Anda di halaman 1dari 38

KARYA TULIS ILMIA AKHIR STUDI KASUS TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN


ASAM URAT PADA NY. E DI KAMPUNG HOLTEKAM

Oleh:

Oleh:

MARIATI ,S. Kep


2019086026052

PROGRAM PENDIDIDKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
Lembar pengesahan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 6
1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................... 8
1.3. Manfaat Penulisan .................................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Lansia ........................................................................................ 10
2.2. Konsep Penyakit asam urat .................................................................... 16
2.2. Peran Perawat ......................................................................................... 31
2.3. Konsep asuhan Keperawatan.................................................................. 35
BAB III METODE STUDI KASUS
3.1. Konsep studi kasus.................................................................................. 40
3.2. rancangan studi kasus ............................................................................. 40
3.3. Tempat Dan Waktu studi kasus.............................................................. 41
3.4. Etika keperawatan................................................................................... 41
3.5. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian............................................................................................... 44
4.2. Diagnosa keperawatan............................................................................. 55
4.3. Intervensi Keperawatan........................................................................... 56
4.4. Implementasi Keperawatan Evaluasi...................................................... 60
4.5. pembahasan ........................................................................................... 64
BAB V PENUTUP
3.1. Kesimpulan.............................................................................................. 67
3.2. Saran ....................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
............................................................................................68
LAMPIRAN ...................................................................................................
......................................................................................................................69

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugerahNya,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ilmiah yang
berjudul : “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.E DENGAN ASAM
URAT DI KAMPUNG HOLTEKAM”
Karya tulis ilmiah ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam untuk
menperoleh gelar Ners (Ns) di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran,
Universitas Cenderawasih.
Dengan terlaksanakannya pembuatan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari
dukungan dan partisipasi berbagai pihak, sehingga pembuatan laporan penelitian ini dapat
berjalan dengan baik dan benar, oleh karena itu tidak lupa peneliti mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan baik isi maupun tata tulisannya, sehingga masih terdapat
kekurangan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh
peneliti. Untuk itu, kritik serta saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dalam
pengembangan penulisan karya tulis ilmiah ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada berbagai pihak
yang telah terlibat dalam memberikan dukungan kepada saya, baik secara materil maupun
moril dalam membantu penyusunan Karya Tulis Ilmia ini. Terlebih khusus ucapan terima
kasih saya sampaikan kepada:
Demikian karya tulis ilmiah ini dibuat. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Jayapura, Desember 2019

Penulis

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap terakhir perkembangan dar kehidupan


manusia (Budi anna Keliat, 1999 dalam Maryam Dkk 2008). Penyakit gout
adalah salah satu tipe penyakit arthtritis radang pada persendian. Penyakit ini
dianggap sebagai penyakit yang banyak diderita oleh orang-orang dengan status
golongan atas, sehingga pada lansia hiperurisemia yag lama dapat merusak sendi,
jaringan lunak dan ginjal. Pada fase lanjut, akan terjadi erosi tulang rawan,
proliferasi sinovia dan pembetkan panus,erosi kistik tulang serta perbahan gout
sekunder. Selanjutnya, terjadi tofus dan fibrosis serta anklikosis pada tlang kaki.
Adanya gout pada sendi kaki menimbulkan respon lokal, sistemik dan psikologik
dan respon inflamasi lokal menyebabkan kompresi saraf sehingga menimbulkan
respon nyeri akut (Carter 1992 ; Selamiharja, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization)
menyatakan penderita sendi di Indonesia mencapai 81% dari populasi, hanya
24% yang pergi ke dokter sedangkan 71% cenderung langsung mengonsusmsi
obat-obatan anti pernyeri yang dijual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia
sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan
negara Asia lannya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan.
Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali
(19,3%) di ikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%).
Hasil survei WHO-ILAR Copcord (World Health Organization-
International League of Associations for Rheumatology Community Oriented
Program for Control of Rheumatic Disease) di pedesaan Sulawesi Utara dan
Manado menemukan hubungan asam urat menahun dengan pola konsumsi dan
gaya hidup, diantaranya konsumsi alkohol dan kebiasaan makan makanan kaya
purin. Selain itu, kebiasaan minum obat jenis diuretika (hidroklorotiazide), yaitu

2
obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi dapat meningkatkan kadar gout
serum (Muniroh et al, 2015).
Faktor-faktor resiko yang diduga mempengaruhi penyakit ini adalah diet,
BB dan gaya hidup. Faktor resiko yang menyebabkan orang terserang penyakit
asam urat adalah usia, asupan senyawa purin berlebihan. Konsusmsi alkohol
belebih, kegemukan, hipertensi dan penyakit jantung, obat-obatan tertentu
(terutama diuretika) dan gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu penyebab
meningkatnya asam Urat. Peningkatan kadar asam urat dalam darah atau
hiperuricemia menurut suatu penelitian juga merupakan salah prediktor kuat
terhadap kematian karena kerusakan kardiovaskuler (Andry. Dkk 2015).
Gejala awal Asam urat hanya menyerang satu sendi dan berlangsung
selama beberapa hari. Gejala yang akan timbul adalah nyeri yang hebat dirasakan
pada malam hari. Gejala lain adalah sendi yang terserang akan membengkak dan
kulit diatasnya akan berwarna merah atau keunguan, kencang, licin, terasa hangat
dan nyeri jika digerakan, serta muncul benjolan pada sendi( tofus). Nyeri ini akan
berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu menghilang
(Untari & Wijayanti, 2017).
Dampak pada lansia hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi,
jaringan lunak dan ginjal. Diperkirakan sekitar 75% penderita gout artritis akan
mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan ganggan pada
persendian. Kelainan pada sendi metatarsofalangeal terjadi akibat ditemukan
penimbunan kristal pada sendi membran sinovia dan tlang rawan artikular. Pada
fase lanjut, akan terjadi erosi tlang rawan, proliferasi sinovia dan pembetkan
panus,erosi kistik tulang serta perbahan gout sekunder. Selanjutnya, terjadi tofus
dan fibrosis serta anklikosis pada tlang kaki. Adanya gout pada sendi kaki
menimbulkan respon lokal, sistemik dan psikologik. Respon inflamasi lokal
menyebabkan kompresi saraf sehingga menimbulkan respon nyeri akut (Hari,
2018)
Terapi herbal dapat dimanfaatkan sebagai solusi selain obat utmuk
menurunkan asam urat berlebih pada tubuh dikarenakan kandungan vitamin,

