Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN GERONTIK

PENGARUH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT TERHADAP


HIPERTENSI PADA LANSIA

Oleh :

SINTIA INDARWATI
NIM. 201601109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT TERHADAP TEKANAN


DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI MBALAPAN KOTA BLITAR

OLEH

SINTIA INDARWATI
201601109

Telah disahkan pada

Hari : Kamis

Tanggal : 27 Agustus 2020

Pembimbing

Andika Siswoariwibowo, S.Kep,Ns.M.Kep


NIDN : 07-2296-8402
KATA PENGANTAR

Alhamdullillah, saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan petunjuk dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas profesi

keperawatan gerontik dengan judul “Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat

terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di mbalapan kota blitar” sebagai salah

satu syarat untuk memenuhi tugas keperawatan gerontik.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad

SAW dan para sahabatnya, yang telah menunjukkan jalan kebenaran berupa

keislaman serta menjauhkan kita dari zaman kebodohan dan menuntun kita menuju

zaman yang terang dan penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Semoga beliau

selalu menjadi suri tauladan dan sumber inspirasi bagi kita semua. Oleh karena itu

pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Andika Siswoaribowo, S. Kep. Ns, M.Kep selaku Pembimbing

2. Teman-teman kelompok 3 pendidikan profesi ners Stikes Karya Husada

Kediri
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus .....................................................................................
1.4 Manfaat ................................................................................................
1.4.1 Manfaat Teoritas ..................................................................................
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat.....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA’
2.1 Definisi Lansia ....................................................................................
2.1.1 Proses Menua......................................................................................
2.1.2 Tipe Lansia..........................................................................................
2.1.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia ................................................
2.2 Konsep Hipertensi................................................................................
2.1.1 Definisi ...............................................................................................
2.1.2 Klasifikasi ...........................................................................................
2.1.3 Etiologi ...............................................................................................
2.1.4 Penatalaksanaan .................................................................................
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................
2.1.6 Diagnosa..............................................................................................
2.2 Konsep Rendam kaki air hangat...........................................................
2.2.1 Definisi................................................................................................
2.2.2 Manfaat ...............................................................................................
2.2.3 Mekanisme .........................................................................................
2.2.4 Cara Pembuatan dan Pemberian .........................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pembahasan ..........................................................................................
BAB IV KESIMPULAN & SARAN
4.1 Kesimpulan ..........................................................................................
4.2 Saran ....................................................................................................
4.2.1 Saran Bagi Masyarakat ........................................................................
4.2.2 Saran Bagi Lansia ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua ataupun lansia yaitu keadaan dimana sesorang mengalami

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang biasanya berinteraksi

anatara satu sama lain. Penyakit yang biasanya dialami oleh lanisa yaitu

hipertensi. Hipertensi kini menjadi masalah salah satu masalah bagi lansia

Karena pada usia 60 tahun atau lebih sering ditemukan kematian yang

disebabkan oleh penyakit jantung dan cerebrovaskuler. Hingga saat ini

hipertensi menjadi salah satu penyakit yang erat hubunganya dengan lansia

karena perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia seperti penurunan respon

imunitas tubuh, katup jantung menebal dan menjadi kaku, penurunan

kemampuan kontraktilitas jantung, berkurangnya elastisitas pembuluh darah,

dan kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

Gejala yang biasanya muncul berupa pusing, sakit kepala, nyeri atausesak

dada, terengah engah saat beraktifitas, gangguan tidur, kebal atau kesemutan,

kram otot, jantung berdebar debar, badan lesu, gelisah dan mudah marah

(Ritu, 2011 ). Komponen komponen utama pada system kardiovaskuler adalah

jantung dan vasekularisasinya.Pada lansia terjadi perubahan perubahan normal

pada jantung (kekuatan otot yang berkurang), pembuluh darah


(arteriosclerosis: elastisitas dinding pembuluh darah berkurang) dan

kemempuan memompa dari jantung berkerja lebih keras sehingga

mengakibatkan hipertensi (Maryam,dkk. 2011). Berdasarkan hasil kajian

menggunakan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, diketahui jenis penyakit

terbanyak yang dialami lansia adalah Hipertensi, selanjutnya artritis, stroke,

dan diikuti oleh penyakit lainya. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan

darah merupakan gaya yang diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh

darah akibat kontraksi jantung dipengaruhi oleh elastisitas dinding pembuluh

darah (Tortora & Derrickson, 2009). Menurut data World Health Organization

(WHO) tahun 2015 menunjukan sekitar 1,13 miliar orang di dunia

menyandang hipertensi, yang artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis

hipertensi. Jumlah hipertensi akan terus meningkat setiap tahunya,

diperkirakan pada tahun 2025 yang mendatang akan ada 1,5 miliar orang yang

terdiagnosa hipertensi, dan setiap tahunya diperkirakan 10,44 juta orang akan

meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. Pada tahun 2018 menurut

Badan Pusat Statisttik jumlah lansia di Indonesia ada 24,7 juta jiwa penderita

hipertensi.Jawa timur terdapat 12,92% mengalami hipertensi (BPS,2017).

Menurut Riskesdes 2018 mengatakan angka kematian di Indonesia akibat

hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur

31-34 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang

panjang atau lama (persisten) dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung coroner) dan otak (yang dapat

menyebabkan stroke. penyakit hipertensi dapat menyebabkan berbagai

komplikasi, hipertensi dapat menyebabkan timbulnya plak aterosklerotik di

arteri serebral dan arteriol, yang dapat menyebabkan oklusi arteri, cidera

iskemik dan stroke sebagai komplikasi jangka panjang (Yonata, 2016).

Komplikasi hipertensi dapat menyebabkan kematian diseluruh dunia setiap

tahunya. Hipertensi menyebabkan kematian karena penyakit jantung dan

kematian karena stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta

kematian pada tahun 2030 (Infondation Jantung, 2014).

Hipertensi dapat diatasi dengan mengonsumsi obat obat anti hipertensi utama

yang berasal dari golongan : diuretic, ACE inhibitor, amgiotensin receptor

blocker (ARB) dan beta blocker (BB). Semua golongan obat antihipertensi

tersebut direkomendasikan sebagai pengobatan hipertensi dan terbukti secara

signifikan menurunkan tekanan darah. Hipertensi tidak hanya bisa diberikan

obat farmakologi saja, selain itu hipertensi bisa diberikan terapi non

farmakologi da herbal seperti terapi rendam kaki air hangat dapat

dimanfaatkan sebagai tindakan kemandirian untuk mngurangi tekanan darah

pada penderita hipertensi, terapi ini tidak memiliki efek samping dan efektif

bila dilakukan secara rutin, karena efek dari rendam kaki air hangat ini

menghasilkan energi kalor yang bersifat mendilatasi dan melancarkan


pelebaran darah juga merangsang syaraf yang ada pada kaki untuk

mengaktifkan saraf parasimpatis, sehingga menyebabkan perubahan pada

tekanan darah. Hubungan syaraf parasimpatis dengan tekanan darah yaitu

karena syaraf parasimpatis bertugas untuk melebarkan pembuluh darah

sehingga aliran darah untuk keseluruh tubuh menjadi lancar dan dapat

menurunkan tekanan darah.

Berdasarkan uraian diatas menunjukan bahwa terapi air hangat mampu

mendilatasi dan melancarkan pelebaran darah pada kaki yang mampu

menurunkan tekanan darah.

1.2 Rumusan Masalah

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit paling

sering ditemui dikalangan lansia, bila tidak ditangani akan menimbulkan

komplikasi. Dari uraian latar belakang diatas saya tertarik memberikan

intervensi “ Pengaruh terapi rendam air hangat terhadap pasien lansia

hipertensi di mbalapan kota blitar” .

1.3 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Tujuan umum adalah untuk mengetahui pengaruh terapi rendam air

hangat terhadap pasien lansia hipertensi di mbalapan kota blitar.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum diberikan terapi air

hangat terhadap pasien lansia hipertensi di mbalapan kota blitar.

2. Mengidentifikasi tekanan darah sesudah diberikan terapi air hangat

terhadap pasien lansia hipertensi di mbalapan kota blitar.

3. Menganalisis pengaruh terapi rendam air hangat terhadap pasien

lansia hipertensi di mbalapan kota blitar

1.4 Manfaat

Hasil penelitian diharapakn memberikan manfaat diantaranya :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diketahui pengaruh tersapi rendam air hangat terhadap hipertensi di mbalapan

kota blitar akan membuktikan kebenaran konsep yang dikemukakan oeleh

para ahli sebelumnya. Penelitian ini akan membuktikan adanya pengaruh dan

memberikan sumbangan terapi bagi penderita hipertensi.


1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi wawasan

yang ilmiah mengenai manfaat pemberian terapi rendam kaki air sebagai

terapi nonfarmakologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi

Lansia adalah periode dimana periode dimana sekelompok orang dengan

mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu

beberapa dekade. lansia atau lanjut usia adalah tahap masa tua dalam

perkembangan individu dengan batas usia 60 keatas (Notoadmodjo, 2011).

2.1.2 Proses Menua

Menua atau menjadi tua merupakan proses yang harus terjadi secara umum

pada seluruh manusia secara progresif seiring waktu yang mengahasilkan

perubahan yang menyebabkan kegagalan suatu organ atau system tubuh

tertentu (Fatmah, 2010). Proses menjadi tua atau menua pasti akan dialami

oleh setiap orang dalam hidupnya. Menua atau menjadi tua ialah suatu

proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk

melakukan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan dalam hidup. Menua

biasanya ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang memutih,

penurunan pendengaran, penglihatan yang semakin buruk, dan sensitivitas

emosi.

2.1.3 Tipe Lansia

1. Tipe arif bijaksana

2. Tipe Mandiri

3. Tipe Tidak puas


4. Tipe Pasrah

5. Tipe Bingung

2.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik, perubahan

mental dan perubahan psikososial. Hal ini dapat dijelaskan sebgai berikut :

1. Perubahan Fisik

Berikut perubahan fisik yang terjadi pada lansia :

a. Sistem Penglihatan

b. Sistem Pendengaran

c. Sistem Pernapasan

d. Sistem Kardiovaskular

e. Sistem Pencernaan

f. Sistem Endokrin

g. Sistem Integumen

h. Sistem Muskuluskeletal

i. Sistem Genitourinaria

j. Sistem Reproduksi

a) Laki laki

b) Wanita

2. Perubahan mental atau psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.


b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (herediter)

e. Lingkungan

f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri dan perubahan konsep diri

3. Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya.

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat

dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari.

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah siastolik lebih dari 90 mmHg.Hipertensi sering

menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan

semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal hipertensi sangatlah

penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ

tubuh seperti jantung ,ginjal , dan otak ( Muttaqin 2011). Secara umum,
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala , dimana tekanan yang

abnormal tinggi di dalam pembuluh darah arteri (Kholish, 2011).

