tahun 2007
(Kako, Mitani and Perlu ada Studi evidence base lebih
Arbon, 2012) lanjut untuk mengembangkan
metodologi dan bidang studi lainnya
dalam keperawatan bencana, termasuk
database bahasa lain sangat diharapkan
di masa depan
9 Local wisdom- Exploratory Sample: Perilaku _ a. Saat terjadi bencana, bantul adalah
wilayah dengan tinggi jumlah penduduk,
SETYO KURNIAWAN
TESIS
10 Nursing in the Literature Sample : _ Analisa Lima tema muncul dari ulasan.
emergency review 18 rtikel deskriptive - What nurses do during a disaster
department (ED) response
during a - How nurses feel during a disaster
response
disaster: A review
- Preparedness of nurses for disaster
of the current response in the ED
literature - Barriers to working in the ED
during a disaster
Hammad, K. S. et - Changes that occur during a
al. (2012) disaster.
Terdapat dua temuan utama
- Perubahan dari hari kerja 'normal'
menjadi bencana
- kesiapan perawat bekerja di IGD
selama bencana
11 A survey of the Exploratory Sample : _ Deskriptif a.Tiga keterampilan utama yang
practice of nurse’s Case study 24 register nurse statistic penting untuk perawat adalah: insersi
skill in Wenchuan (deskriptif) intravena; observasi dan monitoring;
triage korban massal
earthquake disaster
b. Ketiga skill paling sering digunakan
sites: implications adalah: debridement dan rawat luka;
intravena
(Yin et al., 2011) c. Tiga keterampilan yang dilakukan
paling mahir adalah: penyisipan
intravena; observasi dan monitoring;
pemasangan kateter
d. Tiga keterampilan peringkat teratas
yang paling penting untuk pelatihan
adalah: transportasi korban massal;
52
SETYO KURNIAWAN
TESIS
emergency manajemen; haemostasis,
pembalutan, fiksasi, penanganan
manual
12 Local Wisdom and Artikel review Sample: _ Descriptive a. 14 studi yang terkumpul
Health Promotion: 245 artikel analisis menunjukkan keduanya yaitu Lokal
Barrier or Catalyst? wisdom dan Indegenous Knowledge
sebagai katalis ataupun barrier pada
promosi kesehatan
b. Keduanya lebih dari sekedar konsep,
keduanya adalah merupakan alat
(Demaio, 2011) yang dapat di gunakan sebagai sarana
promosi kesehatan
13 Cultural, Ethical, Fenomenologi Sample : _ Descriptive- Dampak budaya, etis, dan spiritual dari
and Spiritual _ kuantitative bencana bergantung pada berbagai
Implications of macam faktor. Dampak bencana pada
budaya bergantung pada orang-orang
Natural Disasters
yang ada di dalam budaya itu sendiri
from the Survivors’ serta kekuatan dan ketahanan budaya
Perspective tersebut. Bencana dapat memperlambat
perkembangan budaya. Namun biasanya
(Varghese, 2010) kebiasaan, kepercayaan dan system nilai
tetaplah sama
objective norms on 196 studi Subyektive kuantitative hubungan antara Descriptive Norm
behaviour in the norm dan Behavior lebih kuat daripada
theory of planned hubungan Preceived Injuctive dan
behaviour: A meta- Dependen: Behavior
analysis behaviour b. Bukti menunjukkan adanya
hubungan langsung antara Descriptive
(Manning, 2009)
53
SETYO KURNIAWAN
TESIS
Norm dan Behavior dalam konteks
Theory of Planned Behavior.
c. Tercatat efek penekanan dari
Preceived Injuctive terhadap
Descriptive Norm dalam hubungannya
dengan Behavior
15 The Impact of Studi Sample : Independen : Bencana yang diakibatkan oleh alam
Disaster on Culture, Literature a. Disaster maupun non alam menjadi ancaman bagi
Self, and Identity: b. Culture kehidupan kemanusiaan. Sebagai
Increased c. Self professional dalam kesehatan termasuk
Awareness by d. identity keperawatan memiliki kewajiban untuk
Health Care terus mengembangkan dan memperbaiki
Professionals is dalam kesiapsiagaan dan tanggap
Needed Dependen: bencana. Konsep diri, identitas, dan
Increase budaya adalah fenomena sosial dan
(Deeny and
awarness psikologis yang penting, yang
McFetridge, 2005) kemungkinan besar akan terpengaruh
oleh pengalaman bencana. Bagaimana
individu memandang diri dalam konteks
SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 3
3. Informasi
Preceived
a. Pengetahuan
Behavioral
b. Pengalaman Control:
c. Kebijakan dan Pengendalian
aturan yang persepsi terhadap
berlaku tanggap bencana
d. Media
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian pengembangan model peningkatan tindakan keperawatan
berbasis Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 1991) dalam konteks kearifan budaya
lokal
Keterangan:
: di teliti
: tidak di teliti
: mempengaruhi
55
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
oleh individu timbul karena adanya intension (niat) untuk melakukan sebuah
penentu yaitu:
tersebut.
Dalam diri seseorang ketiga faktor penentu terjadinya perilaku tersebut didasari
terlepas dari suatu norma-norma atau aturan sosial yang berlaku dalam kehidupan
yang mempengaruhi sesorang untuk dapat berperilaku antara lain basic human
Dengan niat yang kuat akan terbentuklah suatu perilaku (Behavior). Dengan
memperhatikan nilai-nilai aturan sosial yang berlaku di suatu wilayah, maka dapat
terbentuklah suatu perilaku yang sesuai dengan kaidah budaya setempat, dalam
hal ini adalah perilaku tanggap bencana yang selaras dengan kearifan budaya
lokal.
3.2 Hipotesis
tanggap bencana
bencana
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian
gejala terjadi dengan hasil akhir adalah gambaran mengenai hubungan sebab-
akibat variabel bebas dan variabel terikat. Pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah cross sectional karena variable bebas dan variabel terikat
4.2.1 Populasi
Pada penelitian ini kriteria inklusi yang digunakan untuk memilih sample
antara lain:
(minimal Diploma 3)
59
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
N
n=
1+(N x e²)
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
e : error level yang digunakan adalah 0.05
= 173.04
= 173 perawat
dengan metode purposive sampling yaitu suatu teknik memilih sample diantara
populasi sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti (tujuan dan masalah
dalam penelitian).
tebel 4.1.
Dependen
Perilaku perawat tanggap
Y bencana Y 1.1 = Safety First
Y 1.2 = Triage
Y 1.3 = Initial Asessment
Sikap
kurang baik
< mean
Pengalaman
negative
jika Skor <
mean
c. Kultur Aturan yang berlaku Penilaian tentang Kuesioner Interval Skala Likert
masyarakat di dalam kehidupan fenomena aturan 1-4
(X3.3) bermasyarakat dalam kehidupan
penanganan tanggap bermasyarakat yang Sikap
bencan berlaku tentang budaya baik
penanganan skor ≥ mean
tanggap bencana
Sikap
budaya
kurang jika
Skor <
mean
Sikap
kurang baik
jika Skor <
mean
Niat kurang
jika Skor <
mean
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
Indonesia (2014). Saat ini peneliti masih menunggu balasan terkait izin
disusun peneliti bersumber dari modul ATLS (Advance Trauma Life Support)
daerah Kabupaten Pacitan atau di sekitar wilayah Pacitan yang memiliki karakter
penelitian yang akan dilakukan. Responden dalam uji coba kuesioner ini tidak
product moment membandingkan nilai r table dan r hitung. Pernyataan valid jika r
tekhnik Cronbach Alfa. Menurut Wiyono (2011) jika nilai r hitung > r tabel maka
dapat dinyatakan memiliki reliabilitas atau dapat diandalkan dengan nilai r ≥0,65.