3
protein, mineral dan karbohidrat. Pada keperawatan komplementer ada terapi
herbal dimana jahe mempunyai banyak manfaat yaitu dapat menurunkan rasa
nyeri. Kompres jahe memiliki kandungan enzim sikoloksigenasi yang dapat
mengurang peradangan pada penderita asam urat, selain itu jahe juga memiliki
efek farmakologis yaitu rasa panas, dimana senyawa dapat meredakan rasa nyeri,
kaku dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembulu darah ( Hari, 2018).
Peran perawat sangat penting ditengah-tengah lansia, dimana perawat
akan memeberikan perawatan secara khusus, memberikan penyuluhan kepada
lansia tentang menjaga kesehatan tubuh dalam aktivitas sehari-hari, serta
memberikan asuhan keperawatan secara tepat kepada klien asam urat dan
memberikan penyuluhan tentang pentingnya hidup sehat, asupan bergizi untuk
proses penyembuhan. Perawat memberikan perawtan yang efektif. Perawat
meggunakan keahlianya dalam berfikr kritis melalui proses keperawatan.
Perawat membuat keputusan ini sendiri atau berkolaborasi dengan klien atau
keluarga. Sebagai caring dan sebagai advokat perawat berfungsi sebagai
penghubung antara klien dan kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien (Stanley, dkk 2007).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 20
November 2020 di Kampung Holtekam ditemukan satu lansia yang memiliki peningkatan
Asam Urat berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan alat test asam urat. Hal inilah
yang menarik peneliti untuk melakukan studi kasus tentang Asam Urat pada lansia di
Kampung Holtekam.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan tindakan asuhan keperawatan kepada mandiri
kepada Ny.E
1.2.2 Tujuan Khusus
a) mampu melakukan pengkajian terhadap lansia dengan asam urat atau
gout pada Ny.E

4
b) mampu menegakan diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas
masalah.
c) Mampu melakukan rencana tindakan dan rasional dalam praktek nyata
sesuai dengan masalah yang diprioritaskan
d) Mampu melakukan implementasi dalam praktek nyata sesuai dengan
masalah yang telah diprioritaskan
e) Mampu menilai dan mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah
dilaksanakan pada Ny. E dengan masalah asam urat
f) Mampu mendokumentasi rencana tindakan asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan
g) Mampu membahas kesenjangan yang terjadi antara teori yang
diperoleh dengan studi kasus/penerapan dilapangan

1.3 Manfaat Penelitian


a. Bagi Lahan praktek
Sebagai bahan masukan bagi Lahan praktek untuk lebih memperhatikan
tentang asuhan keperawata pada lansia Ny.E dengan asam urat
b. Bagi keperawatan
Hasil studi kasus ini diharapkan untuk mahasiswa keperawatan agar
lebih memahami lagi tentang asam urat dan melakukan tindakan keperawatan
pada tiap lansia.
c. Bagi lansia

Memberikan kesempatan bagi lansia untuk menerapkan dan


meningkatkan wawasan lansia melalui tindakan asuhan keperawatan yang di
berikan dan melalui penyuluhan kesehatan tentang asam urat pada lansia.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Lanjut Usia


2.1.1. Definisi
Menurut Hidayat, usia lanjut adalah hal yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Supraba, 2015). Menurut Hawari (2016) Usia lanjut
merupakan seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik
secara fisik masih berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal tidak mampu
lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat usia lanjut sering didefinisikan
mereka yang telah menjalani siklus kehidupan diatas usia 60 tahun (dalam Juwita,
2013). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian
(Setiati, Harimurti, & R, 2009).
Lansia atau usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia
dan hal tersebut merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan
dan akan dialami oleh setiap individu (Prasetya, 2010). Tahap usia lanjut menurut teori
Erik Erikson tahun 1963 merupakan tahap integrity versus despair, yakni individu
yang sukses dalam melampauin tahap ini akan dapat mencapai integritas diri
(integrity), lanjut usia menerima berbagai perubahan yang terjadi dengan tulus, mampu
beradaptasi dengan keterbatasan yang dimilikinya, bertambah bijak menyikapi proses
kehidupan yang dialaminya. Sebaliknya mereka yang gagal maka akan melewati tahap
ini dengan keputusasaan (despair), lanjut usia mengalami kondisi penuh stres, rasa
penolakan, marah dan putus asa terhadap kenyataan yang dihadapinya (Setiati et al.,
2009). Sehingga perubahan yang terjadi pada lansia sangat penting untuk diperhatikan
dalam kondisi yang sehat ataupun sakit dan dapat memenuhi setiap kebutuhan yang
dibutuhkan oleh lansia.