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan

menjadi factor utama penyakit coroner. Lebih dari separuh kematian diatas

usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler.

Hipertensi pada usia lanjut di bedakan menjadi dua macam yaitu hipertensi

pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg serta hipertensi sistolik

terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2012).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan International Society of

hypertension Working Group (ISHWG) yang telah mengelompokan

hipertensi ke dalam klasifikasi yaitu (Aulia, 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO

Kategori tekanan darah Tekanan darah Tekanan darah

menurut WHO sistolik diastolic


Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmhg
Stadium 1 (Hipertensi Ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi Sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat) >180 mmHg >110 mmHg
2.2.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi ada dua golongan yaitu :

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Merupakan 90% dari keseluruhan kasus hipertensi yaitu hipertensi

esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang

tidak dapat diketahui penyebabnya (idiopatik).Beberapa Faktor yang

diduga berkaitan dengan berkembangya hipertensi esensial sebagai

berikut ini.

a. Genetik

b. Jenis kelamin dan usia

c. Diet

d. Berat badan

e. Gaya hidup

f. Hipertensi Sekunder

Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi sekunder, yang dapat

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi

fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid.

Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder yaitu : pengguanaan


kontrasepsi oral, penyakit parenkim dan vaskular ginjal, gangguan

endokrin, coartation aorta, neurogenik, merokok, dan kehamilan.

2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Untuk penanganan hipertensi terdapat dua cara penanganan hipertensi yaitu

dengan farmakologis dan nonfarmakologis.

1. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat obat

antihipertensi seperti diuretic seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker

seperti propranolol.Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine,

nitroprusside captopril. Simphatolitic seperti hydralazine, diazoxine.

Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).

2. Terapi Non Farmakologi

Untuk penderita hipertensi esensial ringan, penggunaan asupan garam

dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal

pengobatan hipertensi, anjuran pengurangan asupan garam sebanyak 60

mmol/hari atau tidak ada tambahan garam saat waktu makan, memasak

tanpa garam, menggunakan mentega yang bebas garam, penggunaan

makanan yang sudah diasinkan, merupakan pengurangan garam dengan

ketat dan akan mempengaruhi kebiasaan makan penderita secara drastis,

sehinggal hal ini akan sulit dilakukan (Djunaedi,dkk,2013).


2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin : mengkaji hubungan sel sel terhadap volume cairan

2. Foto Dada : Menunjukan obstruksi klasifikasi pada area katub

3. CT Scan : Mengkaji tumor cerebral

4. EKG : Menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, peningkatan

gelombang Padalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.2.6 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri

2. Curah jantung

3. Intoleransi aktivitas

4. Kurang pengetahuan

5. Koping individu tidak efektif

2.3 Konsep Rendam Air Hangat

2.3.1 Definisi

Terapi air adalah metode perawatan dan penyembuhan dengan menggunakan

air untuk mendapatkan efek-efek terapis. Terapi air merupakan tarapi yang

paling alami yang dalam penggunaanya secara internal maupun eksternal

sebagai pengobatan (Amirta, 2011).

2.3.2 Manfaat
Terapi rendam kaki air hangat dapat membantu meningkatkan sirkulasi

darah dengan cara memperlebar pembuluh darah sehingga dapat

memperoleh banyak oksigen yang akan dipasok ke jaringan yang mengalami

pembengkakan (Wulandari dan Arifianto, 2016). Secara fisiologis respon

tubuh terhadap panas yaitu menyebabakan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan

metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler (Santoso,

2015).

2.3.3 Mekanisme kerja rendam kaki air hangat terhadap tekanan darah

Rendam kaki air hangat dapat menurunkan tekanan darah bila dilakukan

secara rutin, secara ilmiah air hangat mempunyai manfaat fisiologis bagi

tubuh yang berdampak pada pembuluh darh. Dimana air hangat membuat

sirkulasi menjadi lancar, otot-otot dan ligamen akan menguatkan dan

mempengaruhi sendi tubuh, perendaman air hangat akan berpindah ke dalam

tubuh dan akan memperlebar pembuluh darah dan akan menurunkan

ketegangan otot sehingga dapat memperlancar sirkulasi darah yang akan

mempengaruhi tekanan arteri oleh baroreseptor pada sinus kortikus dan

arkus aorta yang akan disampaikan ke impuls dibawa serabut saraf

membawa isyarat dari semua bagi tubuh untuk menginformasikan keseluruh

tubuh dalam kebutuhan tubuh ke pusat saraf simpatis dilanjut ke medulla

sehingga akan merangsang tekanan sistolik yaitu renggangan otot ventrikel

untuk berkontriksi (Ilkkafah, 2016).


Ketika dilakukukan perendaman akan merangsang saraf yang ada ditelapak

kaki untuk merangsang baroreseptor, dimana baroreseptor adalah reflek

paling utama dalam meregulasi pada denyut jantung dan tekanan darah.

Baroreseptor menerima rangsangan dari peregangan yang berlokasi di arkus

aorta dan sinus karotikus, pada saat tekanan artri meningkat dan

merenggang, reseptor-reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke

pusat vasomotor mengakibatkan vasodilatasi pada ateriol, vena dan

perubahan tekanan darah (Ilkafah, 2016).

2.3.4 Cara pembuatan dan pemberian terapi rendam air hangat

1. Persiapan alat dan bahan

a. Air biasa

b. Air panas

c. Baskom

d. Termometer Air

2. Cara pembuatan dan pemberian

a. Pertama, siapkan baskom yang akan digunakan untuk merandam kaki

b. Kedua, masukan air biasa kedalam baskom lalu campur dengan air

panas

c. Ketiga, ukur suhu air sampai 37 – 40oC.

d. Keempat, cuci kaki sampai bersih dan masukan kedalam air hangat

tersebut
e. Kelima, rendam kaki selama 30 menit.
Judul Desain Hasil
No Variabel Sampel
Penelitian Penelitian Penelitian
1 Pengaruh terapi Variabel Desain penelitian Lasia hipertensi hasil uji statist
rendam kaki air Independen : menggunakan Pre di wilayah kerja dengan uji t
hangat terhadap Terapi rendam eksperimental UPK Puskesmas berpasangan
penurunan tekanan kaki air hangat dengan model one Khatulistiwa didapatkan bahwa
darah pada lansia Variabel group pretest-postest Kota Pontianak nilai p sistolik yaitu
hipertensi di wilayah Dependen : design 0,001 (<0,05) dan
kerja UPK Tekanan darah hasil uji Wilcoxon
Puskesmas pada lansia pada sistolik
Khatulistiwa Kota hipertensi didapatkan nila p
Pontianak. sistolik yaitu
0,001(<0,05),
sehingga Ho
ditolak atau H1
diterima. Yang
berari ada
pengaruh terhdap
terapi rendam kaki
air hangat terhadap
tekanan darah pada
hipertensi lansia.
2 Pengaruh pemberian Variabel Peneliti ini Lansia dengan Ada perbedaan
terapi air hangat Independen : menggunakan pre hipertensi tekanan darah yang
terhadap penurunan Terapi air hangat eksperimen dengan signifikan sebelum
tekanan darah pada Variabel rancangan one group dan sesudah
lansia dengan Dependen : pretest-postest diberikan terapi air
hipertensi Tekanan darah design hangat pada
pada lansia penderita hipertensi
hipertensi dengan hasil p-
value < 0,05.
BAB III
Pembahasan
3.1 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan oleh refa teja mukti dengan judul pengaruh pemberian

terapi air hangat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi

pada tahun 2016 menunjukan hasil pengaruh terapi rendam air hangat terhadap

tekanan darah pada lansia hipetensi, dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi

agung santoso dengan judul pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di wilayah kerja UPK Puskesmas

Khatulistiwa Kota Pontianak juga menunjukan hasil ada pengaruh terapi rendam

kaki air hangat terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi. Kedua jurnal

tersebut sama sama mengatakan bahwa ada pengaruh terapi rendam kaki air

hangat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Peneliti berasumsi bahwa

pemberian terapi rendam kaki air hangat dapat menghilangkan stress, kegelisahan,

depresi, kecemasan serta memberikan kebugaran mental dan emosional serta

mebuat perasaan menjadi rileks, tenang nyaman sehingga terjadi penurunan

kecepatan denyut jantung.

Air hangat dengan suhu 37 – 40 o C dapat mengendorkan otot yang kaku,

melebarkan pembuluh arah, dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

serta membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Keadaan dimana kontraksi

ventrikel mulai terjadi, sehingga dengan adanya pelebaran pembuluh darah,

maka aliran darah menjadi lancar dan mampu mendorong darah masuk ke

jantung sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Hasil Penelitian ini

meunujukan bahwa sebelum diberkan terapi air hangat rata rata tekanan darah
diastole adalah 90, 36 mmHg dan sesudah diberikan terapi sebesar 84,64

mmHg dengan selisih niali rata rata 5,714 mmHg. Melihat rata rata tekanan

darah diastole sebelum dan sesudah tersebut menunjukan bahwa ada beda

yang bermakana antara tekanan darah sebelum dan sesudah apemberian

intervensi. Pada tekanan darah sistolik sebelum dilakukan terapi rendam kaki

air hangat didapatkan median 163,5 mmHg (Hipertensi derajat II). Tekanan

darah sistolik terendah sebelum dilakukan terapi yaitu 147 mmHg (Hipertensi

derajat I) dan tekanan darah sistolik tertinggi sebelum dilakukan terapi yaitu

180 mmHg (hipertensi derajat II). Sementara tekanan darah sistolik setelah

dilakukan terapi rendam kaki air hangat memiliki nilai median yaitu 142,5

mHg (hipertensi derajat I) dengan tekanan darah sistolik terendah yaitu 125

mmHg (prehipertensi) dan tekanan darah sistolik tertinggi yaitu 160 mmHg

(hipertensi derajat II).

Hasil uji statistik dengan uji t berpasangan didapatkan bahwa nilai p

diastolik yaitu 0,000 (<0.05) dan hasil uji Wilcoxon pada tekanan darah

sistolik didapatkan bahwa nilai p sistolik yaitu 0,001 (<0,05), yang

artinya H0 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan tekanan

darah yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan terapi tersebut.