Airlangga. Setelah dinyatakan lolos dan mendapatkan surat keterangan lolos uji
etik maka peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Fakultas
Partial Least Square (PLS). Hasil analisis yang didapatkan akan dibahas pada
dilaksanakan sebanyak dua kali. Peserta FGD terdiri dari peneliti, perwaklian
perawat bencana dari DPD PPNI Pacitan, beberapa responden penelitian dan
pakar dalam ilmu kebencanaan. Peneliti melakukan koordinasi tempat dan waktu
pada pertemuan pertama akan membahas hasil analisis penelitian serta masukan
membahas konsep solusi yang dihasilkan pada pertemuan FGD pertama, yaitu
berupa penyusunan modul tentang perawat tanggap bencana berbasis TPB dan
Purposive sampling
Bagan 4.3 Pengembangan model peningkatan tindakan keperawatan dalam tanggap bencana
berbasis TPB (theory planned behaviour) dalam konteks kearifan budaya lokal
a. Analisis Deskriptif
variabel. Data yang berjenis kategori disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi.
b. Analisis Inferensial
atau component based yang di sebut dengan PLS (Partial Least Square). PLS
memiliki keunggulan yaitu bersifat powerfull. Hal ini disebabkan karena PLS
tidak mengasumsikan data harus memiliki skala tertentu, sampel kecil juga
dengan indikator. Evaluasi model terdiri dari dua bagian evaluasi model
valid jika memiliki nilai outer loading diatas 0,6 dan nilai T- Statistic
yang membentuknya.
3. Godness Of Fit
X1.1
X1 X4
X1.2
X2.1
X2.2 X2 X7
X5 Y
X2.3
X3.1
X3.2 X3 X6
X3.3
Bagan 4.2 Pengembangan model peningkatan tindakan keperawatan dalam tanggap bencana
berbasis TPB (theory planned behaviour) dalam konteks kearifan budaya lokal
≤ 5%) maka di simpulkan signifikan dan sebaliknya. Jika hasil pengujian hipotesis
pada outer model menunjukkan nilai signifikan, berarti indikator dipandang dapat
pengujian pada inner model bernilai signifikan, maka dapat dikatakan bahwa
terdapat pengaruh yang bermakna pada variabel laten terhadap variabel laten
lainnya.
(1) prinsip manfaat, (2) prinsip menghargai hak-hak subyek, (3) prinsip keadilan.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan penelitian ini peneliti telah mendapatkan
keterangan lolos uji etik dengan nomer 713-KEPK tertanggal 27 Maret 2018.
berpedoman pada:
untuk mengikuti kegiatan penelitian dan tidak ada paksaan dalam kegiatan
tersebut.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya hasil pengolahan data yang akan
dengan tidak menyebabkan cedera fisik maupun psikis dan ditujukan untuk
mendapatkan manfaat.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1.1. Geografi
antara 1100 55′-1110 25′ Bujur Timur dan 70 55′- 80 17′ Lintang Selatan, dengan
luas wilayah 1.389,8716 Km2 atau 138.987,16 Ha. Luas tersebut sebagian besar
300 buah menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang
merupakan pintu gerbang bagian barat wilayah selatan dari Provinsi Jawa Timur
dengan kondisi fisik berupa pegunungan kapur selatan yang membujur dari
Tulakan yaitu seluas 161,61 km² dan yang paling kecil wilayahnya adalah
74
TESIS PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN SETYO KURNIAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75
1. Datar (kelas kelerengan 0-5%) dengan luas 55,59 Km2 atau 4% dari luas
2. Berombak (kelas kelerengan 6-10%) dengan luas 138,99 Km2 atau 10%
4. Berbukit (kelas kelerangan 31-50%) dengan luas 722,73 Km2 atau 52%
5. Bergunung (kelas kelerengan > 52%) dengan luas 138,99 Km2 atau 10%
Bila ditinjau dari struktur dan jenis tanah terdiri dari Assosiasi Litosol
Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan
iklim Tropika basah dengan 2 musim yaitu musim hujan (bulan Oktober-April)
tahun terakhir curah hujan mencapai 2300 mm per tahun. Curah hujan bulanan
maksimum rata-rata 416 mm yang terjadi pada bulan Januari dan curah hujan
bulanan minimum rata-rata 53 mm yang terjadi pada bulan Agustus. Suhu rata-
rata 270C sedangkan kecepatan angin antara 30-50 km/jam. Berdasarkan data
curah hujan yang berhasil dihimpun Kabupaten Pacitan dari 12 stasiun pengamat
bahwa rata-rata curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 2.023
hari hujan tahunan berkisar antara 98 hari/tahun hingga 134 hari/tahun. Curah
hujan tertinggi jatuh pada bulan basah(>200 mm) berlangsung antara Oktober
sampai April. Sedangkan bulan kering (<100 mm) umumnya berlangsung pada
5.1.3. Kependudukan
Kabupaten Pacitan berjumlah 552.307 jiwa yang terdiri dari 269.616 jiwa
penduduk laki-laki dan 282.691 jiwa penduduk perempuan. Sex ratio penduduk
Kabupaten Pacitan pada tahun 2016 adalah 95,37 artinya terdapat 95 laki-laki
geologi yang sangat kompleks termasuk wiyah Kabupaten Pacitan. Daerah pulau
Jawa bagian Selatan khususnya Cilacap, Kebumen, Wonogiri hingga Pacitan yang
berada di atas lempeng India-Auastralia kondisinya saat ini sangat rapat karena
mendapat tekanan dari lempeng Eropa-Asia. Kondisi lempeng Jawa Selatan yang
rapat dan tertekan itu sewaktu-waktu bisa patah sehingga menimbulkan gempa.
1. Gempa Bumi
kondisinya saat ini sangat rapat karena mendapat tekanan dari lempeng
merupakan daerah yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 40% dan
kawasan yang memiliki jenis tanah Redzina dan litosol. Pada kawasan
membangun sarana kesehatan mulai Rumah Sakit daerah dengan status type C,
No Kecamatan Puskesmas
1 Pacitan 1. Pacitan
2. Tanjungsari
2 Kebonagung 1. Kebonagung
2. Ketrowonojoyo
3 Arjosari 1. Arjosari
2. Kedungbendo
4. Punung 1. Punung
2. Gondosari
5 Pringkuku 1. Pringkuku
2. Candi
No Kecamatan Puskesmas
6 Donorojo 1. Donorojo
2. Kalak
7 Ngadirojo 1. Ngadirojo
2. Wonokarto
8 Tulakan 1. Tulakan
2. Bubakan
9 Sudimoro 1. Sudimoro
2. Sukorejo
10 Tegalombo 1. Tegalombo
2. Gemaharjo
11 Nawangan 1. Nawangan
2. Pakis Baru
12 Bandar 1. Bandar
2. Jeruk
lainnya sebagai Puskesmas Non Rawat Inap yang juga melayani kesehatan
Std
Karakteristik Frekuensi % Mean
deviation
Usia
20-25 tahun 1 0.57
26-30 tahun 34 19,42
31-35 tahun 59 33,71
36-40 tahun 33 18,84 36,69 6,40
41-45 tahun 22 12,57
46-50 tahun 23 13,14
51-55 tahun 3 1,71
Total 175 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 80 45,72
Perempuan 95 54,28
Total 175 100
Pendidikan
D3/D4 110 62,85
S1 18 10,28
S1+Ners 47 26,87
S2 - 0
Total 175 100
Lama Kerja
1-5 tahun 27 15,42
6-10 tahun 68 38,85
11-15 tahun 34 19,42
16-20 tahun 20 11,42 11,28 7,03
21-25 tahun 12 6,85
26-30 tahun 12 6,85
> 30 tahun 2 1,14
Total 175 100
Status pekerjaan
PNS 110 62,85
Non PNS 65 37,15
Total 175 100
Berdasarkan tabel 5.3 rerata usia responden adalah 36,69 tahun yang bisa di
prosentase 62,85%. Rerata lama kerja dalam responden penelitian ini adalah
Mean Std
Karakteristik Frekuensi % deviation
Sikap Umum
Positif 129 73,72
Negatif 46 26,28 30,60 2,69
Total 175 100
Religiusitas
Baik 111 63,43 28,45 3,026
Kurang 64 36,57
Total 175 100
Pengetahuan
Baik 93 53,15
Kurang 82 46,85 65,08 6,69
Total 175 100
Pengalaman
Positif 87 49,72 31,22 2,49
Negative 88 50,28
Total 175 100
Budaya
Baik 135 77,15 29,95 2,36
Kurang 40 22,85
Total 175 100
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata nilai sikap perawat secara umum
gambaran sikap umum yang positif. Nilai rerata religiusitas pada responden
keyakinan yang bersifat turun temurun. Nilai rerata tingkat pengetahuan perawat
tentang kegawat daruratan dana bencana adalah baik sebesar 65,08. Dari faktor
Mean Std