6
2.1.2. Batasan Usia
a. menurut organisasi kesehatan dunia(WHO), ada empat tahap yaitu:
1) usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia( elderly) usia 60-70 tahun
3) Lanjut usia tua ( old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia>90 tahun
b. menurut Hurlock :
1) earlyold age (usia 60-70 tahun)
2) advanced old age (usia > 70 tahun)
Di Indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas, terdapat dalam UU
no 13 tahun 1998 tentang kesejatraan lanjut usia. Menurut UU tersebut dia atas
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun
wanita (Padila, 2013)
2.1.3. Teori Mengenai Proses Menua
Berbagai penelitian eksperimental dibidang gerontologi dasar selama 20 tahun
terakhir ini berhasil memunculkan teori baru mengenai proses menua. Beberapa teori
tentang penuaan yang dapat diterima saat ini, antara lain :
a. Teori radikal bebas

Teori radikal bebas pertama kali diperkenalkan oleh Denham Harman


pada tahun 1956, yang menyatakan bahwa proses menua adalah proses yang
normal, merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas (Setiati et al.,
2009). Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron tidak
berpasangan. Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal
bebas akan mencari pasangan elektron lain dengan bereaksi dengan substansi
lain terutama protein dan lemak tidak jenuh. Sebagai contoh, karena membran
sel mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan radikal bebas
sehingga membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan pada struktur
membran tersebut membran sel menjadi lebih permeabel terhadap beberapa
substansi dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara

7
bebas. Struktur didalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti
oleh membran yang mengandung lemak, sehingga mudah diganggu oleh radikal
bebas (Setiati et al., 2009). Sebenarnya tubuh diberi kekuatan untuk melawan
radikal bebas berupa antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri, namun
antioksidan tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal
bebas tersebut (Setiati et al., 2009).
b. Teori imunologis
Menurut Potter dan Perry (2006) dalam (Marta, 2012) penurunan atau
perubahan dalam keefektifan sistem imun berperan dalam penuaan. Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein
asing sehingga sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri
pada kecepatan yang meningkat secara bertahap. Disfungsi sistem imun ini
menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes,
dan penyakit kardiovaskular, serta infeksi. dengan substansi lain terutama
protein dan lemak tidak jenuh. Sebagai contoh, karena membran sel
mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga
membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan pada struktur membran
tersebut membran sel menjadi lebih permeabel terhadap beberapa substansi dan
memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas. Struktur
didalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti oleh membran
yang mengandung lemak, sehingga mudah diganggu oleh radikal bebas (Setiati
et al., 2009). Sebenarnya tubuh diberi kekuatan untuk melawan radikal bebas
berupa antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri, namun antioksidan
tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas
tersebut (Setiati et al., 2009).
c. Teori DNA
repair Teori ini dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka menunjukkan
bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan (repair) kerusakan DNA yang
diinduksi oleh sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas yang dikultur.
Fibroblas pada spesies yang mempunyai umur maksimum terpanjang

8
menunjukkan laju DNA repair terbesar dan korelasi ini dapat ditunjukkan pada
berbagai mamalia dan primata (Setiati et al., 2009).
d. Teori genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama di pengaruhi oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.
Menurut teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan
yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan
kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya
(Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).
e. Teori wear-and-tear
Teori wear-and- tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi
sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga
mendorong malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh
akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Sebagai contoh adalah
radikal bebas, radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim
pelindung pada kondisi normal (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).
2.1.4 Perubahan Pada Lanjut Usia
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari
kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Lansia mengalami perubahan-
perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran,
sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem
respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem
muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-perubahan mental menyangkut
perubahan ingatan atau memori (Setiati et al., 2009).
a. Perubahan pada Sistem Sensoris
Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat
keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang
dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori
(Maramis, 2009)

9
b. Perubahan pada Sistem Integumen
Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-
tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki.
Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal
pada sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan
sinar matahari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit
kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik,
mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena
kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar
sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan
tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang
6,3% berat badan per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade.
Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade (Setiati et al., 2009).
c. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan
metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan
pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen
pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi
lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan
maupun spontan (Setiati et al., 2009).
d. Perubahan pada Sistem Neurologis
Berat otak menurun 10–20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran,
kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai
menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal.
Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak
mengandung 100 juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. Pada penuaan otak kehilangan
100.000 neuron per tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan
kecepatan 200 mil per jam.

10
Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antara usia 30-70
tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul
membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi
dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear)
yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria
(Timiras & Maletta, 2007).
e. Perubahan Psikologis
perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memori, frustasi,kesepian,
takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,
depresi, dan kecemasan ( Maryam dkk, 2018)
f. Perubahan Sosial
1) peran :post power syndrom, single woman, dan single parent.
2) keluarga : kesendiri, kehampaan
3) teman : ketika lansia meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal
4) abuse : kekerasan bentuk non verbal
5) masalah hukum : berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi
yang dikumpulkan sejak masih muda
6) pensiun : kalau PNS akan ada tabungan.
7) ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia
8) rekreasi : untuk ketenangan batin
9) keamanan : jatuh dan terpeleset
10) politik : kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam
sistem politik
11) agama: melakukan ibadah
12) panti jompo : merasa di buang atau di asingkan.
2.5. Masalah-masalah Pada Lanjut Usia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan
semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di
bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-

11
peranan sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang
memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran
fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat
mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2007).
Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai
kemanpuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah bagaiman
memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam situasi
keterbatasan kesempatan kerja. Masalah – masalah pada lanjut usia di kategorikan
ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan,
gangguan mental, dan inkontinensia. Imobilisasi dapat disebabkan karena alasan
psikologis dan fisik. Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi, dan
kebingungan. Setelah faktor psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder
(Watson, 2003).
Faktor fisik yang menyebabkan imobilisasi mencakup fraktur ekstremitas,
nyeri pada pergerakan artrithis, paralis dan penyakit serebrovaskular, penyakit
kardiovaskular yang menimbulkan kelelahan yang ekstrim selama latihan, sehingga
terjadi ketidakseimbangan. Selain itu penyakit seperti parkinson dengan gejala
tomor dan ketidakmampuan untuk berjalan merupakan penyebab imobilisasi.
Masalah yang nyata dari ketidakstabilan adalah jatuh karena kejadian ini sering
dialami oleh lanjut usia dimana wanita yang jatuh, dua kali lebih sering dibanding
pria (Watson, 2003).
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorangmendadak terbaring dan terduduk
di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau
luka yang akibat jatuh dapat menyebabkan imobilisasi (Reuben, 1996 dalam
Darmojo, 2000).

