Anda di halaman 1dari 11

KEBIJAKAN ASUHAN PADA PEREMPUAN

DENGAN GANGGUAN KESEHATAN MENTAL BAIK

Nama : Iit Mutia Fillah

Npm : 21270003

PENDAHULUAN

Secara global, selama tiga dekade terakhir, kesehatan mental merupakan isu sentral pembangunan
kesehatan. Sejak beberapa dekade lalu, WHO menegaskan bahwa definisi sehat merupakan definisi yang
sifatnya intergral; artinya bukan sekedar bebas dari penyakit, namun kondisi dimana seseorang
mencapai kesejahteraan paripurna secara fisik, mental dan sosial. Garis kebijakan WHO ini memiliki
implikasi penting seluruh batang tubuh kebijakan kesehatan yang diterapkan oleh negara-negara
anggota WHO, harus seluruhnya mencakup ketiga aspek diatas.

Melihat tren global, kesehatan mental tidak lagi dipandang sebagai isu perifer dalam pembangunan
kesehatan, mengingat betapa seriusnya dampak yang diakibatkan oleh lemahnya kondisi kesehatan
mental. Studi the Global Burden of Disease yang dilakukan oleh IMHE (The Institute for Health Metrics
and Evaluation) pada tahun 2015 mengungkapkan data yang meyakinkan mengenai peta beban penyakit
di seluruh dunia. Yang mengejutkan, data years lost due to disability (YLD) dari studi tersebut
menyebutkan bahwa 6 dari 20 jenis penyakit yang dianggap paling bertanggung jawab menyebabkan
disabilitas adalah gangguan mental.

apabila kita mencermati estimasi WHO mengenai disability-life adjusted years (DALY) pada tahun 2012
yang menggambarkan jumlah tahun produktif yang hilang akibat kematian prematur (sebelum mencapai
usia harapan hidup) serta akibat kecacatan (disabilitas), menempatkan Unipolar Depressive Disorders
pada peringkat 9 dari 20 penyakit utama, apabila dibandingkan dengan penyakit menular
(communicable diseases) atau penyakit tidak menular (non-communicable disesases) lainnya.

Data-data diatas menegaskan bahwa gangguan kesehatan mental membutuhkan fokus penuh dari para
pengambil kebijakan, mengingat gangguan kesehatan mental mulai dianggap sebagai ancaman serius
yang membutuhkan respon cepat dari penyedia layanan kesehatan.3 Oleh karena itu, studi-studi
epidemiologis yang terkait dengan gangguan mental sudah mulai dilakukan agar evidence-based policy
dapat dirumuskan secara tepat.

Tujuan penulisan artikel yang pertama adalah memberikan gambaran mengenai tren global dan
nasional mengenai gangguan kesehatan mental, terutama mengulas studistudi epidemiologis. Kedua,
mengulas beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh pengambil kebijakan dan tenaga kesehatan
dalam mengatasi gangguan kesehatan mental, terutama kaitannya dengan kesejahteraan penderita.
Tulisan ini kemudian ditutup dengan beberapa argumen kunci yang menyimpulkan bagian pertama dan
kedua. Dalam menyusun tulisan ini, kami mengulas temuan-temuan utama riset-riset epidemiologis
mengenai kesehatan mental. Ulasan ini harapannya dapat meyakinkan para policymaker untuk lebih
memperhatikan datadata epidemiologis sebelum menyusun kebijakan dalam menangani persoalan
kesehatan mental.

A.Definisi

Mental atau Jiwa adalah kata yang sering membangkitkan pikiran negatif dan perasaan. Orang sering
mengungkapkan rasa takut dan kebingungan ketika diminta untuk berbicara tentang masalah kesehatan
mental. dalam kebanyakan kasus istilah ini disamakan dengan penyakit mental dan gejala negatif.
Namun istilah"Kesehatan" pada respon positif yang dihasilkan bermakna, "kesejah teraan", dan merasa
baik Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan
produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi
tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat
berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa
nyaman bersama dengan orang lain. (Danielson E.2007)

Pengertian di atas menunjukkan bahwa kesehatan mental atau kesehatan jiwa ini penting bagi
kesejahteraan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat pada umumnya. Kesehatan mental
memiliki implikasi untuk belajar, untuk

mengembangkan hubungan yang sehat, untuk produktivitas, untuk sukses dan untuk pembangunan
ekonomi. Sebaliknya masalah kesehatan dan penyakit mental dapat menyebabkan disfungsi,
produktivitas rendah, kemiskinan, masalah sosial. Sedangkan Gangguan Jiwa digambarkan sebagai
"Suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola
psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas
(tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan, dan
disabilitas. Gangguan jiawa dapa dibedakan menjadi;

1. Gangguan Jiwa Psikotik: Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya hendaya berat dalam
kemampuan daya nilai realitas, sehingga terjadi salah menilai persepsi dan pikirannya, dan salah dalam
menyimpulkan dunia luar, kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.