Karakteristik Frekuensi % deviation
Sikap tanggap bencana
Baik 88 50,28 67,27 7,20
Kurang 87 49,72
Total 175 100
Subjective Norm
Positif 58 33,15 30,88 2,64
Negative 117 66,85
Total 175 100
Perceived behavioral control
Positif 86 49,15 29,98 2,27
Negative 89 50,85
Total 175 100
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata nilai sikap tanggap bencana (Attitude
toward behavior) pada perawat adalah 67,27. Besar responden yang yang
memiliki sikap baik hampir berimbang dengan sikap yang kurang. Rerata nilai
norma subyektif pada perawat adalah 30,88. Perawat yang memiliki norma
subyektif positif hanya sebesar 33,15%. Untuk rerata nilai perceived behavioral
control pada perawat adalah 29,98. Besarnya jumlah responden perawat yang
Mean Std
Karakteristik Frekuensi % deviation
Intensi
Positif 76 43,42 31,73 2,78
Negative 95 54,28
Total 175 100
Perilaku tanggap bencana
Baik 83 47,42 72,50 4,94
Kurang 92 52,57
Total 175 100
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rerata nilai intensi pada perawat adalah
31,73. Besarnya jumlah responden perawat yang memiliki nilai intesion (niat)
positif adalah sebesar 43,42%, artinya memiliki niat yang kuat untuk melakukan
tindakan tanggap bencana. Sedangkan rerata nilai perilaku tanggap bencana pada
tahap measurement model (outer model) pada variabel faktor personal terdiri dari
religiusitas, dan sikap secara umum. Variabel social-cultur yang terdiri dari usia,
Tabel 5.7 Perhitungan measuremen model (outer model) pada Model Peningkatan
Tindakan Keperawatan Tanggap Bencana Berbasis Theory Planned
Behaviour dalam konteks kearifan budaya lokal di Kabupaten Pacitan
Average
Loading Variance Composite
Variabel Sub Variabel
factor Extracted reliability
(AVE)
Religiusitas 0,894
Personal 0,719 0,836
Sikap umum 0,800
Usia 0,796
Socio-culture Jenis kelamin 0,397 0,327 0,221
Pendidikan 0,435
Pengetahuan 0,715
Informasi Pengalaman 0,628 0,441 0,703
Aturan budaya 0,648
Attitude 1,000
toward 1,000 1,000
behavioral
Norma 1,000
1,000 1,000
subyektif
Perceived 1,000
behavioral 1,000 1,000
control
Intension 1,000 1,000 1,000
Behavior 1,000
tanggap 1,000 1,000
bencana
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.7 sub variabel jenis kelamin,
pendidikan memiliki loading factor < 0,6 maka ub variabel ini akan di hapus dari
dari model. Pada penelitian ini nilai AVE pada variabel faktor socio-culture
(0,327), dan informasi (0,441) dinyatakan tidak valid < 0,5. Nilai composite
reliability pada variabel faktor socio-culture tidak reliabel (0,221 < 0,7).
model (inner model) pada variabel faktor personal terdiri dari religiusitas dan
sikap umum, variabel social culture dengan sub variabel usia, variabel faktor
Tabel 5.8 Perhitungan measuremen model (inner model) pada Model Peningkatan
Tindakan Keperawatan Tanggap Bencana Berbasis Theory Planned
Behaviour dalam konteks kearifan budaya lokal di Kabupaten Pacitan
Average
Loading Variance Composite
Variabel Sub Variabel
factor Extracted reliability
(AVE)
Religiusitas 0,894 0,836
Personal 0,719
Sikap umum 0,800
Socio-culture Usia 1,000 1,000 1,000
Pengetahuan 0,715
Informasi Budaya 0,648 1,000 1,000
Pengalaman 0,628
Attitude
toward 1,000 1,000 1,000
behavioral
Norma 1,000 1,000 1,000
subyektif
Perceived
behavioral 1,000 1,000 1,000
control
Intension 1,000 1,000 1,000
Behavior
tanggap 1,000 1,000 1,000
bencana
loading factor ≥ 0,6. Pada penelitian ini nilai AVE pada seluruh variabel valid
≥0,5. Nilai composite reliability pada seluruh variabel adalah reliabel ≥ 0,7.
5. 3. 3 Pengujian hipotesis
tahap ini memiliki tujuan mengetahui adanya pengaruh variabel. Pengujian ini
menggunakan perbandingan uji t (t-test), apabila nilai t hitung lebih besar dari t
Tabel 5.9 Hasil perhitungan uji t (T-Test) pada pada Model Peningkatan Tindakan
Keperawatan Tanggap Bencana Berbasis Theory Planned Behaviour
dalam konteks kearifan budaya lokal di Kabupaten Pacitan
sebagai berikut:
2. Tidak ada pengaruh faktor personal dengan Subjective Norm dengan nilai
dengan nilai koefisien parameter -0,123 dan nilai t = 0,714 < 1,96
dengan nilai koefisien parameter 0,103 dan nilai t = 2,297 > 1,96
10. Ada pengaruh attitude toward behavioral terhadap Intension dengan nilai
11. Ada pengaruh Subjective Norm terhadap Intension dengan nilai koefisien
12. Ada pengaruh Perceived Behavioral Control terhadap Intension dengan nilai
dengan nilai koefisien parameter 0,219 dan nilai t = 2,856 < 1,96
14. Tidak ada pengaruh Intension terhadap perilaku (Behaviour) dengan nilai
Variabel R square
Attitude toward behavioral 0,502
Subjective norm 0,227
Perceived behavior control 0,223
Intension 0,383
Behavioral 0,053
fit pada model penelitian ini diukur menggunakan Q-Square predictive relevance.
Rumus Q-Square:
Q2 = 1 – (1-0,502)(1-0,227)(1-0,223)(1-0,383)(1-0,053)
Q2 = 1- (0,498)(0,773)(0,777)(0,617)(0,947)
Q2 = 1 – (0,174)
Q2 = 0, 826
nilai : 0,1 (GOF kecil), 0,25 (GOF moderate), dan 0,36 (GOF baik). Nilai GOF
pada model penelitian ini 0,826 > 0,36 artinya Model Peningkatan Tindakan
FGD dilakukan setelah peneliti melakukan analisis data baik deskriptif maupun
inferensial. Dasar pengambilan isu strategis berdasarkan hasil analisis PLS faktor
Tabel 5.11 Hasil FGD pada Model Peningkatan Tindakan Keperawatan Tanggap
Bencana Berbasis Theory Planned Behaviour dalam konteks kearifan
budaya lokal di Kabupaten Pacitan
2. Melakukan kegiatan bersama antara tenaga kesehatan dalam hal ini perawat
perhatian khusus terutama dalam hal pendidikan dan pelatihan gawat darurat
BAB 6
PEMBAHASAN
Komponen dari faktor personal yang mempengaruhi pada penelitian ini adalah
sikap perawat dan religiusitas. Secara umum dapat di jelaskan bahwa tingkat
kematangan berfikir dan tingkat kematangan religiusitas pada diri personal akan
(Haryati, 2013). Perilaku prososial pada tenaga perawat yang dimaksud adalah
tingkah laku seseorang yang bertujuan untuk merubah keadaan psikis atau fisik
menjadi lebih sejahtera. Seperti penelitian yang di lakukan oleh Haryati, dkk
(2013), seorang perawat yang memiliki kematangan dalam sisi religiusitas akan
menunjukkan sikap dan perilaku prososial yang baik, tercermin pada saat
Pada penelitian ini rerata usia responden adalah usia produktif yaitu 36
95
tahap-tahap pertumbuhan itu pula berlangsung proses perubahan fisik, dan juga
psikologi perkembangan belum mampu memberi spiritual batas yang jelas tentang
Penelitian ini 129 orang perawat memilki penilaian sikap yang baik dan
sebanyak 111 orang perawat memiliki gambaran religiusitas yang baik. Mereka
percaya dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi terkait bencana
yang rendah. Menurut Fitchett et al., (2004) dalam (Toward, 2016) bahwa
tingkat emosi yang matang. Sehingga pada suatu kondisi atau situasi kritis yang
sedang terjadi mereka kan berfikir secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak,
tidak lagi bereaksi tanpa berfikir seperti anak-anak atau orang yang tidak matang
emosinya. Selain itu hubungan yang positif antara nilai religiusitas dengan sikap
dan perilaku juga di kemukakan oleh Dixon and Abbey (2000) dalam Stephenson
untuk berbagi dengan sesama”. Kesimpulan tersebut di kuatkan pula pada hasil
dua wawancara kualitatif, dan salah satu dari dua wawancara itu adalah dengan
berperilaku, maka semakin positif hasilnya untuk diri sendiri dan sesama.
