Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PSIKOSOSIAL

DENGAN ANSIETAS DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KUTA BARO ACEH BESAR

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan Sebagai Syarat Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Oleh:

Munawwarah, S.Kep
NIM. 2312501010083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2023
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PSIKOSOSIAL
DENGAN ANSIETAS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA BARO ACEH BESAR

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan Sebagai Syarat Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Oleh:

Munawwarah, S.Kep
NIM. 2312501010183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS

A. Definisi
Ansietas merupakan suatu perasaan tidak nyaman yang disebabakan
oleh rasa takut yang disertai suatu respons. Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang
bahaya akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan
menghadapi ancaman (Yusuf, 2015). Ansietas adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Ansietas di alami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. (Stuart & Laraia 2005). Ansietas adalah perasaan takut yang
tidak jelas dan yang tidak di dukung oles situasi (Videbeck, 2008). Ansietas
adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap bahaya.
(Stuart & Laraia 2005). Gangguan ansietas merupakan keadaan tegang yang
berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir,
tidak menentu atau takut (Maramis, 2009).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa:
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan
kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine
dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA)
yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi:
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Videbeck (2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi
diri sendiri.
2. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut :
a. Respons fisik
1) Ketegangan otot ringan
2) Sadar akan lingkungan
3) Rileks atau sedikit gelisah
4) Penuh perhatian
5) Rajin
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi luas
2) Terlihat tenag, percaya diri
3) Perasaan gagal sedikit
4) Waspada dan memperhatikan banyak hal
5) Mempertimbangkan informasi
6) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon emosional
1) Perilaku otomatis
2) Sedikit tidak sadar
3) Aktivitas menyendiri
4) Terstimulasi
5) Tenang
3. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut:
a. Respons fisik
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukul tangan
5) Suara berubah: bergetar, nada suara tinggi
6) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri
punggung
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respon
emosional
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah
4) Tidak sabar
5) Gembira
4. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008)
bahwa respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut:
a. Respons fisik
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, menggertakan gigi
8) Mondar-mandir, berteriak
9) Meremas tangan, gemetar
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berpikir terpecah-pecah
3) Sulit berpikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris
c. Respon emosional
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Merasa tidak adekuat
6) Menarik diri
7) Penyangkalan
8) Ingin bebas
5. Panik merupakan individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang,
karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008) bahwa respons dari panik adalah sebagai
berikut:
a. Respons fisik
1) Flight, fight, atau freeze
2) Ketegangan otot sangat berat
3) Agitasi motorik kasar
4) Pupil dilatasi
5) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
6) Tidak dapat tidur
7) Hormon stress dan neurotransmitter berkurang
8) Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respon kognitif
1) Persepsi sangat sempit
2) Pikiran tidak logis, terganggu
3) Kepribadian kacau
4) Tidak dapat menyelesaikan masalah
5) Fokus pada pikiran sendiri
6) Tidak rasional
7) Sulit memahami stimulus eksternal
8) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
1) Merasa terbebani
2) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
3) Lepas kendali
4) Mengamuk, putus asa
5) Marah, sangat takut
6) Mengharapkan hasil yang buruk
7) Kaget, takut
8) Lelah
D. Manifestasi Klinis
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas (Hawari, 2008) antara lain sebagai berikut:
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

E. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki,
merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi
diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi
kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut
Suliswati (2005) bahwa mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua
jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara
objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan
memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme
pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi
hal-hal berikut:
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

F. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat
anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
1. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara
lain:
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan
daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga
mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan
faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
4. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

G. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku
melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap
kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) bahwa data fokus yang
perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut:
1. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui timbulnya
gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
2. Faktor predisposisi
3. Faktor presipitasi
4. Sumber koping
5. Mekanisme koping
6. Analisa data
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: perasaan saya gelisah, berdebar-debar, sering
berkemih, mengalami ketegangan fisik, panik, tidak dapat
konsentrasi, tidak percaya diri.
b. Data obyektif:
Klien tampak gelisah, pucat, mulut kering, suara tremor, sering
mondar-mandir sambil berbicara sendiri atau berbicara kepada orang
lain tetapi tidak di respon, menarik diri dari lingkungan
interpersonal.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
ansietas
2. Ansietas berhubungan dengan koping individu tak efektif.

