Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA LANSIA Ny. S DENGAN RHEMATOID ARTHRITIS


DI PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
(PPSLU) PROTOYUDAN JEPARA

Disusun Oleh :

ZULIA ZAHROTUN NISA

62019040075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN
PADA LANSIA Ny. S DENGAN RHEMATOID ARTHRITIS
DI PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
(PPSLU) PROTOYUDAN JEPARA

A. KONSEP LANJUT USIA


1. DEFINISI
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur
55 tahun atau lebih, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar,
2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh
usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua
normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi
tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
2. BATASAN LANSIA
 Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)


 Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan
dapat dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

3. KARAKTERISTIK LANSIA
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah ksehatan lansia adalah :
a. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang berbeda antara laki- laki dan perempuan. Misalnya laki-laki
dengan hipertropi prostat, maka perempuan mungkin mengalami osteoporosis.
b. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah menjanda atau duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik aupun psikologis
c. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tingga; sendiri atau bersama istri, anak atau
keluarga lainnya
d. Kondisi kesehatan
1. Kondisi umum : kemampuan umum untuk tidak bergantung kepada orang
lain dalam kegiatan sehari-hari seperti : mandi, buang air besar dan kecil
2. Frekuensi sakit : frekuensi sakit yang tinggi menjadikan tidak produktif lagi
bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
e. Keadaan ekonomi.
1. Sumber pendapatan resmi : pensiunan ditambah sumber pendapatan lain
kalau masih bisa aktif
2. Sumber pedpatan keluarga : ada bahka ada tidaknya bantuan keluarga dari
anak atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota tergantung
padanya
3. Kemampuan pendapatan : lansia memerlukan pedapatan yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat terancam,
sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbgagai perubahan besar
dalam kehidupan , menentukan kondisi hidup yang dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik.
4. TIPOLOGI LANSIA
Tipologi Manusia Lanjut Usia Di zaman sekarang atau zaman pembangunan,
dijumpai banyak bermacam-macam tipe lanjut usia, antara lain :
1.Tipe Mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
2.Tipe tidak Puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar , mudah
tersinggung, menuntut sulit dilayani dan pengkritik.
3.Tipe Pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
gelap dating terang, emgikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
4.Tipe Bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh

5. MITOS LANSIA
1. Mitos konservatif
Ada pandangan bahwa lansia pada umumnya:
 Konservaatif
 Tidak kreatif
 Menolak inovasi
 Berorientasi ke masa silam
 Merindukan masa lalu
 Kembali ke masa kanak-kanak
 Susah menerima ide baru
 Susah berubah
 Keras kepala
 Cerewet
Faktanya : tidak semua lansia bersikap, berfikiran, dan berperilaku demikian.
2. Mitos berpenyakit dan kemunduran
Lansia sering kali dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai
dengan berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai
proses menua (lansia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran)
Faktanya : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi, saat
ini telah banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
3. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya
kerusakan sel otak.
Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar, daya
pikirnya masih jernih dan cenderung cemerlang, bnyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
4. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi
beban keluarganya. Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif,
bahkan menjadi beban keluarganya.
Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai kebenaran,
kematangan, kemantapan, serta produktifitas mental dan material dimas lanjut
usia.
5. Mitos asektualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan, gairah, kebutuhan,
dan daya seks menurun.
Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung normal, dan frekuensi
hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap
tinggi.
6. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia sudah tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada
lkawan jenis.
Faktanya: perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa, perasaan
cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lansia.
7. Mitos kedamaian dn ketenangan
Lansia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa
muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan
telah berhasil dilewatinya.
Faktanya:L sering ditemukan stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan
serta penderitaan karena penyakit, kecemasan, kekhawatiran, depresi,
paranoid, dan psikotik.

