Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PSIKOSOSIAL DENGAN ANSIETAS

Keperawatan Jiwa

Oleh :

Nur Arief Mustaqim


72020040159

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“PSIKOSOSIAL DENGAN ANSIETAS”

A.    DEFINISI ANSIETAS


Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika
merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan
ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut
terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 2017).
Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada
individu. 
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasan
yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya
dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menghadapi.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana dapat
membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu contoh dampak
psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas (AH. Yusuf,2015)

B.     PENYEBAB ANSIETAS


Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, itu akan
menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat
pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti lambung,
jantung, pembuluh daerah maupun alat-alat gerak. Karena bentuk respon yanmg demikian,
penderita biasanya tidak menyadari hal itu sebagai hubungan sebab akibat.
a. Teori Biologis
- Biokimia
Biokimia dan neurofisiologis berpengaruh pada etiologi dari kelainan-kelainan ini telah
diselidiki; bagaimanapun, bukti empiris selanjutnya penting sebelum hubungan definitif
dapat ditentukan (Tawnsend, 2013).
- Genetik
Penyelidikan akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa kelainan ansietas paling sering
ditemukan pada populasi umum. Hal ini telah memperlihatkan bahwa kelainan ini lebih
umum antara hubungan kekerabatan seseorang dengan kelainan secara biologis generasi
pertama dari populasi umum (DSM-III-R, 2017).
b. Teori Psikososial
- Psikodinamik
Teori ini (Erikson, 2013) menganggap predisposisi untuk kelainan ansietas saat tugas-
tugas yang diberikan untuk tahap perkembangan awal belum terpecahkan. Dalam
berespon terhadap stres, prilaku dihubungkan dengan penampilan tahap dini ini, seperti
regresi pada seseorang atau terfiksasi pada tahap perkembangan awal.
- Interpersonal
Sullivan (2013) melengkapi respon ansietas untuk kesukaran dalam hubungan
interpersonal yang berasal dari hubungan awal Ibu-anak. Anak tidak menerima mutlak
kebutuhanya akan kasih sayang dan pemeliharaan.
- Sosiokultural
Horney (2013) menyatakan kelainan ansietas dipengaruhi oleh suatu kontra diksi yang
banyak terjadi dalam masyarakat yang mengkontribusi perasaan tidak aman atau
ketidakberdayaan.
c. Faktor predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
- Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua element kepribadian dan super ego mewakili dorongan insting dan impuls primitif
seseorang, sedang super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
noma-norma budaya seseorang.
- Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma , seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan yang spesifik.
- Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatau
yang menggangu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar
perilaku lain menggangap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
- Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi.
- Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambatan
asam aminobutirik-gamma neroreulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagai mana halnya
dengan endorfin.
d. Faktor yang berhubungan
- Terpapar racun
- Konflik yang tidak disadari mengenai nilai hidup/tujuan hidup
- Berhubungan dengan herediter
- Kebutuhan yang tidak terpenuhi
- Transmisi inter personal
- Krisis situasional/maturasi
- Ancaman kematian
- Ancaman terhadap konsep diri
- Stres
- Perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran,
lingkungan, status ekonomi
e. Akibat
- Pola nafas inefektif - Isolasi sosial
- Kerusakan komunikasi verbal - Gangguan pola tidur
- Resiko terhadap cedera - Gangguan harga diri
- Perubahan nutrisi - Respon pasca trauma
- Ketidakberdayaan - Kerusakan interaksi sosial
- Ketakutan
C.    JENIS ANSIETAS
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat
tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2018), respons dari ansietas ringan adalah
sebagai berikut :
a. Respons fisik c. Respons emosional
- Ketegangan otot ringan - Perilaku otomatis
- Sadar akan lingkungan - Sedikit tidak sadar
- Rileks atau sedikit gelisah - Aktivitas menyendiri
- Penuh perhatian - Terstimulasi
- Rajin - Tenang
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan
banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
2. Ansietas sedang
Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2018), respons dari
ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat
Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan
respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2018), respons dari ansietas berat adalah
sebagai berikut :
a. Respons fisik c. Respons emosional
- Ketegangan otot berat - Sangat cemas
- Hiperventilasi - Agitasi
- Kontak mata buruk - Takut
- Pengeluaran keringat meningkat - Bingung
- Bicara cepat, nada suara tinggi - Merasa tidak adekuat
- Tindakan tanpa tujuan dan - Menarik diri
serampangan - Penyangkalan
- Rahang menegang, mengertakan gigi - Ingin bebas
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan
informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
4. Panik
Panik : individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut
Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik c. Respon emosional
- Flight, fight, atau freeze -Merasa terbebani
- Ketegangan otot sangat berat -Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Agitasi motorik kasar -Lepas kendali
- Pupil dilatasi -Mengamuk, putus asa
- Tanda-tanda vital meningkat -Marah, sangat takut
kemudian menurun -Mengharapkan hasil yang buruk
- Tidak dapat tidur -Kaget, takut
- Hormon stress dan neurotransmiter -Lelah
berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin
terjadi
Gambar berikut adalah rentang respon ansietas :

