Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

( ANSIETAS )

Oleh :
KELOMPOK I
KEPERAWATAN A 2017
DIRMAN
MULIATI
MUKARRAMAH
NURFADILAH
RISNASARI
WIDYA ASTUTI

Fakultas Ilmu kesehatan


Universitas Sulawesi Barat
Tahun Ajaran 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Stress, rasa takut dan ansietas adalah kondisi yang sangat sering terjadi dan
mudah ditemukan pada masyarakat umum. Setiap orang dapat mengalami ansietas dalam
kehidupan sehari-hari karena ansietas ini dapat memberikan suatu motivasi dan dorongan untuk
bertahan dalam menghadapi berbagai situasi. Istilah stress dan ansietas sendiri sering salah
dalam penggunaannya. Stress, atau lebih tepatnya stressor adalah tekanan eksternal yang
membuat seseorang akan bertahan, sedangkan ansietas adalah respon emosional yang subjektif
dalam menghadapi stressor itu (Townsend, 2008). Ansietas juga sering disamakan dengan fear
atau rasa takut. Keduanya merupakan suatu respon terhadap ancaman, tetapi kedua istilah ini
bisa dibedakan. Rasa takut adalah respon pada ancaman yang diketahui, berasal dari luar atau
eksternal, atau nonconflictual, sedangkan ansietas adalah respon pada ancaman yang tidak
diketahui, berasal dari dalam atau internal, tidak jelas, atau conflictual (Sadock dan Sadock,
2003).

Ansietas dapat dialami seseorang pada usia yang sangat muda. Gangguan ansietas merupakan
gangguan mental yang onset atau waktu munculnya paling awal yaitu sekitar pada umur 12 tahun
(Sadock dan Sadock, 2009). Usia ini lebih muda daripada usia munculnya gangguan mental yang
lain.seiring berjalannya waktu, tentu setiap orang akan mengalami banyak paparan yang
memungkinkan untuk menimbulkan gangguan ansietas. Ansietas mempengaruhi wanita dua kali
lipat lebih banyak daripada pria (Sadock dan Sadock, 2003). Ansietas juga mempengaruhi
banyak aspek pada kehidupan karena mempengaruhi kesadaran dan cenderung untuk membuat
distorsi dari persepsi. Sebagian besar efek dari ansietas adalah rasa takut yang disertai dengan
keluhan somatis yang mengindikasikan hiperaktifnya sistem saraf autonom seperti palpitasi dan
berkeringat(sadock, 2010). Penelitian ini akan meneliti prevalensi ansietas pada mahasiswa FK
UGM. Pada mahasiswa fakultas kedokteran, tingkat ansietas yang dialami cukup tinggi.
Prevalensi terjadinya adalah sekitar % (Hope dan Henderson, 2014). Nilai yang cukup tinggi ini
menarik perhatian dari penulis untuk mengetahui faktor yang memungkinkan tingginya tingkat
ansietas ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ansietas

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck,
2008).

Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala
sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa
objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai
berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
penderitaan yang jelas bagi pasien.

B. Tanda dan Gejala Ansietas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008),
antara lain sebagai berikut :

1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit
kepala dan sebagainya.
C. Tingkatan Ansietas

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung
pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping
terhadap ansietas.

Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1) Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :

a. Respons fisik

- Ketegangan otot ringan

- Sadar akan lingkungan

- Rileks atau sedikit gelisah

- Penuh perhatian

- Rajin

b. Respon kognitif

- Lapang persepsi luas

- Terlihat tenang, percaya diri

- Perasaan gagal sedikit

- Waspada dan memperhatikan banyak hal

- Mempertimbangkan informasi

- Tingkat pembelajaran optimal


c. Respons emosional

- Perilaku otomatis

- Sedikit tidak sadar

- Aktivitas menyendiri

- Terstimulasi

- Tenang

2) 2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-
benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :

a. Respon fisik :

