OLEH:
KELOMPOK 3
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sehingga Tugas Makalah RTM Kimia
Medisinal “Hubungan Struktur-Aktivitas Pada Obat-Obat Antibiotik” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga sebagai tugas yang harus
dikerjakan untuk sarana pembelajaran bagi kita.
Makalah ini dibuat berdasarkan apa yang telah penulis terima dan juga
penulis penulis kutip dari berbagi berbagi sumber, baik dari buku maupun jurnal
ilmiah dari media elektronik. Semoga isi dari makalah ini dapat berguna bagi kita
dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hubungan
Struktur-Aktivitas Pada Obat-Obat Antibiotik.
Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka
dalam pembuatan makalah ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dianjurkan guna memperbaiki
kesalahan dalam makalah ini. Demikian, apabila ada kesalahan dan kekurangan
dalam isi makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan
Terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.2.2 Aminoglikosida....................................................................................13
2.2.3 Tetrasiklin............................................................................................15
2.2.4 Polipeptida...........................................................................................16
2.2.5 Makrolida.............................................................................................17
2.2.6 Linkomisin...........................................................................................17
2.2.7 Lain-lain...............................................................................................18
2.2.7.1 Kloramfenikol..................................................................................18
2.2.7.2 Rifampisin........................................................................................19
3.1 Kesimpulan.................................................................................................50
3.2 Saran............................................................................................................50
iv
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
v
Gambar 2.18 Struktur molekul (a) Basitrasin dan (b) Polimiksin.........................16
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Merupakan produk metabolisme, meskipun dalam produksinya
dilakukan melalui sintesa kimia
2. Merupakan produk sintesa yang diproduksi sebagai struktur analog
dari antibiotic alamiah
3. Dapat menghambat pertumbuhan satu atau lebih mikroorganisme
4. Efektif pada konsentrasi rendah.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas didapatkan tujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui yang dimaksud dengan antibiotik.
2. Mengetahui penggolongan obat antibiotik.
3. Mengetahui aspek farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
4. Mengetahui hubungan kuantitatif/kualitatif struktur dengan aktivitas
obat.
5. Mengetahui modifikasi molekul pada obat antibiotik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Na dan floksasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat dan
beberapa turunan sefalosporoin.
c. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-
negatif
Contoh: kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
d. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae
(Antituberkulosis)
Contoh: Streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin dan
kapreomisin.
e. Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur)
Contoh: griseofulvin dan antibiotik polien, seperti nistatin, amfoterisin
B, dan kandisidin.
f. Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker)
Contoh: aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin,
mitomisin dan mitramisin.
4
Aktinomisin mikrotubuli Fungistatik
Biosintesis DNA dan Pansidal
mRNA
Ribosom
Sub unit 30 S Aminosiklitol Biosintesis Protein Bakterisid
prokariotik Tetrasiklin Bakteriostatik
Amfenikol Biosintesis Protein Bakteriostatik
Sub unit 50 S Makrolida Bakteriostatik
prokariotik Linkosamida Bakteriostatik
Glutarimid Biosintesis Protein Fungisid
Asam fusidat Bakterisid
Sub unit 60 S
eukariotik
5
Gambar 2.1 Struktur Dasar Dan Rantai Samping Penisilin
6
Gambar 2.3 Antibiotik Turunan Penisilin Yang Peka
Terhadap Penisilinase
2. Aminopenisilin
Ciri atau karakteristik Aminopenisilin adalah :
a) Memiliki spektrum aktivitas yang luas melawan bakteri
gram negatif dan gram positif.
b) Tidak efektif terhadap pseudomonas aeruginosa.