I. Strategi Pelaksanaan (SP)


Pasien:
SP I
1. Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
2. Evaluasi/validasi
3. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan)
4. Membantu pasien mengenal ansietas:
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
b. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
c. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
d. Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
5. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk meningkatkan
kontrol dan rasa percaya diri: pengalihan situasi
6. Evaluasi kemampuan klien
7. Beri reinforcement positif
8. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP II
1. Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
2. Evaluasi/validasi
3. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan)
4. Mengajarkan pasien teknik distraksi untuk meningkatkan kontrol diri
dan mengurangi ansietas:
a. Melakukan hal yang disukai
b. Menonton TV
c. Mendengarkan music yang disukai
d. Membaca koran, buku atau majalah
e. Motivasi pasien untuk melakukan teknik distraksi setiap kali ansietas
muncul
5. Evaluasi kemampuan klien
6. Beri reinforcement positif
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP III
1. Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
2. Evaluasi/validasi
3. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan).
4. Menjelaskan cara teknik relaksasi hipnotis 5 jari
5. Membantu pasien mempraktikkan teknik relaksasi hipnotis 5 jari
6. Evaluasi kemampuan klien
7. Memberi reinforcement positif
8. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga:
SP I
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas.

SP II
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas sedang.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas
sedang.

SP III
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat.
2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A. (1998). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu kedokteran jiwa. Ed. 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart & Laraia. (2001). Principle and practice of psychiatric nursing. Ed. 6. St.
Louis: Mosby Year Book.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar sKeperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.
Yusuf, AH., Firyasari, R., & Nihayati, H, E. (2015). Buku Ajar Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUTA BARO ACEH BESAR

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan Sebagai Syarat Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Oleh:

Annisa Syakhira S.Kep


NIM. 2312501010007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2024
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PSIKOSOSIAL
DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA BARO ACEH BESAR

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan Sebagai Syarat Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Oleh:

Munawwarah, S.Kep
NIM. 2312501010183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN CITRA TUBUH

A. Definisi Gangguan Citra Tubuh


Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang
karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang
lain (Potter & Perry, 2017). Citra tubuh (body image) meliputi perilaku
yang berkaitan dengan tubuh, termasuk penampilan, struktur, atau fungsi
fisik. Rasa terhadap citra tubuh termasuk semua yang berkaitan dengan
seksualitas, feminitas dan maskulinitas, berpenampilan muda, kesehatan
dan kekuatan (Potter & Perry, 2017).
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan
tidak disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan
sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi
tubuh. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap
perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan
yang diinginkan (Stuart & Laraia, 2005).

B. Komponen Citra Tubuh


Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen
citra tubuh. Salah satunya adalah Cash & Pruzinsky (2000) yang
mengemukakan adanya lima komponen citra tubuh, yaitu :
a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian
individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah
menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan.
b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian
individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu
kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti
wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki),
tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh.
d. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu
kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan individu terhadap berat
badan, melakukan diet ketat, dan membatasi pola makan.
e. Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu
persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari
kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan

C. Karakteristik Gangguan Citra Tubuh


Bolton (2010), mendefinisikan karakteristik gangguan citra tubuh
sebagai berikut :
1. Verbalisasi tentang struktur dan fungsi bagian tubuh yang berubah
2. Keasyikan verbal pada bagian tubuh yang berubah fungsi
3. Penamaan berubah pada bagain tubuh yang mengalami perubahan
4. Penolakan untuk mendiskusikan atau mengakui perubahan
5. Perilaku berfokus pada bagaian tubuh yang berubah
6. Penolakan untuk melihat, menyentuh atau merawat bagiian tubuh yang
berubah
7. Perubahan perilaku sosial (penarikan, isolasi)
8. Melakukan kompensasi menyembunyikan pakaian atau perangkat
lainnya.