6. TEORI PENUAAN
Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut :
 Teori Biologis
1) Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang
dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal
bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil
lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di
lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet,
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal
bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat
menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah
yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas
menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan
diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya
mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam
lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran
lipofusin pada penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu
transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-
bintik penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu
tampaknya terkait dengan radikal bebas.
2) Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia
yang menimbulkan senyawa antara melokul-melokul yang normalnya
terpisah (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
3) Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga
pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.perubahan
sistem imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak
adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan
kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh.
Perubahan yang terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk
melawan sistem imun itu sendiri.
 Teori Psikososial
1) Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila
kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi
yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah
agar dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang
telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
2) Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan
dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi
dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif
mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang
berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
3) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan
dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup
yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan
akan semakin menurunkan kualitas hidup.

7. MASALAH – MASALAH YANG TERJADI PADA LANSIA


Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan
beberapa masalah. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu :
a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta
daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia
kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila
ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat
masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan
untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa
kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan
ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup
serius.

8. PENYAKIT YANG MENYERANG PADA LANSIA


Usia lanjut memiliki banyak masalah dengan kesehatan yang terkait dengan
menurunnya fungsi tubuh dan faktor-faktor sekitar seperti makanan dan
lingkungan sekitar.
Penyakit-penyakit yang biasa diderita oleh usia lanjut antara lain:
a. Jantung dan Serangan Jantung
Untuk mencegah dari serangah jantung, bisa dilakukan dengan cara-cara
berikut yaitu makan makanan yang sehat untuk menurunkan tekanan darah
tinggi dan kadar kolesterol dalam darah, kurangi berat badan jika kita
termasuk memiliki berat yang berlebih (overweight), berhenti merokok,
kurangi stress, cukup berolahraga (misalnya jogging dan jalan kaki) atau
melakukan aktifitas fisik yang lain, kurangi konsumsi garam sampai 5 mg
(atau sekitar 1 sendok teh dalam 24 jam) dan hindari makanan gorengan dan
bergaram.
b. Tekanan darah Tinggi
Untuk mencegah terjadi penyakit tekanan darah tinggi , lakukan aktifitas
fisik seperti olahraga secara teratur, jalan kaki, yoga, atau aerobik yang
ringan; jaga berat tubuh agar pada kondisi ideal, ikuti pola makan sehat
seperti makan makanan yang berasal dari buah dan sayuran, susu rendah
kalori, minyak ikan, hindari minuman beralkohol dan soft drink, berhenti
merokok dan kurangi konsumsi garam atau diganti dengan garam diet.
c. Arthritis (reumatik)
Untuk mencegah penyakit reumatik ini biar tidak kumat antara lain: lakukan
latihan fisik dan berjalan kaki secara teratur, pola makan yang seimbang dan
gaya hidup yang sehat dapat mencegah penyakit ini, minumlah suplemen
berupa kalsium dan vitamin D secara teratur bila tidak tercukupi dari makanan
yang dikonsumsi, lakukan olahraga angkat beban ringan secara teratur, hindari
merokok dan alkohol, lakukan tes tulang untuk melihat kondisi tulang kita.
d. Osteoporosis (tulang rapuh)