Penelitain ini didukung oleh teori Susanto ( 2014 ) yang menyatakan bahwa,

secara ilmiah air hangta berdapak fisiologis bagi tubuh. Pertama, berdampak

pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi

lancar. Kedua, menguatkan otot otot dan ligament yang mempengaruhi sendi

sendi tubuh. Terapi alternativf nor farmakologi ini menggunakan metode yang

lebih mudah karena menggunakan air hangat yang bias dilakukan dirumah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis jurnal penelitian pengaruh terapi rendam kaki air

hangat terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di mbalapan kota blitar

didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan antara tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan

terapi rendam kaki air hangat

2. Sama sama ada pengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia

hipertensi

Dari kedua tersebut rendam kaki air hangat dapat dijadikan salah satu terapi nor

farmakologi atau terapi komplementer terhadap penurunan tekanan darah pada

penderita hipertensi lansia. Pemberian terapi rendam kaki air hangat dapat

menghilangkan stress, kegelisahan, depresi, kecemasan serta memberikan

kebugaran mental dan emosional serta mebuat perasaan menjadi rileks, tenang

nyaman sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung. Ketika dilakukukan

perendaman akan merangsang saraf yang ada ditelapak kaki untuk merangsang

baroreseptor, dimana baroreseptor adalah reflek paling utama dalam meregulasi

pada denyut jantung dan tekanan darah. Baroreseptor menerima rangsangan dari

peregangan yang berlokasi di arkus aorta dan sinus karotikus, pada saat tekanan

artri meningkat dan merenggang, reseptor-reseptor ini dengan cepat mengirim

impulsnya ke pusat vasomotor mengakibatkan vasodilatasi pada ateriol, vena dan

perubahan tekanan darah.


4.2 Saran

Bagi instituasi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tamabahan pembelajaran

tentang hipertensi pada lansia dan dapat dijadikan rekomondasi penelian

selanjutnya, sehingga dapat menigkatkan ilmu pengetahuan yang

bermanfaar dan berguna bagi pendidikan.

4.2.1 Bagi Mayarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan untuk melakukan kontrol

tekanan darah secara rutin dan dapat mengubah gaya hidup yang lebih

sehat menggunakan terapi nonfarmakologi. Rendam kaki air hangat, terapi

ini juga termasuk dalam terapi yang mudah digunakan dan relative murah

karena dapat membuat sendiri dirumah.

4.2.2 Bagi Lansia

Lansia dapat merendam kaki sendiri dirumah dengan rutin selama 30


menit agar cepat menurunkan tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA

Aulia Sani. 2008. Diagnosa, Klasifikasi Hipertensi, dan Gagal Jantung Akut.
Jakarta : Media Crea
Badan Pusat Statistik, (2017). Statistik Indonesia, Statistical Yearbook of
Indonesia.Jakarta : BPS
Brunner & Suddarth. 2106. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta.
Damaiyanti. 2016. “Keefektifan pemberian terapi rendam kaki air hangat dalam
menurunkan tekanan darah di panti wherda harapan ibu semarang”.
Jurnal Keperawatan. Vol 1 No : 1.
Djunaedi, Edi, Yulianti S, dan Rinata MG. (2013). Hipertensi Kandas Berkat
Herbal, Jakarta : F Media
Fatmah. 2010. Tentang Lanjut Usia,Jakarta : Erlangga
Hidayat A, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya : Healt
Books Publishing
Ilkkafah (2016) Perbedaan Penurunan Tekanan Darah Lansia dengan Obat
Antihipertensi dan Terapi Rendam Kaki Air Hangat di Wilayah Kerja
Puskesmas Ahara_Tamanlarea_Makasar : Vol 5
Makhfludin. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematoogi. Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, S (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, Wahyudi, 2012. Keperawatan Gerontik 2.Jakarta : EGC.
Putri Indah (2011) . “ Efektifitas Buah Belimbing Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di Sumolepen Kelurahan Balongsari
Kota Mojokerto ”. Jurnal keperawatan Vol : 01.
Ritu, Jian (2011). Pengobatan Alternatif Untuk Mengatasi Tekanan
darah.Jakarta : Gramedia.
Santoso A, Dwi ( 2015). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak, Diakses tanggal 15
September 2016.
Tortora & Derricson, (2009).Principles of Anatomy and Physiologhy,
Maintenance and Continuity of the Human Body . Twelfth Edition,
Volume 2 Hoboken : John Wiley & Sans.
Wulandari P, Arifianto, Sekarningrum D. Pengaruh Rendam Kaki Menggunakan
Air Hangat dengan Campuran garam dan Serai terhadap Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Wilayah Podorejo RW 8
Ngaliyen. E-Jounal UMM 2016 ; 7 (1), 43 – 7.
LAMPIRAN

NASKAH
PUBLIKASI

PENGARUH TERAPI RENDAM KAKI AIR


HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA UPK
PUSKESMAS KHATULISTIWA
KOTA
PONTIANAK

DWI AGUNG
SANTOSO
I3111104

PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANUNG
PURA PONTIANAK
2015
PENGARUH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI
WILAYAH KERJA UPK PUSKESMAS
KHATULISTIWA
KOTA PONTIANAK

The Effect of Foot Soaking Therapy with Warm Water to Decrease Blood Pressure of Elderly with Hypertension
in UPK Puskesmas Khatulistiwa Pontianak

Oleh :
Dwi Agung Santoso*
Ernawati**

M. Ali Maulana***

Abstrak

Latar Belakang: Lansia mengalami penurunan diberbagai sistem tubuh, diantaranya berdampak pada tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah yang tidak ditangani akan menyebabkan komplikasi seperti stroke dan gagal
jantung. Rendam kaki air hangat merupakan salah satu terapi komplementer yang bisa menurunkan tekanan
darah. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi rendam kaki air hangat
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
Pre Eksperiment, tipe pretest dan posttest design. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia penderita hipertensi
di wilayah kerja UPK Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Teknik pengambilan data dengan cara observasi menggunakan sphygmomanometer air
raksa. Analisa data dengan menggunakan uji t-dependent (paired sample test) dan wilcoxon test. Hasil: Hasil
pengkajian sebelum dilakukan terapi sebagian besar lansia mengalami hipertensi derajat I. Hasil uji statistik
dengan uji t berpasangan didapatkan bahwa nilai p diastolik yaitu 0,000 (<0.05) dan hasil uji Wilcoxon pada
tekanan darah sistolik didapatkan bahwa nilai p sistolik yaitu 0,001 (<0,05), sehingga H0 ditolak. Kesimpulan:
Ada pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi
di wilayah kerja UPK Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Lansia dengan hipertensi dapat menggunakan
terapi rendam kaki air hangat dalam mengatasi hipertensi yang dialami, sebagai bentuk terapi komplementer
yang murah dan mudah dilakukan secara mandiri.

Kata kunci: Lansia, Hipertensi, Terapi Rendam Kaki Air Hangat


*Nursing Student at Faculty of Medicine of Tanjungpura University, Pontianak
**1st Thesis Supervisor, Head of Basic Service and Referrals, Health Departement of West Borneo Province
***2nd Thesis Supervisor, Nursing lecturer in Faculty of Medicine of Tanjungpura University, Pontianak

Abstract
Background: The elderly people experienced the decrease of body systems, wich one of them has effect on
blood pressure. The untreated of the increased blood pressure will lead to complications such as stroke and
heart failure. Foot soaking therapy is a complementary therapies that can lower blood pressure. Purpose: This
research has purpose to know if there is effect of foot soaking therapy with warm water to decrease blood
pressure of elderly with hypertension. Method: This research is Pre-experiment research, with pretest and post-
test design. The sample in this research is the elderly with hypertension in UPK Puskesmas Khatulistiwa
Pontianank. The technique of sampling is using purposive sampling. The technique of data retriveral with
observation using sphygmomanometer mercury. The analysis of data using t-dependent test (paired sample
test) and Wilcoxon test. Result: The result of the earlier assessment before doing theraphy mostly the elderly
has hypertension grade I. The result of statistic test with t-dependent (paired sample test) is p dyastolic 0,000
(<0,05) and wilcoxon test with systolic blood pressure resulted p systolic is 0,001 (<0,05), so that it H0 rejected.
Conclusion: There is effect of foot soaking therapy with warm water to decrease blood pressure of elderly with
hypertension in UPK Puskesmas Khatulistiwa Pontianak. The elderly with hypertension can use warm water
foot soaking therapy in hypertension experienced, as a form of complementary therapy is inexpensive and easy
to do independently.

Keywords : Elderly, Hypertension, Soaking The Foot in Warm Water Therapy


*Mahasiswa Prodi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak
**Pembimbing 1 Skripsi, Kepala Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan, Dinas Kesehatan Provinsi Kal-Bar
***Pembimbing 2 Skripsi, Dosen Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak
PENDAHULUAN perubahan fisiologis terjadi penurunan sistem
kekebalan tubuh dalam menghadapi gangguan dari
Lanjut usia atau yang biasa disebut dengan
dalam maupun luar tubuh. Salah satu gangguan
lansia merupakan bagian dari proses tumbuh
kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia
kembang (Azizah, 2010). Menurut Undang-Undang
adalah pada sistem kardiovaskuler (Maryam,
Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2,
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas (Nugroho, 2009).
Penduduk diseluruh dunia dengan kelompok
lanjut usia (lansia) yang berumur 60 tahun ke atas
mengalami pertumbuhan dengan cepat
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di
Asia Tenggara yang memasuki era penduduk
berstruktur tua karena jumlah penduduk yang
berusia di atas 60 tahun telah mencapai di atas 7
persen dari keseluruhan penduduk. Peningkatan
jumlah penduduk lansia ini disebabkan oleh
peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan
penduduk yang akan berpengaruh pada
peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) di
Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
Pada tahun 2013 penduduk provinsi
Kalimantan Barat mencapai 4,6 juta jiwa. Provinsi
Kalimantan Barat merupakan provinsi yang
mengalami peningkatan jumlah populasi lansia
yang cukup pesat yaitu 273 ribu jiwa pada tahun
2010 dan meningkat menjadi 295 ribu jiwa pada
tahun 2013. Diperkirakan jumlah lansia ini akan
terus mengalami peningkatan (BPS, 2014).
Dalam perkembangan lansia, penurunan
fungsi tubuh akan banyak terjadi. Penurunan fungsi
tubuh pada lansia diakibatkan karena proses
penuaan. Proses penuaan merupakan proses yang
mengakibatkan perubahan-perubahan meliputi
perubahan fisik, psikologis, dan psikososial. Pada
Ekasari, Rosidawati, Jubaedi & Batubara, 2008). etnik, jenis kelamin, variasi harian, obat- obatan,
Secara alamiah lansia akan mengalami merokok, aktivitas dan berat badan. Kemungkinan
penurunan fungsi organ dan mengalami seseorang mengalami hipertensi akan semakin
perubahan tekanan darah. Oleh sebab itu, lansia tinggi saat usia semakin bertambah (Perry & Potter,
dianjurkan untuk selalu memeriksakan tekanan 2010).
darah secara teratur agar dapat mencegah Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
penyakit kardiovaskuler khususnya hipertensi peningkatan kronik pada tekanan darah, yang
(Martono & Pranaka, 2009). tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
Tekanan darah merupakan gaya yang diastoliknya di atas 90 mmHg. Menurut WHO
diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg
darah akibat kontraksi jantung dan dipengaruhi tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan
oleh elastisitas dinding pembuluh. Secara klinis, diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap
pengukuran tekanan dalam arteri adalah pada hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg
saat sistol ventrikel dan diastol ventrikel (Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo,
(Tortora & Derrickson, 2009). Pengukuran Jameson, et al, 2012). Seseorang yang hipertensi
tekanan darah pada seseorang tidak dapat diukur akan mengalami keluhan seperti sakit kepala,
dengan adekuat melalui satu kali pengukuran pandangan kabur, sering berkemih, dan bahkan
saja. Tekanan darah berubah dengan cepat kadang-kadang terjadi pembengkakan akibat
bahkan pada kondisi kesehatan yang optimal. tekanan kapiler (Corwin, 2009).
Perubahan tekanan darah bisa terjadi pada Pada penderita hipertensi di Indonesia
seseorang, hal ini dipengaruhi oleh usia, stres, menunjukkan 60% tatalaksana terapi menggunakan