7
Gambar 2.5 Antibiotik Turunan Penisilin Yang
Merupakan Kelompok Antipseudomonal Penisilin
(Carboxy Penicillin)
8
a) Penisilin yang tahan asam, karena adanya gugus penarik
electron seperti gugus fenoksi yang terikat pada rantai samping
amino. Gugus tersebut mencegah penataulangan penisilin
menjadi asam penilat yang terjadi dalam suasana asam.
b) Penisilin yang tahan terhadap β-laktamase, karena adanya gugus
meruah (bulky) pada rantai samping amino, misalnya cincin
aromatic yang pada kedudukan orto mengandung gugus halogen
atau metoksi.
c) Penisilin dengan spektrum luas yaitu karena ada gugus hidrofil
seperti NH2 pada rantai samping sehingga penembusan obat
melalui pori saluran protein membran terluar bakteri gram-
negatif menjadi lebih besar.
d) Penisilin yang aktif terhadap bakteri gram negatif dan
Pseudomonas aeruginosa disebabkan adanya gugus asidik pada
rantai samping seperti COOH, SO3H, dan – NHCO-. e. Penisilin
yang bekerja sebagai prodrug (pra-obat), didapatkan melalui
cara-cara berikut ini :
Dibuat dalam bentuk garamnya, contoh: prokain
penisilin G, dan benzatin penisilin G.
Menutupi gugus amino bebas, missal yang terdapat pada
struktur ampisilin, dengan membentuk garam amida
yang akan diurai kembali pada in vivo contoh :
piperasilin, azlosilin, mezlosilin dan apalsilin.
Membentuk ester pada gugus karboksil yang terikat pada
atom C3, contoh : bakampisilin, pivampisilin, dan
talampisilin.
9
molekul inilah berbagai modifikasi dilakukan untuk mendapatkan
berbagai turunan sefalosporin yang digunakan hingga sekarang.
10
Gambar 2.8 Obat-Obat Golongan Sefalosporin Generasi I
2. Sefalosporin Generasi II
Turunan Sefalosporin Generasi II ini lebih aktif terhadap
bakteri gram negatif dan tidak terlalu aktif terhadap bakteri gram
positif bila dibandingkan dengan Sefalosporin Generasi I.
11
3. Sefalosporin Generasi III
Obat-obat yang termasuk kelompok Sefalosporin Generasi
III ini kurang aktif melawan bakteri gram positif dibandingkan
generasi pertama, tapi memiliki spektrum yang lebih luas
terhadap bakteri gram negatif.
12
Gambar 2.12 Struktur Umum Turunan Sefalosporin
Uraian tentang hubungan struktur dan aktivitas turunan
sefalosporin adalah sebagai berikut:
a) Turunan sefalosporin memiliki struktur inti yang sama, kecuali
pada rantai samping pada posisi C7 dan C3. Modifikasi
substituen pada C-3 dilakukan untuk mendapatkan sifat fisika
kimia yang lebih baik, dan modifikasi substituent pada posisi
C7 untuk mengubah spektrum aktivitasnya.
b) Adanya gugus pendorong electron pada posisi C3 dapat
meningkatkan aktivitas antibakteri.
c) Aktivitas biologis sangat bergantung pada rantai samping yang
terikat pada posisi C7. Substitusi gugus metoksi pada posisi C7
seperti pada sefamisin dapat meningkatkan ketahanan terhadap
β laktamase.
d) Pergantian isosterik dari atom S pada cincin dihidrotiazin
dengan atom O menghasilkan oksasefamisin atau oksasefem,
menunjukkan spektrum antibakteri yang lebih luas.
2.2.2 Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotika yang memiliki satu atau
lebih gula amino yang terhubung pada cincin aminosititol melalui ikatan
glikosida. Antibiotika golongan ini umumnya merupakan antibiotika
spektrum luas dengan aktivitas yang lebih tinggi dalam melawan bakteri
gram negatif dibandingkan gram positif. Streptomycin merupakan
antibiotika aminoglikosida pertama yang diisolasi dari Streptomyces
griseus oleh Waksman dkk pada tahun 1944. Adapun antibiotika
13
aminoglikosida lainnya dan mikroorganisme penghasilnya dapat dilihat
pada Gambar 2.13 berikut:
14
2.2.3 Tetrasiklin
Antibiotika turunan tetrasiklin merupakan turunan
oktahidronaftasen yang terbentuk oleh gabungan 4 buah cincin, serta
memiliki 5 atau 6 pusat atom C asimetrik. Turunan tetrasiklin merupakan
antibiotika poten yang memiliki aktivitas berspektrum luas baik terhadap
bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Oleh karena itu
tetrasiklin merupakan obat pilihan untuk berbagai macam penyakit
infeksi.
