Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN

PSYCHIATRIC NURSING 1

Dosen Pengampu :

Ns. Zakiyah, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J

Ns. Nuniek Setyo Wardani, M.Kep.

Sari Narulita, S.Kp., M.Si

Disusun Oleh :

Nabila aisyah mairani

012111074

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS BINAWAN

2023
A. Definisi

Sumber gambar I : (VectorStock, Depression stress icons set - mental


health conce vector image)

Istilah kecemasan dalam bahasa inggris yaitu Anxiety yang berasal dari Bahasa latin
angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik (Annisa & Ifdil, 2016).
Kecemasan adalah perasaan tidak santai atau samar-samar yang terjadi karena ketidaknyamanan
dan rasa takut disertai suatu respon. Perasaan takut dan tidak menentu sebagai siinya yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu mengambil
suatu tindakan dalam menghadapi ancaman (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).

Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016).

B. Rentang Respon Kecemasan


Klasifikasi Ansietas :
1) Ansietas ringan (1+)
a. Respon fisik: ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah,
penuh perhatian.
b. Respon kognitif : lapang persepsi luas, terlihat tenang, perasaan gagal sedikit, waspada
dan memperhatikan banyak hal, memperhatikan informasi, tingkat pembelajaran optimal.
c. Respon emosional perilaku otomatis, sedikit tidak sadar, aktivitas menyendiri,
terstimulasi.

2) Ansietas sedang (2+)


a. Respon fisik ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai
berkeringat, sering mondar-mandir, suara berubah: bergetar, nada tinggi kewaspadaan dan
ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, sering nyeri
punggung.
b. Respon kognitif. lapang persepsi menurun tidak perhatian secara selektif, fokus terhadap
stimulus meningkat, rentang perhatian menurun. penyelesaian masalah menurun,
pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.
c. Respon emosional tidak nyaman, mudah tersinggung kepercayaan diri goyah, tidak sabar,
gembira.

3) Ansietas berat (3+)


a. Respon fisik: ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk, pengeluaran
keringat meningkat bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan
serampangan, rahang menegang, menggertakan gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat,
mondarmandir, berteriak, meremas tangan, gemetar.
b. Respon kognitif: lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecah pecah, sulit berfikir,
penyelesaian masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya
memperhatikan ancaman e) Respon emosional: sangat cemas, agitasi, takut, bingung,
merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas.

4) Ansictas panik (4+)


a. Respon fisik: flight, fight, atau freeze ketegangan otot yang sangat berat, agitasi motorik
kasar, pupil dilatası, TTV meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormon stres
dan neurotransmitter berkurang wajah menyeringai, mulut ternganga.
b. Respon kognitif. persepsi yang sempit. pikiran tidak logis, terganggu. kepribadian kacau,
tidak dapat menyelesaikan masalah fokus pada pikiran sendiri. tidak rasional, sulit
memahami stimulus eksternal, halusinasi, waham, ilusi terjadi.
c. Respon emosional merasa terbebani, merasa tidak mampu tidak berdaya, lepas kendali
mengamuk, putus asa, marali, mengharapkan hasil yang buruk kaget takut lelah.

C. Etiologi
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang.Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan ini
Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah dan tujuan
hidup (Videbeck, 2008).
Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda, seseorang dapat
tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres berat pada orang lain. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :

1. Faktor Predisposisi
a. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadiani yaitu id, ego dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma
budaya, sedangakan ego di gambarkan sebagai mediator antara tuntunan dari id dan
superego.
b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidak
setujuan dan penolakan interpersonal.
c. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk fruslasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa di
temui dalam suatu keluarga.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa olak megandung reseptor khusus untuk
benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-asam gama-
aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan ansietas.

2. Faktor Presipitasi
a. Stresor presipitasi adalah semua kelegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu.
b. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
c. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil). d. Sumber eksternal, meliputi
paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan,
kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
d. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
e. Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat
kerja, penyesuaian terhadap peran baru Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
juga dapat mengancam harga diri.

f. Sumber eksternal kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status


pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila
dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak,
perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana
perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat,
perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh
adalah kecemasanya terjadi kronis secara terusmenerus mencakup situasi hidup (cemas akan
terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol,
cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel
1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh :

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar

2. Otot tegang/kaku/pegal

3. Tidak bisa diam


4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat

6. Jantung berdebar-debar

7. Telapak tangan basah/dingin

8. Mulut kering

9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak

11. Muka panas/ badan menggigil

12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu


berkurang
14. Mudah terkejut/kaget

15. Sulit konsentrasi pikiran

16. Sukar tidur

17. Mudah tersinggung

E. Patofisiologi

Mediator kecemasan yang signifikan dalam sistem saraf pusat dianggap sebagai norepinefrin,
serotonin, dopamin, dan asam gamma-aminobutirat (GABA). Sistem saraf otonom, terutama
sistem saraf simpatis, memediasi sebagian besar gejala.

Amigdala memainkan peran penting dalam meredam rasa takut dan kecemasan. Pasien dengan
gangguan kecemasan ditemukan menunjukkan respons amigdala yang meningkat terhadap isyarat
kecemasan. Struktur amigdala dan sistem limbik terhubung ke daerah korteks prefrontal, dan
kelainan aktivasi prefrontal-limbik dapat dibalik dengan intervensi psikologis atau farmakologis.
F. Pemeriksaan Penunjang

Umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosis


gangguan cemas menyeluruh. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti gangguan medis umum dan gangguan mental akibat penggunaan obat.

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dibutuhkan pada pasien gangguan cemas


menyeluruh adalah EKG atau tes fungsi tiroid pada pasien yang mengeluh berdebar-debar.
Pemeriksaan tes kimia dan intoksikasi obat dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami gejala
tersebut akibat penggunaan obat–obat tertentu.

G. Penatalaksanaan

Kecemasan akut mungkin memerlukan pengobatan dengan benzodiazepin. Pengobatan


kecemasan kronis terdiri dari psikoterapi, farmakoterapi, atau kombinasi keduanya.

Farmakoterapi : inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), inhibitor reuptake serotonin-


norepinefrin (SNRI), benzodiazepin, antidepresan trisiklik, obat penenang ringan, dan beta-
blocker mengobati gangguan kecemasan.

⚫ SSRI (fluoxetine, sertraline, paroxetine, escitalopram, dan citalopram) adalah pengobatan


yang efektif untuk semua gangguan kecemasan dan dianggap sebagai pengobatan lini pertama.

⚫ SNRI (venlafaxine dan duloxetine) dianggap sama efektifnya dengan SSRI dan juga dianggap
sebagai pengobatan lini pertama, terutama untuk gangguan kecemasan umum (GAD).

⚫ Antidepresan trisiklik (amitriptyline, imipramine, dan nortriptyline) berguna dalam


pengobatan gangguan kecemasan tetapi menyebabkan efek samping yang signifikan.

⚫ Benzodiazepin (alprazolam, klonazepam, diazepam, dan lorazepam) digunakan untuk


manajemen kecemasan jangka pendek. Mereka bertindak cepat dan membawa kelegaan dalam
30 menit hingga satu jam. Mereka efektif dalam mempromosikan relaksasi dan mengurangi
ketegangan otot dan gejala kecemasan lainnya. Karena mereka bekerja dengan cepat, mereka
efektif ketika diambil untuk serangan panik atau episode luar biasa. Penggunaan jangka
panjang mungkin memerlukan peningkatan dosis untuk mencapai efek yang sama, yang dapat
mengakibatkan masalah terkait toleransi dan ketergantungan.

⚫ Buspirone adalah obat penenang ringan yang bekerja lambat dibandingkan dengan
benzodiazepin dan membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mulai bekerja. Ini memiliki
keuntungan kurang menenangkan dan juga tidak membuat ketagihan dengan efek penarikan
yang minimal. Ini bekerja untuk GAD.

⚫ Beta-blocker (propranolol dan atenolol) mengendalikan gejala fisik kecemasan seperti detak
jantung yang cepat, suara gemetar, berkeringat, pusing, dan tangan gemetar. Mereka sangat
membantu untuk fobia, khususnya fobia sosial.

Psikoterapi : Salah satu bentuk psikoterapi yang paling efektif adalah terapi perilaku-kognitif. Ini
adalah bentuk terapi terstruktur, berorientasi pada tujuan, dan didaktik yang berfokus pada
membantu individu mengidentifikasi dan memodifikasi pola pikir dan keyakinan maladaptif yang
khas yang memicu dan mempertahankan gejala. Bentuk terapi ini berfokus pada membangun
keterampilan perilaku sehingga pasien dapat berperilaku dan bereaksi lebih adaptif terhadap situasi
yang menimbulkan kecemasan. Terapi pemaparan digunakan untuk menggerakkan individu ke
arah menghadapi situasi dan rangsangan yang memicu kecemasan yang biasanya mereka hindari.
Paparan ini menghasilkan pengurangan gejala kecemasan saat mereka mengetahui bahwa
kecemasan mereka menyebabkan mereka mengalami alarm palsu dan mereka tidak perlu takut
pada situasi atau rangsangan dan dapat mengatasi situasi seperti itu secara efektif.

KESIMPULAN

Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah.
Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan
yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Neale
dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut
Gangguan Kecemasan.

Gambaran klinis bervariasi dapat dijumpai keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk
bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang
mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal
sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan
Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup
(cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas
kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar,
mudah marah, sulit tidur.

Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2
cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Obat
pilihan yang digunakan adalah antianxietas (golongan benzodiazepine khuusnya diazepam dan
alprazolam. Anti depresan juga dapat dikombinasikan misalnya golongan SSRI yakni fluoxetine.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lnjut Usia (Lansia). Jurnal
Ilmu Konselor Vol. 5 no. 2,93-99.

2. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110.
3. Ary Saputra, 2020. LP Ansietas, Update 2020.
https://www.academia.edu/44348077/LP_ANSIETAS

4. Via Kusuma, 2020. Gangguan Cemas Menyeluruh.


file:///C:/Users/asus/Downloads/adoc.pub_gangguan-cemas-menyeluruh-f411.pdf

5. [Sumber Gambar I] https://images.app.goo.gl/ZSUMhWFC5ojtPBq26

6. dr. Immanuel Natanael Tarigan, 2022, Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh, 2 Des
2022. https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-cemas-
menyeluruh/diagnosis
7. Rickels K, Moeller HJ. Benzodiazepin pada gangguan kecemasan: Penilaian ulang kegunaan
dan keamanan. Dunia J Biol Psikiatri. 2019 September; 20 (7):514-518.

8. Kreuze LJ, Pijnenborg GHM, de Jonge YB, Nauta MH. Terapi perilaku kognitif untuk anak-
anak dan remaja dengan gangguan kecemasan: Sebuah meta-analisis hasil sekunder.
Gangguan Kecemasan J. Des 2018; 60 :43-57.

Anda mungkin juga menyukai