- Ketegangan otot sedang

- Tanda-tanda vital meningkat

- Pupil dilatasi, mulai berkeringat

- Sering mondar-mandir, memukul tangan

- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b. Respons kognitif

- Lapang persepsi menurun

- Tidak perhatian secara selektif

- Fokus terhadap stimulus meningkat

- Rentang perhatian menurun

- Penyelesaian masalah menurun

- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan


c. Respons emosional

- Tidak nyaman

- Mudah tersinggung

- Kepercayaan diri goyah

- Tidak sabar

- Gembira

3) Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons
takut dan distress.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :

a. Respons fisik

- Ketegangan otot berat

- Hiperventilasi

- Kontak mata buruk

- Pengeluaran keringat meningkat

- Bicara cepat, nada suara tinggi

- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

- Rahang menegang, mengertakan gigi

- Mondar-mandir, berteriak

- Meremas tangan, gemetar

b. Respons kognitif

- Lapang persepsi terbatas

- Proses berpikir terpecah-pecah

- Sulit berpikir

- Penyelesaian masalah buruk

- Tidak mampu mempertimbangkan informasi


- Hanya memerhatikan ancaman

- Preokupasi dengan pikiran sendiri

- Egosentris

c. Respons emosional

- Sangat cemas

- Agitasi

- Takut

- Bingung

- Merasa tidak adekuat

- Menarik diri

- Penyangkalan

- Ingin bebas

4) Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :

a. Respons fisik

- Flight, fight, atau freeze

- Ketegangan otot sangat berat

- Agitasi motorik kasar

- Pupil dilatasi

- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

- Tidak dapat tidur

- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

- Wajah menyeringai, mulut ternganga


b. Respons kognitif

- Persepsi sangat sempit

- Pikiran tidak logis, terganggu

- Kepribadian kacau

- Tidak dapat menyelesaikan masalah

- Fokus pada pikiran sendiri

- Tidak rasional

- Sulit memahami stimulus eksternal

- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

c. Respon emosional

- Merasa terbebani

- Merasa tidak mampu, tidak berdaya

- Lepas kendali

- Mengamuk, putus asa

- Marah, sangat takut

- Mengharapkan hasil yang buruk

- Kaget, takut

- Lelah

D. Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang
dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan
pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas
sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang


berdampak terhadap ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap


integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi
individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping
individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam
berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric
acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.

E. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu :

1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :

a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan,
tekanan kelompok, sosial budaya.
F. Sumber Koping

Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil
sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping
diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi
strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

G. Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama


yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami
kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak
energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :

1) Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai
dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan
stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan
konflik dan memenuhi kebutuhan.

a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan


kebutuhan.

b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan
seseorang dari sumber stress.

c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti


tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.

2) Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses
dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri,
sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu
untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan
individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :

a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.

b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap


disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.

d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H. Penatalaksanaan Ansietas

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan
suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik
atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.

b. Tidur yang cukup.

c. Cukup olahraga.

d. Tidak merokok.

e. Tidak meminum minuman keras.

2. Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan
saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.

3. Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu
dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :

a) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

b) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk
berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

e) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan


yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.

f) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak
lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ansietas

1. Pengkajian

Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995),
data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :

a. Perilaku

Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang
secara tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk
melawan ansietas.

b. Faktor predisposisi

c. Faktor presipitasi

d. Sumber koping

e. Mekanisme koping

2. Diagnosa Keperawatan

Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :

a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup.

c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.

d. Kebutuhan tidak terpenuhi

e. Transmisi interpersonal

f. Krisis situasional atau maturasional

g. Ancaman kematian

h. Ancaman terhadap konsep diri

i. Stress

j. Substance abuse

k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi.

l. Fungsi peran

m. Lingkungan status ekonomi

Sedangkan menurut Suliswati (2005), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan ansietas adalah :

a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil
keputusan.

b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.

c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.

d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan kematian saudara.