Penggolongan Tetrasiklin Tetrasiklin dapat dikelompok ke dalam
tetrasiklin alami, tetrasiklin semi-sintetis, dan protetrasiklin.
a) Tetrasiklin alami
15
Hubungan Struktur Aktivitas Turunan Tetrasiklin
2.2.4 Polipeptida
Antibiotika turunan polipeptida memiliki struktur polipeptida
yang kompleks, yang resisten terhadap protease hewan dan tumbuhan.
Antibiotika ini juga memiliki gugus lipid selain gugus amino yang tidak
dimiliki oleh hewan dan tumbuhan. Obat-obat golongan ini adalah
basitrasin.
16
2.2.5 Makrolida
Antibiotika turunan makrolida merupakan antibiotika yang sangat
bermanfaat khususnya untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri gram positif baik dalam bentuk coccus maupun basilus.
Antibiotika ini juga efektif melawan bakteri gram negatif coccus,
khusunya Neisseria spp. Antibiotika turunan makrolida ini pada
umumnya dihasilkan oleh Streptomyces sp dan mempunyai 5 bagian
struktur dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Cincin lakton yang besar, biasanya mengandung 12-17 atom.
2. Gugus keton.
3. Satu atau dua gula amin seperti glikosida yang berhubungan
dengan cincin lakton.
4. Gula netral yang berhubungan dengan gula amino atau pada
cincin lakton.
5. Gugus dimetilamino pada residu gula yang menyebabkan sifat
basa dari senyawa dan memungkinkan untuk dibuat bentuk
garamnya.
Obat-obat ynag termasuk golongan turunan makrolida adalah
erythromisin, oleandomisin, klaritromisin, fluritromisin, diritromisin, dan
azitromisin.
2.2.6 Linkomisin
Turunan linkomisin merupakan senyawa bakteriostatika, yang
pada kadar tinggi dapat bersifat bakterisid. Senyawa ini dapat diisolasi
dari Actinomycetes, Streptomyces dan Lincolnensis.
17
Gambar 2.20 Struktur Molekul Antibiotik Dari Golongan
Linkomisin
Uraian hubungan struktur molekul dan aktivitas antibiotik dari
turunan linkomisin diuraikan sebagai berikut :
a) N-demetilasi memberikan aktivitas melawan bakteri gram
negative. (Azithromisin).
b) Bertambahnya panjang rantai substituent propil hingga n-
heksil pada posisi C4 pada gugus pirolidin meningkatkan
aktivitas in vivo.
c) Thiometil eter pada gugus thiolinkosamida adalah penting
untuk aktivitas antibakteri.
d) Modifikasi struktur pada posisi C7 , seperti penambahan 7-S
kloro, atau 7R-OCH3 akan mengubah sifat fisikokimia obat
dan mempengaruhi sifat farmakokinetika dan spektrum
aktivitasnya. Efek samping yang umumnya terjadi adalah ruam
kulit, mual, muntah dan diare.
2.2.7 Lain-lain
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini adalah
kloramfenikol, rifampisin dan mupirosin. Masing-masing antibiotik dari
golongan lain-lain ini dijelaskan sebagai berikut :
2.2.7.1 Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotika spektrum luas yang
bersifat bakteriostatik. Obat ini merupakan obat pilihan untuk
pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp.
Kloramfenikol diisolasi dari Streptomyces venezuele oleh Ehrlich et al
18
pada tahun 1947. Kemampuan kloramfenikol menembus system saraf
pusat menjadikannya alternative untuk pengobatan meningitis dan
sebagai anti riketsia.
2.2.7.2 Rifampisin
Rifampisin diisolasi dari fermentasi kultur Nocardia
mediterranea dan merupakan antibiotika dengan spektrum aktivitas
yang luas. Pada umumnya rifampisin digunakan sebagai obat
antituberkulosis.