12
Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan
penyakit – penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah
turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan
tetapi karena penyakit. Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena
menderita gangguan mental. Konfusi (kebingungan) adalah masalah utama yang
memfunyai konsekuensi untuk semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang
mengalami konfusi tidak akan mampu untuk makan, tidak mampumengontrol diri,
bahkan menunjukkan perilaku yang agresif sehingga lanjut usia memerlukan
perawatan lanjutan untuk mengatasi ketidakmampuan dan keamanan lingkungan
tempat tinggal lanjut usia secara umum. Bantuan yang di berikan adalah melalui
petugas panti dan dukungan keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat
pada lanjut usia yang kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini
berhubungan dengan faktor akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah di
jelaskan diatas adalah efek dari imobilisasi (Darmojo, 2000).
Inkontinensia lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki.
Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemas, menjadi
penyebab inkontinensia. Pada laki-laki, penyebab umumnya adalah pembesaran
kelenjar prostat dan diperlukan prosedur bedah untuk menangani kondisi tersebut
(Watson, 2003).

2.2 KONSEP PENYAKIT ASAM URAT

2.2.1 Definisi asam Urat

Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil
akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh.   Secara alamiah,
purin terdapat dalam tubuh kita dan  dijumpai pada semua makanan dari sel hidup,
yakni  makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) atau pun hewan
(daging, jeroan, ikan  sarden). (indriawan,2009).

13
Gout adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk akhir dari
metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara alamiah purin
terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada makanan dari sel hidup, yaitu makanan dari
tanaman (sayur, buah dan kacang-kacangan) maupundari hewan (daging, jeroan,
ikan sarden) setiap orang memiliki asam urat dalam tubuh, karen ap[ada setiap
metabolisme normal dihasilkan asam urat (Dhalimarta S, 2015)
Asam urat adalah salah satu penyakit yang disebakan oleh metabolisme
abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah.
Peradangan sendi pada gout bersifat menahun dan umumnya setelah terjadi
serangan gout berulang, sendi yang terserang bisa menjadi bengkok atau cacat.
Hampir 20% penderita gout juga mengidap batu ginjal (Junaidi, 2015)

2.2.2 Penyebab Asam Urat

Menurut Malya (2015), faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan


gout adalah faktor yang menyebabkan terjadinya hiperurisemia diantaranya adalah :

1. Gangguan konsentrasi pembentukkan asam urat yang berlebih :


 Asam urat primer : Akibat pembentukkan langsung gout yang berlebih.
 Asam urat sekunder : Ekskresi gout berkurang akibat proses penyakit atau
pemakaian obat-obatan.
2. Menurut Carter (dalam Arina Malya, 2015) penyebab dari asam urat:
 Diet tinggi purin
 Konsumsi minuman beralkohol
 Pengaruh obat-obatan terhadap kadar gout dengan efek yang
ditimbulkannya dapat menghambat ekskresi asam urat dalam ginjal (seperti:
aspirin, diuretik).
 Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme
asam urat abnormal dan kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan
ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.Beberapa factor lain yang

14
mendukung, seperti: Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin
yang menyebabkan asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat,
atau keduanya.
2.2.3 Ciri-Ciri Asam Urat
Berdasarkan subkomite The American Rheumatism Association yang
menetapkan kriteria diagnostik untuk asam urat adalah :
a. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
b. Thopus terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi
dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
c. Lebih dari sekali mengalami serangan artthritis akut.
d. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
e. Oligorthritis (jumlah sendi yang meradang kurang dari
f. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
g. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
h. Serangan unilateral (satu sisi) pada sendi metatarsophalangeal pertama.
i. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
j. Thopus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago
artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
k. Hiperuricemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dL).
l. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
m. Serangan arthritis akut berhenti secara menyeluruh.
n. Ketika terjadi serangan arthritis akut, penderita diberikan terapi untuk
mengurangi peradangannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
obat analgesikatau NSAID, kortikosteroid, tirah baring, atau dengan
pemberian kolkisin.
o. Setelah serangan akut berakhir, terapi ditujukan untuk menurunkan kadar
asam urat dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kolkisin
atau obat yang memacu pembuangan asam urat lewat ginjal (misal

15
probenesid) atau obat yang menghambat pembentukan asam urat (misal
allopurinol).
2.2.4 Gejala Klinis Asam Urat

Pada umumnya lokasi munculnya serangan rasa nyeri, bengkak, merah,


panas bila diraba, dan terganggunya fungsi sendi hanya pada satu tempat, yakni
pada pangkal ibu jari kaki (70-80%). Meskipun demikian serangan ini bisa juga
terjadi pada persendian lain seperti pergelangan kaki, punggung kaki, lutut, siku,
pergelangan tangan, tangan atau jari tangan. Pada tahap yang lebih parah
(timbunan kristal urat atau tophi semakin banyak) selain bisa menyebabkan
hancurnya struktur sendi juga bisa merusak struktur jaringan di bawah kulit. Tophi
tampak seperti benjolan kecil berwarna pucat yang muncul pada daun telinga,
bagian punggung lengan, bagian samping mangkok sendi lutut, dan pada tendon
achilles. Bila kadar asam urat darah tidak terkontrol, tophi bisa makin membesar
dan menyebabkan kerusakan sendi serta koreng. Koreng yang muncul bisa
mengeluarkan cairan kental sperti kapur yang mengandung kristal MSU
(monosodium urat monohidrat)..

2.2.5 Macam-Macam Pemeriksaan Asam Urat


 Pemeriksaan Holistik
Pemeriksaan holistik adalah pemeriksaan yang menyeluruh dimana
pemeriksaan dilakukan dari kapan terjadinya nyeri, bagaimanam dapat
terjadinya nyeri. Setelah itu dilihat riwayat kesehatan, baru di tegakkan
diagnosis (Pusdiknas, 1980).
 Pemeriksaan Enzimatis
Pemeriksaan enzimatis adalah pemeriksaan asam urat dengan prinsip
uric – acid yang bereaksi dengan urease membentuk reaksi H2O2 dibawah
katalisis peroksiadase dengan 3,5 didorohydroksi bensensulforic acid dan 4
aminophenazone memberikan reaksi warna violet dengan indikator Quinollmine
(Bishop L. Michael).