2. Gangguan Jiwa Neurotik: Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren, yang ditandai terutama
oleh kecemasan, yang dialami atau dipersepsikan secara langsung, atau diubah melalui mekanisme
pertahanan/pembelaan menjadi sebuah gejala, seperti: obsesi, kompulsi, fobia, disfungsi seksual, dll.

Sampai saat ini banyak pihak yang memiliki pemahaman yang kurang tepat mengenai kesehatan mental
Kesehatan mental dipahami untuk menangani isu-isu kejiwaan yang bersifat individual, padahal
kesehatan mental lebih menekankan pada konteks masyamkat (walau tidak menafikan kesehatan
mental secara individual). Kesehatan mental juga hendaknya dipahami sebagai isu yang bersifat
multidisipliner. Dalam memahami kesehatan jiwa perlu diperhatikan beberapa prinsip:
1. Kesehatan jiwa tidak sebatas ada atau tidaknya perilaku abnormal. Prinsip ini berarti bahwa bahwa
orang yang sehat mental tidak cukup dimaknai ketika tidak mengalami abnormalitas saja.

2. Kesehatan jiwa adalah konsep ideal. Artinya kesehatan jiwa adalah tujuan yang sangat tinggi bagi
seseorang/komunitas, apalagi jika kesehatan jiwa dipandang memiliki sifat kontinum. Dengan demikian,
setiap orang/komunitas berhak memperjuangkan suatu kondisi sehat sebagai salah satu tujuan
hidupnya.

B.Gejala Kesehatan Mental

Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala

berikut ini, antara lain:

-Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.

- Delusi, paranoia, atau halusinasi.

- Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

- Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.

- Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari

- Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.

-Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.

- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.

- Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.

-Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.

- Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.

- Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan dengan
orang lain.

- Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut yang tidak biasa.

-Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.

- Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.

-Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu sedikit.

-Perubahan gairah seks.


- Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.

-Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi ke sekolah atau tempat
kerja.

-Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

C. Penyebab Kesehatan Mental

Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:

-Cedera kepala.

- Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam keluarga.

- Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.

-Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.

-Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.

- Mengalami diskriminasi dan stigma.

- Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.

-Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.

-Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.

-Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.

-Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak.

- Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.

-Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.

-Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.

- Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau kejahatan dan yang pernah
dialami.

D.Faktor Risiko Kesehatan Mental

Beberapa faktor risiko gangguan mental, antara lain:

-Perempuan memiliki risiko tinggi mengidap depresi dan kecemasan, sedangkan laki-laki memiliki risiko
mengidap ketergantungan zat dan antisosial.

-Perempuan setelah melahirkan.


- Memiliki masalah di masa kanak-kanak atau masalah gaya hidup.

- Memiliki profesi yang memicu stres, seperti dokter dan pengusaha.

- Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit mental.

- Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak.

- Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya.

-Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan kerja.

- Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.

E. Diagnosis Kesehatan Mental

Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan mental dengan diawali suatu
wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap mengenai riwayat perjalanan gejala pada pengidap
serta riwayat penyakit pada keluarga pengidap. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh untuk mengeliminasi kemungkinan adanya penyakit lain.

Jika diperlukan, dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan
fungsi tiroid, skrining alkohol dan obat-obatan, serta CT scan untuk mengetahui adanya kelainan pada
otak pengidap

Jika kemungkinan adanya penyakit lain sudah dieliminasi, dokter akan memberikan obat dan rencana
terapi untuk membantu mengelola emosi pengidap.

F. Pencegahan Kesehatan Mental

yaitu:

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan mental,

- Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik.

-Membantu orang lain dengan tulus.

- Memelihara pikiran yang positif.

-Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.

- Mencari bantuan profesional jika diperlukan.

- Menjaga hubungan baik dengan orang lain.

- Menjaga kecukupan tidur dan istirahat.


G.Pengobatan Kesehatan Mental

Beberapa pilihan pengobatan yang akan dilakukan dokter dalam menangani

gangguan mental, antara lain:

1. Psikoterapi.

Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman untuk pengidap dalam
mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater akan memberikan bantuan dengan
membimbing pengidap dalam mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan
menggunakan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit mental.
Beberapa contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral therapy. exposure therapy, dialectical
behavior therapy, dan sebagainya

. 2. Obat-obatan.

Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental umumnya bertujuan untuk mengubah
senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersebut berupa golongan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI), serotonin norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), dan antidepresan trisiklik. Obat -
obatan ini umumnya dikombinasikan dengan pengobatan yang lebih efektif.

3. Rawat inap.

Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat terhadap gejala-gejala penyakit
yang dialaminya atau terdapat kegawatdaruratan di bidang psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.

4. Support group.

Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental yang sejenis atau yang sudah dapat
mengendalikan emosinya dengan baik. Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing
satu sama lain menuju pemulihan.

5. Stimulasi otak.

Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik transkranial, pengobatan


eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan stimulasi saraf vagus.

H. Penyebab Umum Gangguan Jiwa

Ada dua faktor utama yang merupakan penyebab terjadinya gangguan psikologis, yaitu: Faktor-faktor
pendukung (predisposing factors): merupakan keberadaan individu sebelum mengalami situasi yang
penuh dengan tekanan (stress).Faktor ini telah ada dalam diri seseorang, dan faktor-faktor penyebab
(precipitating factors). Kemiskinan merupakan salah satu precipitating factor terjadinya gangguan jiwa.
(APNA.2007)
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-
sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan
jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti
bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex,
keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan,
hubungan antar amanusia, dan sebagainya. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh
faktorsebagainya. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor faktor pada ketiga unsur itu
yang mempengaruhi yaitu: terus menerus saling

1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik)

3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

I. Proses perjalanan penyakit

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan
dengan melalui beberapa fase antara lain:

1. Fase Prodomal (Berlangsung antara 6 bul sampai 1 tahun, Gangguan dapat berupa Self care, gangguan
dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi).

2. Fase Aktif (Berlangsung kurang lebih 1 bulan, Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi,
delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi).

3. Fase Residual (Kian mengalami minimal 2 gejala, gangguan afek dangangguan peran, serangan
biasanya, berulang

J.masalah kesehatan jiwa yang umum di Indonesia

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu di
perhatikan. Dampak dari permasalahan kesehatan jiwa adalah penurunan status kesehatan fisik.
produktifitas kerja dan kualitas sumber daya manusia yang secara signifikan menghambat pembangunan
bangsa. Masalah kesehatan jiwa yang umum ditemukan di Indonesia adalahsebagai berikut. (ilmpi.2017)

2. Fase Aktif (Berlangsung kurang lebih 1 bulan, Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi,
delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku disertai kelainan neurokimiawi).

3. Fase Residual (Kian mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan peran, serangan
biasanya, berulang
J.masalah kesehatan jiwa yang umum di Indonesia

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu di
perhatikan. Dampak dari permasalahan kesehatan jiwa adalah penurunan status kesehatan fisik.
produktifitas kerja dan kualitas sumber daya manusia yang secara signifikan menghambat pembangunan
bangsa. Masalah kesehatan jiwa yang umum ditemukan di Indonesia adalahsebagai berikut. (ilmpi.2017)

1.Skizofrenia (F20)

Skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan yang paling parah dan berat dariseluruh gangguan jiwa lainnya
Bagi individu dan keluarga yang menderita skizofrenia,dampak tersebut tidak bisa diperhitungkan.
Seseorang yang menderita skizofrenia dapatmenunjukkan gejala positif seperti halusinasi,
delusi/waham, disorganisasi bicara dan berfikir, dan perilaku di luar kebiasaan/aneh, atau gejala
negative seperti afek datar, tidakfokus, kurang motivasi, apatis/tidak peduli dengan lingkungan sekitar,
kurang rasa senang/bahagia, serta kurang bertenaga. Gejala ini sering kali muncul selama masa remaja
akhir atau dewasa muda pada laki-laki dan muncul agak belakangan pada wanita. Terdapat peningkatan
risiko konsumsi alcohol, depresi, keinginan bunuh diri, dandiabetes pada penderita skizofrenia. Faktor-
faktor ini mempersulit masalah terkait hidup dengan gangguan psikotik.

Pengobatan skizofrenia harus intensif dan pada tahap awal membutuhkan hospitalisasi, obat-obatan
antipsikotik, serta konseling/psikoterapi. Tindak lanjut jangka panjang oleh tenaga kesehatan khususnya
kesehatan jiwa sangat dibutuhkan untuk mengawasi efek samping dan komplikasi yang mungkin saja
menjadi berat dan mengancam hidup,selain itu juga untuk mengevaluasi kamampuan klien dalam hidup
di tengah masyarakat.