obat-obatan, 30% menggunakan herbal terapy dan pengobatannya tidak hanya menggunakan obat-
10% fisikal terapi (Kusmana, 2006). Pengobatan obatan, tetapi bisa menggunakan alternatif non-
secara non-farmakologis dapat dilakukan dengan farmakologis dengan menggunakan metode yang
mengubah gaya hidup yang lebih sehat dan lebih mudah dan murah yaitu dengan menggunakan
melakukan terapi dengan rendam kaki terapi rendam kaki air hangat yang bisa dilakukan di
menggunakan air hangat yang bisa dilakukan setiap rumah. Air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi
saat. Efek rendam kaki air hangat sama dengan tubuh sehingga rendam kaki air hangat dapat
berjalan dengan kaki telanjang selama 30 menit. digunakan sebagai salah satu terapi yang dapat
Para penderita hipertensi kebanyakan hanya memulihkan otot sendi yang kaku serta
mengkonsumsi obat–obatan dan menghindari menyembuhkan stroke apabila dilakukan melalui
makanan asin saja untuk menurunkan tekanan kesadaran dan kedisiplinan (Kusumaastuti, 2008).
darah, sedangkan tindakan pemberian terapi Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh
rendam kaki air hangat belum pernah dilakukan Triyadini (2010) terapi message dengan terapi mandi
dan sampai saat ini pengaruhnya terhadap air hangat memberikan pengaruh yang signifikan
perubahan tekanan darah masih belum dijelaskan terhadap penurunan skala insomnia, dari
(Kusumaastuti, 2008). 5 orang responden 3 orang yang menderita insomnia
Secara ilmiah air hangat mempunyai sedang menjadi insomnia ringan, dan 2 orang yang
dampak fisiologis bagi tubuh. Hangatnya air menderita insomnia ringan menjadi tidak insomnia.
membuat sirkulasi darah menjadi lancar (Hembing, Penelitian terkait selanjutnya yaitu oleh Eli Susanto
2000). Oleh karena itu, penderita hipertensi dalam (2011) terapi rendam air hangat
terhadap penurunan nyeri osteoporosis di Unit obat 2x1 dan 3x1, masing- masing pasien diberikan
Rehabilitas Sosial Wening Wardoyo Ungaran jumlah obat yang dapat digunakan selama 10 hari.
menurut penelitian ini ada beberapa keterbatasan Masalah yang sering muncul adalah
yang peneliti hadapi diantaranya kesulitan dalam ketidakmampuan lansia untuk kembali lagi ke
literatur kemudian ketidakpercayaan responden puskesmas untuk berobat dikarenakan penurunan
terhadap kompres/mandi rendam air hangat yang kemampuan fisik. Petugas puskesmas melakukan
dapat menurunkan nyeri, mereka beranggapan PTM sebanyak 2 kali dalam sebulan. Hal ini tentu
bahwa rendam air hangat tidak bisa memberikan belum cukup memenuhi kebutuhan lansia dalam
efek apa-apa karena mereka lebih cenderung hal pemenuhan obat sehingga diperlukan suatu cara
kepenanganan nyeri secara farmakologis dan yang lebih efisien dan dapat dilakukan secara
pijat. mandiri oleh lansia di rumah untuk mencegah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan timbulnya gejala-gejala peningkatan tekanan darah
yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11 yang dapat terjadi karena lansia tidak lagi minum
Febuari 2015, peneliti melakukan studi obat dikarenakan ketidakmampuan lansia untuk
pendahuluan didapatkan 74 lansia penderita berobat ke puskesmas. Salah satu cara yang dapat
hipertensi pada tahun 2012, 104 lansia penderita digunakan adalah dengan cara menggunakan air
hipertensi pada tahun 2013, dan 125 lansia hangat untuk merendam kaki bertujuan untuk
penderita hipertensi pada tahun 2014. Terjadi menstabilkan atau menurunkan tekanan darah yang
peningkatan lansia penderita hipertensi yang secara fisiologis air hangat dapat melebarkan
signifikan di wilayah kerja UPK Puskesmas pembuluh darah kapiler.
Khatulistiwa. Rata-rata pasien diberikan dosis
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti HASIL PENELITIAN
merasa perlu untuk mengetahui bagaimana pengaruh Distribusi Karakteristik Responden
terapi rendam kaki menggunakan air hangat terhadap
Tabel 1 Distribusi karakteristik responden
penurunan tekanan darah pada lansia penderita
Jenis Kelamin n (%)
hipertensi di wilayah kerja UPK
Laki-laki
Perempuan 4
12 25
75 %
%
Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Total 16 100 %

Usia n (%)
METODE Elderly (60-74) 14 87,5 %
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Old (75-90) 2 12,5 %
Very Old (≥90) 0 0%
kuantitatif, dengan desain penelitian pre- Total 16 100 %
eksperimental dengan model one group pretest-
Riwayat Hipertensi n (%)
posttest design tanpa adanya kelompok kontrol. Ya 11 68,75 %
Pendekatan one group pretest-posttest design Tidak 5 31,25 %
Total 16 100 %
menggunakan satu kelompok subjek, dimana peneliti
melakukan pengukuran tekanan darah terlebih dahulu Tekanan Darah Pretest n (%)
Normal 0 0%
sebelum diberikan intervensi (pretest), setelah Pre Hipertensi 0 0%
diberikan intervensi, kemudian dilakukan kembali Hipertensi derajat I 9 56,25 %
Hipertensi derajat II 7 43,75 %
pengukuran tekanan darah setelah diberikan intervensi Total 16 100 %
(posttest) (Hidayat, 2008).
Tekanan Darah Posttest n (%)
Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia penderita hipertensi di wilayah
Normal 0 kerja
0 % UPK
Pre Hipertensi 2 12,5 %
Hipertensi derajat I 11 68,75 %
Hipertensi derajat II 3 18,75 %
Total 16 100%
Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Teknik
sampling yang digunakan yaitu teknik Non
Probability Sampling dengan Purposive Sampling.
Terapi dilakukan antara pukul 09.00 – 11.00 Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas
WIB. Tindakan terapi rendam kaki air hangat ini dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak
dilakukan 1 kali untuk setiap responden dengan adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
suhu 400C. Pengukuran tekanan darah dilakukan 12 orang (75%). Sedangkan jumlah responden laki-
seelum dan setelah dilkakukan terapi. laki berjumlah 4 orang (25%). Rentang usia
Pengelolahan dan analisa data menggunakan responden dalam penelitian ini adalah antara lanjut
analisa statistik komputer. Setelah data terkumpul usia (60 tahun -74 tahun) hingga usia sangat tua
kemudian dilakukan pengelolaan data dengan Uji T (>90 tahun). Jumlah responden terbanyak adalah
berpasangan (Paired Sample T-Test) dan Uji lanjut usia yaitu sebanyak 14 orang (87,5%) dan
Wilcoxon. paling sedikit adalah lanjut usia tua yaitu sebanyak
2 orang (12,5%). Sebagian besar responden
memiliki riwayat hipertensi yaitu sebanyak 11
responden (68,75%) dan 5 responden (31,25%)
tidak memiliki riwayat hipertensi. Tingkat tekanan
darah responden sebelum dilakukan terapi rendam
kaki air hangat dari 16 responden, sebanyak 9
responden (56,25%) mengalami hipertensi derajat I

dan 7 responden (43,75%) mengalami hipertensi tinggi untuk menderita penyakit hipertensi. Menurut
derajat II. Tingkat tekanan darah responden setelah potter & perry (2005) setelah menopouse wanita
dilakukan terapi rendam kaki air hangat tingkat cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
tekanan darah pada responden didapatkan bahwa dari pada pria.
sebanyak 2 responden (12,5%) mengalami pre Kategori responden dalam penelitian ini antara
hipertensi, 11 responden (68,75%) mengalami kategori lanjut usia (60-74 tahun) hingga usia sangat
hipertensi derajat I dan 3 responden (18,75%) tua (>90 tahun). Terdapat lebih banyak yang berada
mengalami hipertensi derajat II. pada kategori lanjut usia yaitu sebanyak 14 orang
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan (87,5%) dari total jumlah responden. Dengan keadaan
bahwa responden dalam penelitian ini terdapat ini para responden mengatakan malas untuk check up
lebih banyak berjenis kelamin perempuan 75% kesehatan atau kontrol ke puskesmas dan rumah sakit
sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki terdekat disebabkan malas dan mengaku tidak mampu
sebanyak 25%. Hal ini sesuai dengan penelitian lagi untuk pergi dengan jarak yang cukup jauh.
yang dilakukan oleh Mubin (2010) tentang Keadaan hipertensi pada penderita kelompok kontrol
karakteristik dan pengetahuan pasien dengan banyak disebabkan oleh faktor usia. Hasil ini
motivasi melakukan kontrol tekanan darah di menyatakan bahwa kemungkinan penderita hipertensi
wilayah kerja Puskesmas Sragi 1 Pekalongan yang kelompok kontrol disebabkan oleh hipertensi esensial.
menghasilkan bahwa jenis kelamin perempuan Hal ini sesuai dengan penelitian
lebih banyak menderita hipertensi sebanyak 49
orang, dibandingkan laki-laki sebanyak 39 orang.
menyatakan perempuan mempunyai resiko lebih
Agnesia (2012) yang menyatakan usia kurang lancar. Agar kebutuhan darah dijaringan
merupakan salah satu faktor resiko hipertensi, tercukupi, maka jantung harus memompa darah
dimana resiko terkena hipertensi pada usia 60 lebih kuat lagi. Keadaan ini diperburuk lagi dengan
tahun ke atas yaitu 11,340 kali lebih besar bila adanya arteriosklerosis, sehingga tekanan darah
dibandingkan dengan usia kurang dari sama semakin meningkat (Muhammadun, 2010).
dengan 60 tahun. Sedangkan untuk riwayat hipertensi
Semakin tua seseorang pengaturan responden dalam penelitian ini memiliki riwayat
metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu, hipertensi dalam keluarga. Dari 16 responden,
sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama sebanyak 11 responden (68,75%) memiliki riwayat
darah. Banyak kalsium dalam darah hipertensi. Riwayat keluarga yang menunjukkan
(hiperkalsemia) menyebabkan darah semakin adanya tekanan darah yang tinggi merupakan faktor
lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi resiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap
meningkat. Endapan kalsium di dinding hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
pembuluh darah (arteriosclerosis) menyebabkan dilakukan oleh Kenia (2013) tentang pengaruh
penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, aliran relaksasi (aroma terapi mawar) terhadap perubahan
darah menjadi terganggu. Hal ini dapat memacu tekanan darah pada lansia yang menghasilkan
peningkatan tekanan darah. Bertambahnya usia bahwa dari 44 responden, sebanyak 37 responden
juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang. (84,1%) memiliki riwayat hipertensi. Menurut
Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku, Udjiyanti (2011) salah satu faktor penyebab
sehingga volume darah yang mengalir sedikit hipertensi yaitu faktor genetik. Individu yang

mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging,
berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing
Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi di dimalam hari.
Wilayah Kerja UPK Puskesmas Khatulistiwa Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama
Kota Pontianak Sebelum Dilakukan Terapi akan merusak endotel arteri dan mempercepat
Rendam Kaki Air Hangat aterosklerosis. Bila penderita memiliki faktor- faktor
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 16 mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
responden, didapatkan lebih dari 50% responden kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
mengalami hipertensi derajat I. Saat ditemui Farmingham, pasien dengan hipertensi mempunyai
hampir keseluruhan responden mengalami tanda- peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit
tanda hipertensi yang jelas seperti sakit kepala, koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
mata berkunang-kunang saat pagi hari dan saat jantung (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
terkena terik matahari, jantung berdebar, sering 2006).
berkemih, sulit tidur, tekuk terasa berat dan telinga Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi di
berdenging. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Wilayah Kerja UPK Puskesmas Khatulistiwa Kota
oleh Cahyono 2008 gejala-gejala penyakit yang Pontianak Setelah Dilakukan Terapi Rendam Kaki
biasa terjadi baik pada penderita hipertensi, Air Hangat
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal hipertensi yaitu sakit kepala, pusing,
gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan ini, sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik
darah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat
terhadap 16 responden sebelum dilakukan terapi yaitu 158,5 mmHg dan tekanan darah diastolik
rendam kaki air hangat didapatkan 9 orang lansia sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat
mengalami hipertensi derajat I dan 7 orang yaitu 95 mmHg. Menurut Sudoyo, et al. (2009),
lansia mengalami hipertensi derajat II. Dapat seseorang dikatakan hipertensi tahap II apabila
disimpulkan bahwa 56,25% responden dalam hasil pengukuran tekanan darah sistolik lebih dari
penelitian ini mengalami hipertensi derajat I. sama dengan 160 mmHg atau tekanan darah
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil diastolik berada pada lebih dari sama dengan
penelitian yang dilakukan Astari (2012) 100 mmHg. Hipertensi derajat II merupakan
menyebutkan bahwa dari 50 lansia yang menjadi derajat tertinggi menurut klasifikasi JNC 7.
responden, 48% lansia menderita penyakit Hasil penelitian ini sejalan dengan
hipertensi. penelitian yang dilakukan oleh Khoiroh (2014)
Berdasarkan hasil observasi yang yang mendapatkan hasil bahwa rata-rata tekanan
dilakukan peneliti dengan melakukan darah sistolik sebelum dilakukan terapi rendam
pengukuran tekanan darah sebelum diberikan kaki air hangat 160 mmHg dan rata-rata tekanan
terapi rendam kaki air hangat didapatkan data darah diastolik sebelum dilakukan terapi rendam
bahwa sebanyak 9 responden mengalami kaki air hangat adalah 100 mmHg. Setelah
hipertensi derajat I dan 7 responden mengalami dilakukan terapi rendam kaki air hangat, hasil rata-
hipertensi derajat II atau dengan presentase rata tekanan darah sistolik menurun menjadi 150
56,25% dari jumlah responden dalam penelitian mmHg, sedangkan pada rata-rata tekanan darah

diatolik menurun menjadi 90 mmHg. Hasil Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat
penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini bahwa rata-rata dan standar deviasi tekanan darah
yaitu penelitian yang dilakukan Destia, Umi & diastolik sebelum dilakukan terapi rendam kaki air
Priyanto (2014) tentang perbedaan tekanan darah hangat adalah 95,00 mmHg (hipertensi derajat I),
sebelum dan sesudah dilakukan hidroterapi rendam dan 10,323. Pada pengukuran tekanan darah
hangat pada penderita hipertensi di desa kebon diastolik setelah dilakukan terapi rendam kaki air
dalem kecamatan jambu kabupaten semarang yang hangat didapatkan bahwa rata-rata dan standar
mendapatkan hasil rata-rata tekanan darah sistolik deviasi adalah 89,75 mmHg (prehipertensi), dan
sebelum dilakukan terapi rendam hangat 152,8 9,191. Hasil uji Wilcoxon pada tekanan darah
mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik 97,1 sistolik dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
mmHg. Setelah dilakukan terapi rendam hangat, Tabel 3 Hasil Uji Wilcoxon Tekanan Darah
hasil rata-rata tekanan darah sistolik menurun Sistolik Sebelum dan Sesudah Terapi Rendam Kaki
Air Hangat
menjadi 133,7 mmHg, sedangkan pada rata-rata Median
Variabel P
tekanan darah diatolik menurun menjadi 85,2 (min-maks)

mmHg. Tekanan 163,5 (147-180)


Sistolik Pretest
0,001
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Tekanan
142,5 (125-160)
Sistolik Posttest
didapatkan jumlah penurunan tekanan darah
responden ada yang penurunannya banyak dan ada dikarenakan setiap individu memiliki respon tubuh
juga yang penurunannya sedikit. Hal ini yang berbeda-beda terhadap terapi rendam kaki air
hangat. Melihat rata-rata tekanan darah sebelum Pada tekanan darah sistolik sebelum
dilakukan terapi rendam kaki air hangat adalah dilakukan terapi rendam kaki air hangat didapatkan
sistoliknya sebesar 158,5 mmHg dan diastoliknya median 163,5 mmHg (Hipertensi derajat II).
sebesar 95 mmHg, kategori hipertensi tersebut Tekanan darah sistolik terendah sebelum dilakukan
termasuk dalam kategori ringan. Pernyataan terapi yaitu 147 mmHg (Hipertensi derajat I) dan
tersebut diperkuat oleh Joint National Communittee tekanan darah sistolik tertinggi sebelum dilakukan
on Detection, Evaluation, and Treatment of High terapi yaitu 180 mmHg (hipertensi derajat II).
Blood Pressure (JNC) yang mengatakan bahwa Sementara tekanan darah sistolik setelah dilakukan
tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik terapi rendam kaki air hangat memiliki nilai
90-99 mmHg merupakan kategori hipertensi median yaitu 142,5 mHg (hipertensi derajat I)
ringan. dengan tekanan darah sistolik terendah yaitu 125
Tabel 2 Hasil Uji T Berpasangan Tekanan Darah mmHg (prehipertensi) dan tekanan darah sistolik
Diastolik Sebelum dan Sesudah Terapi Rendam
Kaki Air Hangat tertinggi yaitu 160 mmHg (hipertensi derajat II).
Variabel Mean Std Dev P Hasil uji statistik dengan uji t berpasangan
didapatkan bahwa nilai p diastolik yaitu 0,000
(<0.05) dan hasil uji Wilcoxon pada tekanan darah
sistolik didapatkan bahwa nilai p sistolik yaitu
0,001 (<0,05), yang artinya H0 ditolak sehingga
Tekanan
95,00 10,328 dapat dikatakan bahwa ada perbedaan tekanan
Diastolik Pretest 0,000
89,75 9,191 darah yang signifikan sebelum dan sesudah
Tekanan
Diastolik Posttest dilakukan terapi rendam kaki air hangat pada
penderita hipertensi di wilayah kerja UPK
Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Setelah

responden dilakukan terapi rendam kaki air hangat dengan cairan tubuh. Efek biologis panas/hangat dapat
0
dengan suhu air 40 C dalam waktu 20 menit selama menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang
satu kali, dinyatakan ada perbedaan tekanan darah mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara
yang signifikan setelah dilakukan terapi rendam fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu
kaki air hangat. Karena setelah pemberian terapi, menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan
dilakukan pengukuran tekanan darah ulang kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,
(posttest) sehingga peneliti bisa meningkatkan metabolisme jaringan dan
melihat/mendapatkan hasil pengukuran tekanan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari
darah bahwa hasilnya ada perurunan tekanan darah hangat inilah yang dipergunakan untuk keperluan
yang signifikan setelah pemberian terapi rendam terapi pada berbagai kondisi dan keadaan dalam tubuh
kaki air hangat. (Destia, Umi & Priyanto, 2014). Menurut Walker
Manfaat/efek hangat adalah efek fisik (2011), merendam kaki dengan air hangat akan
panas/hangat yang dapat menyebabkan zat cair, membuat pembuluh darah melebar dan meningkatkan
padat, dan gas mengalami pemuaian ke segala arah sirkulasi darah. Ini dapat merelakskan seluruh tubuh
dan dapat meningkatkan reaksi kimia. Pada dan mengurangi kelelahan dari hari yang penuh
jaringan akan terjadi metabolisme seiring dengan dengan aktifitas.
peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh Menurut Destia, Umi & Priyanto (2014),
prinsip kerja terapi rendam kaki air hangat dengan peredaran darah yang akan mempengaruhi tekanan
mempergunakan air hangat yaitu secara konduksi arteri oleh baroreseptor pada sinus kortikus dan
dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air arkus aorta yang akan menyampaikan impuls yang
hangat ke dalam tubuh akan menyebabkan dibawa serabut saraf yang membawa isyarat dari
pelebaran pembuluh darah dan penurunan semua bagian tubuh untuk menginformasikan
ketegangan otot sehingga dapat melancarkan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah
dan kebutuhan khusus semua organ ke pusat saraf
simpatis ke medulla sehingga akan merangsang
tekanan sistolik yaitu regangan otot ventrikel akan
merangsang ventrikel untuk segera berkontraksi.
Pada awal kontraksi, katup aorta dan katup
semilunar belum terbuka. Untuk membuka katup
aorta, tekanan di dalam ventrikel harus melebihi
tekanan katup aorta. Keadaan dimana kontraksi
ventrikel mulai terjadi sehingga dengan adanya
pelebaran pembuluh darah, aliran darah akan lancar
sehingga akan mudah mendorong darah masuk
kejantung sehingga menurunkan tekanan
sistoliknya. Pada tekanan diastolik keadaan
releksasi ventrikular isovolemik saat ventrikel
berelaksasi, tekanan di dalam ventrikel turun
drastis, aliran darah lancar dengan adanya
pelebaran pembuluh darah sehingga akan
menurunkan tekanan diastolik. Maka dinyatakan
ada hubungan yang signifikan antara terapi rendam
kaki air hangat dengan penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik (Perry & Potter, (2006) dalam
Destia, Umi & Priyanto (2014)).