D. Etiologi
1. Faktor presdisposisi
a. Biologis
Paxton et al (2011) mengemukakan bahwa faktor genetik
berkontribusi terhadap keadaan ketidakpuasan tubuh, faktor
biologis yang paling menonjol terkait dengan ketidakpuasan tubuh
adalah ukuran tubuh (Indeks Masa Tubuh) tetapi hal tersebut
bukan merupakan faktor resiko utama, interaksi antara ukuran
tubuh dan sikap sosial yang negatif serta diskriminasi yang terkait
dengan ukuran tubuh merupakan faktor yang berpengaruh.
Study lain menyebutkan bahwa citra tubuh seseorang akan
terus berubah sepanjang proses pertumbuhan dan perkembangan,
faktor yang berhubungan dengan kesehatan yang dapat
mempengaruhi citra tubuh diantaranya adalah stroke, cedera saraf
tulang belakang, amputasi, mastektomi, luka bakar, bedah dan/atau
jaringan parut prosedural dan hilangnya bagian tubuh atau fungsi
(Bolton, 2010)
b. Psikologis
Penelitian yang dilakukan Paxton et al (2011) menyebutkan
bahwa depresi sering ditemukan sebagai faktor resiki
ketidakpuasan tubuh pada anak laki — laki sementara rendah diri
ditemukan menjadi faktor resiko pada anak perempuan.
c. Sosial Budaya
Pencapaian sukses tugas perkembangan masing — masing
tahap akan mempengaruhi dan memperkuat pengembangan konsep
diri yang sehat. Individu yang mengalami keterlambatan
perkembangan atau situasi yang menyebabkan tertundanya tugas
perkembangan dapat mengakibatkan individu memiliki konsep diri
yang negatif (Bolton 2010).
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma
b. Penyakit, kelainan hormonal
c. Operasi atau pembedahan
d. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan; maturasi
e. Perubahan fisiologis tubuh; kehamilan, penuaan
f. Prosedur medis dan keperawatan; efek pengobatan; radioterapi,
kemoterapi

3. Penilaian Terhadap Stressor


a. Kognitif
1) Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu (misalnya: penampilan,
struktur dan fungsi)
2) Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu dalam penampilan
3) Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral
4) Mengungkapkan penekanan pada kekuatan yang tersisa dan
pencapaian yang ditinggikan
5) Mengungkapkan segala hal yang berfokus pada penampilan di
masa lalu
6) Mengungkapkan segala hal yang berfokus pada fungsi di masa
lalu
7) Mengungkapkan segala hal yang berfokus pada kekuatan di
masa lalu
8) Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya namanya
9) Preokupasi dengan perubahan atau kehilangan
10) Selalu membicarakan topik yang berfokus pada
perubahan, kehilangan
11) Menolak memverifikasi perubahan aktual.
12) Mengungkapkan adanya perubahan gaya hidup
13) Mengungkapkan merasa tidak puas dengan hasil operasi
14) Mengatakan merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
b. Afektif
1) Perasaan negatif tentangtubuhnya (misalnya
perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, tidak mampu dan
lemah)
2) Ketakutan terhadap reaksi orang lain
3) Khawatir adanya penolakan dari orang lain
c. Fisiologis
1) Perubahan aktual pada fungsi
2) Perubahan aktual pada struktur
3) Perubahan dalam kemampuan untuk memperkirakan hubungan
spasial tubuh terhadap lingkungan
4) Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek
lingkungan
5) Kehilangan bagian tubuh
d. Perilaku
1) Perilaku mengenali tubuh individu
2) Perilaku menghindari tubuh individu
3) Perilaku memantau tubuh individu
4) Secara sengaja/tidak menyembunyikan bagian tubuh
5) Secara sengaja/tidak menonjolkan bagian tubuh
6) Tidak melihat bagian tubuh
7) Tidak menyentuh bagian tubuh
8) Mengungkapkan secara nonverbal terhadap
perubahan aktual ataudidapat pada struktur atau fungsi
9) Menunjukkan keengganan untuk menyentuh atau
melihat pada bagian tubuh yang terkena
10) Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi
11) Tingkah laku merusak diri (misalnya: mutilasi, usaha
bunuh diri, makan berlebihan atau kurang napsu makan)
12) Gelisah
e. Sosial
1) Perubahan keterlibatan sosial
2) Kurang terlibat dalam aktivitas sosial
3) Pembatasan komunikasi verbal/banyak diam
4) Menarik diri dari hubungan sosial
5) Sumber Koping
f. Personal ability
1) Kemampuan dalam berkomunikasi secara verbal dan
non verbal
2) Kemampuan dalam memecahkan masalah3) Hubungan
interpersonal dengan orang lain
3) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan,
yaitu gangguan citra tubuh
4) Adanya masalah fisik (kesehatan secara umum) yang
menghambat upaya mengatasi gangguan citra tubuh
yang dialami.
g. Sosial support
1) Hubungan yang baik atau kurang baik antar individu,
keluarga kelompok dan masyarakat.
2) keterlibatan dalam organisasi social/kelompok sebaya
3) Ada atau tidak ada konflik budaya di lingkungan tempat
tinggal klien
h. Material asset
1) Penghasilan sesara individu: cukup atau tidak
2) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan
yang dimiliki (tanah, rumah, tabungan)
3) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
4) Pekerjaan/vokasi/posisi : memiliki atau tidak
5) Akses pelayanan kesehatan terdekat
i. Positive belief
1) Kenyakinan dan nilai positif tentang gambaran
tubuh, bentuk, struktur, dan fungsi anggota tubuhnya
2) Memiliki motivasi atau tidak dalam mengatasi
penilaian negatif tentang citra tubuhnya
3) Orientasi klien terhadap kesehatan terutama dalam hal
pencegahan terjadinya gangguan citra tubuh
4. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan.
Individu menerimanya sebagai suatu pilihan untuk
pemecahan masalah, seperti
2) Negosiasi
3) Meminta saran
4) Perbadingan yang positif, penggantian reward
b. Destruktif
1) Denial
2) Regresi
3) Proyeksi
4) Disosiasi
5) Kompensasi
6) Rasionalisasi /intelektualisasi
7) Displacement
8) Isolasi sosial