2.Depresi

Depresi merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan yang paling seringdidiagnosa dan dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan jiwa. Gangguan ini termasukgejala depresi umum, gangguan
disritmia, serta kelainan seperti bipolar. Depresi seringterjadi bersamaan dengan gangguan/masalah
kesehatan fisik yang serius seperti serangan jantung, stroke, diabetes, dan kanker. Terapi/pengobatan
untuk3.Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar menipakan suatu kelompok gangguan perasaan yang dikarakteristikkan dengan
perubahan mood/perasaan yang cepat dari depresi ke mania Fase depresi dicirikan dengan gejala
seperti gejala mayor depresi. Fase mania memiliki karakteristik seperti perubahan abnormal sensitivitas
perasaan yang menetap, ketidak mampuan dalam menentukan pilihan, hilang fokus, penekanan pada
cara bicara,membesar-besarkan, mudah terdistraksi, aktivitas yang terlalu ambisius,

hanya tidur dalam waktu singkat, dan mudah tersinggung. Gejala ini terjadi bersamaan dengan
gejalakhas pada gangguan psikotik seperti halusinasi dan delusi/waham

Penatalaksanaan pada gangguan bipolar harus berkesinambungan dan dilakukan monitoring secara
ketat. Pengobatan umumnya meliputi penggunaan obat obatan untuk stabilisasi perasaan, seringkali
dikombinasikan dengan antipsikotik dan antidepresan Ketika mengenai klien dengan gangguan bipolar,
perawat harus memantau tanda dan gejala serta respon terhadap pengobatan farmakologi.

4.Gangguan Ansietas

Gangguan ansietas merupakan kumpulan dari kondisi yang dikarakteristikkan sengan perasaan cemas.
Gangguan ansietas bisa didapatkan seseorang karena keturunan atau genetic dan pengalaman hidup
individu itu sendiri. Beberapa gangguan ansietas yang umumnya dijumpai adalah gangguan ansietas
umum, panic (kadang-kadang disertaidengan agoraphobia), fobia, Obsessive-Compulsive Disorder
(OCD), dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

a.Gangguan Ansietas Umum

Gangguan ansietas umum dicirikan sebagai gangguan kronik, tidak nyata dan perasaan ketakutan
kecemasan dan tekanan yang dibesar besarkan tentang suatukejadian dan berlangsung selama 6 bulan
atau lebih. Gejala yang ditimbulkan dari GAD yaitu gemetar, gugup, kaku pada otot, sakit kepala, mudah
tersinggung, berkeringat atau tampak kemerahan pada pipi yang terasa hangat, sesak napas, dan
perasaan kurang sehat. Periode peningkatan gejala ini biasanya disertai dengan stressor kehidupan atau
kekhawatiran akan masa depan. GAD mungkin saja menjadi gangguan yang luput dari diagnosis
gangguan mental.

b.gangguan panik

Panik dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya terjadi pada usia dewasa muda (17-30 tahun).
Serangan panik terdiri dari periode kekuatan yang sangat hebat dan terjadi dengan tiba-tiba dan tidak
dapat diperkirakan. Serangan pertama mungkin dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat
diperkirakan ketika seseorang sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Biasanya, orang tersebut akan
mengalami takikardi,sesak napas, pusing, nyeri dada, lemas, mati rasa atau kesemutan pada area
tangandan kaki, tremor, berkeringat, tersedak atau merasa seperti akan mati, melakukan sesuatu di luar
kewajaran dan tidak dikontrol Hal tersebut bisa saja dianggap sangat menakutkan atau
mengkhawatirkan. Diagnosis gangguan panik ini dapat ditegakkan ketika seseorang mengalami serangan
panik dengan intensitas yang berat dan frekuensi yang sering Ketakutan pada situasi tersebut dapat
mengakibatkan agrofobia (ketakutan pada tempat-tempat umum seperti tempat perbelanjaan atau
tempat berduka). Seseorang dengan agrofobia seringkali mencapai pada titik dimana mereka bahkan
tidak dapat meninggalkan rumah tanpa perasaan cemas. Angka kejadian depresi mayor terjadi
bersamaan dengan gangguan panik adalah 10% hingga 65% (APA, 2013). Terapi perilku kognitif dan
benzodiapines dapat digunakan dalam program penatalaksanaan pada gangguan panik.

5.Fobia

Fobia merupakan perasaan takut terhadap sesuatu (benda atau situasi) yang tidak masuk akaVirasional.
Fobia social, atau gangguan kemasan social, adalah ketakutan terus menerus dan intens, dan keinginan
kuat untuk menghindari, sesuatu yang akan mengekspos individu terhadap situasi yang mungkin
memalukan dan merendahkan dirinya (APA, 2013). Fobia ini memiliki kecendrungan familial dan bisa
disertai dengan depresi atau kecanduan alcohol. Fobia social yang paling umum adalah rasa takut
berbicara di depan umum. Kebanyakan orang dengan fobia social dapat diobati dengan terapi kognitif-
perilaku dan obat-obatan.