1. Farmakokinetik
2. Farmakodinamik
22
sintetis. Kloramfenikol efektif melawan berbagai macam
mikroorganisme, tetapi karena efek samping yang serius (misalnya,
kerusakan pada sumsum tulang, termasuk anemia aplastik) pada
manusia, biasanya digunakan untuk pengobatan infeksi yang serius
dan mengancam jiwa (misalnya, demam tifoid). Kloramfenikol
bersifat bakteriostatik tetapi dapat menjadi bakterisidal dalam
konsentrasi tinggi atau bila digunakan melawan organisme yang
sangat rentan. Kloramfenikol menghentikan pertumbuhan bakteri
dengan mengikat ribosom bakteri (memblokir peptidil transferase) dan
menghambat sintesis protein (Drug Bank, 2020)
1. Farmakokinetik
2. Farmakodinamik :
1. Farmakokinetik
2. Farmakodinamik
24
2.3.5 Aspek farmakokinetik dan farmakodinamik Makrolida
1. Farmakokinetik
Pemberian :
Basa erytromycin dihancurkan oleh asam lambung, sehingga harus
diberikan dalam bentuk tablet berselaput enterik atau berbentuk
antibiotik yang diesterifikasi. Semua diabsorpsi secara adekuat pada
pemberian oral. Clarithromycin, azithromycin dan telithromycin
bersifat stabil terhadap asam lambung dan mudah diabsorpsi.
Distribusi :
Erythromycin didistribusikan secara baik hingga ke seluruh cairan
tubuh, kecuali CSF. Obat ini merupakan antibiotik yang berdifusi ke
dalam cairan prostatik dan memiliki karakteristik akumulasi yang unik
dalam makrofag. Keempat obat ini terkonsentrasi dalam hati. Inflamasi
membuat penetrasi dalam jaringan lebih besar. Secara serupa,
clarythromycin, azithromycin, dan telithromycin di distribusikan secara
luas dalam jaringan. Kadar azitromycin dalam serum adalah rendah.
Obat terkonsentrasi dalam neutrofil, makrofag, dan fibroblas.
Azithromycin mempunyai waktu paruh yang paling lama dan volume
distribusi yang paling besar diantara keempat obat.
Metabolisme :
Erithromycin dan telithromycin dimetabolisme secara ekstensif dan
diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya
sengan sistem sitokrom P450. Gangguan terhadap metabolisme obat,
seperti theophyllin dan carbamazepine, pernah digunakan dalam
penggunaan clarithromyccin. Clarythromycin dioksidasi menjadi
derivat 14-hidroksi yang mempertahankan aktivitas antibiotika.
Ekskresi :
Erithromycin dan azithromycin terutama terkonsentrasi dan diekskresi
dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui
25
sirkulasi enterohepatik. Metabolit inaktif diekskresikan dalam urine.
Sebaliknya, clarithromycin dan metabolitnya dieliminasi oleh ginjal dan
juga hati, dan dianjurkan agar dosis obat ini disesuaikan pada pasien
dengan fungsi ginjal yang menurun.
2. Farmakodinamik
Menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral
adalah 1 jam. Waktu utuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama
kerjanya adalah 6 jam.
1. Farmakokinetik
Absorpsi :
Absorpsi polypeptida melalui oral sangat sedikit sehingga pemberian
secara oral tidak disarankan. Absorpsi sistemik polipeptida topikal juga
sangat minim, bahkan ketika diberikan pada luka terbuka. Absorbsi
tercepat dari polymyxin B adalah melalui pemberian intramuskular dan
intravena dengan konsentrasi plasma maksimal tercapai dalam 2 jam
pascapemberian. Berbeda dengan kolistin, polymyxin B diberikan
dalam bentuk aktif sehingga menghasilkan konsentrasi yang lebih
tinggi..
Distribusi :
Polipeptida dinilai memiliki ikatan yang cukup tinggi dengan protein
plasma. Konsentrasi puncak pada plasma setelah satu jam pemberian
melalui intravena berkisar antara 2,38–13,9 mg/L. Seiring dengan
pemberian secara rutin, akumulasi obat akan terjadi dan setelah 7 hari
akan didapatkan konsentrasi pada serum sekitar 15 μg/mL dengan
pemberian dosis 2,5 mg/kgBB/hari. Waktu paruh obat ini adalah sekitar
6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal dan akan
meningkat pada pasien dengan gangguan pada ginjal.