16
2.2.6 Pengobatan Dan Pencegahan Asam Urat
1. Pencegahan Asam urat
Ada berbagai langkah upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah asam
urat yaitu :
a)      Mengatur pola hidup dengan baik dan teratur.
b)      Menggurangi kebiasaan buruk yaitu bagi perokok aktif.
c)      Menghindari konsumsi yang mengandung lemak jenuh.
d)     Jangan mandi pada malam hari.
e)      Berolahraga yang rutin minimal 2-3 kali dalam seminggu.

Pencegahan lain yaitu tidak memakan makanan yang terdapat ditabel ini karena
makanan yang ada di dalam tabel mengandung asam urat .
KADAR PURIN
N
NAMA MAKANAN PER 100 GRAM SARAN
O
BM
1. Hati, ginjal, jantung, limpa, paru- 150 -18 mg purin tidak boleh
paru, otak, sarden, kaldu daging, disantap
2. Daging, ikan, kerang, kacang- 50 - 150 mg purin harus
kacangan, buncis, kembang kol, dibatasi
bayam, asparagus, Melinjo /emping,
daun melinjo, dan jamur
3. Sayuran, buah-buahan, susu atau 0 - 15 mg purin Sangat
keju, telur, dan serealia disarankan

2.2.7 Pengobatan Asam urat


Pengobatan asam urat ada 2 yaitu :
a. Pengobatan medis
Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan asam urat yaitu :
o Allopurinol mengontrol tingkat asam urat dan mencegah serangan
o Prednisone
o Nonsteroid, obat obatan anti inflamasi dan nyeri

17
o Indomentacin
b. pengoabatan mandiri keperawatan
o Sendi diistirahatkan ( imobilisasi pasien)
o Kompres dingin
o Diet renda purin

2.2.8 Patofisiologis Asam Urat


Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung asam urat tinggi dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adekuat
akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(hiperuricemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam
tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon
inflamasi. Hiperuricemia merupakan hasil :
 Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purin abnormal.
 Menurunnya ekskresi asam urat.
 Kombinasi keduanya.
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain,
maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam
urat yang berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif diseluruh tubuh,
penumpukkan ini disebut tofi. Adanya kristal memicu respon inflamasi akut dan
netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan infalamasi. Pada penyakit asam urat akut tidak ada gejala gejala
yang timbul.
Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini
sangat nyeri yang menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas,
merah. Tulang sendi metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama
terinflamasi, kemudia kaki, tumit lutut, dan tulang sendi pinggang. Banyak faktor
yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah
diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme

18
serangan gout akan berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan, sebagai
berikut :
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN).)

Menurut Michael A. Charter gout memiliki 4 tahapan klinis :


a. Stadium I : Kadar gout darah meningkat tapi tidsk menunjukkan gejala atau
keluhan (hiperurisemia asimtomatik).
b. Stadium II : Terjadi pembekakan dan nyeri pada sendi kaki, sendi jari tangan,
pergelangan tangan dan siku (acut arthtritis gout).
c. Stadium III : Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam
waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati (intercritical stadium).
d. Stadium IV : Timbunan gout terus meluas selama beberapa tahun jika tidak
dilakukan pengobatan hal ini dapat menyebabkan nyeri, sakit, kaku serta
pembengkakan sendi nodular yang besar (cronic gout).

19
2.2.8. Patway

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan Asam urat dalam serum


sel

Katabolisme purin Asam urat dalam sel Tidak disekresi melalui


keluar urin

Asam urat dalam serum Kemampuan ekskresi Penyakit ginjal


meningkat asam urat (glomerulonefritis dan
(hiperurisemia) terganggu/menurun gagal ginjal)

Hipersaturasi asam urat Peningkatan asam laktat


dalam plasma dan garam sebagai produk Konsumsi alkohol
urat di cairan tubuh sampingan metabolisme

Terbentuk kristal Dibungkus oleh berbagai Merangsang neutrofil


monosodium urat (MSU) protein (termasuk IgG) (leukosit PMN)

Di ginjal Di jaringan lunak dan Terjadi fagositosis Kristal


persendian oleh leukosit

Penumpukan dan
pengendapan MSU Penumpukan dan Terbentuk fagolisosom
pengendapan MSU

Pembentukan batu ginjal Pembentukan tophus Merusak selaput protein


asam urat kristal

Proteinuria, hipertensi Respon inflamasi Terjadi ikatan hydrogen


ringan, asam urat & pekat meningkat antara permukaan Kristal
dengan membran lisosom
Resiko
ketidakseimbangan Membrane lisosom
volume cairan robek, terjadi pelepasan
enzim dan oksida radikal
kesitoplasma (synovial)
Hipertermi Pembesaran dan
penonjolan sendi
Peningkatan kerusakan
Nyeri hebat Deformitas sendi jaringan
Gangguan rasa nyaman
Gangguan pola tidur
Kontraktur sendi Kekakuan sendi
Kerusakan integritas
jaringan
Fibrosisi dan
20 / atau Hambatan mobilitas
ankilosis tulang fisik
2.2.9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
 Didapatkan kadar asam urat tinggi dalam darah yaitu >6 mg%.Normalnya pada
pria 8 mg% dan pada wanita 5 mg%
 Pemeriksaan caian tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa yaitu cairan
berwarna putih seperti susu dan sangat kental
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan urea dan kreatinin
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang serig terjadi akibat gout arthtritis antara lain :
 Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis
dan tofi yang menyebabkan degenarasi sendi
 Hipertensi dan albuminuria
 Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik

2.3 Peran Perawat dalam Ranah Keperawatan Gerontik

a. Perawat sebagai Direct Care Giver


Peran perawat dalam hal ini memberikan perawatan langsung kepada lansia
diberbagai situasi kondisi. Umumnya, lansia sering menunjukkan gejala khas
namun terasa sulit dimengerti ucapannya yang menjadi tantangan bagi perawat
dalam menentukan diagnosis dan penangan yang tepat. Oleh karenanya, perawat
sebagai penyedia perawatan harus mengatahui segala proses penyakit dan gejala
yang biasa terlihat pada lansia mencakup pengetahuan tentang faktor risiko, tanda
dan gejala, penangan medis yang biasa dilakukan, rehabilitasi, serta perawatan yang
dibutuhkan pada akhir usia (Hindle & Coates, 2011).