Berdasarkan hasil tabel 5.8 tidak terdapat hubungan antara faktor personal
terhadap suatu tindakan atau persepsi individu tentang apakah orang lain akan
kematangan berfikir personal dalam hal ini sikap dan nilai religiusitas. Dengan
menghasilkan suatu tindakan yang terbaik. Hal ini akan menimbulkan penilain
positif dari orang lain (norma subyektif), sehingga orang lain akan memberikan
rasa percaya dan mendukung terhadap tindakan yang telah dilakukan seseorang
(Hanson and Nothwehr, 2014). Norma subjektif dapat diartikan juga sebagai
harapan pada orang tersebut, serta sejauh mana keinginan untuk memenuhi
penting dalam hidupnya dan kemudian membayangkan apakah pendapat orang itu
tentang langkah atau tindakan yang kita lakukan akan menjadi negatif atau positif
Persepsi dan pemikiran orang lain bisa saja akan mempengaruhi perilaku
yang akan dilakukan seseorang. Akan tetapi persepsi dan penguasaan diri
sesorang jauh lebih kuat terbangun dari pada mempertimbangkan penilaian orang
lain. Kematangan sisi religiusitas misalnya, apa yang di yakini sesorang dengan
kuat tidak akan mudah di goyahkan dengan persetujuan dari orang lain. Sehingga,
norma subjektif adalah produk dari persepsi individu tentang belief yang dimiliki
orang lain. Fishbein dan Ajzen (1991) mencatat bahwa sikap, subjektif norma, dan
bahwa keyakinan diciptakan dari informasi dan hasil dalam niat perilaku. Dalam
dan PBC dapat dianggap sebagai bagian dari konteks berbasis bukti perubahan.
Pada hasil tabel 5.8 di dapatkan gambaran bahwa terdapat pengaruh faktor
dalam melakukan suatu perilaku. Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan
bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi
juga membutuhkan kontrol dari luar. Individu yang meyakini bahwa dirinya tidak
memiliki sumber daya pendukung atau kesempatan untuk berperilaku, maka tidak
akan memiliki intensi (niat) yang kuat, meskipun ia bersikap positif, dan didukung
merubah ranah kognitif dari seseorang serta memiliki sikap positif terhadap suatu
Natan (2012) menemukan bahwa komponen dari model TPB (Theory Planned
sebuah tindakan. Segala seseuatu yang akan menjadi keputusan perawat dalam
hal ini di sebabkan oleh karena apa yang di lakukan oleh perawat berhubungan
salah yang dilakukan oleh perawat terhadap klien dapat memberikan dampak yang
merugikan dan membahayakan bagi klien. Akan tetapi komponen yang berbeda
dari pelaksanaan dan pengukuran variabel TPB (Theory Planned Behaviour) akan
mendorong niat perilaku dan kemudian perilaku itu sendiri dalam situasi yang
berbeda.
pengaruh faktor social culture dengan attitude toward behavior. Landasan teori
TPB (Theory Planned Behaviour) milik Ajzen menyatakan social culture terdiri
pengalaman yang telah di lalui. Sehingga apa yang telah menjadi pengalaman
tersebut dapat di tarik, di simpan menjadi sebuah pembelajaran di masa yang akan
datang. Kelompok usia yang lebih tua umumnya lebih bertanggung jawab dan
lebih teliti dan lebih peduli di banding usia yang lebih muda. Hal ini selaras
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Adesina and Ojukwu, (2017)
terhadap klien dengan hipertensi. Mereka-mereka yang berumur dewasa dan telah
diberi pengetahuan tentang kegiatan aktivitas fisik pada kasus hipetensi memiliki
tingkat perilaku yang jauh lebih positif di bandingkan dengan klien yang berusia
lebih muda. Klien yang terkena hipertensi akan berupaya senentiasa menjaga pola
adanya pengaruh dari lingkungan serta dukungan dari orang sekitar, klien dengan
kehidupannya.
sejumlah remaja yang senantiasa menjaga pola hidup sehat dengan tidak merokok
dan selalu berolah raga menyebutkan bahwa faktor lingkungan atau sosial tempat
mereka tinggal menjadi faktor pendorong yang kuat dalam mendukung sikap
positif para remaja dalam menjada pola hidup sehat yang mereka pilih. Selain
sehat.
Berdasarkan hasil tabel 5.8 di jelaskan bahwa ada pengaruh faktor social-
culture dengan Subjective Norm. Sesuai dengan landasan teori TPB (Theory
Planned Behaviour) komponen dari social culture terdiri dari usia, jenis kelamin
persetujuan orang lain terhadap suatu tindakan. Norma subjektif dapat di artikan
sebagai bentuk produk dari persepsi individu tentang belief yang dimiliki orang
lain. Selain itu subjective norm sebagai prediktor kedua dari terbentuknya niat
suatu perilaku atau "persepsi tentang apa yang orang lain pikir harus dilakukan
sebaik-baiknya persepsi tentang apa yang dilakukan orang lain” (Fishbein, 2000).
Dalam upaya mengukur persepsi tentang usaha apa yang akan dilakukan
tersebut dapat di peroleh sesorang melalui tingkat usia kematangan dalam berfikir,
jenis kelamin, dan tingkat pendidikan seseorang. Sehingga apa yang di upayakan
dalam mengukur persepsi orang lain akan dapat digunakan sebagai pembanding
dalam rangka menperoleh niat yang lebih baik. Seorang individu dengan
kemapuannya dalam menganalisa suatu permasalahan akan semakin tajam. Hal ini
Sedangkan apabila seseorang dalam usia yang belum matang dan dengan tingkat
pendidikan masih belum memadai, apabila di hadapakan pada suatu pilihan untuk
informasi bagi diri seseorang dengan harapan akan menjadi sebuah referensi
tambahan atau solusi kepada orang lain yang dapat di percayainya. Apabila
tambahan informasi tersebut di rasakan sesuai dengan apa yang di harapkan, hal
tersebut akan menjadi sebuah dorongan atau motivasi dalam melakukan sebuah
tindakan. Sesuai dengan apa yang di utarakan Tuominen and Leino-kilpi, (2014)
Sedangkan dari sisi gender atau jenis kelamin, wanita memiliki keterikatan yang
erat terhadap norma subjektif. Akan tetapi kembali pada latar belakang budaya
wilayah budaya eropa rasa kebebasan dan persamaan hak lebih mendominasi.
Sehingga wanita pada budaya eropa bebas melakukan apa saja selama aktualisasi
culture dengan Perceived Behavioral Control. Menurut Ajzen, (2011) Variabel ini
lalu, dan mengantisipasi suatu halangan yang mungkin akan terjadi. Semakin
matang tingkat usia seseorang maka semakin banyak pengalaman yang telah di
alami oleh seseorang tersebut. Pengalaman yang telah dimiliknya akan di jadikan
sebuah modal pembelajaran apabila menjumpai hal serupa di masa yang akan
yang memadai, maka sesorang akan berada pada posisi tingkat tertinggi dalam hal
rasa percaya diri dalam mengevalusi sesuatu hal sebelum bertindak. Perceived
1991; Bandura, 1986) dalam Martinez and Lewis, (2016). Dengan sikap dan
proksimal ketiga dari niat perilaku (Fishbein, 2000, 2008; Fishbein & Ajzen,
2010; Fishbein et al., 2002). Dalam penelitian yang dilakukan Martinez and
Lewis, (2016) terhadap populasi besar pada orang dewasa yang terlibat dalam
perceived norm, sangat kuat di pengaruhi oleh tingkat kematangan usia dan
penerimaan seseorang dari sisi religi. Perceived Behavioral Control mewakili hal
keterampilan yang di dapatkan dari pendidikan formal dan non formal serta
dalam Martinez and Lewis, (2016) mencatat bahwa meskipun lebih kuat niat
kontrol perilaku yang sebenarnya rendah (misalnya, ada kekurangan pada tingkat
Sesuai dengan hasil tabel 5.8 bahwa ada pengaruh faktor information
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
dan telah siap digunakan oleh seseorang (Sumarto, Hadi, 2013: 19) dalam
informasi atau ide, persepsi, dan konsep serta imaji yang terdapat dalam otak
bersifat ilmiah serta berpengaruh pada sikap seseorang individu dalam memenuhi
kebutuhan informasi ilmiahnya dilihat dari komponen kognisi, afeksi, dan konasi.