Berikut adalah langkah-langkah untuk mencegah tulang menjadi cepat lemah
dan rapuh, yaitu dengan cukup konsumsi kalsium setiap hari; cukup vitamin D
setiap hari (dapat diperoleh dari makanan/minuman atau sinar matahari);
makan makanan yang sehat yang mengandung vitamin A, Vitamin C,
magnesium, seng dan protein , yang dapat berasal dari susu, buah-buahan dan
sayuran hijau dan berdaging; selalu aktif secara fisik dapat membantu
kesehatan tulang; jangan merokok karena bisa merusak tulang dan
menurunkan kadar estrogen dalam tubuh; dan hindari pekerjaan-pekerjaan atau
aktifitas yang beresiko besar untuk terjatuh.
e. Diabetes
Untuk mengontrol diabetes, lakukan latihan setiap pagi misalnya berjalan pagi,
jogging dengan intensitas kecil atau sedang, atau aerobik ringan; pilihlah
makanan-makanan yang sehat (rendah lemak, rendah kalori dan rendah
garam); hindari konsumsi gula dan sirup, pilihlah gula diet; konsumsi sayuran
dan buah segar, ganti soft drink dengan jus buah tanpa gula atau air putih;
makan makanan dan snack yang sesuai (rendah gula) pada waktu-waktu
tertentu dalam sehari agar kadar gula darah bisa terjaga; dan yang terakhir
yaitu selalu lakukan kontrol ke dokter.
f. Kanker
Untuk mencegah kanker: berhentilah merokok, konsumsi buah dan sayur
secukupnya yang dapat mempunyai efek melindungi dari kanker (sebagai
antioksidan), konsumsi teh hijau secangkir sehari secara teratur dapat
mencegah kanker dan juga melindungi jantung, aktifitas fisik secara teratur
dan menjaga berat badan, juga menghindari bahan-bahan makanan yang
mempunyai efek karsinogenik dan menghindari dari bahan-bahan atau sumber
radiasi.
g. Ginjal
Sakit ginjal dapat dicegah dengan menjaga tekanan darah di batas normal,
menjaga berat badan, kurangi makanan berlemak, minum air yang cukup,
kurangi minum kopi, hindari minuman beralkohol, tidak merokok atau
menggunakan produk tembakau.
h. Pembesaran prostat
Untuk mencegahnya yaitu dengan teratur melakukan olahraga ringan, makan
makanan yang bergizi seperti sayuran dan buahan (kubis-kubisan, alpukat,
kacang-kacangan, labu, tomat, ikan dan minyak ikan), mengikuti pola makan
sehat, tidak merokok, tidak begadang, kurangi makanan pedas yang
berlebihan, dan memeriksakan ke dokter secara berkala.
i. TBC
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikroba. Untuk
pencegahannya yaitu hidup bersih dan sehat, mencuci tangan setelah berada di
sekitar orang yang mengidap penyakit batuk kronik, konsumsi makanan yang
kaya akan vitamin, mineral, kalsium, protein dan serat, hindari berada cukup
dekat dengan orang yang sedang batuk, olahraga teratur di tempat yang
berudara segar dan sejuk. Lakukan pemeriksaan jika menderita batuk agak
lama.
j. Penyakit mata
Penyakit mata atau katarak adalah salah satu penyakit yang menyerang lansia.
Pencegahannya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin A, C
dan E seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan ikan. Kandungan katekin
dalam teh hijau juga membantu mencegah terjadinya katarak. Istirahatkan
mata selama selama 5-30 menit jika kita sedang membaca (caranya: menutup
mata atau menghadap ke suatu arah tertentu, bernapas dalam dan menutup
mata dengan telapak tangan). Gunakan kacamata gelap jika sedang berada di
luar di siang hari.
k. Alzheimer (penyakit pikun)
Agar tidak pikun, mulailah rajin berolahraga yang ringan, konsumsi makanan
yang bergizi seperti serealia utuh (yang banyak kandungan vitamin B nya),
ikan dan minyak ikan, teh, sayuran dan buahan (misalnya buah delima),
makanan yang mengandung vitamin D (misalnya telur, susu), selalu aktif
berpikir, tidur teratur dan cukup, serta melindungi otak dari ancaman cedera
atau yang lainnya. Contoh lain dari menu lansia dalam satu hari misalnya
sebagai berikut.

9. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LANSIA


a. Heredites atau keturunan genetic
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Strees

10. PENGKAJIAN PADA LANSIA


A. KATZ INDEKS
Index katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang
didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas
fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri
evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
1 Mandi Dapat mengerjakan Sebagaian/pada bagian tertentu Sebagian besar/
P sendiri dibantu seluruhnya dibantu
e
2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ pada bagian tertentu Seluruhnya dengan
n bantuan dibantu bantuan
g ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan
3 Pergi Tidak dapat pergi ke WC
u sendiri
k
4 Berpindah Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat melakukan
u
(berjalan)
r
5 BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang-kadang ngompol / Dibantu seluruhnya
a
defekasi di tempat tidur
n
6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri kecuali hal- Seluruhnya dibantu
hal tertentu
p
ada kondisi ini meliputi Indeks Katz
Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.

