A. PENGERTIAN
Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang
subyektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu, tidak tenteram, kadang disertai
berbagai keluhan fisik.
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi
ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu terhadap sesuatu yang berbahaya. Kapasitas
untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah
tidak sejalan dengan kehidupan.
B. ETIOLOGI
Penyebab gangguan ini kurang jelas. Gejala muncul biasanya disebabkan interaksi dari
aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang
merupakan stressor muneulnya gejala ini. Di sistem saraf pusat beberapa mediator utama dari
gejala ini adalah. norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas diperantarai oleh suatu
system kompleks yang melibatkan system limbic, thalamus, korteks frontal secara anatomis
dan norepinefrin, serotonin dan GABA pada sistem neurokimia, yang mana hingga saat ini
belum diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan anxietas. Begitu
pula pada depresi walapun penyebabnya tidak dapat dipastikan namun biasanya ditemukan
defisensi relatif salah satu atau beberapa aminergic neurotransmitter (noeadranaline,
serotonin, dopamine) pada sinaps neuron di susunan saraf pusat khususnya sistem limbic
D. PATOFISIOLOGIS
Bagian dari otak yang terlibat dalam patofisiologi gangguan cemas menyeluruh
adalah amigdala yang memegang peran penting dalam memodulasi ketakutan dan
kecemasan. Pada pemeriksaan pencitraan otak pasien gangguan cemas menyeluruh
ditemukan bahwa terjadi peningkatan respons pada stimulus kecemasan. Peningkatan respons
ini terjadi karena penurunan ambang batas ketika merespon pada peristiwa sosial biasan.
Amigdala dan sistem limbik berhubungan erat dengan korteks prefrontal. Pada pasien cgm
juga dapat ditemukan aktivasi abnormal sistem limbik dan korteks prefrontal yang
berhubungan dengan respons klinis pada terapi farmakologis dan non farmakologis pada
pasien. Pada pemeriksaan MRI ditemukan bahwa pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh memiliki volume lobus temporal yang lebih kecil.[2,4]
E. TINGKATAN KECEMASAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakuk koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat
tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-
benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan
respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
F. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis
yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan
pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara
realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu
dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma
amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung
jawab menghasilkan kecemasan.
G. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi
suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
H. SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau
mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal.
Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah,
dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut
individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
I. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami
kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati,
2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan
banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua
jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan
tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses
dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri,
sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu
untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan
individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
J. PENATALAKSANAAN
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan
yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di
susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah
obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam,
buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu
dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya
diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
A. PENGKAJIAN.
1. Faktor Predisposisi.
2. Faktor Presipitasi.
3. Perilaku.
a. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Tubuh Respons
Kardiovaskuler • Palpitasi.
• Jantung berdebar.
• Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
• Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
Pernafasan • Napas epat.
• Pernapasan dangkal.
• Rasa tertekan pada dada.
• Pembengkakan pada tenggorokan.
• Rasa tercekik.
• Terengah-engah.
Neuromuskular • Peningkatan reflek.
• Reaksi kejutan.
• Insomnia.
• Ketakutan.
• Gelisah.
• Wajah tegang.
• Kelemahan secara umum.
• Gerakan lambat.
• Gerakan yang janggal.
Gastrointestinal • Kehilangan nafsu makan.
• Menolak makan.
• Perasaan dangkal.
• Rasa tidak nyaman pada abdominal.
• Rasa terbakar pada jantung.
• Nausea.
• Diare.
Perkemihan • Tidak dapat menahan kencing.
• Sering kencing.
Kulit • Rasa terbakar pada mukosa.
• Berkeringat banyak pada telapak tangan.
• Gatal-gatal.
• Perasaan panas atau dingin pada kulit.
• Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
4. Sumber Koping.
5. Mekanisme Koping.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.
8. Inkontinensial.
9. Stress
10. Cedera resiko terhadap......
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.
C. INTERVENSI.
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik.
Tujuan khusus :
Klien mampu untuk ;
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
5. Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6. Klien terlindung dari bahaya.
a. Ansietas Ringan.
a) Gerakan tidak tenang.
b) Perhatikan tanda peningkatan ansietas.
c) Bantu klien menyalurkan energi secara konstruktif.
d) Gunakan obat bila perlu.
e) Dorong pemecahan masalah.
f) Berikan informasi akurat dan fuktual.
g) Sadari penggunaan mekanisme pertahanan.
h) Bantu dalam mengidentifikasi keterampilan koping yang berhasil.
i) Pertahankan cara yang tenang dan tidak terburu.
j) Ajarkan latihan dan tehnik relaksasi.
b. Ansietas Sedang.
a) Pertahankan sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan dengan pasien.
b) Bicara dengan sikap tenang, tegas meyakinkan.
c) Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
d) Hindari menjadi cemas, marah, dan melawan.