KESIMPULAN
Responden dalam penelitian ini mayoritas
berjenis kelamin perempuan (75%), rentang usia
responden dalam penelitian ini antara usia lanjut
hingga usia sangat tua dan mayoritas berada pada
lanjut usia (87,5%). Tekanan darah responden
sebelum dilakukan intervensi rata-rata tekanan
darah sistolik yaitu 158,50 mmHg dan setelah
dilakukan terapi mengalami penurunan rata-rata
tekanan sistolik yaitu 148,19 mmHg. Rata-rata
tekanan darah diastolik sebelum dilakukan

intervensi yaitu 95,00 mmHg dan setelah dilakukan terapi rata-rata tekanan diastolik mengalami
penurunan yaitu 89,75 mmHg. Dan disimpulkan Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi.
bahwa ada pengaruh terapi rendam kaki air hangat
Jakarta: EGC.
terhadap penurunan tekanan darah yang dibuktikan
dengan nilai p= 0,000 (pada uji t berpasangan) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
p= 0,001 (pada uji wilcoxon) yang keduanya ≤ (2013). Buletin: Gambaran Kesehata Lanjut
Usia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
0,05.
Informasi Kementerian Kesehatan RI.

SARAN
Destia, D.,Umi, A., Priyanto. (2014). Perbedaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah
digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang Dilakukan Hidroterapi Rendam Hangat Pada
Penderita Hipertensi di Desa Kebondalem
bermanfaat tentang pengaruh terapi rendam kaki air Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Jurnal
hangat terhadap penurunan tekanan darah. Untuk STIKES Ngudi Waluyo Ungaran 2014. 4-9.

institusi keperawatan hasil dari penelitian ini Direktorat Bina Farmasi. (2006). Pharmaceutical
diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan Care Untuk Pasien Penyakit Hipertensi. Jakarta:
dalam bidang keperawatan dalam melakukan Direktorat Bina Farmasi Komunitas, Kliinik
Ditjen Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan
asuhan keperawatan khususnya terapi
Departemen Kesehatan Indonesia.
komplementer dan dapat dijadikan sebagai sumber
pembelajaran. Bagi masyarakat hasil dari penelitian
Efendi, F., Makhfudli. (2009). Keperawatan
ini diharapkan dapat dijadikan salah satu solusi Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
yang dapat digunakan dalam mengatasi hipertensi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
yang dialami, sebagai bentuk terapi komplementer
yang murah dan mudah dilakukan secara mandiri. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson,
Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk & Loscalzo. (2012). Harrison's Principles of
melakukan studi lanjut dengan intervensi yang Internal Medicine Seventeenth Edition: Manual
of Medicine. Tangerang Selatan: Karisma
lebih mutakhir untuk menangani hipertensi.
Publishing Group.

DAFTAR PUSTAKA
Kusmana, D. (2006). Olahraga Untuk Orang Sehat
Astari, Putu Dyah. 2012. Pengaruh Senam Lansia dan Penderita Penyakit Jantung Trias Sok &
Terhadap Tekanan Darah Lansia Dengan
Hipertensi pada Kelompok Senam Lansia di Senam 10 Menit Edisi 2. Jakarta: FKUI.
Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan. Jurnal
PSIK Udayana Denpasar. 4-6.
Kusumaastuti, P. (2008). Hidroterapi, Pulihkan
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Otot dan Sendi yang Kaku.
http://www.gayahidupsehat.com.
Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Diperoleh tanggal, 09 Desember 2014.

Badan Pusat Statistik. (2014). Kalimantan Barat


Martono, H., Pranaka, K. (2009). Geriatri (Ilmu
Dalam Angka 2014. Pontianak: BPS Provinsi
Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit
Kalimantan Barat.
FKUI.

Chaiton, L. (2002). Terapi Air untuk Kesehatan dan


Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi,
Kecantikan. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta-
A., Batubara, I. (2008). Mengenal Usia Lanjut
Indonesia.
dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik &
Geriatrik, Edisi-3. Jakarta:EGC.

Potter & Perry. (2010). Fundamental


Keperawatan Ed 7 Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,


Simadibrata K, M., Setiati, S., Syam, A. F., &
Mansjoer, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Ed Ke-5 Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing.
Tortora, G. J., Derrickson, B. H. (2009).
Principles of Anatomy and Physiology:
Maintenance and Continuity of the Human
Body, Twelfth Edition, Volume 2. Hoboken:
John Wiley & Sons.

Triyadini, Asrin, Upoyo, A. S. (2010). Efektivitas


Terapi Massage Dengan Terapi Mandi Air
Hangat Terhadap Penurunan Insomnia
Lansia. Jurnal Keperawatan Soedirman,
5(3), 174-180.

Udjianti, W. J. (2011). Keperawatan


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Walker, L. (2011). E-Paper The Epoch Times


Indonesia Edisi 212. Diperoleh tanggal 09

Desember 2015.

Wijayakusuma, M Hembing (2000).


Ensiklopedia Milineum, Tumbuhan
Berkhasiat Obat Indonesia: Jilid 1. Jakarta:
PRESTASI.
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Gito1), Reni Dwi Setyaningsih2), Refa Teja Muti3)

Program Studi Keperawatan S1, STIKes Harapan Bangsa Purwokerto


Email: gito.junaidi@gmail.com

Email: reni.dws@gmail.com
Email:
refateja@yahoo.co.id

Abstract

Hypertension is one of the global public health problem. Management of overcoming


hypertension include two types of management, they are pharmacological and non-
pharmacological management. One of non-pharmacological management is a warm water
therapy. Warm water therapy is useful in reducing muscle contractions that can lead to a relaxed
feelling and reduce hypertension. The purpose of this research was to know the difference in
blood pressure before and after the warm water therapy in patients with hypertension at
tambaksari, kembaran. this research used pre experiment method with one group pre-test and
post-test design. Research instrument used were sphygmomanometer, stethoscope, thermometer
and observation sheet. Population and sample in this research were members of elderly posyandu
with hypertension at Tambaksari. The sampling technique used in this research was Simple
Random Sampling. Statistical test used was paired t-test with α value was 5%. The results showed
that before being given a warm water therapy systolic blood pressure average was of 170 mmHg
and diastolic was 90,36 mmHg. The result after bing given warm water therapy systolic blood
pressure average was 155,36 mmHg and diastolic one was 84,64 mmHg. The average decline of
systolic blood pressure was 14, 643 mmHg and 5,714 mmHg of diastolic one. It showed there is a
significant difference of systolic and diastolic blood pressure before and after being given warm
water therapy. The conclusion of this research that there is the differences in blood pressure
before and after being given the warm water therapy in patient (ρ=0,000).

Keywords: warm water therapy, elderly, hypertension


PENDA pada tahun 2008. Prevalensi hipertensi
HULUA tertinggi di wilayah Afrika yaitu 46%
N dari orang dewasa berusia 25 tahun ke
Hipertensi merupakan salah satu atas, sedangkan prevalensi terendah
masalah kesehatan masyarakat global. yaitu 35% ditemukan di Amerika.
Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau Penyakit jantung menyebabkan
1 dari 4 orang dewasa menderita hampir 17 juta kematian per tahun
penyakit hipertensi. Bahkan, diseluruh dunia. Dari jumlah tersebut,
diperkirakan jumlah penderita 9,4 juta kematian diseluruh dunia per
hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 tahun merupakan komplikasi dari
milyar menjelang tahun 2025. Banyak hipertensi. Penderita hipertensi
orang tidak menyadari bahwa dirinya mempunyai resiko sekitar 45%
menderita hipertensi, hal ini kematian akibat dari penyakit jantung
disebabkan gejalanya yang tidak nyata koroner dan 51% kematian akibat dari
dan pada stadium awal belum stroke.
menimbulkan gangguan yang serius Di Indonesia, prevalensi penderita
pada kesehatannya (Adib 2009, hipertensi berdasarkan Hasil Riset
Gunawan, 2007 dalam Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa
Ramadi, 2012). prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran tekanan darah sebanyak
Hipertensi atau yang lebih dikenal 25,8% tahun (2013) sedangkan dari
dengan nama “penyakit darah tinggi” hasil wawancara sebanyak 9,5% tahun
merupakan suatu keadaan dimana (2013). Data hasil survey prevalensi
terjadi peningkatan tekanan darah hipertensi di jawa tengah sebanyak
diatas ambang batas normal yaitu lebih 26,4 % (Riskesdas, 2013).
dari 120/80 mmHg. Menurut World Menurut Zuraidah, dkk (2012)
Health Organization (WHO), batas dalam riset pembinaan tenaga
tekanan darah yang masih dianggap kesehatan, faktor- faktor yang
normal adalah kurang dari 130/85 mempengaruhi terjadinya hipertensi
mmHg. Kondisi dimana tekanan darah
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu
sudah lebih dari 140/90 mmHg faktor yang melekat atau tidak dapat
dinyatakan hipertensi (Adib, 2009 diubah seperti jenis kelamin, umur,
dalam Ramadi, 2012). genetik dan faktor yang dapat diubah
Menurut World Health seperti pola makan, kebiasaan olah raga
Organization (WHO, 2013) disebutkan dan lain-lain. Penyebab terjadinya
bahwa Pada tahun 2008, di seluruh hipertensi perlu peran untuk faktor
dunia, sekitar 40% dari orang dewasa resiko
berusia 25 tahun ke atas telah
didiagnosis dengan hipertensi, jumlah
orang dengan kondisi ini meningkat
dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi
1 miliar
tersebut secara bersama-sama vasomotor mengakibatkan vasodilatasi
(common underlying risk factor) pada arteriol dan vena dan perubahan
dengan kata lain satu faktor resiko saja tekanan darah (Guyton dan Hembing
belum cukup menyebabkan timbulnya 2000 dalam Umah, et al, 2012).
hipertensi. Desa Tambaksari merupakan desa
yang mempunyai 983 orang lansia
Gangguan emosi, obesitas, dengan lebih dari 200 anggota yang
konsumsi alkohol yang berlebihan, rutin mengikuti posyandu lansia.
rangsangan kopi yang berlebihan, Berdasarkan catatan kunjugan
tembakau, dan obat- obatan dapat posyandu lansia dari bulan agustus
menjadi penyebab hipertensi (Smeltzer 2014 sampai dengan februari 2015
& Bare, 2013). berjumlah 39 orang lansia yang
Penatalaksanaan menderita hipertensi.
untuk Peneliti melakukan studi
menanggulangi hipertensi secara garis pendahuluan wawancara dengan
besar meliputi 2 jenis penatalaksanaan, melibatkan kader posyandu dan
yaitu penatalaksanaan farmakologis beberapa lansia yang menderita
dan penatalaksanaan non- hipertensi. Selama ini usaha kader dan
farmakologis. Penatalaksanaan secara responden lakukan untuk mengatasi
farmakologis yakni menggunakan obat- hipertensi adalah dengan
obatan, sedangkan penatalaksanaan mengkonsumsi mentimun dan minum
non- obat saat gejala hipertensi timbul. Akan
farmakologis meliputi terapi herbal, tetapi terapi yang lain belum begitu
nutrisi, relaksasi prograsif, meditasi, efektip dalam menurunkan tekanan
tawa, akupuntur, akupresur, darah.
aromaterapi dan terapi air hangat Berdasarkan wawancara di atas
(Sudoyo, 2006). maka peneliti tertarik untuk melakukan
Rendam kaki menggunakan air penelitian tentang penurunan tekanan
hangat yang bertemperatur 37-390C darah pada lansia dengan hipertensi
akan merangsang saraf yang terdapat melalui pemberian terapi air hangat
pada kaki untuk merangsang
baroreseptor, dimana baroreseptor 1. METODE PENELITIAN
merupakan refleks paling utama dalam
menentukan kontrol regulasi pada Penelitian ini menggunakan
denyut jantung dan tekanan darah. metode pra eksperimen, sedangkan
Baroreseptor menerima rangsangan jenis rancangan penelitiannya adalah
dari peregangan atau tekanan yang one group pre and posttest design
berlokasi di arkus aorta dan sinus yaitu suatu rancangan yang hanya
karotikus. Pada saat tekanan darah menggunakan satu
arteri meningkat dan arteri meregang,
reseptor-reseptor ini dengan cepat
mengirim impulsnya ke pusat
kelompok subjek. Pengukuran masing-masing sebesar 18% dan 21%
dilakukan sebelum dan setelah yang didominasi oleh jenis kelamin
perlakuan. Perbedaan kedua hasil perempuan 82%.
pengukuran dianggap sebagai efek
perlakuan (Saryono, 2013). 2. Tekanan darah sistole sebelum dan
Teknik pengambilan sampel yang sesudah diberikan terapi air hangat.
digunakan dalam penelitian ini adalah
simple random sampling, dengan
Tabel 2. Gambaran tekanan
jumlah sampel yang memenuhi
darah sistole sebelum
kriteria, yakni
dan sesudah diberikan
sebanyak 28 responden. Instrument
terapi
yang
air hangat