3. Intervensi

Untuk menetukan intervensi keperawatan, maka terlebih dahulu disusun NOC (Nursing Outcome
Classification) dan NIC (Nursing Intervensi Classification), adapun NOC dan NIC untuk
ansietas, adalah sebagai berikut:

NOC (Nursing Outcome Classification)

Nursing Outcome Classification (NOC) pada ansietas terdiri dari ansietas kontrol dan
mekanisme koping, yaitu sebagai berikut :
Ansietas kontrol, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten),
dengan indikator :

a. Monitor intensitas kecemasan

b. Menyikirkan tanda kecemasan

c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan

d. Merencanakan strategi koping

e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas

g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan

h. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan

Koping, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan
indikator :

a. Menunjukkan fleksibilitas peran

b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya

c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan

d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional

e. Menunjukkan strategi penurunan stress

NIC (Nursing Intervensi Classification)

Nursing Intervensi Classification (NIC) pada klien yang mengalami ansietas, terdiri dari
penurunan kecemasan dan peningkatan koping, seperti pada uraian berikut :

Penurunan kecemasan

1. Tenangkan klien

2. Berusaha memahami keadaan klien

3. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan

4. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.

5. Gunakan pendekatan dan sentuhan


6. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut

7. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan

8. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas

9. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang teapt

10. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan

11. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi

12. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat

13. Peningkatan koping


BAB III

JURNAL

PENURUNAN TINGKAT ANSIATAS KLIEN PENYAKIT FISIK DENGAN TERAPI


GENERALIS ANSIATAS DI RUMAH SAKIT UMUM BOGOR

Tanda dan gejala pada orang-orang yang mengalami ansiatas dapat dilihat dari berbagai respon
pasien seperti respon kognitif yaitu respon dengan berfokus pada hal yang penting, respon
fisiologis yaitu respon dari fungsi tubuh seperti nafsu makan menurun, respon afektif yaitu
fungsi respon emosi klien, respon perilaku dimana pasien mengalami gangguan pada sistem
motorik, dan respon interaksi sosial yang menurun. Pada pasien ansietas yang sudah diberikan
terapi pada RS Bogor terjadi peningkatan kemampuan meningkatkan kegiatan spiritual sehingga
terapi ini dianggap mampu memberikan efek yang sangat berpengaruh dengan tingkat presentasi
mencapai 57 %.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ansietas dapat dialami seseorang pada usia yang sangat muda. Gangguan ansietas merupakan
gangguan mental yang onset atau waktu munculnya paling awal yaitu sekitar pada umur 12 tahun
(Sadock dan Sadock, 2009). Usia ini lebih muda daripada usia munculnya gangguan mental yang
lain.seiring berjalannya waktu, tentu setiap orang akan mengalami banyak paparan yang
memungkinkan untuk menimbulkan gangguan ansietas. Ansietas mempengaruhi wanita dua kali
lipat lebih banyak daripada pria (Sadock dan Sadock, 2003). Ansietas juga mempengaruhi
banyak aspek pada kehidupan karena mempengaruhi kesadaran dan cenderung untuk membuat
distorsi dari persepsi. Sebagian besar efek dari ansietas adalah rasa takut yang disertai dengan
keluhan somatis yang mengindikasikan hiperaktifnya sistem saraf autonom seperti palpitasi dan
berkeringat(sadock, 2010). Penelitian ini akan meneliti prevalensi ansietas pada mahasiswa FK
UGM. Pada mahasiswa fakultas kedokteran, tingkat ansietas yang dialami cukup tinggi.
Prevalensi terjadinya adalah sekitar % (Hope dan Henderson, 2014). Nilai yang cukup tinggi ini
menarik perhatian dari penulis untuk mengetahui faktor yang memungkinkan tingginya tingkat
ansietas ini.

B. SARAN

Saat mendapatkan kasus seperti diatas ada baiknya kita mencoba menerapkan terapi tersebut,
orang-orang yang mengalami ansietas tidak harus di jauhi ataupun di hindari tetapi orang-orang
yang mengalami gangguan fisik maupun mental harus kita berikan dukungan. Ansiatas adalah
sesuatu yang muncul bersamaan dengan penyakit seperti penyakit atau gangguan pada fisik oleh
karena itu orang-orang yang sedang mengalami sakit ada baiknya kita rangkul dan berikan
semangat bukan malah menjauhinya.
DAFTAR PUSTAKA

http://wir-nursing.blogspot.com/2009/11/ansietas-atau-kecemasan.html?m=1

http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/download/40/27

Anda mungkin juga menyukai