Metabolisme :
Sampai saat ini, metabolisme polipeptida belum banyak diketahui dan
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
26
Eliminasi :
Sekitar 60% obat dieliminasi melalui urin. Konsentrasinya dalam urin
berkisar antara 10–100 μg/mL. Dari seluruh obat yang diekskresi
melalui urin, sekitar 0,04–0,86% masih dalam bentuk yang tidak
diubah. Ekskresi obat ini masih akan berlanjut 24–72 jam pasca
pemberian obat terakhir. Sisa obat dieliminasi melalui mekanisme
nonrenal. Tidak ada ekskresi melalui sistem bilier.
2. Farmakodinamik
Polipeptida kationik yang mengganggu membran sel bakteri melalui
mekanisme seperti deterjen. Dengan perkembangan agen yang kurang
toksik, seperti penisilin spektrum luas dan sefalosporin, penggunaan
secara parenteral sebagian besar ditinggalkan, kecuali untuk pengobatan
infeksi paru yang resisten terhadap beberapa obat pada pasien dengan
fibrosis kistik. Akan tetapi, baru-baru ini, munculnya bakteri gram
negatif yang resisten terhadap berbagai obat, seperti Pseudomonas
aeruginosa dan Acinetobacter baumannii.
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik linkosamida yang diberikan secara oral sangat
baik. Sekitar 90% linkosamida per oral akan diabsorpsi secara cepat.
Linkosamida juga dapat berpenetrasi dengan baik ke tulang. Karena
sifatnya yang secara aktif ditransport ke dalam leukosit polimorfonuklear
dan makrofag, Linkosamida juga diduga dapat melakukan penetrasi yang
baik pada abses. Linkosamida dimetabolisme di hepar menjadi metabolit
aktif dan inaktif.
Absorpsi :
Jika diberikan melalui sediaan oral, linkosamida akan diabsorpsi setelah
dihidrolisasi di saluran gastrointestinal. Waktu puncak konsentrasi obat
pada plasma akan tercapai setelah 1 jam pemberian pada anak dan 45
menit pada pasien dewasa. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan.
27
Melalui sediaan oral, linkosamida memiliki bioavailabilitas sebesar 90%.
Konsentrasi puncak pada plasma akan dicapai segera setelah infus selesai
melalui pemberian intravena, dalam 3 jam melalui pemberian
intramuskular, dalam 10 – 14 jam melalui krim vagina, dan 10 jam melalui
pemberian ovule. Untuk pemberian melalui ovule, sekitar 30% akan
terabsorpsi ke sistemik, sedangkan untuk sediaan krim, hanya sekitar 5%
yang akan terabsorpsi ke sistemik.
Distribusi :
Linkosamida didistribusikan secara luas ke berbagai jaringan tubuh. Akan
tetapi, tidak dapat menembus lapisan meningen sehingga tidak
diindikasikan untuk tata laksana infeksi pada cairan serebrospinal.
Sebagian besar linkosamida di pembuluh darah akan diikat oleh protein.
Volume distribusi clidamycin adalah 0,6 – 1,2 L/kg.
Metabolisme :
Linkosamida dimetabolisme secara ekstensif di hepar. Sebagian besar
metabolisme dilakukan oleh enzim CYP3A4 dan sisanya oleh CYP3A5.
Eliminasi :
Eliminasi linkosamida sebagian besar dilakukan di urin dan sisanya
melalui feses, baik dalam bentuk aktif maupun metabolit inaktif. Sekitar
10% ekskresi melalui renal dalam bentuk obat aktif dan sekitar 3,6%
eksresi melalui feses dalam bentuk obat aktif. Linkosamida tidak
tereliminasi melalui dialisis. Linkosamida dalam bentuk topikal juga
dieksresi melalui renal dan sekitar 0,024% dalam bentuk obat aktif. Waktu
paruh adalah 3 jam untuk pasien dewasa dan 2 – 2,5 jam untuk pasien
anak. Waktu paruh untuk sediaan krim adalah 1,5 – 2,6 jam dan untuk
sediaan ovule adalah 11 jam.