Sikap dan berperilaku kesehatan di dapatkan dari sesuatu yang kompleks yang
psikologis maupun fisik, yang semuanya akan di dapatkan dari pengetahuan baik
yang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Suatu bentuk informasi yang
berkualitas memiliki ciri antara lain: akurat, tepat waktu, relevan, dan lengkap
penggunanya dalam hal ini seseorang yang akan mengambil suatu sikap. Ketika
Informasi dalam suatu media memiliki kekuatan potensial dan pengaruh yang kuat
seseorang akan merubah ranah kognitif, afektif dan konatif secara perseorangan.
persetujuan orang lain terhadap suatu tindakan. Norma subjektif dapat di artikan
sebagai bentuk produk dari persepsi individu tentang belief yang dimiliki orang
lain. Menurut Fishbein dan Azjen, (2005). Komponen norma subyektif antara
lain:
1. Normative beliefs
2. Motivation to comply
sosial lainnya. Setiap individu telah memiliki prior knowledge nya masing-masing
yang bertujuan untuk memperkuat jati diri seseorang dalam membentuk suatu
sikap dan membentuk suatu perilaku. Akan tetapi ketika dalam pengambilan sikap
atau keputusan tidak jarang seseorang menilai dan meminta pendapat atau
persepsi lainnya. Penilaian persepsi atau keyakinan dari orang lain tersebut akan
digunakan sebagai bentuk dukungan atau motivasi dalam diri seseorang dalam
upaya memenuhi sikap personal. Tidak ada kaitannya dengan upaya mengetahui
persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya hal tersebut
kemungkinan besar saat itu muncul sedikit keraguan. Sehingga norma subyektif
perilaku yang akan dilakukan di nilai mudah untuk dilakukan. Kontrol perilaku
yang sebenarnya dapat terdiri dari keterampilan dan kendala pada kondisi
sehingga nantinya akan memoderasi antara hubungan niat dan perilaku. Fishbein
dan Ajzen (2010) mencatat bahwa meskipun lebih kuat niat (pada umumnya)
dan fasilitator perlu dinilai sepenuhnya untuk memahami kapan suatu perilaku
melakukan suatu perilaku di bawah kendali internal atau kendali keadaan suatu
yang kita miliki tertentu memainkan peranan yang penting dalam memahami
pada korban. Semua keilmuan terkait telah di peroleh sebagai modal dalam
jauh dari sarana dana prasana yang mendukung tentu akan menjadi sulit dalam
control) akan menyampaikan bahwa apa yang akan di lakukan jauh dari standart
keilmuan yang ada, sesorang tersebut akan melemahkan niat dalam melakukan
dilakukan oleh Kardosh et al., (2017), bahwa klien yang memiliki resiko
tidak langsung terhadap niat melakukan PM. Akan tetapi lebih pada arah
antara attitude toward behavioral terhadap Intension. Fishbein dan Azjen, (2010)
seorang individu untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan penentu dan
disposisi dari perilaku, hingga individu tersebut memiliki kesempatan dan waktu
yang tepat untuk menunjukkan suatu perilaku secara kongkrit. Secara spesifik,
Ajzen, (2011), juga menyebutkan bahwa tindakan seseorang adalah realisasi dari
keinginan atau niat seseorang untuk bertindak. Faktor yang mempengaruhi niat
adalah sikap pada tindakan, dan norma subyektif menyangkut persepsi seseorang,
contohkan bahwa orang yang merokok dengan penilaian sikap yang positif
mengenai merokok akan cenderung memiliki niat yang kurang untuk berhenti atau
usaha dalam berhenti merokok, sedangkan mereka yang memiliki penilaian sikap
negatif terhadapa merokok akan cenderung memiliki lebih banyak niat yang kuat
Menurut Conner et, al (2014) Intensi (niat) lebih di dasarkan pada sebuah
perasaan tentang akan melakukan suatu perilaku (sikap afektif), yang pada
dari suatu tindakan yang akan dilakukan (sikap kognitif), dan juga dikaitkan
dengan prediksi perilaku yang lebih baik. Sehingga dengan sikap yang baik dan
terhadap Intension. Menurut Fishbein dan Azjen (2005) subjective norm diartikan
sebagai faktor sosial yang menunjukkan tekanan sosial yang di rasakan untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, faktor sosial ini di pengaruhi
oleh persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya
comply).
orang lain, perilaku tertentu bahwa seseorang akan atau tidak akan melakukan.
Karena persepsi ini sangat subyektif sifatnya, dimensi ini disebut sebagai norma
subyektif. Norma subyektif sama halnya dengan sikap juga dipengaruhi oleh
keyakinan. Keduanya berbeda namun sikap terhadap perilaku adalah fungsi dari
norma subyektif adalah fungsi dari keyakinan seseorang yang dibentuk oleh orang
lain dalam kehidupan seseorang (Fishbein dan Ajzen, 2010). Penelitian tentang
menghendaki anaknya dalam keadaan sehat. Maka orang tua akan mencari
informasi terkait mengenai pro dan kontra imunisasi. Informasi yang telah di
peroleh akan di serap dan di pertimbangkan mengenai baik dan buruknya. Begitu
mendapatkan dukungan kuat dari sekitar (subjective norm) maka niat orang tua
pelaksanaan imunisasi. Dari contoh bisa di simpulkan bahwa niat (intension) jika
di dukung oleh subjective norm yang positif dengan mudah akan terealisasi
pelaksanaan behavior.
mengemukakan bahwa norma subyektif yang dibangun dari intention, jika norma
subjektif buruk maka niat akan melemah, sebaliknya jika norma subjektif baik
maka niat akan baik pula, dalam penelitian ini hasil norma subyektif baik
sehingga ada hubungan antara norma subyektif dengan intention. Hal ini akan
keinginan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang
oleh Conner et al., (2014), Intensi (niat) lebih di dasarkan pada sebuah perasaan
tentang akan melakukan suatu perilaku (sikap afektif), yang pada pemikiran
tindakan yang akan dilakukan (sikap kognitif), dan juga dikaitkan dengan prediksi
perilaku yang lebih baik. Sehingga dengan sikap yang baik dan kuat akan
sebuah perilaku dapat ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu: attitude toward
merupakan fungsi dari keinginan yang diinginkan dan kemungkinan hasil yang
diharapkan dan yang telah dibuktikan akan menjadi menjadi prediktor kuat dari
beberapa perilaku (Fishbein, 2008; Nejad, Wertheim, & Greenwood, 2004; Payne,
Jones, & Harris, 2004; Smith-McLallen & Fishbein, 2008) dalam Martinez and
Lewis, (2016). Prediktor kedua dari niat perilaku adalah Perceived Norm, atau
"persepsi tentang apa yang orang lain pikirkan dan persepsi tentang apa yang
dilakukan orang lain dengan sebaik-baiknya ”(Fishbein, 2000, hal. 275) dalam
norma. Yang pertama mengacu pada norma subyektif, atau persepsi tentang apa
yang orang lain pikirkan dan harus dilakukan. Kedua adalah norma deskriptif
yaitu menangkap persepsi tentang apa yang biasanya dilakukan oleh orang lain.
Bandura, 1986). Dengan adanya sikap dan norma yang dirasakan dalam diri,
niat dalam perilaku yang memiliki hubungan keterkaitan yang erat (Fishbein,
2000, 2008; Fishbein & Ajzen, 2010; Fishbein et al., 2002) dalam Martinez and
Lewis, (2016).