b. Perawat sebagai Advokator


Perawat dalam hal ini bertindak memihak atau memastikan lansia untuk
mendapatkan haknya, pelayanan yang layak, memperkuat otonomi klien dalam

21
pengambilan keputusan, dan mendidik orang lain mengenai stereotip negative dari
penuaan (Miller, 2012). Contoh kecilnya seperti menjelaskan prosedur medis atau
perawatan kepada anggota keluarga pada tingkat unit. Selain itu, perawat juga dapat
membantu anggota keluarga untuk memilih panti werdha terbaik bagi anggota
keluarga yang dicintainya atau mendukung anggota keluarga yang berada dalam
peran pengasuhan. Hal yang perlu diingat, apapun situasinya peran advokator tidak
berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi memberdayakan mereka untuk tetap
independen dan bermartabat bahkan dalam situasi sulit sekalipun (Stanley & Beare,
2006).

c. Perawat sebagai Edukator


Perawat yang berperan sebagai edukator memiliki kewajiban untuk memberi
informasi mengenai status kesehatan klien kepada klien serta keluarga klien dan
membantu klien mencapai perawatan diri sesuai kemampuannya (Potter, Perry,
Stockert & Hall, 2013). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan prinsip,
prosedur, dan teknik dalam pemeliharaan kesehatan kepada lansia. Menurut
Tabloski (2014), perawat dapat melakukan edukasi mengenai beberapa hal kepada
lansia seperti deteksi penyakit, memberikan edukasi tentang penuaan yang sehat,
pengobatan terhadap penyakit, dan rehabilitasi kepada lansia serta keluarganya.
Selain itu, perawat edukator dapat juga berpartisipasi dalam ranah pendidikan
hingga memberikan pelatihan untuk perawat.
Memberikan edukasi kepada lansia menjadi tantangan tersendiri bagi
perawat. Hal ini dikarenakan lansia mengalami cognitive aging yang mempengaruhi
proses belajar (Miller, 2012). Sehingga, perawat perlu menyesuaikan metode dan
bahan edukasi agar edukasi yang diberikan dapat dimengerti dengan baik oleh
lansia. Apabila lansia tidak dapat di berikan edukasi, maka edukasi diberikan
kepada keluarganya. Namun, jika lansia masih memiliki kognitif yang baik, terdapat
lima hal yang perlu dilakukan agar edukasi yang diberikan dapat dipahami dengan
baik menurut Miller (2012), antara lain:

22
 Memberikan waktu yang cukup untuk lansia menyerap informasi, artinya
pemberian informasi dilakukan dengan tidak terburu-buru
 Memberikan sejumlah kecil informasi dalam beberapa sesi, artinya tidak
diberikan banyak informasi pada satu pertemuan
 Membuat rujukan kepada perawat untuk melakukan perawatan di rumah
dengan salah satunya follow up pengajaran yang diberikan
 Membuat lingkungan pembelajaran nyaman dengan menghilangkan
berbagai hal yang dapat menjadi distraksi.
 Mengaitkan informasi yang diberikan dengan pengalaman masa lalu klien
agar mudah diserap klien.

d. Perawat sebagai Manajer


Perawat sebagai manajer bertanggung jawab dalam memberikan lingkungan
yang positif serta profesional di rumah sakit atau komunitas agar terwujudnya
pelayanan yang berkualitas. Selain itu, perawat sebagai manajer juga harus mampu
memimpin dan mengelola tim klinis yang dibentuk. Mauk (2014), mengemukakan
bahwa perawat manajer dalam keperawatan gerontik perlu memiliki kemampuan
dalam beberapa hal antara lain:
 Membangun dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan anggota tim
keperawatan gerontik. Dalam hal ini, seorang perawat gerontik harus
memiliki standar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia.
Standar tersebut antara lain, pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga
kesehatan lansia, mencegah penyakit, mengelola penyakit kronis yang
kompleks, penurunan fungsi fisik dan mental, hingga perawatan paliatif
(ANA, 2010 dalam Touhy & Jett, 2014). Sehingga, manajer perlu
memfasilitasi pelatihan atau workshop agar kemamuan anggota tim dapat
meningkat
 Menentukan prioritas dan tujuan yang realistis, dapat terukur serta memiliki
batasan waktu

23
 Membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah baik masalah internal
antar anggota tim dan masalah klien.
 Mendelegasikan tugas kepada seseorang yang dianggap dapat menjalankan
tugas dengan baik.
 Mampu memberikan dorongan, arahan yang jelas, dan harapan terhadap
stafnya.

e. Perawat sebagai Praktisi Independen


Praktisi independen artinya perawat melakukan praktik keperawatan secara
mandiri. Menurut Tabloski (2014), parameter praktik keperawatan dapat berbeda di
setiap negara namun perawat harus memiliki kode etik profesi dan standar praktik
keperawatan yang berlaku untuk menunjukkan kompetensi perawat. Menurut
Undang-Undang No. 38 tahun 2014, untuk membuka praktik keperawatan mandiri,
perawat harus memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yang berlaku selama STR
masih berlaku. Contoh praktik mandiri dalam keperawatan gerontik ialah membuka
praktik perawatan luka, menerima kontrol perawatan untuk lansia, dan lain-lain.

f. Perawat sebagai Konselor


Perawat gerontik sebagai konselor bertugas membantu pasien
mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah kesehatan dan memilik tindakan-
tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut [ CITATION Pot13 \l
1033 ]. Contoh peran ini, yaitu perawat membantu mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan lansia melalui konsultasi kesehatan
berkelanjutan, membantu keluarga pasien memutuskan apakah perlu lansia
dimasukkan ke panti, memberikan arahan terkait biaya perawatan lansia yang sesuai
dengan kebutuhan dan lain-lain. Seperti halnya pada peran sebagai advokator,
seorang perawat konselor tidak membuat keputusan untuk klien namun membiarkan
klien memilih keputusan terbaiknya.

24
g. Perawat sebagai Kolabolator
Kolaborasi atau bekerja dalam upaya gabungan dengan semua pihak yang
terlibat dalam perawatan perlu mengembangkan rencana yang dapat diterima
bersama demi tercapainya tujuan bersama [ CITATION Pot13 \l 1033 ]. Contoh
peran ini, seperti praktisi perawat berada pada tim perawatan berbasis rumah yang
berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan layanan perawatan primer kepada
pasien lansia yang berisiko tinggi [ CITATION Tou14 \l 1033 ].

h. Perawat sebagai Peneliti


Perawat peneliti adalah pemimpin dalam memperluas pengetahuan dalam
bidang keperawatan dan disiplin perawatan kesehatan lainnya. Tugas mereka adalah
memberikan bukti praktik untuk memastikan perawat memiliki bukti terbaik untuk
mendukung praktik mereka. Selain itu perawat peneliti juga menyelidiki masalah
untuk memperluas asuhan keperawatan, mengurangi atau memperluas cakupan
praktik keperawatan [ CITATION Pot13 \l 1033 ]. Contoh peran ini, yaitu perawat
mengembangkan penelitian mengenai metode perawatan yang cocok untuk pasien
lansia dengan penyakit kronik tertentu, membantu mengembangkan teori
keperawatan modern yang sesuai dengan kondisi saat ini, dan lain-lain

25
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan fokus lansia dengan asam urat
1) Pengkajian Umum

Anamnesa

o Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin. wanita mengalami peningkatan resiko gout
artritis setelah monopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45
tahun dengan penuruan level estrogen karena estrogen memiliki efek
urikosurik, hal ini menyebabkan gout artritis jarang pada wanita muda,
alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,golongan darah,
diagnosa medis( Widyanto, 2014 dalam Hari 2018)
o Keluhan utama
Umumnya pada kasus gout adalah nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu
jari kaki kemudian serangan bersifat poli artikular. Gout biasanya mengenai
satu atau beberapa sendi. Untuk memeperoleh pengkajian yang lengkap
tentnag nyeri klien, perawat dapat menggunkana metode PQRST0
o Riwayat penyakit sekarang pengumpulan data dilakukan sejak munculnya
keluhan dan secara umum mencangkup awitan gejala dan bagaimana gejala
tersebut berkembang. Penting dinyatakan bebrapa lama peakaian obat
analgesik
o Riwayat penyakit keluarga kaji adakah keluarga dari generasi terdahulu
yang mempunyai keluhan sama dengan klien karena klien gout dipengaruhi
oleh faktor genetik.
o Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu dengan rentang variabel tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan
mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktauan akan program
pengobatan penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi
o Pola nutrisi: Menggambarkan masukan nutrisi, nafsu makan, pola makan,
kesulitan menelan dan mual muntah.

26
o Pola eliminasi : Menjelaskan pola fungsi ekskresi,defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi.
o Personal Hygine : Berbagai kesulitan melaksanakan aktivitas pribadi,
ketergantungan.
o Neurosensori: Kebas / kesemutan tangan dan kaki, hilang sensasi jari
tangan, pembengkakan pada sendi.
2) Pengkajian Khusus
a) Indeks Katz
o Mandi
o Berpkaian
o Ke kamar kecil
o Berpindah
o Kontinen
o Makan
b) Barthel Indeks /Indeks barthel (IB), salah satu ala pengukuran kemandirian
lansia yang umum digunakan adalah menurut IB yang mengukur kemandirian
fungsional dalam hal perawatan dan mobilitas
c) Pengkajian Fungsi sosial (APGAR)
d) Mini Mental State Examinitation (MMSE)
o Orientasi
o Registrasi
o Atensi dan kalkulasi
o Recall
o Bahasa
e) Geriactric depression scale
3) Pemeriksaan diagnostik
Gambaran radiologi pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti dan
mungkin terllihat osteoporosis yang ringan( Mutaqin, 2008 dalam Hari 2018)

4) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d penurunan fungsi tulang

27
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidakmauan untuk melakukan pergerakan
c. Kurang pengetahuan tentang pengobatan dan perawatan dirumah
(Sarif, 2012)
5) Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Nyeri Akut  Pain level Paint Manajement
 Pain control - Lakukan pengkajian

 Comfort level nyeri secara

Kriteria hasil : komprehensif termasuk

 Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,

nyeri( tahu penyebab nyeri, durasi, frekuensi, kualitas

mampu menggunakan dan faktor presipitasi

teknik non farmakologi - Observasi reaksi

untuk mengurangi nyeri,, nonverbal dari

mencari bantuan) ketidaknyamanan

 Melaporkan bahwa nyeri - Gunakan teknik

berkurang dengan komunikasi terapeutik

menggunakan manajemen untuk mengetahui

nyeri pengelaman nyeri pasien


- Kaji kultur yang
 Mampu mengenali nyeri
mempengaruhi respon
( skala, intensitas, frekuensi
nyeri
dan tanda nyeri)
- Evaluasi pengalaman
 Menyatakan rasa nyeaman
nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang
- Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
- Kurangi faktor persipitasi
nyeri
- Lakukan penanganan

28
nyeri
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
- Tingkatkan istirahat
Mobilitas Fisik Pergerakan Terapi aktivitas
a. gerakan otot(1-5) a. dorong aktifitas kreatif
1. sangat terganggu yang tepat
2. banyak terganggu b. bantu klien
3. cukup terganggu mengidentifikasi
4. sedikit terganggu aktifitas yang
5. tidak terganggu diinginkan
b. gerakan sendi(1-5) bantu klien dan
1. sangat terganggu
2. banyak terganggu
3. cukup terganggu
4. sedikit terganggu
5. tidak terganggu
c. berjalan (1-5)
1. sangat terganggu
2. banyak terganggu
3. cukup terganggu
4. sedikit terganggu
5. tidak terganggu
Defisiensi  knowledge : disasae Teching disease process
Pengetahuan process - berikan penilaian tentang
 knowledge :healt behavior tingkat pengetahuan pasien
kriteria hasil tentang proses penyakit
 pasien dan keluarga - jelaskan patofisiologi dari
menyatakan pemahaman penyakit dan bagaimana hal
tentang penyakit, ini berhubungan dengan

29
kondisi, prognosis, dan anatomi dan fisiologi
program pengobatan dengan cara yang tepat
 pasien mampu - gambarkan tanda dan gejala
melaksanakan prosedur yang biasa muncul pada
yang dijelaskan secara peyakit, dengan cara yang
benar tepat
 pasien mampu - identifikasi kemungkinan
menjelaskan kembali apa penyebab, dengan cara yang
yang dijelaskan tepat
perawat/tim kesehatan - sediakan informasi pada
lainnya pasien tentang kondisi
dengan cara yang tepat
- diskusikan pilihan terapi
atau penanganan

6) Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan lansia dengan
asam urat, yaitu :
a) Nyeri akut
o Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
o Gali bersama pasien faktor yang dapat menurunkan atau mempererat
nyeri
o Ajarkan metode nonfarmakologi untuk menurunkan nyeri
o Gunakan metode penilaian yang sesuai dengan tahapan perkembangan
untuk memonitor perubahan nyeri
b) hambatan mobilitas fisik
o dorong aktifitas kreatif yang tepat
o bantu klien mengidentifikasi aktifitas yang diinginkan
o bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam
aktifitas tertentu
c) defisiensi pengetahuan
o Kaji tingkat pengatahuan pasien terkait dengan proses penyakit

30
o Jelaskan patofisiologi penyakit
o Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
7) Melaksanakan Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan gerontik dengan
asam urat adalah :
o Lansia dapat mengatasi nyeri akut yang terjadi
o Hambatan mobilitas fisik pada Ny.A dapat teratasi
o Lansia dapat mengatahui secara umum mengenai penyakit gout arthritis
(asam urat)

31
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Konsep Penelitian

Data Primer
- data yang diperoleh dalam studi kasus Proses keperawatan
ini adalah klien mengatakan nyeri - studi kasus ini menggunakan
kram pada jari-jari kaki dan tangan
dari pemeriksaan asam urat pendekatan asuhan keperawatan
didapatkan hasil 10,9 yang terdiri dari pengkajian,
Data sekunder
- dalam status kesehatan klien 3 bulan diagnosa, intervensi,
terakhir sedang mengomsumsi obat implementasi dan evaluasi.
asam urat

Outcome
- diharapkan setelah dilakukan
asuhan keperawatan tentang asam
urat peningkatan asam urat
menurun dan klien dapat
mempertahankan asam urat
dalam batas normal

32
3.2. Rancangan Studi kasus

Studi kasus menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan dimana


data variabel-variabel yang termasuk variabel dependen dan dimana data
variabel-variabel yang termasuk variabel dependen dan variabel independen
yang dikumpulkan dalam waktu bersamaan( Notoatmodjo, 2005 dalam Yusuf,
2018). Hasil yang diharapkan adalah melihat asuhan keperawatan gerotik pada
pasien dengan Asam urat di Kampung Holtekam pada tahun 2020.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Menurut Nursalam (2013) populasi adalah subjek yang
memenuhi krikteria yang telah ditetapkan. Jumlah populasi lansia di Kampung
Holtekam pada tahun 2020 sebanyak 47 lansia dan populasi yang berada di
Kampung Holtekam RW 02 RT 02 berjumlah 6 Lansia
3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh


populasi yang digunakan untuk penelilitian ( Sujarweni, 2014). Sampel dalam
studi kasus ini adalah berjumlah 1 orang.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
- Pasien bersedia menjadi subjek dari studi kasus
- Pasien dengan kesadaran komposmentis
- Pasien lansia
b. Kriteria Eksklusi
- Pasien pulang atau meninggal sebelum 6 hari dari pengambilan data
atau 5 hari pengambilan data
- Pasien pindah ke panti lain

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Waktu

33
Studi kasus dilaksanakan pada tanggal 02-Desember-2019
b. Tempat
Studi kasus ini dilaksanakan di Panti Bina Lansia Pos 7 Sentani tepatnya di
wisma Melati.

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen penelitian

3.5.1 Instrumen Penelitian


Alat pengumpulan data dirancang oleh peneliti, untuk mendapatkan
informasi yang diinginkan peneliti menggunakan beberapa instrument yang
berupa formulir pengkajian, alat tulis dan alat pemeriksaan.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data


Teknik pengambilan data adalah cara yang digunakan oleh penelitian
dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode pengumpulan data sebagai
berikut :
 melakukan observasi
 melakukan data melalui dikumentasi
 wawancara
 angket
 pemeriksaan fisik
3.5.3 Cara Pengolahan Data

Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian studi


kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan yaitu penelitian dengan cara
mengumpulkan data yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan

3.6 Etika Penelitian Keperawatan


1. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek peneliti dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

34
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
di sajikan.
2. Kerahasiaan dan Privacy (confidentiality and privacy)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak
memberitahukan apa yang di ketahuinya kepada orang lain.
3. Menghormati harkat dan martabat manusia
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut. Di samping itu juga peneliti memberikan kebebasan kepada subjek
untuk memberikan informasi (berpatisipasi). Sebagai ungkapan peneliti
menghormati harkat dan martabat subjek penelitian.
4. Keadilan dan keterbukaan (Justice and inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu di jaga oleh peneliti dengan
kejujuran,keterbukaan dan kehati-hatian . untuk itu lingkungan penelitian
perlu di kondisikan sehingga menemui prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian.
5. Manfaat (Harms)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya,dan subjek penelitian dan khususnya bagi
peneliti.

35

Anda mungkin juga menyukai