Tekana Mea Rerata


digunakan adalah n ρ-value
n
Sphygmomanometer, Darah mmH mmHg
g

Sistole

stetoscop, Thermometer dan lembar a. Sebelu


observasi pengukuran tekanan darah. m 170
Data yang telah diperoleh di lapangan 14,643 0,000
terapi
kemudian 155,3
air
dikumpulkan serta di analisa 6
dengan b. Sesuda
h terapi
air
menggunakan uji paired sample t-test, Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan
dengan α: 0,05. Bila P<0,05 maka bahwa terjadi penurunan rerata tekanan
dapat disimpulkan bahwa ada darah sistole dengan rerata penurunan
penurunan tekanan darah pada lansia 14,643 mmHg. Ada beda yang
dengan hipertensi melalui pemberian bermakna antara tekanan darah
terapi air hangat. sebelum dan sesudah diberikan terapi
dengan ρ-value sebesar 0,000 (ρ-value
2. HASIL PENELITIAN < α).
DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden 3. Tekanan darah diastole sebelum
Tabel 1. dan sesudah diberikan terapi air
hangat Tabel 3. Gambaran
Gambaran umum tekanan darah
kerakteristik renponden diastole sebelum dan
sesudah diberikan terapi
air hangat
No Variabel Frekuensi (%)
1 Usia
45-59 tahun 5 18
60-74 tahun 17 61
75-90 tahun 6 21
2 Jenis kelamin Tekan Mea Rerat
Laki-laki 5 18 an n a ρ-value
Perempuan 23 28 Darah mmH mmH
Diasto g g
le

a. Sebelum 90,3
6

Berdasarkan Tabel 4.1 terapi air 5,714 0,000


diketahui b. Sesudah 84,6
4
bahwa dari 28 orang responden, lebih terapi air
dari separuh berada pada kelompok
usia 60-74 tahun (61%), sisanya berada Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
pada kelompok usia <60 tahun dan >74 bahwa terjadi penurunan rerata tekanan
tahun darah diastole dengan rerata penurunan
5,714 mmHg. Ada beda yang arteriosklerosis sehingga
bermakna antara tekanan darah menyebabkan tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan terapi semakin meningkat.
dengan ρ-value sebesar 0,000 (ρ-value Hipertensi lebih banyak terjadi
< α). pada perempuan usia lanjut (82,1%)
Pembah karena berkurangnya hormon
asan estrogen akibat proses menopause.
1. Karakteristik responden Hormon estrogen berfungsi untuk
Usia dan jenis kelamin adalah melindungi pembuluh darah dari
faktor resiko terjadinya hipertensi. kerusakan. Oleh karena itu, jika
Semakin tua golongan usia, kejadian hormon estrogen berkurang maka
hipertensi semakin meningkat. kadar High Density Lipoprotein
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan (HDL) pun akan berkurang sehingga
bahwa mayoritas responden berusia proses arteriosklerosis akan cepat
antara 60- 74 tahun dan lebih terjadi.
banyak terjadi pada perempuan. Staessen (2003) menambahkan
Hasil penelitian ini sejalan bahwa estrogen berperan penting
dengan penelitian National untuk menurunkan tekanan darah
Academy On An Aging Society pada wanita muda. Saat siklus
(2000), Harison et al (2005) dan menstruasi terjadi, tekanan darah
Agnesia (2012) yang menyatakan akan menurun, ini terjadi ketika fase
bahwa semakin tinggi umur luteal akan berubah menjadi fase
seseorang semakin tinggi tekanan folikular. Setelah wanita tidak
darahnya, jadi orang yang lebih tua menstruasi lagi atau post
cenderung mempunyai tekanan menoupause maka tidak akan terjadi
darah yang tinggi dari orang yang perubahan fase menstruasi di atas,
berusia lebih muda. dari fase luteal berubah menjadi fase
Menurut Muhammadun (2010), folikular sehingga tekanan darah
bertambahnya usia menyebabkan tidak menurun dan justru cenderung
elastisitas arteri berkurang sehingga naik.
tidak dapat lentur dan cenderung 2. Tekanan darah sistole sebelum dan
kaku, hal ini menyebabkan volume sesudah diberikan terapi air hangat.
darah yang mengalir sedikit kurang Hasil penelitian menunjukkan
lancar. Untuk mencukupi kebutuhan bahwa sebelum diberikan terapi air
darah di jaringan, maka jantung hangat, rata-rata tekanan darah
harus memompa darah lebih kuat. sistole responden adalah 170 mmHg
Keadaan ini diperburuk dan setelah diberikan terapi sebesar
dengan 155,36
adanya
mmHg dengan selisih nilai rerata vasomotor mengakibatkan
sebesar 14,643 mmHg (Tabel 2). vasodilatasi pada arteriol dan vena
Melihat rerata tekanan darah dan perubahan tekanan darah.
sistole sebelum dan sesudah Dilatasi arteri menurunkan tahanan
diberikan terapi air hangat, perifer dan dilatasi vena
menunjukkan bahwa ada beda yang menyebabkan darah menumpuk
bermakna antara tekanan darah pada vena sehingga mengurangi
sebelum dan sesudah pemberian aliran balik vena, dan dengan
terapi air hangat. Pernyataan demikian menurunkan curah
tersebut diperkuat oleh Cappuccio jantung.
(2004) yang mengatakan bahwa Impuls aferen suatu
penurunan tekanan darah sistole 6,9 baroreseptor yang mencapai
mmHg merupakan batas minimal jantung akan
keberhasilan dari terapi air hangat. merangsang aktivitas saraf
Namun, terdapat penelitian lain parasimpatis dan menghambat
yang menyatakan bahwa penrunan pusat simpatis
tekanan darah sistole hingga 8-10 (kardioaselerator)
mmHg (Neiman, 1998 dalam sehingga menyebabkan
Kelley, 2000). penurunan denyut
Hasil penelitian sejalan dengan jantung dan daya kontraktilitas
teori Guyton dan Hembing (2000) jantung. Pada terapi rendam air
dalam Umah, et al (2012) hangat akan terjadi
menyatakan rendam kaki perubahan pada
menggunakan air hangat akan sistem kardiovaskular yaitu
merangsang saraf yang terdapat peningkatan curah jantung dan
pada kaki untuk merangsang redistribusi darah dari organ yang
baroreseptor, dimana baroreseptor kurang aktif ke organ yang aktif.
merupakan refleks paling utama Peningkatan curah jantung ini
dalam menentukan kontrol regulasi dilakukan dengan meningkatkan isi
pada denyut jantung dan tekanan sekuncup dan denyut jantung, maka
darah. Baroreseptor menerima otot jantung akan mengkonsumsi O2
rangsangan dari peregangan atau yang ditentukan oleh faktor tekanan
tekanan yang berlokasi di arkus dalam jantung selama kontraksi
aorta dan sinus karotikus. sistole. Ketika tekanan
Pada saat tekanan darah arteri meningkat maka
meningkat dan arteri meregang, konsumsi O2 ikut meningkat. Pada
reseptor-reseptor ini dengan cepat saat sebelum dan sesudah diberikan
mengirim impulsnya ke pusat terapi air hangat adanya penurunan
pada darah baik pada tekanan darah
sistole
maupun tekanan darah diastolik.
Peneliti berasumsi bahwa mmHg dengan selisih nilai rerata
pemberian terapi air hangat dapat sebesar 5,714 mmHg (Tabel 3).
menghilangkan stress, kegelisahan, Melihat rerata tekanan darah
depresi, kecemasan serta diastole sebelum dan sesudah
memberikan kebugaran mental dan diberikan terapi air hangat,
emosional serta membuat perasaan menunjukkan bahwa ada beda yang
menjadi rileks, tenang dan nyaman bermakna antara tekanan darah
sehingga terjadi penurunan sebelum dan sesudah pemberian
kecepatan denyut jantung. terapi air hangat. Pernyataan
Air hangat dengan suhu 370- tersebut diperkuat oleh Cappuccio
0
39 C dapat mengendorkan otot yang (2004) yang mengatakan bahwa
kaku, melebarkan pembuluh darah, penurunan tekanan darah diastole
dan meningkatkan permeabilitas 3,5 mmHg merupakan batas
pembuluh darah serta membuat minimal keberhasilan dari terapi air
sirkulasi darah menjadi lancar. hangat. Namun, terdapat penelitian
Keadaan dimana kontraksi ventrikel lain yang menyatakan bahwa
mulai terjadi, sehingga dengan penrunan tekanan darah diastole
adanya pelebaran pembuluh darah, hingga 6-10 mmHg (Neiman, 1998
maka aliran darah menjadi lancar dalam Kelley, 2000).
dan mampu mendorong darah Penelitian ini didukung oleh
masuk kejantung sehingga dapat teori Sutanto (2014) yang
menurunkan tekanan darah sistole. menyatakan bahwa, secara ilmiah
Adanya penurunan tekanan air hangat berdampak fisiologis bagi
darah setelah terapi air hangat dapat tubuh. Pertama, berdampak pada
terjadi karena pembuluh darah pembuluh darah dimana hangatnya
mengalami pelebaran dan relaksasi. air membuat sirkulasi darah menjadi
Terapi rendam air hangat dapat lancar. Kedua, menguatkan otot-otot
melemaskan pembuluh-pembuluh dan ligamen yang mempengaruhi
darah, sehingga tekanan darah sendi-sendi tubuh. Terapi alternatif
menurun. non-farmakologis ini menggunakan
3. Tekanan darah diastole sebelum metode yang lebih mudah dan
dan sesudah diberikan terapi air murah karena menggunakan air
hangat hangat yang bisa dilakukan di
Hasil penelitian menunjukkan rumah.
bahwa sebelum diberikan terapi air Merendam kaki dalam air
hangat, rata-rata tekanan darah hangat yang bertemperatur 37-390C
diastole responden adalah 90,36 bermanfaat dalam menurunkan
mmHg dan setelah diberikan terapi
sebesar 84,64
kontraksi otot sehingga Peneliti berasumsi bahwa efek
menimbulkan perasaan rileks yang air hangat terhadap tubuh dapat
bisa menstabilkan kerja jantung dan mengendorkan otot yang kaku,
melancarkan aliran darah sehingga melebarkan pembuluh darah, dan
dapat menurunkan tekanan darah meningkatkan permeabilitas
(Hamidin, 2010). pembuluh darah, sehingga membuat
Perry & Potter (2006) dalam sirkulasi darah menjadi lancar. Pada
Damayanti (2014) menyatakan tekanan diastole keadaan di dalam
bahwa terapi air hangat merupakan ventrikel turun drastik dan aliran
salah satu jenis terapi alamiah yang darah menjadi lancar dengan adanya
bertujuan untuk meningkatkan pelebaran pembuluh darah dapat
sirkulasi darah, meningkatkan menurunkan tekanan darah diastolik.
relaksasi otot, menyehatkan jantung, Dalam hal ini, terapi air hangat
mengendorkan otot-otot, dapat mengurangi tahanan perifer.
menghilangkan stres, meringankan Penurunan tekanan darah juga dapat
kekakuan otot, nyeri otot, terjadi akibat berkurangnya aktivitas
meringankan rasa sakit, jantung memompa darah.
meningkatkan permeabilitas kapiler, Peningkatan efisiensi kerja jantung
memberikan kehangatan pada tubuh dicerminkan dengan penurunan
sehingga sangat bermanfaat untuk tekanan darah sedangkan penurunan
terapi penurunan tekanan darah pada tahanan perifer dicerminkan dengan
hipertensi. penurunan tekanan diastolik.
Prinsip kerja dari terapi air Secara psikologis raspon tubuh
hangat ini yaitu dengan terhadap air hangat yaitu dimana
menggunakan air hangat yang terjadi perpindahan hangatnya air ke
bersuhu 370-390C secara konduksi tubuh dapat
dimana terjadi perpindahan panas menghilangkan
dari air hangat ke tubuh sehingga stress, kegelisahan,
akan menyebabkan pelebaran dpresi, kecemasan sehingga
pembuluh darah dan dapat membuat perasaan menjadi rileks,
menurunkan ketegangan otot. Terapi tenang dan nyaman.
air hangat ini dilakukan di baskom
yang berisi air hangat dan dilakukan 3. KESIMPULAN
1 kali. Terapi air hangat ini sangat
mudah dilakukan oleh semua orang, 1. Mayoritas responden berada pada
tidak membutuhkan biaya yang kelompok usia 60-74 tahun (61%),
mahal, dan tidak memiliki efek perempuan (82%) dan laki-laki
samping yang berbahaya. (18%).
2. Rata-rata tekanan darah sistole Cider Asa., et al. 2006. Immersion In
sebelum diberikan terapi sebesar Warm Water
170 mmHg dan rata-rata setelah Induces
diberikan terapi sebesar 155.36 Improvement In Cardiac
mmHg dengan nilai selisih rerata Function In Patient With
sebesar 14,643 mmHg. Chronic Heart Failure.
3. Rata-rata tekanan darah diastole Cardiovascular Institute,
sebelum diberikan terapi sebesar Department of
90,36 mmHg dan rata-rata sesudah
diberikan terapi adalah 84,64
mmHg dengan nilai selisih rerata
sebesar 5,714.
4. Ada perbedaan tekanan darah yang
signifikan sebelum dan sesudah
diberikan terapi air hangat pada
penderita hipertensi dengan hasil ρ-
value < 0,05.

