Anda di halaman 1dari 13

Asuhan Keperawatan Psikososial dengan Masalah :

Anxietas

Laporan Pendahuluan

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik


Stase Keperawatan Jiwa

Oleh
YUNIA JULIANTI

322031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2022
I. Konsep Teori Ansietas
A. Definisi
Ansietas dapat diartikan sebagai suatu respon perasaan yang tidak
terkendali. Ansietas adalah respon terhadap ancaman yang sumbernya tidak
diketahui, internal, dan samar-samar. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas,
atau bukan bersifat konflik (Murwani, 2009). Kecemasan (ansietas) adalah
sebuah emosi dan penglaman subjektif dri seseorang. Kecemasan merupakan
suatu respon psikologis maupun fisiologis individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan, atau reaksi atas situasi yang dianggap mengancam (Hulu
& Pardede, 2016). Kecemasan adalah pengalaman subjektif dari ketegangan
mental yang mengganggu sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan untuk
menghadapi masalah atau adanya rasa tidak aman. Perasaan tidak
menyenangkan umumnya menimbulkan gejala fisiologis seperti gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat, dll dan gejala psikologis seperti panik,
tegang, bingung, tidak dapat berkonsentrasi, dll (Pardede, Simanjuntak, &
Manalu 2020).

B. Etiologi
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada
diri seseorang. Setiap individu menghadapi stress dengan cara berbeda-beda,
seseorang dapat tumbuh dalam situasi yang dapa menimbulkan stress berat pada
orang lain adapun faktor-faktornya yang mempengaruhi ansietas adalah :
1. Faktor Predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas
adalah:
a. Teori Psikionalitik
Ansietas merupakan konflik emosional antara dua elemen yaitu ide, ego
dan super ego. Ide melambangkan dorongan insting, ego digambarkan
sebagai mediator antara ide dan super ego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, ansietas
berfungsi untuk memperingatkan ego tenang suatu budaya yang perlu
segera diatasi.
b. Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal berhubungan
juga dengan trauma masa perkembangan seperti kehilangan, perpisahan.
Individu dengan harga diri rendah biasanya sangat mengalami ansietas
berat.
c. Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang yang
menggangu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
d. Kajian Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatan neuroregulator yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan
ansietas (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016)
2. Faktor Presipitasi
Bersumber dari eksternal dan internal seperti :
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau menurunnya kemampuan melaksanakan fungsi kehidpan sehari-
hari(Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas harga diri
dan integritas fungsi sosial. (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).
3. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku secara tidak langsung timbulnya gejala atau mekanisme koping
dalam meningkat sejalan dengan peningkatan ansietas.

C. Rentang Respon Ansietas


Menurut Stuart (2006) “menjelaskan rentang respon individu terhadap
cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang
paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi
dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling
maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon
terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik, perilaku
maupun kognitif.
1) Respon Adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan
mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivasi
yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan sarana untuk
mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan
seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada
orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi
2) Respon Maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme
koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya.
Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara
tidak jelas isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan
penyalahgunaan obat terlarang.

Klasifikasi Ansietas :
1. Ansietas ringan
a. Respon fisik : ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau
sedikit gelisah, penuh perhatian.
b. Respon kognitif : lapang persepsi luas, terlihat tenang, perasaan gagal
sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal, memperhatikan
informasi, tingkat pembelajaran optimal.
c. Respon emosional: perilaku otomatis, sedikit tidak sadar, aktivitas
menyendiri, terstimulasi.
2. Ansietas sedang
a. Respon fisik: ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil
dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, suara berubah:
bergetar, nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat,
sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, sering nyeri punggung.
b. Respon kognitif: lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara
selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan
memfokuskan.
c. Respon emosional: tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri
goyah, tidak sabar, gembira
3. Ansietas berat
a. Respon fisik: ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,
pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan
tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang, menggertakan gigi,
kebutuhan ruang gerak meningkat, mondarmandir, berteriak, meremas
tangan, gemetar.
b. Respon kognitif: lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecah pecah,
sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu
mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan ancaman.
c. Respon emosional: sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak
adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas.
4. Ansietas panik
a. Respon fisik: flight, fight, atau freeze ketegangan otot yang sangat berat,
agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, TTV meningkat kemudian menurun,
tidak dapat tidur, hormon stres dan neurotransmitter berkurang, wajah
menyeringai, mulut ternganga.
b. Respon kognitif: persepsi yang sempit, pikiran tidak logis, terganggu,
kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada
pikiran sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus eksternal,
halusinasi, waham, ilusi terjadi.
c. Respon emosional: merasa terbebani, merasa tidak mampu/ tidak
berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, mengharapkan
hasil yang buruk, kaget, takut, lelah.

D. Tanda dan Gejala


Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami ansietas
menurut Hawari, 2008 adalah sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6. Keluhan-keluhan somatic misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ansietas dapat disajikan dalam tabel berikut:
Gejala dan Tanda Mayor Ansietas

Subjektif Objektif
Merasa bingung Tampak gelisah
Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi Tampak tegang
Sulit berkonsentrasi
Sulit tidur
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia, (2016).