e) Dengarkan pasien.
f) Berikan kontak fisik dengan menyentuh lengan dan tangan pasien.
g) Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h) Ajak pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
i) Bantu pasien mengenali dan menamai ansietasnya
c. Ansietas Berat.
a) Isolasi pasien dalam lingkungan yang aman dan tenang.
b) Biarkan perawatan dan kontak sering sampai konstan.
c) Berikan obat-obatan pasien melakukan hal untuk dirinya sendiri.
d) Observasi adanya tanda-tanda peningkatan agitasi.
e) Jangan mennyentuh pasien tanpa permisi.
f) Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g) Kaji keamanan dalam lingkungan sekitarnya
d. Panik.
a) Tetap bersama pasien ; minta bantuan.
b) Jika mungkin hilangkan beberapa stressor fisik dan psikologisdari lingkungan.
c) Bicara dengan tenang, sikap meyakinkan, menggunakan nada suara yang rendah.
d) Katakan pada pasien bahwa anda (staf) tidak akan membahayakan dirinya sendiri
atau orang lain.
D. EVALUASI
Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu khawatir dengan
kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan respon subjektif klien mengatakan
tahu arti cemas, klien mengatakan lebih senang diam memikirkan masalah sendiri sedangkan
respon objektif ekspresi wajah tampak gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan,
klien mampu mengenal kecemasannya. Kecemasan itu pula dapat diartikan sebagai reaksi
yang timbul karena ancaman yang tidak menentu. Pencegahan dari kecemasan itu dapat
dilakukan dengan cara perawat memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan
kepercayaan diri, serta sering mendekatkan diri kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Suliswati., Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.
Stuart, G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN
Nama Mahasiswa :
NIM :
Ruang :
No Register :
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
I. Pengkajian Keperawatan
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Suku/ Bangsa
Agama
Status Marietal
Pekerjaan
Pendidikan
Bahasa yang digunakan
Alamat
Kiriman dari
Cara Masuk
Diagnosa Medis
Alasan dirawat
D. Riwayat Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a.Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Sebelum sakit : Klien mengatakan mandi 2x sehari dan gosok gigi 2x sehari
Saat sakit : Klien hanya diseka di tempat tidur
b. Pola nutrisi dan metabolism
Sebelum sakit : Klien makan 3xsehari dengan nasi dan lauk serta sayur
Saat sakit : Klien puasa sebelum operasi
c. Pola Eliminasi
sebelum sakit : Klien bab 1x sehari dan bak 3-4xsehari
saat sakit : Klien belum bab, bak 3-4xsehari
d. Pola tidur dan istirahat
sebelum sakit : Klien mengatakan tidur 6-8 jam
saat sakit : Klien tidak dapat tidur karna memikirkan operasi
e. Pola aktifitas dan latihan
Sebelum sakit : Klien setiap sore berolah raga berjalan
Saat sakit : Tidak dapat melakukan aktifitas
f. Pola hubungan dan peran
Sebelum sakit : Klien sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah
Saat sakit : Klien tidak dapat melakukan pekerjaannya
g. pola sensori dan kognitif
Sebelum sakit : Tidak ada masalah
Saat sakit : tidak ada masalah
h. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit : klien bekerja setiap hari dan pulang sore hari
Saat sakit : Klien tidak dapat bekerja
i. Pola seksual dan reproduksi
Sebelum sakit : Klien melaksanakan kewajibannya sebagai suami
Saat sakit : Klien tidak dapat memenuhi sebagai suami
j. Pola Mekanisme/ penanggulangan stress dan koping
Sebelum sakit : Klien banyak memiliki teman di tempat kerja dan dirumah
Saat sakit : Klien hanya bercerita dengan isterinya
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : Klien rajin sembahyang dimasjid
Saat sakit : Klien hanya bias berdo’a ditempat tidur
E. Observasi dan Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan Umum : Baik GCS :546
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70mmHg
Suhu : 360c Tinggi badan : 168cm
Nadi :80x/mnt Berat Badan : 70kg
Respirasi : 20x/mnt
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : simetris mengalami perubahan penglihatan.
Hidung: cukup bersih tidak terdapat polip
Mulut : bibir dan mukosa lembab
Telinga: bentuk daun telinga simetris pendengaran jelas
Rambut: Rambut klien lurus dan beruban
Wajah : bentuk lonjong dan simetris
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Dada
a. Jantung: tidak ada pembesaran denyut jantung regular
b. Paru : bentuk simetris
Perut : tidak terdapat acites hepar tidak membesar tidak ada distensia abdomen
Integumen dan ekstremitas
a. Atas : turgor kulitelastis tidak ada edema
b. Bawah: simetris tidak ada kelemahan dan tidak ada edema
Genetalia : bersih tidak ada penyakit kulit
G. Terapie
Nama pasien : No RM
Umur : Ruangan
A. Analisa Data
Mahasiswa,
M. sabarudin