4. REFERENSI
Agnesia Nuarima K. 2012. Factor
Resiko Hipertensi Pada
Masyarakat di Desa
Kebongan Kidul Kabupaten
Rembang. Universitas
Diponegoro. Semarang

Amirta Yolanda. 2007. Sehat Murah


Dengan Air. Purwokerto :
Keluarga Dokter

Casey, A & Benson, H. 2006. Panduan


Harvard Medical School
Menurunkan Tekanan Darah.
Alih Bahasa ; Nirmala Devi.
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Cappuccio, F., et al. 2004. Blood


Pressure Control By Home
Monitoring: Meta-Analysis Of
Randomised Trials, Cite this
Article As: BMJ,
doi:10.1136/bmj.38121.68441
0. AE
Cardiology, Sahlgrenska 2012. Buku Ajar Patofisiologi,
University Hospital, Goteborg, Alih Bahasa ; Andri Hartono,
Sweden. The European Jurnal of Renata Komalasari, Anastasia
Heart Failure 8 308-313 Onny Tampubolon, Monica
Ester. Jakarta : EGC
Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku Kusmanto. 2012. Pengaruh Pemberian
Patofisiologi, ed. 3. Alih Bahasa Teknik Meditasi Relaksasi
Terhadap Penurunan Tekanan
; Nike Budi, Egi Komara Yudha, Darah Pada Penderita
et al. Jakarta : EGC Hipertensi di Puskesmas
Damayanti, D, dkk. 2014. Perbedaan
Tekanan Darah Sebelum dan
Sesudah Dilakukan Hidroterapi
Air Hangat Pada Penderita
Hipertensi di Desa Kebondalem
Kecamatan Jambu Kabupaten
Semarang. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngudi Waluyo
Unggaran. Semarang

Harrison,I., Wilson, B.W., & Kasper, M.F.


2005. Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam, edisi 13 volume

3. Jakarta: EGC.
Hidayat. 2007 Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Hamidin, A. S. 2010. Kebaikan Air Putih.

Yogyakarta : Media Pressindo


Junaeidi, E, dkk. 2013. Hipertensi Kandas

Berkat Herbal. Jakarta : Imprint


Agro Media Pustaka

Junaidi Iskandar. 2010. Hipertensi


pengenalan Pencegahan dan
pengobatan. Jakarta : Buana
Ilmu Populer

Kelley, G. A., and Kelley, K. S. (2000).


Progressive resistance exercise
and resting blood pressure: A
meta-analysis of randomized
controlled trials. Hypertension,
35, 838-843.
Kowalak, J. P., Welsh, W and Mayer, B.
Kecamatan Bukateja Kabupaten Kesehatan Revublik Indonesia
Purbalingga. Progaram Studi S1 http://www.litbang.depkes.go.id/
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu sites/download/rkd2013/Laporan
Kesehatan Purwokerto :
Purwokerto _Riskesdas2013.PDF
Saryono dan Anggraeni, M.D. 2013.
National Academy On An Aging Society. Metodologi Penelitian Kualitatif
2000. Hypertension. Chronic And dan Kuantitatif Dalam Bidang
Disabling Conditions, Number 12: Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
http://www.agingsociety.org/agin
Medika
gsociety/pdf/hypertension.pdf
Ngabut Karolus. 2011. Pengantar
Biostatistik Aplikasi Penggunaan
SPSS. Yogyakarta : Gosyen
Publishing

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

2013. Metode Penelitian Ilmu


Keperawatan:
Pendekatan Praktis, Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo. 2010. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta

Muhammadun. 2010. Hidup Bersama


Hipertensi. Yogjakarta: In Books

Ramadi, A. 2012. Pengaruh Pemberian


Seduhan Daun Alpukat (Persea
Gratissima Gaerth) Terrhadap
Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi Laki-Laki Yang
Perokok Dengan Bukan Perokok
Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Pasir Kota Padang.
Fakultas

Keperawatan Universitas
Andalas

Rikesdas. 2013. Badan Penelitian Dan


Pengembangan

Kesehatan Kementrian
Smeltzer, S. C and Bare B. G. 2013. Buku ul
Ajar Keperawatan Medikal- ar_diseases/publications/global_
Bedah Brunner & Suddarth, Vol. b rief_hypertension/en/- 27k
1, ed. 8. Alih Bahasa ; Agung
Waluyo, Monica Ester. Jakarta : Wijaya, A. S dan Putri, Y. M. 2013.
EGC Keperawatan Medikal Bedah

Staessen, V. 2003. Ambulatory Blood Pressure


Monotoring Practical Consideration.
Journal of Hypertension, 8 (4), 103-
107.
Sudoyo,A.W (2006). Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam, Jilid I Edisi:
4. Jakarta : FKUI.

Sutanto Teguh. 2014. 101 Khasiat Terapi


Air Putih. Yogyakarta : Notebook

Svealv Bente. G., et al. 2009. Benefit of


Warm Water Immersion on
Biventricular Function in
Patients With Choronic Heart
Failure. Cardiovascular
Ultrasound Licensee Biomed
Central 7:33 doi:10.1186/1476-

7120-7-33
Umah., et al. 2012. Pengaruh Terapi
Rendam Kaki Air Hangat
Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Pada Penderita
Hipertensi. Program Studi Ilmu
Keperawatan; PSIK UNIGRES

Wahyuni,IS. 2014. Pengaruh Massase


Ekstremitas Dengan Aroma
Terapi Lavender Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi Di Kelurahan
Grendeng Purwokerto. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan Jurusan
Keperawatan: Unsoed

Widyanto, F. C dan Triwibowo, C. 2013.


Trend Disease Trend penyakit
saat ini. Jakarta : Trans Info
Media

WHO. 2013. A Global Brief


On Hypertension.
www.who.int/entity/cardiovasc
(Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta : Nuha
Medika

Zuraidah. Maksuk. Apriliadi, N.


2012. Analisis Faktor
Risiko Penyakit
Hipertensi Pada
Masyarakat di
Kecamatan Kemuning
Kota Palembang. Riset
Pembina Tenaga
Kesehatan.
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan
Palembang Prodi

Keperawatan

Lubuklinggau

Palembang. Palembang

Anda mungkin juga menyukai