2. Farmakodinamik
Linkosamida bekerja dengan cara mencegah sintesis protein pada
bakteri. Sintesis ini dihambat melalui ikatan terhadap subunit ribosom 50S
dan 23S. Dengan demikian, ikatan peptida tidak dapat terbentuk dan
bakteri gagal menghasilkan protein yang dibutuhkan. Linkosamida dapat
berperan bakteriostatik maupun bakterisidal tergantung dari organisme
28
yang dilawan, lokasi infeksi, dan konsentrasi obat yang diberikan. Selain
itu, linkosamida juga dapat menghambat produksi toksin yang dihasilkan
oleh streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus.
2.3.8 Aspek farmakokinetik dan farmakodinamik Polien
1. Farmakodinamik
Mekanisme kerja amphotericin B adalah dengan mengikat
ergosterol, membentuk dan mengubah permeabilitas sel, serta
menyebabkan pembentukan saluran ion. Hal ini menyebabkan
hilangnya proton dan kation monovalen, yang menghasilkan
depolarisasi dan kematian sel sesuai tingkat konsentrasi. Selain itu,
amphotericin B memiliki efek stimulasi pada sel fagosit yang juga
membantu mekanisme kerja amphotericin B. Namun, amphotericin B
juga memiliki paparan yang relatif tinggi terhadap sel ginjal dan dan
dapat menyebabkan nefrotoksisitas.
2. Farmakokinetik
Amphotericin B mengalami beberapa proses farmakokinetik
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi melalui urine.
Farmakokinetik amphotericin B bervariasi tergantung dari zat
pencampurnya, seperti amphotericin B deoxycholate, amphotericin B
cholesteryl sulfate complex, amphotericin B lipid kompleks, atau
amphotericin B liposomal.
Absorpsi
Amphotericin B bersifat amfoter dan hampir tidak larut dalam air.
Amphotericin B tidak dapat diserap dengan baik oleh traktus
gastrointestinal dan jaringan otot sehingga harus diberikan secara
intravena.
Distribusi
Amphotericin B deoxycholate, amphotericin B cholesteryl sulfate
complex, amphotericin B lipid complex, dan amphotericin B
liposomal memiliki volume distribusi berturut-turut: 4L/kg, 3,8-4,1
L/kg, 131 L/kg, dan 0,1-0,4 L/kg. Amphotericin B dapat melintasi
plasenta dan terdapat pada cairan amnion dengan konsentrasi
29
sedikit. Konsentrasi amphotericin B dapat mencapai sekitar 60%
dari konsentrasi plasma pada pleura yang terinfeksi, peritoneum,
sinovial dan aqueous humor setelah pemberian amphotericin B
konvensional intravena.
Metabolisme
Mekanisme metabolisme amphotericin B belum diketahui secara
pasti. [4]
Ekskresi
Amphotericin B diekskresikan pada urine dalam jumlah kecil
dengan klirens yang bervariasi. Amphotericin B tidak bisa
dibersihkan dengan dialisis.
1. Farmakodinamik
Rifampisin adalah antibiotik yang menghambat aktivitas
polimerase RNA yang bergantung pada DNA dalam sel yang rentan.
Secara khusus, ia berinteraksi dengan RNA polimerase bakteri tetapi
tidak menghambat enzim mamalia. Ini bersifat bakterisidal dan
memiliki spektrum aktivitas yang sangat luas terhadap sebagian besar
organisme gram positif dan gram negatif (termasuk Pseudomonas
aeruginosa ) dan khususnya Mycobacterium tuberculosis. Karena
cepatnya munculnya bakteri resisten, penggunaan dibatasi pada
pengobatan infeksi mikobakteri dan beberapa indikasi lainnya.
Rifampisin diserap dengan baik saat dikonsumsi secara oral dan
didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh, termasuk
CSF. Ini dimetabolisme di hati dan dieliminasi dalam empedu dan,
pada tingkat yang lebih rendah, dalam urin, tetapi penyesuaian dosis
tidak diperlukan dengan insufisiensi ginjal (Drug Bank, 2010).