Control) terhadap kebisaan untuk berperilaku hidup sehat dan pola makan sehat
kuat (0.73). Dengan kata lain terdapat hubungan yang relatif kuat antara PBC
(Perceived Behavioral Control) dengan perilaku. Dari hasil wawancara yang juga
kehamilan tetap terjaga sehat hingga masa kelahiran berlangsung. Sebuah hasil
Meta-analisis (Armitage dan Conner, 2001 dalam Mullan et al., 2016) telah
adanya hubungan niat-perilaku akan bernilai lebih kuat ketika kontrol perilaku
beberapa personal tanpa di dukung niat kuat akan muncul suatu perilaku yang
dapat dilakukan tanpa di awali dengan sebuah niat karena pengaruh pengetahuan
realita misalnya seseorang yang mengetahui terdapat korban atau seseorang lain
Fishbein, 2008; Nejad, Wertheim, & Greenwood, 2004; Payne, Jones, & Harris,
2004; Smith-McLallen & Fishbein, 2008 dalam Martinez and Lewis, (2016),
Sikap sebagai prediktor pertama dan merupakan fungsi dari sebuah keinginan
yang diinginkan sangat kuat dan kemungkinan hasil yang diharapkan dan apa
yang telah dibuktikan akan menjadi menjadi prediktor kuat dari beberapa
perilaku. Dengan ada nilai pengetahuan yang dimiliki maka terdapat sebuah
keinginan untuk membuktikan apa yang telah di pelajari. Faktor berikutnya yang
dan sikap (Zhang, Zhu and Wan, 2018). Semua penelitian ini sesuai dengan teori
asli dari TPB. Akan tetapi tidak selamanya sebuah niat akan di teruskan menjadi
sebuah perilaku. Banyak hal yang dapat mempengaruhi niat seseorang sehingga
tidak jadi melakukan suatu tindakan. Sehingga munculah gap (jarak) antara niat
dan perilaku.
cari dan diperolehnya mengenai program pelaksanaan KB. Akan tetapi ketika
mengikuti program KB, ternyata suami menolak karena memiliki pendapat yang
tidak sejalan dengan pendapat istri. Suami lebih berpendapat bahwa banyak
sedikitnya anak yang akan dimiliki sudahada yang mengatur rezekinya masing-
dapat terlaksana.
Fenomena terjadinya gap atau jarak antara Intensi (niat) dengan Behavior
Korban). Begitu salah satu unsur ini tidak terpenuhi dalam diri seorang first
responder, bisa jadi seseorang yang sudah memiliki bekal pengetahuan bencana
bagus, sikap terhadap bencana bagus, tetapi pada akhirnya tidak memberikan
(di kutip dalam Sheeran & Webb, 2016) bahwa perubahan yang terjadi dalam
Dengan kata lain tidak selamanya sesorang yang memiliki niat kuat akan berakhir
lurus dengan sebuah perilaku. Banyak dari hasil penelitian yang telah dilakukan
yang secara ekspilit tidak menunjukkan hubungan antara intesi dan perilaku.
Menurut Sheeran, Trafimow, & Armitage (2003) dalam dalam (Sheeran & Webb,
2016) bahwa intensi (niat) akan lebih mendukung terjadinya sebuah aksi perilaku
ketika respective behavior mudah untuk dilakukan atau dalam bahasa milik azjen
Perceived Behavior Control (persepsi) mudah untuk melakukan suatu aksi. Nilai
Perceived Behavior Control bisa berasal dari faktor internal seseorang dan bisa
juga berasal dari eksternal. Faktor pengalaman masa lalu yang membekas tajam
Perceived Behavior Control seseorang. Begitu juga dari fakor eksternal, kondisi
lapangan yang sulit, sarana dan pra sarana yang tidak mendukung bisa juga
kata lain apabila suatu tujuan atau suatu perilaku di prediksi akan sulit di
6. 15 Temuan Penelitian
Personal Attitude
Sikap umum toward
religiusitas Behaviour
Informasi Perceived
Pengalaman Behaviour
Budaya Control
pengetahuan
(attitude toward behavior dan perceived behavior control) tetapi tidak terdapat
sikap yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavior
control
(perilaku)
7. Perilaku tanggap bencana di pengaruhi oleh faktor personal, socio culture, dan
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pembahasan pada Theory Planned
Behavior milik Ajzen, dimana terdapat beberapa jalur dari variabel yang tidak
dengan karakter kearifan budaya lokal Kabupaten Pacitan yang memiliki karakter
tanggap bencana. Hal ini di didapatkan peneliti saat melakukan diskusi dengan
responden penelitian dan saat melakukan FGD (Focus grup Discusiion) bahwa
dan arahan dari pimpinan. Dalam bagan temuan penelitian dibuktikan dengan
adanya pengaruh yang bernilai moderat pada variabel attitude toward behavior,
selaras dengan Theory Planned Behavior. Dalam kondisi nyata bisa saja bahwa
seseorang yang sudah memiki niat untuk melakukan tindakan perilaku tidak di
teruskan menjadi perilaku yang nyata karena adanya sesuatu hal yang
mempengaruhi. Sehingga terdapat gap atau jarak antara niat dengan perilaku.
Seperti halnya yang telah di ungkapkan oleh Fife-Schaw, Sheeran, & Norman,
2007 (di kutip dalam Sheeran & Webb, 2016) bahwa perubahan yang terjadi
dalam Intension (niat) tidak turut menjamin adanya perubahan dalam berperilaku.
bencana, sikap tanggap bencana akan tetapi saat kejadian bencana terjadi hanya
sedikit jumlah mereka yang terjun pada saat terjadi bencana. Banyak hal yang
bencana akan tetapi dia tidak jadi melakukan penanganan bencana. Faktor
tersebut bisa saja berasal dari dalam personal itu sendiri atau berasal dari luar
personal. Fenomena terjadinya gap atau jarak antara Intensi (niat) dengan
No. No.24 Tahun 2007, bahwa setiap first responder hendaknya memperhatikan
terlebih dahulu unsur 3A (Aman Diri, Aman Lingkungan, Aman Korban). Begitu
salah satu unsur ini tidak terpenuhi dalam diri seorang first responder, bisa jadi
seseorang yang sudah memiliki bekal pengetahuan bencana bagus, sikap terhadap
tidak melanjutkan pada tingkat perilaku penangan korban bencana. Karena prinsip
dari penanganan korban bencana yang tertuang dalam Undang-Undang No. No.24
informasi yaitu aturan yang berlaku dalam masyarakat (budaya) lama tidak
berpengaruh terhadap sikap sehingga sesuai hasil pengolahan data statistic dalam
PLS (Partial Least Square) budaya di hilangkan dari informasi. Hal ini bisa saja
terjadi di masyarakat karena ada sebagian anggapan bahwa budaya lama sudah
tidak relevan dengan kondisi saat ini karena tergantikan oleh perkembangan
informasi yang di sampaikan oleh pihak yang dapat bertanggung jawab terhadap
tidak hilang. Tanpa disadari bahwa sebenarnya apa yang telah dilakukan
penganan bencana. Hanya saja alat dan wadah yang berbeda. Semangat saling
budaya setempat, tradisi yang ada di masyarakat terkait penanganan bencana agar
korban bencana lebih optimal. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, peneliti
pengetahuan terkait keilmuan tanggap bencana, dan untuk lebih memiliki motivasi
datang sehingga niat (intensi) yang dari awal bagus akan tetap optimal hingga
6. 16 Keterbatasan Penelitian
3. Penelitian tidak dilakukan pada situasi bencana yang nyata sehingga situasi
BAB 7
7.1 Simpulan
Planned Behavior dalam konteks kearifan budaya lokal adalah model yang
dipengaruhi secara tidak langsung oleh faktor personal, social culture dan
7.2 Saran
124
tanggap bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Chiou, J.S., 1998. The Effect Of Attitude, Subjective Norm, And Perceived
Behavioral Control On Consumer's Purchase Intentions: The Moderating
Effect Of ProductKnowledge And Attention to Social Comparison
Information. proc.Natl.Sci.Counc.ROC (c) Vol 9, No.2, pp.298-308
Choe, M.-A., Kuwano N., Bang K.-S., Cho M.-K., Yatshusiro R., Kawata Y.,
2017. Japanese and Korean Nursing Students, Motivation for Joining
Disaster Relief Activities as Nurses in the Future. Journal of Trauma
Nursing, 24(3). doi: 10.1097/JTN.0000000000000291.
Choi, S. H. and Duffy, S. A. 2017. Analysis of Health Behavior Theories for
Clustering of Health Behaviors’, 28(4), pp. 203–209. doi:
10.1097/JAN.0000000000000195.
Conner, M., McEachan, R., Lawton, R., Gardner, P., 2014. Basis of Intension as a
Moderator of the Intension-Health Behaviour Relationship. Health
psychology 35(3). doi: 10.1037/hea0000261
Davies, K, 2005. Nurses Need Advance skills in disaster health care. British
Journal of Nursing, 14(4), p. 2016.doi: 137.189.171.235
Deeny, P. and McFetridge, B., 2005. The impact of disaster on culture, self, and
identity: Increased awareness by health care professionals is needed.