B. Pengkajian fungsi kemandirian dengan indeks BARTHEL (IB)

DENGAN TIDAK
NO KRITERIA MANDIRI
BANTUAN MAMPU
1. Makan 2
2. Mandi 1
3. Perawatan diri 1
4. Berpakaian 2
5. Buang Air Kecil 2
6. Buang Air Besar 2
7. Berpindah dari kursi 2
roda ke tempat tidur,
sebaliknya
8. Personal toilet ( cuci 3
muka, menyisir rambut,
gosok gigi)
9. Aktivitas 3
duduk/transfer
10. Naik turun tangga 2
Penilaian : 20 (Mandiri)

C. SPSMQ
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari
10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis

D. GDS
Skala Depresi Geritrik Yesavage (GDS)
Instrumen yang disusun secara khusus untuk memeriksa depresi
Terdiri atas 30 pertanyaan dengan jawaban YA atau TIDAK
Beberapa nomor jawaban YA dicetak tebal, dan beberapa nomor yang lain jawab TIDAK
dicetak tebal
Yang dicetak tebal nilai 1  bila dipilih ( jawaban yang sesuai pertanyaan)
Skor 0 – 10 : not depressed
Skor 11 – 20 : mild depression
Skor 21 -30 : savere depression

E. APGAR KELUARGA
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih
intim dengan teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
F. MMSE
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi
adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan leboh lanjut.

G. PENYAKIT ATAU GANGGUAN


1. DEFINISI
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit peradangan sistematis kronis yang
tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer dengan pola
simestris. Konstitusi gejala termasuk kelelahan, malaise dan kekakuan pada pagi
hari. Pada RA sering melibatkan organ ektra artikular seperti kulit jantung paru-
paru dan mata RA menyebabkan kerusakan sendi dan dengan demikian sering
menyebabkan morbilitas dan kematian yang cukup besar. Di seluruh dunia,
kejadian tahunan RA adalah sekitar tiga kasus per 10.000 penduduk, dan tingkat
prevelensi sekitar 1%. Remisi klinis spontan bersifat jarang (sekitar 5-10%) RA
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Helmi , 2013).

2. ETIOLOGI
Penyebab RA menurut Helmi (2013), tidak diketahui. Faktor genetik,
lingkungan, hormon, imunologi dan faktor-faktor infeksi mungkin memainkan
peran penting. Sementara itu, faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup
dapat memengaruhi progresivitas dari penyakit.
a. Genetik
Sekitar 60% dari pasien dengan RA embawa epitop bersama dari cluster HLA-
DR4 yang merupakan salah satu situs pengiktn peptida-molekul HLA-DR
tertentu yang berkaitan dengan RA.
b. Lingkungan
Untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti orgaisme Mycoplasma,
Epstein-Barr dan virus rubella menjadi prodisposisi peningkatan RA.
c. Hormonal
Hormonal seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan jumlah perempuan
yang tidak proporsional dengan RA, Ameliorasi selama kehamilan, kambuh
dalam periode postpartm dini dan insiden berkurang pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral
d. Immunologisemua
Semua elemen imunologi utama memainkan peran penting dalam propagasi,
inisiasi, dan pemeliharaan dari proes autoimun RA. Peristiwa seluler dan
sitokin yang mengakibatkan konsekuensi pada patologi kompleks, seperti
proliferasi sinovia dan kerusakan sendi berikutnya. Keterlibatan limfosit T dan
B, antigen-presentig sel (misalnya sel B, makrofag dan sel dendritik). Serta
banyak sitokin. Penyimpangan produksi dan regulasi dri kedua sitokin
proidlamasi dan antiinflamasi dan jalur sitokin ditemukan di RA. Sel T CD4
diasumsikan memainkan peran penting dalam inisiasi RA. Sel-sel kemudian
dapat mengaktifkan makrofag dan populasi lainnya, termasuk fibrolas sinovia.
Makrofag dan sinoviafibrolas menjadi produsen utama dari sitokin
proinflamasi TNF alfa dan IL1. Hiperaktivasi dari membran sinovia
membentuk jaringan pannus dan menyerang tulang sehingga mengalami
degenerasi oleh aktivasi osteoklas.