2. Farmakokinetik
Pemberian Rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak
dalam plasma setelah 2 – 4 jam. Resorpsinya di usus sangat tinggi,
30
distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh juga baik. Plasma t1/2 nya
berkisar antara 1,5 sampai 5 jam dan meningkat bila ada gangguan
fungsi hati. Di lain pihak, masa paruh ini akan turun pada pasien yang
bersamaan waktu menggunakan isoniazid. Dalam hati terjadi
desasetilasi dengan terbentuknya metabolit- metabolit dengan kegiatan
antibakteriil.Ekskresinya melalui empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui
empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik.
Penyerapanya dihambat oleh adanya makanan sehinnga dalam waktu
6 jam hampir semua obat yang berada dalam saluran empedu
berbentuk diasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas atibakteri
penuh. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringa termasuk ke cairan
otak.
1. Farmakodinamik
Fosfomycin antibiotic bakterisidal dengan spektrum yang agak luas.
Efek bacterisidal ini melalui penghambatan ensim
enolpyruviltransferase yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri.
Penggunaan dosis tunggal fosfomycin, mengurangi risiko resistensi.
Monuril tidak menimbulkan efek negative pada flora intestinal.
Fosfomycin aktif melawan mikro-organisme gram-positif (Str.
Faecalis ) dan gram-negatif (E. Coli, Proteus). Resisten pada
klebsiella, Enterobacter, Serratia dan Pseudomonas telah diamati.
Resistensi silang dengan antibiotik lain tidak dilaporkan . Breakpoint
MIC 128 mg/l dipakai untuk mengukur konsentrasi hambatan minimal
fosfomycin
2. Farmakokinetika
Fosfomycin diserap dengan cukup setelah pemberian Monuril secara
oral. Bioavailabiliti absolutnya adalah 30-55%. Konsentrasi serum
puncak dicapai setelah 2-3 jam sebanyak 30-45 µg/ml setelah
31
pemberian 50 mg/kg. Setelah pemberian fosfomycin dengan dosis
tunggal 50 mg/kg berat badan, konsentrasi aktif terapeutiknya
dipertahankan untuk 36 jam di dalam urin. Fosfomycin tidak diikat
protein plasma. Penetrasi jaringannya bagus. Volume distribusinya
berkisar 22 liter. Eliminasi waktu paruhnya sekitar 2,5- 7 jam.
Fosfomycin diekskresikan di urin melalui filtrasi glomerular. Pada
pasien dengan kerusakan ginjal ekskresi diturunkan dan eliminasi
waktu paruh serum diperpanjang. Setelah pemberian oral, 35-50%
akan di ekskresikan di urin. Ekskresi urinari menurun dengan adanya
penurunan fungsi gfinjal. Fosfomycin tidak dimetabolisme.
32
2.4 HKSA (Hubungan Kuantitatif/Kualitatif Struktur Dengan Aktivitas
Obat)
33
d. Penisilin yang aktif terhadap bakteri Gram-negatif dan
Pseudomonas aeruginosa, disebabkan ada gugus yang bersifat aam
pada rantai samping, seperti –COOH, SO3H dan –NHCO-.
e. Penisilin yang bekerja sebagai pra-obat, didapat melalui beberapa
cara sebagai berikut:
1. Membuat bentuk garam, contoh: prokain penisilin G, dan
benzatin penisilin G.
2. Menutupi gugus amino bebas, misal yang terdapat pada
struktur ampisilin, dengan membentuk gugus amida yang
akan diurai kembali pada in vivo, contoh: piperasilin,
azlosilin, mezlosilin, dan apalsilin.
3. Membentuk ester pada gugus karboksil yang terikat atom C3,
contoh: bakampisilin, pivampisilin, dan talampisilin.
34
4. Pergantian isosterik dari atom S pada cincin dihidrotiazin dengan
atom O menghasilkan oksasefamisin atau oksasefem. Trunan baru
tersebut, yang didapatkan melalui seintesis total, menunjukkan
spectrum antibakteri yang lebih luas.
36
Gambar 2.25 Konformasi Tetrasiklin
38
1) Asetilasi pada gugus 1-amino dari kanamisin, menghasilkan
amikasin, tidak menyebabkan hilangnya aktivitas.
2) N-etilasi dari sisomisin, menghasilkan netilmisin,
memperpanjang masa kerja senyawa induk karena tahan
terhadap penginaktifan oleh beberapa enzim endogen.