Nursing Clinics of North America, 40(3), pp. 431–440. doi:
10.1016/j.cnur.2005.04.012.
Demaio, A., 2011. Local Wisdom and Health Promotion: Barrier or Catalyst?’,
Asia Pacific Journal of Public Health. 23(2), pp. 127–132. doi:
10.1177/1010539509339607.
Departemen Pendidikan Indonesia., 2008. KamusBesar Bahasa Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka
Fishbein, M. and Ajzen, I., 2010. Predicting and Changing Behavior: The
Reasoned Action Approach. Psychology Press (Taylor & Francis) : New
York.
Fitchett, G., Murphy, P., Kim, J., Gibbons, J., Cameron, J., & Davis, J. (2004).
Religious struggle: Prevalence, correlates and mental health risks in
diabetic, congestive heart failure, and oncology patients. International
Journal of Psychiatry in Medicine, 34(2), 179–196.
doi.org/10.2190/UCJ9-DP4M-9C0X-835M
Hammad, K. S., Arbon P., Gebbie K., Hutton A., 2012. Nursing in the emergency
department (ED) during a disaster: A review of the current literature.
Australasian Emergency Nursing Journal. College of Emergency
Nursing Australasia, 15(4), pp. 235–244. doi:
10.1016/j.aenj.2012.10.005.
Haryati, T. D., 2013. Kematangan Emosi, Religiusitas, Dan Perilaku Prososial
Perawat Di Rumah Sakit: Pesona. Jurnal Psikologi Indonesia. Vol 2, No.
2, hal 162-172
Hidayat, A. A., 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Jakarta: Heath Books.
Ismail, V.Y and Zain, E., 2008. Peranan Sikap, Norma Subyektif, dan Perceived
Behavioral Control terhadap Intensi Pelajar SLTA memilih Fakultas
Ekonomi. Jurnal Ekonom dan Bisnis. Vol 5 , No 3
Jalaludin, 2015. Tingkat Usia dan Perkembangan Spiritualitas serta Faktor yang
Melatar belakanginya di Majelis Tamasya Rohani Riyadhul Jannah
Palembang. Intizar, Vol. 21, No. 2, 2015
Jennings-Sanders, A., 2004. Teaching disaster nursing by utilizing the Jennings
Disaster Nursing Management Model. Nurse Education in Practice, 4(1),
pp. 69–76. doi: 10.1016/S1471-5953(03)00007-6.
Jennings-Sanders, A., Frisch, N. and Wing, S., 2005. Nursing students’
perceptions about disaster nursing. Disaster Management and Response,
3(3), pp. 80–85. doi: 10.1016/j.dmr.2005.04.001.
Jose, M. M. and Dufrene, C., 2014. Nurse Education Today Educational
competencies and technologies for disaster preparedness in
undergraduate nursing education : An integrative review. YNEDT.
Elsevier B.V., 34(4), pp. 543–551. doi: 10.1016/j.nedt.2013.07.021.
Kako, M., Mitani, S. and Arbon, P., 2012. Literature Review of Disaster Health
Research in Japan: Focusing on Disaster Nursing Education. Prehospital
and Disaster Medicine, 27(2), pp. 178–183. doi:
10.1017/S1049023X12000520.
Kardosh, M., Bar-Tal, Y., Barnoy. S., 2017. The Relationship Between Body
Image, Gender, Subjective Norms, and the Decision to Undergo
Preventive Mastectomy Among Arab and Jewish BRCA Carriers. Cancer
NursingTM, Vol. 00, No. 0, pp. 1–8. doi:
10.1097/NCC.0000000000000503.
Koh, H. and Mackert, M., 2016. A Study Exploring Factors of Decision to Text
While Walking among College Students based on Theory of Planned
Behavior ( TPB ). 8481(August). doi: 10.1080/07448481.2016.1215986.
Kusumasari, B. and Alam, Q., 2012. Local wisdom-based disaster recovery model
in Indonesia. Disaster Prevention and Management: An International
Journal, 21(3), pp. 351–369. doi: 10.1108/09653561211234525.
Labrague, L. J., Yboa, B. C., McEnroe, D. M., Lobrino, L. R., Brennan, M. G. B.,
2016. Disaster Preparedness in Philippine Nurses. Journal of Nursing
Scholarship, 48(1), pp. 98–105. doi: 10.1111/jnu.12186.
Leininger, M. 2002. Culture Care Theory : A Major Contribution. doi:
10.1177/10459602013003005.
Loke, A. Y. and Fung, O. W. M., 2014. Nurses’ competencies in disaster nursing:
Implications for curriculum development and public health.
International Journal of Environmental Research and Public Health,
11(3), pp. 3289–3303. doi: 10.3390/ijerph110303289.
Maness, S. B. and Branscum, P., 2017. Utilizing a Social Determinant of Health
Framework as Determinants of Perceived Behavioral Control. 40(1), pp.
39–42. doi: 10.1097/FCH.0000000000000131.
Manning, M., 2009. The effects of subjective norms on behaviour in the theory of
planned behaviour : A meta-analysis. British Journal of Social
Psychology, 48, pp. 649–705. doi: 10.1348/014466608X393136.
Martinez, L. S. and Lewis, N., 2016. The Moderated Influence of Perceived
Behavioral Control on Intentions Among the General U . S . Population :
Implications for Public Communication Campaigns The Moderated
Influence of Perceived Behavioral Control on Intentions Among the
General U.S. Population : Implications for Public Communication
Campaigns. 730(September). doi: 10.1080/10810730.2016.1204378.
Matsumoto, D., 2007. Culture, context, and behavior. Journal of Personality,
75(6), pp. 1285–1320. doi: 10.1111/j.1467-6494.2007.00476.x.
McKie, A., Baguley, F., Guthrie, C., Kirkpatrick, P., Laing, A., O'Brien, S.,
Taylor, R., Wimpenny, F., 2012. Exploring clinical wisdom in nursing
education. Nursing Ethics, 19(2), pp. 252–267. doi:
10.1177/0969733011416841.
Mullan, B., Henderson, J., Kothe, E., Allom, V., Orbell, S., Hamilton, K. 2016.
The Role of Habit and Perceived Control on Health Behavior among
Pregnant Women. Am J Health Behav, 40(3), pp. 291–301. doi:
http://dx.doi.org/10.5993/AJHB.40.3.1
Murnaghan, D. A., Blanchard, C. M., Rodgers, W. M., LaRosa, J. N.,
MacQuarrie, C. R., MacLellan, D. L., & Gray, B. J. 2010. Predictors of
physical activity, healthy eating and being smoke-free in teens: A theory
Sheeran, P., Webb, T.L. 2016. The Intension-Behaviour Gap. Social and
Personality Psychology Compass 10/9 (2016), 503-518,
10.1111/spc3.12265
Wenji, Z., Turale, S., Stone, T.E., Petrini, M. A., 2014. Nurse Education in
Practice Chinese nurses' relief experiences following two earthquakes :
Implications for disaster education and policy development’, Nurse
Education in Practice. Elsevier Ltd, pp. 1–7. doi:
10.1016/j.nepr.2014.06.011.
Yan, Y. E., Turale, S., Stone, T., Petrini, M., 2015. Disaster nursing skills,
knowledge and attitudes required in earthquake relief: Implications for
nursing education. International Nursing Review, 62(3), pp. 351–359.
doi: 10.1111/inr.12175.
Yin, H., He, H., Arbon and Zhu., 2011. A survey of the practice of nurses’ skills
in Wenchuan earthquake disaster sites: Implications for disaster training.
Journal of Advanced Nursing, 67(10), pp. 2231–2238. doi:
10.1111/j.1365-2648.2011.05699.x.
Lampiran 1
Inform Consent
(Pernyataan persetujuan mengikuti penelitian)
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada tekanan
dari pihak manapun.
Pacitan, ……………....... 2018
Peneliti Responden
(……..………….) (…………………….)
Lampiran 2
Petunjuk
Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
Tanggal :………………….