Fobia sederhana mencakup ketakutan terus-menerus dan keinginan kuat untuk menghindari, objek atau
situasi tertentu. Benda-benda yang umum menjadi objek fobialaba-laba, ular, anjing kucing dan situasi
seperti terbang ketinggian, dan Ruangan tertutup. Penderitanya seringmengakui bahwa ketakutan
tersebut tidak masuk akal tapi tetap menghindari situasi tersebut atau bertahan dengan kecemasan
yang intens. Desensitasi sistemasis dan eksposur normal merupakan perawatan yang paling efektif
untuk fobia sederhana.

6. Gangguan Obsesif-Kompulsif

Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) ditandai dengan pikiran cemas dan ritual bahwa individu memiliki
kesulitan mengendalikan suatu hal. Orang dengan OCD merasa terdorong untuk terlibat dalam beberapa
ritual untuk menghindari pikiran menakutkan yang menetap, ide, gambar, atau peristiwa.Obsesi
merupakan sebuah pikiran, emosi, atau impuls yang berulang dan tidak dapat diberhentikan. Kompulsi
adalah ritual atau perilaku yang berulang kali dilakukan untuk mencegah, menetralisir atau
menghilangkan obsesi yang ditakuti.

Ketika individu mencoba untuk menahan dorongan tersebut, kecemasan meningkat Kompulsi
perhitungan, perhitungan dan menyentuh (APA, 2013). Kebanyakan ornag mengakui tidak dapat
mengendalikan dorongan tersebut. OCD sering muncul pada usia remaja atau dewasa awal. Depresi dan
kecemasan lainnya gangguan sering menyertai OCD. Terapi perilaku da pengobatan yang ditunjukkan
untuk mengurangi gejala yang menyertai diketahui cukup bermanfaat bagi klien.

K. Dampak Gangguan Jiwa

Derajat kesehatan jiwa masyarakat dapat dilihat dari angka kejadian gangguan jiwa dan disabilitas.
Gangguan dan penyakit jiwa termasuk burden disease. WHO (2001), menyatakan bahwa 12% dari global
burden disease disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka ini lebih besar dari penyakit dengan
penyebab lainnya (fisik). Meskipun tidak tercatat sebagai penyebab kematian maupun kesakitan utama
di Indonesia, bukan berarti kesehatan jiwa tidak ada atau kecil masalahnya. Kurang terdatanya masalah
kesehatan jiwa disebabkan kesehatan jiwa belum mendapat perhatian. Prevalensi gangguan jiwa di
Indonesia saat ini diperkirakan sudah mencapai 11.6%. Kesakitan dan kematian karena masalah
gangguan jiwa diketahui semakin meningkat di negara maju. Berbagai masalah kesehatan jiwa di
masyarakat dapat menyebabkan gangguan jiwa yang berdampak menurunkan produktifitas atau
kualitas hidup manusia dan masyarakat.

Masalah kesehatan jiwa di masyarakat adalah sangat luas dan kompleks, bukan hanya meliputi yang
jelas sudah terganggu jiwanya, tetapi juga berbagai problem psikososial, bahkan berkaitan dengan
kualitas hidup dan keharmonisan
hidup Masalah ini tidak dapat dan tidak mungkin diatasi oleh pihak kesehatan jiwa saja, tetapi
membutuhkan suatu kerjasama yang luas secara lintas sektor, yang melibatkan berbagai departemen,
termasuk peran serta masyarakat dan kemitraan swasta, terlebih lagi dengan kondisi masyarakat kita
yang saat ini sedang dilanda berbagai macam krisis, maka tindakan pencegahan secara lintas sektor
perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan, agar masalah tersebut tidak memberikan
dampak yang mendalam terhadap taraf kesehatan jiwa masyarakat.

KESIMPULAN

Masalah kesehatan mental tentunya tak lagi dapat dianggap sebagai isu perifer dalam Kebijakan
kesehatan mental yang evidence-based tentunya tak mungkin dapat disusun apabila data epidemiologis
yang berkualitas tidak tersedia, sehingga langkah pertama yang harus diambil oleh pemerintah adalah
berupaya untuk memotret kondisi kesehatan mental masyarakat Indonesia melalui riset yang
komperhensif. Dengan data yang komperhensif, perancangan program-program kunci dan alokasi
anggaran tentunya akan dapat diatur secara proporsional.

Anda mungkin juga menyukai