3. PATOFISIOLOGI
RA Merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi
autoimun terjadi di jaringan synovial, dan kerusakan sendi terjadi mulai dari
proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
system dan terjadi proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau
sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadi pertumbuhan yang irregular
pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi
dan merusak rawan sendi dan tulang. Respon imun melibatkan peran sitokin,
interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan
destruksi sendi dan komplikasi sistemik. Peran sel T pada RA diawali oleh
interaksi antara reseptor sel T dengan share sytem dari major histocompability
complex class II (MHCII-SE) dan peptide pada antigen-presenting cell (APC)
pada system atau sistemik namun peran sel B dalam imunopatologis RA belum
diketahui secara pasti (Suarjana, 2009).
RA memiliki komponen genetik yang disignifikan dan berbagai epitop dari
cluster HLA-DR4/DR1 hadir pada 90% psien dengan RA. Hiperplasi sel cairan
sendi dan aktivasi sel endotel adalah kejadian pada awal proses patologis yang
berkembang menjadi peradangan yang tidak terkontrol danberakibat pada
kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor genetik dan kelainan sistem
kekebalan berkontribusiterhadap progresif penyakit. Sel T CD4, fagosit
mononuklear, fibroblas, osteiklas, dan neutroil memainkan peran seluler utama
dalam patofiiologi RA, sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi. Produksi
sitokin abnormal, kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya TNF-alpha,
interleukin (IL)-1-6, IL-8, serta faktor pertumbuhan fibrolas) telah ditunjukan
dengan pasien RA. Pada akhirnya peradangan dan proliferasi sinovium (yaiti
pannus) menuju kerusakan dari berbagai jaringan, termasuk tulang rawan, tulang
tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Meskipun struktur artikular adalah tempat
utama yang terlibat oleh RA, tetapi jaringan lain terpengaruh (Helmi, 2013).
PATHWAY
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Helmi (2013), RA ditandai dengan adanya:
a. Kekakuan sendi jari jari tangan pada pagi hari.
b. Nyeri pada pergelangan sendi atau nyeri tekan sekurang kurangnya pada satu
sendi.
c. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada
salah satu sendi secara terus menerus sekurang-kurangnya selama enam
minggu.
d. Pembengkakaan pada salah satu sendi.
e. Pembengkakan pada sendi yang simetris .
f. Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah eksensor.
Pengendapan caira pada cousin yang jelek
5. KLASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :


1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Swale & Bulstrode (2013), Spekrum RA memerlukan pendekatan
multidisiplin yang melibatkan :
a. Perawatan khusus : Edukasi dukungn pada pasien, kelompok merawat diri
sendiri
b. Fisioterapi : Olahraga dan proteksi sendi
c. Terapi okupasi : Adaptasi, alat bantu dan bidai.
d. Farmakologi : Kontrol nyeri dan penyakit.
e. Pembedahan : Penggantian sendi, arthrodesis dan perbaikan tendon.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Nyeri b.d pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi,
destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri b.d kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya
tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

INTERVENSI
No Dx NOC NIC
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan tindakan  Kaji keluhan nyeri
pencedera, keperawatan selama 3x24 jam  Catat lokasi ( skala nyeri
distensi diharapkan tidak ada keluhan 0-10)
jaringan oleh nyeri, dengan KH:  Dorong untuk mengubah
akumulasi  Menunjukan nyeri posisi, bantu untuk
cairan/ proses hilang/ terkontrol bergerak ditempat tidur,
inflamasi,  Terliht rileks sokong sendi yang sakit di
destruksi  Mengikuti program atas dan dibawah
sendi. farmakologi  Anjurkan pasien mandi air
 Menggabungkan hangat
keterampilan relaksasi
dan aktivitas hiburan
kedalam program kontrol
nyeri
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Evaluasi/ lanjutkan
mobilitas keperawatan selama 3x24 jam pemantauan tingkat
fisik b.d diharapkan mobilitas fisik baik inflamasi/ rasa sakit pada
deformitas dengan kriteria : sendi
skeletal,  Mempertahankan fungsi  Pertahankan istirahat tirah
nyeri, posisi dengan tidak hadirnya/ baring/ duduk jika diperlukan
penurunan, pembatasan kontraktur. jadwal aktivitas untuk.
kekuatan  Mempertahankan ataupun  Bantu dengan rentang gerak
otot. meningkatkan kekuatan dan aktif/pasif,
fungsi dari dan/ atau  Ubah posisi dengan sering
kompensasi bagian tubuh dengan jumlah personel
 Mendemonstrasikan tehnik/ cukup.
perilaku yang memungkinkan  Posisikan dengan bantal,
melakukan aktivitas kantung pasir, gulungan
trokanter, bebat, brace
 Gunakan bantal kecil/tipis di
bawah leher.

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Dorong pengungkapan


Citra Tubuh / keperawatan selama 3x24 jam mengenai masalah tentang
Perubahan diharapkan gangguan citra tubuh proses penyakit, harapan
Penampilan berkurang dengan KH: masa depan.
Peran  Mengungkapkan peningkatan  Diskusikan arti dari
berhubungan rasa percaya diri dalam kehilangan
dengan kemampuan untuk  Diskusikan persepsi
perubahan menghadapi penyakit, pasienmengenai bagaimana
kemampuan perubahan pada gaya hidup, orang terdekat menerima
untuk dan kemungkinan keterbatasan..
melaksanaka keterbatasan  Perhatikan perilaku menarik
n tugas-tugas  Menyusun rencana realistis diri
umum, untuk masa depan.  Susun batasan pada perilaku
peningkatan mal adaptif.
penggunaan  Bantu pasien untuk
energi, mengidentifikasi perilaku
ketidakseimb positif yang dapat membantu
angan koping
mobilitas.  Ikut sertakan pasien dalam
merencanakan perawatan dan
membuat jadwal aktivitas
4. Defisit Setelah dilakukan tindakan  mungkin dapat melanjutkan
perawatan keperawatan selama 3x24 jam aktivitas umum dengan
diri b.d diharapkan klien dapat mengatur melakukan adaptasi yang
kerusakan kegiatan sehari-hari, dengan KH diperlukan pada keterbatasan
musculoskele : saat ini
tal,  Melaksanakan aktivitas  Mendukung kemandirian
penurunan perawatan diri pada tingkat fisik/emosional
kekuatan, yang konsisten dengan  Menyiapkan untuk
daya tahan, kemampuan individual meningkatkan kemandirian,
nyeri pada  Mendemonstrasikan yang akan meningkatkan
waktu perubahan teknik/ gaya harga diri
bergerak, hidup untuk memenuhi  Berguna untuk menentukan
depresi. kebutuhan perawatan diri. alat bantu untuk memenuhi
 Mengidentifikasi sumber- kebutuhan individual. Mis;
sumber pribadi/ komunitas memasang kancing,
yang dapat memenuhi menggunakan alat bantu
kebutuhan perawatan diri. memakai sepatu,
menggantungkan pegangan
untuk mandi pancuran
 Mengidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat
kemampuan actual
 Mungkin membutuhkan
berbagai bantuan tambahan
untuk persiapan situasi di
rumah
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI
Edisi 7. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000.


KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius

Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor)


Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Helmi , 2013 Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika

Suarjana, 2009 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, Interna Publishing,
Jakarta.

Swales & Bulstrode, 2013 Reumatologi, Ortopedi, dan Trauma. Jakarta:


Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai