Anda di halaman 1dari 10

Teori Adaptasi Callista Roy Dalam Keperawatan Komunitas

on July 01, 2018

Teori Adaptasi Callista Roy Dalam


Keperawatan Komunitas

A. Model Konseptual Keperawatan Komunitas.


Model konseptual mengacu pada ide - ide global mengenai individu, kelompok situasi atau
kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori - teori yang terbentuk dari
penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan dikembangkan atas
pengetahuan para ahli keperawatan tentang keperawatan yang bertolak dari paradigma
keperawatan.
Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk menerapkan cara
perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat. Perawat perlu memahami
konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek
keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia pendidikan dan kerangka kerja dalam riset
keperawatan. Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli
dalam bidang keperawatan, salah satunya adalah model adaptasi Roy.
Roy dalam teorinya menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi
keperawatan , yaitu :
1. Manusia.
2. Lingkungan.
3. Kesehatan.
4. Keperawatan.
Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy,
manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi.
B. Sejarah dan Perkembangan Model Teori Adaptasi Callista Roy.
Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Dalam
Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah
model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya
yang sesuai dengan keperawatan.
Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964)
seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen
mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat
adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis
stimulus yaitu :
1. Focal Stimuli.
2. Konsektual Stimuli
3. Residual Stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia
sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “
Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali
keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy, humanisme dalam keperawatan adalah
keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai
model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli - ahli lain di area adaptasi seperti :
1. Dohrenwend (1961),
2. Lazarus (1966),
3. Mechanic (1970)
4. Selye (1978).
Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai
dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi
terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan
interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner - Tomery,1994). Kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal
dan eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar.
2. Pengembangan konsep diri positif.
3. Penampilan peran social.
4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan.
Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja
pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi
keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount
Saint Mary’s College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa
terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek
juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model. Sebuah
studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976 - 1977 menunjukkan
beberapa penegasan sementara dari model adaptasi.
Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan
profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan dan nilai
kemanusiaan. Pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam
keselarasan dari tubuh manausia dan spirit. Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya
yang baru pada model adaptasi keperawatan.
Definisi dan Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model adaptasi
Callista Roy adalah :
1. Sistem.
Adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang
utuh dengan ditandai adanya input, control, proses, output, dan umpan balik.
2. Derajat Adaptasi.
Adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan residual dengan
standar individual, sehingga manusia dapat berespon adaptif sendiri.
3. Problem Adaptasi.
Adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan.
4. Stimulus Fokal.
Adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung mengharuskan manusia berespon
adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi perubahan tingkah laku.
5. Stimulus Konstektual.
Adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan konstribusi terhadap perubahan
tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
6. Stimulus Residual.
Adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku,
akan tetapi belum dapat di validasi.
7. Regulator.
Adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui neural, cemikal, dan
proses endokrin.
8. Kognator.
Adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses yang kompleks dari
persepsi informasi, mengambil, keputusan dan belajar.
9. Model Efektor Adaptif.
Adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi Peran, interdependensi dan konsep diri.
10. Respon Adaptif.
Adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam mencapai tujuan manusia untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan reproduksi.
11. Fisiologis.
Adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana proses adaptasi dilakukan
untuk pengaturan cairan dan elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan
pengaturan terhadap suhu, sensasi, dan proses endokrin.
12. Konsep Diri.
Adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu dalam satu waktu berbentuk :
persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan tingkah laku langsung.
Termasuk pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang
menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.
13. Penampilan Peran.
Adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di lingkungan social.
14. Interdependensi.
Adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai support sistem. Di dalam
model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan
pengaruh belajar.
C. 4 Elemen Model Konseptual Adaptasi Roy.
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan adalah :
1. Manusia.
2. Lingkungan.
3. Kesehatan.
4. Keperawatan.
Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan,
juga termasuk dalam elemen penting pada konsep adaptasi.
1. Manusia.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif,
manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi.
Lebih spesifik manusia di definisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas
kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu
:
a. Fungsi Fisiologi.
b. Konsep Diri.
c. Fungsi Peran.
d. Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup,
terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan.
Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan.
Sebagai suatu system, manusia juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan
umpan balik serta output. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri.
Input atau stimulus termasuk variable satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat
dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi
dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha - usaha yang
biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang telah
diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a. Model Fungsi Fisiologi.
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi
sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang
dibagi menjadi dua bagian, Yaitu :
1. Model fungsi fisiologis Tingkat Dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan.
2. Model Fungsi fisiologis dengan Proses yang Kompleks terdiri dari 4 bagian.
Model Fungsi Fisiologis dengan Tingkat dasar, diantaranya :
1. Oksigenasi.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor
gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2. Nutrisi.
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan
pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
3. Eliminasi.
Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
4. Aktivitas dan Istirahat.
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan
fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh.
(Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5. Proteksi / Perlindungan.
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen (kulit, rambut dan
kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
(Sato, 1984 dalam Roy 1991).
Sedangkan Model Fungsi Fisiologis dengan Proses Kompleks, diantaranya :
1. The Sense / Perasaan.
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.(Driscoll, 1984,
dalam Roy, 1991).
2. Cairan dan Elektrolit.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam
seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
3. Fungsi Syaraf / Neurologis.
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme
seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ
tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
4. Fungsi Endokrin.
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan
dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam
respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991).
b. Model Konsep Diri.
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.
1. The Physical Self.
Yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan
gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti
setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
2. The Personal Self.
Yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut.
Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
c. Mode fungsi peran.
Model fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada
bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya.
d. Mode Interdependensi.
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya
adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta / kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam
menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian
ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan
menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-respon yang
adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon - respon
memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai suatu sisem. Subsistem regulator
dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan lingkungan, dan
diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis, dan social.
Subsistem regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem
saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang
kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses
informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang termasuk didalamnya
mempertahankan untuk mencari bantuan.
2. Lingkungan.
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan
masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan sebagai
stimulus eksternal dan internal.
Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi tiga jenis stimulus yaitu : fokal, konstektual,
dan residual.
Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan disekitar dan
mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia sebagai individu ata kelompok.
3. Kesehatan.
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh
dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan manusia menyatakan secara tidak
langsung bahwa kesehatan atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan dan
kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas adalah sehat, sebaliknya
kondisi yang tidak ada integritas kurang sehat.
Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi sehat
sejahtera. Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia
berespon terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan
dan mempertinggi kesehatan.
Hal ini adalah pembebasan energi yang menghubungkan konsep adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalm model keperawatan. Didalamnya menggambarkan
manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor
dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi
kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas.
Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan terdiri dari dua proses,
yaitu :
1. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan
eksternal yan gmembutuhkan sebuah respon. Perubahan – perubahan itu adalah stressor atau
stimulus fokal dan ditengahi oleh factor - faktor konstektual dan residual. Bagian - bagian
stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress.
2. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang merangsang untuk menghasilkan respon adaptif
dan inefektif.
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang
meningkatkan tujuan - tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan hidup, pertumbuhan,
reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi
keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon - respon.
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi, sehingga dinamik equilibrium manusia
berada pada tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat -
tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai
suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.
4. Keperawatan.
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu,
keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang secara positif
berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin, praktek, keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan pada orang - orang. Lebih spesifik dia
mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan praktek dari peningkatan adaptasi untuk
meningkatkan kesehatan sebagai tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan
dengan kesehatan, Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan
tersebut. Dalam model tersebut, keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan.
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan yang berinteraksi
dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap stimulus internal dan eksternal yang
mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa atau koping mekanisme yang lemah
membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif, manusia memerlukan
seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa
aktivitas keperawatan tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui,
pendekatan holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan
tingkat fungsi yang lebih tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu : tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan
keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan.
Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu :
1. Fungsi fisiologis.
2. Konsep diri.
3. Fungsi peran.
4. Interdependensi.
Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap kesehatan
manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus
fokal berada dalam suatu area dengan tingkatan adaptasi manusia. Ketika stimulus fokal tersebut
berada pada area tersebut dimana manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon
efektif.
Adaptasi membebaskan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memnugkinkan individu
untuk merespon stimulus yang lain. Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan
dan kesehatan. Jadi peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini.
D. Proses Keperawatan.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan yang
digunakan pada proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan ,
tujuan, intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan menetapkan “data apa yang
dikumpulkan, bagaimana mengidentifikasi masalah dan tujuan utama.
a. Pengkajian.
Pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan”. Unit
analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses
pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian
termasuk dalam dua tingkat pengkajian.
1. Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara
penyesuaian diri. Data - data tersebut dikumpulkan dari data observasi penilaian respond dan
komunikasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat keputusan sementara tentang
apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif.
2. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang fokal, konstektual dan residual
stimuli. Selama tingkat pengkajian ini perawat mengidentifikasi faktor - faktor yang
mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini
penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Tahap I : Pengkajian Perilaku.
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan
klien adptif dan maladaptive. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah
dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan.
Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan.
Perawat menggunakan wawancara, observsi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien
sekarang dan setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini
adaptif, maladaptive atau potensial maladaptive.
b. Tahap II: Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh.
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku
seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
1. Identifikasi stimuh focal.
Stimuli tocal merupakan perubahan penilaku yang dapat diobserasi. Perawat dapat melakukan
pengkaian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaltu : Keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
2. Identifikasi stimuli kontekstual.
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh
stimulus focal. Sebagal contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar.
Focal stimulus yang dapat dildentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehlangan skedul
sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat diidentiflkasi adalah secara internal faktor anak
menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat
diidentifikasi oleh perawat melalul observasi, pengukuran, interview dan validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif
adalah
a. Genetic.
b. Sex.
c. Tahap perkembangan.
d. Obat.
e. Alkohol.
f. Tembakau.
g. Konsep diri.
h. Peran fungsi.
i. Interdependensi.
j. Pola interaksi sosial.
k. Koping mekanisme.
l. Stress emosi dan fisik religi,
m. Lingkungan fisik.
3. Identifikasi stimuli residual.
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989
menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana
keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
b. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses
pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan
dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku kilen terhadap pengaruh lingkungan.
Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan menggunakan 4
(empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen.
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan :
1. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode
adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.
2. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan
berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya
adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan
cuaca lingkungan yang panas”.
3. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang
sama, yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja
di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran
berhubungan dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”.
c. Penentuan Tujuan.
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keprawatan adalah untuk
mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi
adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
1. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekuasaan.
2. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan
manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
d. Intervensi.
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi
stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan
klien dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien,
sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan
koping yang konstruktif.
1. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan
ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan,
reproduksi).
2. Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus
fokal, kontekstual dan residual.
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga
seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan
berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya
mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
e. Evaluasi (Penilaian).
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan
tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi.
Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan.
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan.
Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari
kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu. Jadi, kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungan internal maupun
eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap :
1. Pemenuhan kebutuhan fisiologi dasar.
2. Perkembangan konsep diri positif.
3. Penampilan peran sosial.
4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan.
Dari keempat kebutuhan itu, perawat harus menentukan apakah kebutuhan diatas menyebabkan
timbulnya masalah bagi klien atau tidak dan mengkaji bagimana klien beradaptasi terhadap hal
tersebut. Jadi, kebutuhan asuhan keperawatan muncul bertujuan untuk membantu klien
beradaptasi.

Anda mungkin juga menyukai