Gejala dan Tanda Minor Ansietas

Subjektif Objektif
Mengeluh pusing Frekuensi napas meningkat
Anoreksia Frekuensi nadi meningkat
Palpitasi Tekanan darah meningkat
Merasa tidak berdaya Diaphoresis
Muka tampak pucat
Suara bergetar
Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada masa lalu
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia, (2016).

F. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (Yogiantoro, 2017) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1. Makan makanan yang berigizi dan seimbang
2. Tidur yang cukup
3. Olahraga yang teratur
4. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
b. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
1. Psikoterapi Suportif
2. Psikoterapi Re-Edukatif
3. Psikoterapi Re-Konstruktif
4. Psikoterapi Kognitif
5. Psikoterapi Psikodinamik
6. Psikoterapi Keluarga
e. Terapi Psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Anxietas


1. Pengkajian
A. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas Stuart, Keliat
& Pasaribu (2016):
1) Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau aku,
berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan
dari hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3) Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
4) Kajian Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga.Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas
dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5) Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam
aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor
B. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas
hidup sehari- hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
C. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
D. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas
1) Kardiovaskuler: Palpitasi. Jantung berdebar. Tekanan darah meningkat dan
denyut nadi menurun. Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
2) Pernafasan: Napas cepat. Pernapasan dangkal. Rasa tertekan pada dada.
Pembengkakan pada tenggorokan. Rasa tercekik, Terengah-engah.
3) Neuromuskular: Peningkatan reflek, Reaksi kejutan, Insomnia, Ketakutan,
Gelisah, Wajah tegang, Kelemahan secara umum, Gerakan lambat, Gerakan
yang janggal
4) Gastrointestinal: Kehilangan nafsu makan, Menolak makan. Perasaan
dangkal. Rasa tidak nyaman pada abdominal. Rasa terbakar pada jantung.
Nausea. Diare.
5) Perkemihan: Tidak dapat menahan kencing. Sering kencing.
6) Kulit: Rasa terbakar pada mukosa. Berkeringat banyak pada telapak tangan.
Gatal-gatal. Perasaan panas atau dingin pada kulit. Muka pucat dan
bekeringat diseluruh tubuh.
E. Respon Perilaku Kognitif
1) Perilaku: Gelisah. Ketegangan fisik. Tremor. Gugup. Bicara cepat. Tidak
ada koordinasi. Kecenderungan untuk celaka. Menarik diri. Menghindar.
Terhambat melakukan aktifitas.
2) Kognitif: Gangguan perhatian. Konsentrasi hilang. Pelupa. Salah tafsir.
Adanya bloking pada pikiran. Menurunnya lahan persepsi. Kreatif dan
produktif menurun. Bingung. Khawatir yang berlebihan. Hilang menilai
objektifitas. Takut akan kehilangan kendali. Takut yang berlebihan.
3) Afektif: Mudah terganggu. Tidak sabar. Gelisah. Tegang. Nerveus.
Ketakutan.
F. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan
sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
ekonomok, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
G. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi
stress.
2) Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan
diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon
maladaptif terhadap stress.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang biasanya muncul adalah (Stuart, Keliat & Pasaribu (2016) :
A. Kecemasan/Anxyetas

3. Intervensi Keperawatan
N Diagnose Keperawatan Tujuan Intervensi
o
1. Kecemasan/Anxyetas Setelah dilakukan Tindakan 1) Kaji tanda dan gejala
keperawatn selama 3x24 klien ansietas dan
mampu mengatasi kecemasannya kemampuan klien
dengan kriteria hasil: mengurangi kecemasan
1) Klien mampu mengenal 2) Jelaskan tanda dan
pengertian penyebab tanda gejala, penyebab dan
gejala dan akibat
akibat dari kecemasan
2) Klien mampu mengetahui cara
3) Latihan cara mengatasi
mengatasi ansietas
3) Klien mampu mengatasi kecemasan :
ansietas dengan melakukan - Teknik relaksasi
latihan relaksasi Tarik nafas napas dalam
dalam - Distraksi :
4) Klien mampu mengatasi bercakap-cakap hal
ansietas dengan melakukan positif
latihan distraksi - Hipnotis 5 jari
5) Klien mampu mengatasi fokus padahal-hal
ansietas dengan melakukan yang positif
hipnotis lima jari 4) Bantu klien melakukan
6) Klien mampu merasakan latihan sesuai dengan
manfaat dari latihan yang
jadwal kegiatan
dilakukan
7) Klien mampu membedakan
perasaan sebelum dan sesudah
latihan

4. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Taha pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
- Tahap 1 : persiapan tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk
mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
- Tahap 2 : intervensi focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan
dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan: independen,
dependen, dan interdependen.
- Tahap 3 : dokumentasi pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh
pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan
keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat
kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah
sebagai berikut :
a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
b. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan
dalam rencana evaluasi.
Hasil evaluasi Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1) Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan criteria yang telah di tetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
3) Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktorfaktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh
tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).

Anda mungkin juga menyukai