D.    TANDA DAN GEJALA


1. Perilaku
Subyektif :
- Klien mengatakan susah tidur
- Klien menyatakan resah
- Klien mengatakan banyak pikiran
Obyektif :
- Penurunan produktifitas
- Kewaspadaan dan menatap
- Kontak mata buruk
- Gelisah
- Pandangan sekilas
- Pergerakan yang tidak bermakna (jalan menyeret, geraktangan dan kaki)
- Ekspresi yang mendalam terhadap perubahan hidup
2. Afektif
Subyektif :
- Klien menyatakan rasa penyesalan
- Klien mengatakan takut pada sesuatu
- Klien bengatakan tidak mempu melakukan sesuatu
Obyektif :
- Iritabel - Kewaspadaan meningkat
- Kesedihan yang mendalam - Fokus pada diri sendiri
- Ketakutan - Perasaan tidak mampu
- Gugup - Distress
- Mudah tersinggung - Khawatir
- Nyeri hebat, persisten bertambah - Cemas
- Rasa tidak menentu
3. Fisiologi
Subyektif :-
Obyektif :
- Suara gemetar - Perasaan tingling pada ekstermitas
- Gemetar, tangan tremor (parasimpatis)
- Goyah - Peningkatan aktivitas kardiovaskuler
- Peningkatan respirasi (simpatis) (simpatis)
- Keinginan berkemih (parasimpatis) - Peningkatan keringat
- Ganguan tidur (parasimpatis) - Wajah tegang
- Nyeri abdomen (parasimpatis) - Anoreksia (simpatis)
- Peningkatan nadi (simpatis) - Jantung berdetak kuat (simpatis)
- Peningkatan reflek (simpatis) - Diare (parasimpatis)
- Dilatasi pupil (simpatis)
- Keraguan dalam berkemih - Gugup (simpatis)
(parasimpatis) - Penurunan tekanan darah
- Kelelahan (parasimpatis) (parasimpatis)
- Mulut kering (simpatis) - Mual (parasimpatis)
- Kelemahan (simpatis) - Sering berkemih (parasimpatis)
- Pulsasi menurun (parasimpatis) - Pusing (parasimpatis)
- Wajah memerah (simpatis) - Kesulitan bernafas (simpatis)
- Vasokonstriksi superfisial (simpatis) - Peningkatan tekanan darah (simpatis)
4. Kognitif
Subyektif :
- Klien menyatakan bingung
- Klien sering mengatak lupa
- Klien sering menanyakan pertanyaan yang sama
Obyektif :
- Bloking
- Keasikan
- Merenung
- Kerusakan perhatian
- Penurunan lapang persepsi
- Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas
- Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain
- Sulit berkonsentrasi
- Penurunan kemampuan belajar, menyelasaikan masalah
- Gejala kewaspadaan fisiologis
E.   SUMBER DAN MEKANISME KOPING
1. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau
mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan
masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping
tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2015).
2. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal,
memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2015),
mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.
Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
- Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
- Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
- Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 
b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses
dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri,
sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak
membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan
makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi
hal-hal berikut :
- Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
- Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
- Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
- Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