A. Data demografi
1. Pendidikan
o D3 Keperawatan/D4 Keperawatn
o S-1 Keperawatan
o S-2 Keperawatan
2. Usia :…………tahun
3. Jenis kelamin : L / P
5. Status pekerjaan
o PNS
o Non - PNS
Lampiran 3
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
Lampiran 4
KUESIONER RELIGIUSITAS
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
Lampiran 5
KUESIONER PENGETAHUAN
Petunjuk : berilah tanda silang (X) pada kolom yang sesuai menurut pendapat
anda
No Pertanyaan STS TS S SS
DEFINISI
Lampiran 6
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
Lampiran 7
KUESIONER PENGALAMAN
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
10
Lampiran 8
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
11
Lampiran 9
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
12
Lampiran 10
KUESIONER INTENSI
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
13
Lampiran 11
KUESIONER BUDAYA
Pilihlah pernyaan berikut sesuai dengan apa yang anda pikirkan/rasakan. Pilihan
jawaban sebagai berikut:
14
Lampiran 12
LEMBAR OBSERVASI
No Pertanyaan Ya Tidak
15
16
Lampiran 13
1. Kriteria peserta :
a. Bersifat Sukarela.
Peserta FGD berdasarkan atas sukarela dan tidak terpaksa karena suatu
imbalan atau janji- janji kepada peserta.
b. Jumlah Kelompok Terbatas
Jumlah peserta FGD tidak lebih dari 10 orang dan merepresentasikan
keterwakilan kelompok masyarakat
c. Peserta terdiri dari Pakar kebencanaan, BPBD daerah Kabupaten Pacitan,
Perawat bencana, Kepala Puskesmas
2. Kriteria Komunikasi :
a. Menjaga Kerahasiaan
Pendapat peserta FGD dijaga kerahasiaannya oleh Fasilitator dan Tim
Pelaksana FGD
b. Kebebasan Berpendapat
Kebebasan menyampaikan pendapat peserta, perlu dijaga dan bukan
kebenaran atau kesalahan
3. Kriteria procedural
a. Suasana Diskusi Informal
Suasana atau proses diskusi FGD adalah informal, tidak formal seperti
rapat dinas atau presentasi seminar, dll.
b. Fasilitator Tidak Memihak
Fasilitator FGD tidak boleh memihak, dan menilai terhadap pendapat
peserta,tetapi memfasilitasi agar semua peserta ikut berpartisipasi aktif
berdiskusi.
B. Pelaksanaan
1. Presentasi topik FGD
Topik :
a. Membangun persamaan persepsi/pemahaman teknis mengenai tindakan
keperawatan tanggap bencana (Nursing Disaster Preparedness),
b. Menginisiasi kerjasama/kolaborasi kelembagaan masyarakat dan para
pihak yang terkait seperti BPBD daerah Kabupaten Pacitan serta tokoh
masyarakat sekitar.
c. Mengoptimalkan peranan budaya lokal dalam membantu meningkatkan
tindakan keperawatan tanggap bencana
C. Daftar pertanyaan
1. Persepsi perawat bencana mengenai masalah tindakan perawat tanggap
bencana (Initial Asessment) pada korban bencana
2. Inisiasi kolaborasi kelompok masyarakat dengan para pihak terkait dalam
kegiatan peningkatan tindakan keperawatan tanggap bencana
E. Tim pelaksana
1. Fasilitator
Dalam pelaksanaan FGD diperlukan seorang Fasilitator yang sekaligus
bertindak selaku moderator diskusi. Seorang Fasilitator FGD perlu memiliki
kompetensi keterampilan substantif dan proses yaitu kemampuan:
a. Mendengar, sensitifity dan empaty terhadap keragaman peserta baik
agama, suku, gender dan perbedaan pendidikan
b. Berkomunikasi, berbicara, dan pengamatan sikap peserta dalam
memfasilitasi pelaksanaan FGD
c. Penguasaan substansi topik FGD
d. Mengelola pelaksanaan diskusi menjadi dinamis, dan menjaga suasana
informal
e. Mendorong peserta FGD bergairah dan berpartisipasi Tugas Fasilitator
yang utama adalah memimpin diskusi sehingga dapat belangsung lancar.
Sebagai moderator ia tidak boleh berpihak bahkan terhadap dirinya tetapi
Editor :
Dr. Tintin Sukartini, S.Kp, M.Kes
Joko Suwito, S.Kp, M.Kes
Penyusun:
Setyo Kurniawan, S.Kep.,Ns
Dilarang menerbitkan atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk
memfotocopy, merekam atau system penyimpanan dan pengambilan
informasi, tanpa seizin tertulis penerbit.
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................. iii
Penjelasan Umum ................................................................... iv
Pertanyaan .......................................................................... 10
Daftar Pustaka .................................................................... 11
PENJELASAN UMUM
DESKRIPSI (DEFINISI)
TUJUAN
e. Triage
f. Penanganan Life Support
g. Evakuasi
h. Kearifan Lokal
SASARAN
MATERI
I. TRIAGE
a. Pengertian
Pemilahan penderita berdasarkan berat ringannya cedera
atau penyakit untuk menentukan perawatan gawat darurat
dan tindakan selanjutnya.
c. Kartu Triage
= Meninggal
= Segera
= di tunda
= tidak perlu
rujuk
1. Selalu lakukan 3A
Hal yang sangat penting sebelum melakukan tindakan apapun
terkait menolong korban yaitu:
Amankan diri (menggunakan APD = handscoon, masker,
google, caps. dll)
Amankan lingkungan (pastikan situasi lingkungan aman bagi
penolong utk menolong)
Amankan Korban (bawa korban ke tempat yang ideal, jika
memungkinkan. Hati2 korban cedera servikal)
3. Airway Management
Kegawatan yang terjadi pada tahapan ini adalah terjadinya
OBSTRUKSI (Sumbatan) baik Total/Partial. Cara pemeriksaan:
LOOK : lihat pergerakan dada
LISTEN : dengarkan suara nafas tambahan
FEEL : rasakan hembusan nafas
Manual
Head tilt, Chin lift,
b. Orofaring
Mengukur ada 2 cara, dari sudut bibir---tragus atau tengah
bibir-----angulus mandibular. Syarat boleh di pasang
orofaring jika korban:
GCS < 8
Tidak sadar
Tidak ada reflek muntah
4. Breathing Management
Kegawatan pada tahapan ini di sebabkan karena Hipoksia
(kekurangan O2), sehingga korban mengalami perubahan pola
pernafasan sebagai bentuk kompensasi dalam upaya mencukupi
kebutuhan asupan oksigen terutama di dalam otak.
Cara periksaan:
LOOK : lihat pergerakan dada, simetris ?, dada kanan—
dada Kiri, dada—perut?
LISTEN : dengar suara nafas tambahan (evaluasi Airway)
FEEL : rasakan hembusan nafas
5. Circulation Management
Kegawatan pada tahapan ini adalah terjadinya SYOK, yang di
sebabkan oleh berkurangnya cardiac output hingga 50%
(hipovolemik---perdaraharn, dehidrasi, luka bakar). Syok di kenali
dengan tandanya:
Akral Dingin, Basah, Pucat
Nadi cepat > 100x/mnt, dengan kualitas teraba lemah
Estimasi Sistolik < 80 mmHg
Crt > 2 detik
Prod. Urin < N (N prod urin= 0,5-1 cc/kgBB/jam)
10 kg I X 100 cc =
10 kg II X 50 cc =
10kg III X 20 cc =
Un responsive
No Breathing atau pada korban yng bernafas Gasping
a. Faktor penolong
Penolong kelelahan setelah 30 menit
Ada bantuan lain datang
b. Faktor korban
Terdapat tanda lebam mayat
Terdapat ROSC (return of spontaneous circulation)
c. Faktor lingkungan
Lingkungan mengancam nyawa penolong
Advise DNR (Do Not Resuscitation) dari dokter yang
bertanggung jawab terhadap korban
III. EVAKUASI
2. 3 M
Budaya yang perlu di lestarikan dan dikembangkan mengingat
adanya perubahan serta perkembangan jaman telah mengikis
peradaban budaya lama. 3 M (menthung, mandhem, mikul)
Menthung = memukul kentongan sebagai tanda apabila ada
kejadian bencana mendekat. Situasi saat ini bisa di gantikan
dengan jejaring menggunakan media elektronik dan media
sosial yang bersifat cepat dan lebih luas (Handphone,
Whatsapp)
PERTANYAAN
1. Ada berapa macam warna yang di gunakan untuk triage?
2. Sebutkan jenis-jenis triage?
3. sebutkan tatalaksana penanganan korban bencana?
4. Sebutkan Kearifan lokal yang ada di Pacitan?
DAFTAR PUSTAKA