3) Hilangnya atom O dari gugus 5-hidroksil sisomisin,
menghasilkan 5-deoksisisomisin, menyebabkan senyawa tahan
terhadap enzim yang mengasetilasi gugus 3-amino.
c. Modifikasi pada cinsin III
Gugus-gugus fungsional pada cincin III dapat diganti tanpa
menimbulkan penurunan aktivitas yang bermakna
(Siswandono,2016).
39
2.5 Modifikasi Molekul
40
Gambar 2.28 Turunan Penisilin Yang Digunakan Dalam Klinik
41
2.5.1.2 Turunan Sefalosporin
42
Gambar 2.30 Struktur Sefalosporin Generasi Kedua
43
positif. Beberapa dari turunan ini aktif terhadap Pseudomonas
aeruginosa.
44
intramuscular. Bakmesilinam dan privmesilinam merupakan eter
ganda amdinosilin dan merupakan bentuk pra obat yang dapat
diberikan secara oral karena mudah diabsorpsi oleh saluran cerna.
c. Turunan Karbapenam
45
Aktivitas antibakteri karbapenem tergantung pada tegangan
cincin dan efek elektronik dari ikatan rangkap yang
berdekatan.Adanya substituent disekeliling berfungsi untuk
modifikasi lipofilisitas, meningkatkan stabilitas terhadap -
laktamase dan menunjang pengikatan dengan enzim sasaran
sehingga menghasilkan antibakteri yang mirip seperti sefalosporin
generasi
46
c) Hilangnya gugus 3’-hidroksil atau 4’-hidroksil atau keduanya
tidak menurunkan kemampuan antibakteri kanamisin.
Gentamisin, netilmisin dan sisomisin tidak mengandung gugus-
gugus tersebut, sehingga tidak dapat diinaktifkan oleh enzim
fosfotransferase, tetapi kemampuan antibiotika untuk mengikat
ribosom bakteri akan berkurang.
2) Modifikasi pada cincin II
Cincin II sangat sensitive terhadap perubahan struktur. Jika
dilakukan mdifikasi gugus fungsional akan menghilangkan aktivitas
antibakteri, kecuali:
a) Asetilasi pada gugus 1-amino dari kanamisin, menghasilkan
amikasin dan tidak akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
b) N-etilasi dari sisomisin, akan menghasilkan netilmisin dan dapat
memperpanjang masa kerja senyawa induk karena tahan terhadap
penginaktifan oleh beberapa enzim endogen.
c) Hilangnya atom O dari gugus 5-hidroksil sisomisin akan
menghasilkan 5-deoksisisomisin dan menyebabkan senyawa
menjadi tahan terhadap enzim yang mengasetilasi gugus 3-
amino.
3) Modifikasi pada cincin III
Gugus-gugus fungsional pada cincin III dapat diganti tanpa
menimbulkan penurunan aktivitas antibakteri yang bermakna.
47
2.5.1.6 Modifikasi Molekul Amfenikol
48
4) Pemindahan gugus nitro ke posisi orto atau meta juga dapat
menurunkan aktivitas antibakteri.
49
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme, contohnya
penisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan lain-lain.
Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi
enam kelompok yakni Antibiotika β lactam, Aminoglikosida, tetrasiklin,
polipeptida, makrolida, linkomisin. Selain itu ada kelompok antibiotika
lainnya yaitu kloramfenikol, rifampisin dan mupirosin. Pemahaman
mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat
diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat.
Farmakokinetik membahas tentang perjalanan kadar antibiotik di dalam
tubuh, sedangkan farmakodinamik membahas tentang hubungan antara
kadar-kadar itu dan efek antibiotiknya.
3.2 Saran
Penulis berharap, bahwa makalah ini akan sangat berguna untuk
menambah pengetahuan serta wawasan pembaca. Namun, pengetahuan
mengenai hubungan struktur dan aktivitas dari antibiotik tidak hanya
bersumber dari makalah ini. Penulis menyarankan untuk lebih banyak
mencari jurnal-jurnal dan membaca lebih banyak buku.
50
DAFTAR PUSTAKA
51