F.   PENATALAKSANAAN ANSIETAS
Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
- Makan makan yang bergizi dan seimbang
- Tidur yang cukup.
- Cukup olahraga.
- Tidak merokok.
- Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan
yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf)
di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang serig di pakai
adalah obat anticemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, klobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCL, meprobramate dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatic) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatic (fisik)
itu dapat diberikan obat-oabatn yang ditujukan pada organ pada tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antar lain :
- Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien
yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberika keyakinan serta percaya diri.
- Psikoterapi reedukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi diri bila diulang bahwa
ketdak mampuan mengatasi kecemasan.
- Psikoterapi rekontruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (rekontruksi)
kepribadian yang teah menglami goncangan akibat stresor.
- Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk
berfikir secara rasonal, konsentrasi dan daya ingkat.
- Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan
yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stresor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
- Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga
tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor krluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubunganya dengan kekebalan dan
daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stresor
psikososial.
G.    POHON MASALAH
Koping Induvidu tidak Efektif
 
Ansietas
 
Stresor
H.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Anxietas berhubungan dengan Penyakitnya
b. Anxietas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping keluarga
c. Resiko gangguan pesepsi sensorik dan audiotori : Halusinasi berhubungan dengan
Ansietas
d. Resiko gangguan isi fikir : Waham berhubungan dengan Anxietas

I.   RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan Intervensi
Keperawatan Tujuan (Umum dan
Khusus)
Berhubungan TUM : 1. Jadilah pendengar yang hangat dan responsif
dengan TUK 1 2. Beri waktu yang cukup pada klien untuk
ansietas Klien dapat menjalin dan berespon
membina hubungan saling 3. Beri dukungan pada klien untuk
percaya mengekspresikan perasaannya
4. Identifikasi pola prilaku klien atau pendekatan
yang dapat menimbulkan perasaan negatif
5. Bersama klien mengenali perilaku dan respon
sehingga cepat belajar dan berkembang
TUK 2 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan
Klien dapat mengenal menguraikan perasaannya
ansietasnya 2. Hubungkan perilaku dan perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan asumsi terhadap
klien
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang mengancam ke
hal yang berkaitan dengan konflik
5. Gunakan konsultasi
TUK 3 1. Bantu klien mernjelaskan situasi dan interaksi
Klien dapat memperluas yang dapat segera menimbulkan ansietas
kesadarannya terhadap 2. Bersama klien meninjau kembali penilaian
perkembangan ansietas klien terhadap stressor yang dirasakan
mengancam dan menimbulkan konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan
pengalaman masa lalu yang relevan
TUK 4 1. Gali cara klien mengurangi ansietas di masa
Klien dapat menggunakan lalu
mekanisme koping yang 2. Tunjukkan akibat mal adaptif dan destruktif
adaptif dari respons koping yang digunakan
3. Dorong klien untuk menggunakan respons
koping adaptif yang dimilikinya
4. Bantu klien untuk menyusun kembali tujuan
hidup, memodifikasi tujuan, menggunakan
sumber dan menggunakan koping yang baru
5. Latih klien dengan menggunakan ansietas
sedang
6. Beri aktivitas fisik untuk menyalurkan
energinya
7. Libatkan pihak yang berkepentingan sebagai
sumber dan dukungan sosial dalam membantu
klien menggunakan koping adaptif yang baru
TUK 5 1. Ajarkan klien teknik relaksasi untuk
Klien dapat menggunakan meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri
teknik relaksasi 2. Dorong klien untuk menggunakan relaksasi
dalam menurunkan tingkat ansietas
STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal ansietas, dan
membantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas

Fase Orientasi:
“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Nur Arief Mustaqim, panggil saya Arief, saya
perawat yang akan merawat ibu.
“Nama Ibu siapa?, bisa dipanggial apa?”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Oh, jadi Ibu merasa takut dengan penyakit ibu
sekarang?”,
“Baiklah Ibu, kita akan berbincang-bincang tentang perasaan yang Ibu rasakan.
“Berapa lama kita bincang-bincang?
“Bagaimana kalau 20 menit”.
”Dimana tempatnya bu? Bagaimana kalau disini saja?”

Fase Kerja:
“Apa yang Ibu rasakan?, “Bagaimana perasaan itu bisa muncul?”. “Apa yang ibu lakukan
jka perasaan itu cemas itu muncul?”. “Oh, jadi saat ibu cemas ibu memikirkan keadaan ibu
yang tidak baik-baik dan keluarga”.”Ada peristiwa apa sebelum ansietas itu muncul? “Atau
adakah hal-hal cemas yang ibu pikirkan sebelumnya?” “Jadi ibu merasa cemas tentang
penyakit covid 19 yang di derita ibu saat ini. Bisa kita diskusikan apa saja yang membuat ibu
cemas dengan penyakit covid19? Oh, jadi bapak merasa takut dengan keluarga disekitar
karena penularan dari ibu. “Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami cemas seperti ini?
Apakah ibu bisa mengurangi cemas tersebut? Wah, baik sekali, berarti dulu ibu mampu
mengurangi kecemasan”.

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bincang-bincang?”,
“Coba Ibu sebutkan lagi apa yang membuat Ibu cemas?” apa perubahan yang Ibu rasakan
dengan kondisi kecemasan,”.
“Setelah ini saya akan mengajarkan Teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
kecemasan ibu, apakah Ibu bersedia?.”
SP 2
Mengontrol Kecemasan Dengan Relaksasi Nafas Dalam

Fase Orientasi:
“Assalamualaikum Bu W,
bagaimana perasaan ibu saat ini?’
Apakah Ibu sudah melatih cara mengalihkan situasi untuk menghilangkan kecemasan ibu?’
“Sesuai janji saya untuk mendiskusikan tentang latihan teknik relaksasi dengan tarik napas
dalam.” Berapa lama kita akan berlatih bu? “Bagaimana jika 20 menit?” Dimana kita
diskusi? “Bagaimana jika di sini saja?”

Fase Kerja:
Ibu, tadi waktu kita diskusi Ibu mengatakan bahwa saat cemas rasanya seluruh badan ibu
tegang, baik fikiran maupun fisik, Nah, latihan relaksasi ini bermanfaat untuk membuat fisik
ibu relak atau santai. Dalam latihan ini Ibu harus memusatkan pikiran dan perhatian Ibu
pada pernapasan, gerakan mengembang dan mengempisnya otot dada ibu saat bernapas .
Bisa kita mulai bu?” Sekarang ibu silahkan duduk tegap seperti saya. Pertama-tama: Ibu
tarik napas perlahan-lahan, dalam hitungan satu, ibu pikirkan bahwa udara memasuki
bagian bawah paru-paru ibu, pada hitungan dua ibu bayangkan udara mengisi bagian
tengah paru-paru ibu dan pada hitungan tiga ibu bayangkan seluruh paru-paru ibu sudah
terisi dengan udara, setelah itu tahan napas dalam hitungan tiga setelah itu ibu hembuskan
udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah, sekarang ibu lihat saya
mempraktekkanya. “Sekarang coba ibu praktekkan! “Wah, bagus sekali ibu sudah mampu
melakukannya. “ ibu bisa latih kembali relaksasi nafas dalam.

Fase teminasi:
“bagaimana perasaan ibu setelah latihan tarik napas dalam ini?” Coba ibu ulangi satu kali
lagi”” Bagus sekali.” Setiap kali ibu mulai merasa cemas, ibu bisa langsung praktekkan
cara ini.
“baiklah besok saya akan datang lagi untuk mengajarkan latihan yang lain yaitu dengan
mengendurkan dan mengencangkan seluruh otot ibu. besok Jam 10.00 WIB.
Assalamualaikum bu W.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., 2018. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin
Asih. Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Anna. 2008. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta :
EGC

Townsend, M. C., 2018. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Edisi 3. Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.

Rasmun, 2011, Kepwrawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.


Edisi Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.

Prabowo Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika.

Mustamir Pedak. (2013). Metode Supernol Menaklukan Stress. Jakarta: Himah Publishing
House.

Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purworkerto: Fajar Medika.

AH.Yusuf (2015). Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Jagakarsa.

Anda mungkin juga menyukai