E. Pohon Masalah
Menurut Nurhalimah (2016), pohon masalah dari gangguan citra
tubuh yakni:

Gambar 1: Gangguan Citra Tubuh

F. Klasifikasi
Menurut Supriyadi (2015), citra tubuh normal adalah persepsi
individu yang dapat menerima dan menyukai tubuhnya sehingga bebas
dari ansietas dan harga dirinya meningkat. Gangguan citra tubuh adalah
persepsi negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran,
bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang sering
berhubungan dengan tubuh (Supriyadi, 2015). Stressor pada tiap
perubahan, yaitu :
a. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit .
b. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan,
daerah pemasangan infuse.
c. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai
dengan pemasanagn alat di dalam tubuh.
d. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system
tubuh.
e. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan
f. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan
g. berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respitor,
suntik, pemeriksaan tanda vital, dll).

G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh, (Harnawatiaj, 2008) yaitu:
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan

H. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh


1. Pengkajian
Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain.
Setelah diagnosa, tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak
segera tampak respon pasien terhadap perubahan-perubahan. Tetapi
perawat perlu mengkaji kemampuan pasien untuk mengintegrasikan
perubahan citra tubuh secara efektif (Keliat, 1998).
2. Analisa Data
a. Data objektif :
1) Hilangnya bagian tubuh.
2) Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
3) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang
terganggu.
4) Menolak melihat bagian tubuh.
5) Menolak menyentuh bagian tubuh.
6) Aktifitas sosial menurun.
b. Data Subjektif :
1) Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas
dengan hasil operasi.
2) Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak
berfungsi.
3) Menolak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian
tubuh yang terganggu.
5) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
6) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan citra tubuh

4. Strategi Pelaksanaan (SP)


Pasien
SP I:
a. Mengidentifikasi perasaan pasien tentang bagian tubuh yang
hilang, rusak atau mengalami gangguan.
b. Diskusikan dengan pasien aspek positif bagian tubuh.
c. Melatih fungsi bagian tubuh yang masih baik.
d. Mengevaluasi perasaan pasien.

SP II:
a. Meminta pasien untuk terbuka tentang perasaannya.
b. Melatih koordinasi fungsi anggota tubuh.
c. Merencanakan kegiatan yang dapat dilakukan kedepan.
d. Mengevaluasi perasaan pasien.

Keluarga
SP I:
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga.
b. Menjelaskan gangguan citra tubuh dan cara mengatasinya.

SP II:
a. Melatih cara merawat pasien dengan gangguan citra tubuh.
b. Menyusun rencana tindakan pasien dengan gangguan citra tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Bolton A. Michael. (2012). The Impact of Body Image on Patient Care.


The Journal of Clinical Psychiatry

Cash, T.F & Pruzinsky, T. (2002). Body Image : A Handbook of theory, research
and clinical practise. London: The Guilford Press

Paxton Susan. (2011). Psychological preνention and interνention startegis for


bodydissatisfaction and disorder eating. Australia Psychological Society.

Harnawatiaj. (2008). Asuhan keperawatan pada Amputasi. http:/www.askep-


/2008/04/06.html. Diambil tanggal 12 Juli 2011.

Keliat, B. A. (1998). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.

Nanda-I. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC.

Nurhalimah. (2016). Praktikum Keperawatn Jiwa. Jakarta Selatan: Kemenkes


RI.

Potter, P., Perry, A., Stockert, P., & Hall, A. (2017). Fundamentals of nursing:
Concepts, process, and practice. 9th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.

Supriyadi. (2015). Hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri pada
remaja pelajar puteri di Kota Denpasar. Jurnal Psikologi Unaya,2(1)

Stuart & Laraia. (2005). Principle and practice of psychiatric nursing. Ed. 6. St.
Louis: Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai