Anda di halaman 1dari 9

NAMA: HENI DYAH APRIANTI

PRODI: S1 Kebidanan
MK : Psikologi dalam praktik kebidanan

KESEHATAN MENTAL PERINATAL

A. Definisi Kesehatan Mental dan Perinatal

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam
keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati
kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Seseorang yang
bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirin secara
maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif
dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu
akan mengalami gangguan suasana ha kemampuan berpikir, serta kendali
emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk.

Perinatal atau parilahir merupakan periode yang muncul sekitar pada waktu
kelahiran (5 bula sebelumnya dan satu bulan sesudahnya). Preiode perinatal
terjadi pada 22 minggu setelah period gestasi lewat dan berakhir tujuh hari
setelah kelahiran. Strategi pemerintah dan inisiatif internasiona
mempromosikan menyusui sebagai metode terbaik pemberian makan pada
tahun pertama mereka.

masalah emosi selama prapersalinan dan pascapersalinan akan


memengaruhi kondisi kejiwaan, fungsi sehari-hari, performa kerja, hubungan
perkawinan ibu dan perkembangan bayi. Selama kehamilan, ibu yang
menderita depresi dapat mempunyai risiko keguguran dan persalinan prematur
yang lebih tinggi. Penemuan riset menunjukkan bahwa apabila ibu mempunyai
gejala depresi atau kegelisahan selama kehamilannya, mereka akan berisiko
jauh lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan dan bayi mereka
menunjukkan lebih banyak kesulitan dalam pengaturan emosi dan kontrol
perilaku.

Kondisi kesehatan mental ibu hamil selama kehamilan menjadi salah satu
faktor tingginya angka kematian ibu (Lisbet, 2013). World Health
Organization (2016), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi
dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuankemampuan untuk mengelola stres,bekerja secara produktif dan
menghasilkan, serta ikut berpartisipasi di masyarakat sekitar.
Setelah persalinan, karena perubahan hormon, perubahan peran, tantagan
dalam merawat bayi dan masalah keluarga, ibu dapat berisiko lebih tinggi
menderita gangguan keadaan emosi. Depresi pascapersalinan dapat
memengaruhi kemampuan ibu dalam merawat bayinya dan berdampak pada
kesehatan fisik, perkembangan kognitif serta perkembangan emosi dan
perilaku bayi. Pasangan ibu yang mengalami depresi pasapersalinan juga
berisiko lebih tinggi menderita gangguan emosional. Dengan demikian,
memelihara kesehatan jiwa ibu mulai dari periode prapersalinan hingga
pascapersalinan adalah sangat penting.

Menjadi hamil menghadirkan hans ak kegembiraan bagy keluarga Sarnan


tidak boleh babarkant Nahwa cmost ibu mungkin berbeda selama kehamulan,
yang meliputi kegelisahan, ketidakberdayaan Jan iclas maras, dsb Wanita
hamil dapat mengalami banyak perubahan fisik dan ketidaknyamanan Gaya
hidupnya mungkin harus disesuaikan Oleh karena itu, emosinya dapat
terpengaruh Wanita hamil mungkin juga mempunyai banyak kecemasan
tentang perkembangan janin atau pengaturan perawatan anak sesudah
persalinan

Penemuan riset menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan


dengan kegelisahan dan depresi prapersalinan, seperti harga diri ibu, hubungan
pernikahannya, hubungan dengan ipar dan dukungan sosial. Untuk memelihara
kesehatan emosi selama kehamilan, ibu sebaiknya belajar untuk menghargai
diri sendiri, terutama upayanya yang terbayar dalam mengatasi tuntutan ini dan
untuk menerima keterbatasan selama kehamilan. Dia juga dapat berbicara
dengan ibu lainnya untuk meningkatkan dukungan sosial, atau berbicara
dengan seseorang yang dapat dipercayainya untuk meringankan tekanannya.
Jika gangguan emosional berlanjut, ibu sebaiknya mencari bantuan profesional
sedini mungkin."

B. Perubahan Emosi yang Terjadi pada Ibu Hamil Saat Prenatal

a. Perubahan emosi yang terjadi pada saat trisemester pertama


Pada terisemester pertama kehamilan, tubuh akan mmproduksi hormon-
hormon kehamilan seperti Human Chorionic Gonadotropin (hcG),
progesterone, dan esterogen. Hormon-hormon tersebut sangat penting
untuk mendukung perkembangan janin di dalam kandungan ibu. Namun,
hormon tersebut juga berdampak pada kondisi ibu seperti hormon heG
yang menyebabkan morning sickness, sterogen yang sering dikaitkan
dengan moodswing, dan progesterone yang menjadikan emosi ibu terasa
lebih sensitif. Ibu juga akan meraukan letih secara fisik.
Bagi Ibu yang menjalani kehamilan untuk pertama kali, perasaan
khawatir akan kesehatan si Kecil bisa jadi berlebihan karena adanya
pengaruh hormon-hormon kehamilan dan kurangnya pengalaman.
Konsultasikan kesehatan kehamilan Ibu secara berkala dengan dokter atau
tenaga medis serkait. Pastikan perkembangan si Kecil tercatat dan terukur
untuk mengantisipasi kekhawatiran berlebih. Melakukan riset sederhana
atau mencari tahu informasi seputar kehamilan secara online dapat
membantu mengenali perubahan emosi yang terjadi. Informasi yang Ibu
peroleh nantinya dapat didiskusikan lebih lanjut dengan dokter pada saat
pemeriksaan rutin kehamilan.

b. Perubahan Emosi yang Tejadi Saat Trimester Kedua


Trimester kedua kehamilan merupakan fase dimana Ibu akan merasa
lebih terbiasa dengan kondisi kehamilan. Tubuh sudah beradaptasi dengan
kelelahan fisik yang dialami pada trimester pertama kehamilan Kadar
hormon heti dalam tubuh man mulai menurun sehingga ning sickness tidak
sering terjadi. Namun, secara emosional Ibu akan merasa lebih cemas
karena usia kehamilan yang bertambah, perasaan khawatir kehamilan, dan
emosi keibuan yang mulai terbentuk.

Kondisi kehamilan pada trimester kedua dapat mengakibatkan


perubahan yang berdampak pada emosi yang cenderung lebih sensitif.
Berat badan Ibu akan beranjak naik secara signifikan dan malai kurang
percaya diri dengan penampilan. Perasaan sensitif yang Ibu rasakan ini
seringkali tidak disadari oleh suami, sehingga perlu adanya komunikasi
yang baik antara Ibu dan Suami (Menjaga Hubungan Harmonis antara Ibu
dan Suami Selama Masa Kehamilan). Ibu bisa memulai dengan bercerita
tentang apa yang Ibu rasakan selama menjalani masa kehamilan.
Mengikutsertakan suami dalam aktifitas-aktifitas yang terkait dengan
perkembangan kehamilan seperti kelas prenatal, melakukan olahraga
bersama, dan menikmati makan malam romantis bisa menjadi pilihan untuk
membangun keharmonisan hubungan sekaligus menurunkan stress selama
kehamilan.

c. Perubahan Emosi yang Tejadi Saat Trimester Ketiga


Trimester ketiga merupakan fase yang dimana kadar hormone estrogen
dan progesterone sangat tinggi. Pada fase ini Ibu akan sangat rentan
mengalami moodswing. Berat badan Ibu juga berada pada titik puncak
selarna masa kehamilan berlangsung. Keletihan, kondisi susah tidur, dan
rasa khawatir mendekati persalinan dapat memicu stress berlebih.
Trimester ketiga seringkali disebut sebagai fase terberat sepanjang
menjalani masa kehamilan.

Kelelahan fisik dan mental merupakan tantangan terbesar dalam menjalani


kehamilan di trimester ketiga. Ibu harus lebih mengutamakan kesehatan Ibu
dan si Kecil dibandingkan memikirkan hal-hal lain yang kurang terkait.
Manfaatkan waktu istirahat sebaik mungkin ketika mood dan kondisi tubuh
memungkinkan. Kondisi kekurangan tidur dapat diantasi dengan istirahat-
istirahat kecil di sela sels kegiatan harian. Pastikan perkembangan
kehamilan tercatat dengan baik dan selalu sedia kontak dokter atau tenaga
medis untuk mengantisipasi kondisi darurat kehamilan. Trimester ketiga
kehamilan juga bisa dinikmati dengan aktifitas-aktifitas positif seperti
mencatat keperluan terkait persalinan, mengajak bicara si Kecil dalam
kandungan, atau mendengarkan musik kesukaan, Selalu ada hal positif
yang dapat dilakukan agar kondisi emosi dapat terus terjaga dan proses
kehamilan dapat dilahai dengan Lancer

C. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Emosi selama Kehamilan,


Persalinan dan Nifas

Kesehatan mental yang dipengaruhi ada beberapa faktor baik eksternal


maupun internal Yang Jermask factor internal adalah faktor biologis dan
psikologis. Beberapa faktor biologis yang secara langsung berpengaruh
terhadap kesehatan mental, di antaranya: otak, sistem endokrin, genetika,
sensori, dan kondisi ibu selama kehamilan. Faktor eksternal yang
memengaruhi kesehatan mental yaitu sosial budaya, diantaranya:
a) Stratifikasi Sosia
Holingshead dan Redich menemukan bahwa terdapat distribusi
gangguan mental secara berbeda antars kelompok masyarakat yang
berada pada strata sosial tinggi dan rendah.

b) Interaksi Sosial
Faris dan Dunham mengemukakan bahwa kualitas interaksi sosial
individu sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya.

c) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan
kepribadian dan kesehatan mental

d) Faktor Fisik (organo biologis)


Faktor fisik cukup dapat mempengaruhi kualitas kesehatan mental pada
seseorang. Seseoang yang mengalami sakit fisik berat atau sakit fisik
dalam waktu yang lama akan mempengaruhi kondisi emosional dan
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh secara drastis dan semangat
hidupnya juga berkurang.

e) Faktor mental/emosional (psikoedukatif)


Kekuatan pada mental dan emosional yang mendukung, serta saran
positif diperlukan membangunkan semangat hidup dalam
mengembalikan kesehatan jasmani dan rohani

f) Faktor sosial budaya (sosial kultural)


Keluarga, lingkungan, budaya, sangat menentukan kualitas kesehatan
mental emosional seseorang dalam tongahadapi setiap permasalahan
yang ada. Dilihat dari faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
tersebut, maka keluarga adalah salah satu fakor yang berpengaruh besar
terhadap kesehatan mental sesorang. Agar kesehatan mental dapat
tercapai maka dibutuhkan upaya pencegahan berawal dari keluarga,
Keluarga bisa menjadi faktor protektif, namun juga pemicu unculnya
gngguan mental.
Sebagaimans data, keluarga merupakan kelompok sosial terkecil
dimana seseorang bertempat tinggal, berinteraksi satu sama lain, tempat
dibentuknya nilai-nilai, pola pomikian sta kebiasaan. Keluarga
memegang peranan penting dalam pembentan kepribadian seseorang
yang berkembang mulai kanak-kanak. Keluarga menjadi lini pertama
dalam pembentukan kesehatan mental Keluarga yang kurang dapat
menjalankan fungsinya dengan bark, akan rentan memunculkan
gangguan psikologis gangguan mental mula dalanı taraf ringan sampai
berat pada anggota keluarga, antara lam tidak percaya diri, konsep dins
negatif, dropout sekolah, antional, problem sexualitas, cemas maupun
depresi. Berbagai gangguan tersebut dapat muncul pada masa sekarang
dan atau pada tahap perkembangan selanjutnya:
 Keluarga dengan peran protektif adalah keluarga yang
 Menciptakan lingkungan yang sehat mental bagi anggota keluarga
 Saling mencintai, menghargai dan mempercayai antar anggota
keluarga
 Saling membantu dan memberi antar anggota keluarga
 Saling terbuka dan tidak ada diskriminasi
 Memberi pujian dan punishment sesuai dengan perilaku
 Menghadapi ketegangan dengan tenang dan menyelesaikan
masalah secara tuntas
 Menunjukkan empati antar anggota keluarga
 Membina hubungan dengan masyarakat
 Menyediakan waktu untuk kebersamaan seperti rekreasi bersama
antar anggota.
 Mengenal adanya gangguan kesehatan sedini mungkin.
Apabila keluarga dapat melaksanakan perannya dengan baik, maka
akan mendukung kesehatan mental anggotanya. Namun sebaliknya
apabila keluarga kurang dapat menjalankan perannya dengan baik,
maka akan memicu timbulaya gangguan psikologis atau gangguan
mental. Kondisi-kondisi keluarga yang berperan menjadi pemicu
terjadinya gangguan pakologis atau ganggan mental antara lain:
 Perceraian dan perpisahan
Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak
dengan orang tua menjadi faktor yang sangat berpengarah hagi
pembentakan perilaku dan kepribadian anak. Banyak studi yang
dilakukan membuktikan bahwa perceraian dan perpisahan dapat
berakibat buruk bagi perkembangan anak.

 Keluarga yang tidak fungsional


Keluarga tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.

 Perlakuan dan pengasuhan


Berkaitan dengan apa yang dilakukan orang tua atau anggota
keluarga lain terhadap anak. Apakah dibiarkan (neglect),
diperlakukan secara kasar (violance) atau dimanfaatkan secara
salah (abuse). Kondisi keluarga yang sehat dapat berperan untuk
membentuk kesehatan mental anggota keluarganya. Sebaliknya
kondisi keluarga yang tidak kondusif dapat mengakibatkan
gangguan mental pada anggota keluarga. Upaya keluarga untuk
berfungsi dengan baik akan menjadi faktor penting bagi kesehatan
mental anggotanya.

Menurut Johnson (dalam Videbeck, 2008) menyatakan kesehatan


mental dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

 Otonomi dan kemandirian:


Individu dapat melihat ke dalam dirinya untuk menemukan nilai
dan tujuan hidup. Individu yang otonom dan mandiri dapat
bekerja secara interdependen atau kooperatif dengan orang lain
tanpa Achilangan otonominya.

 Memaksimalkan potensi diri:


Individu memiliki orientasi pada pertumbuhan da aktualisasi
diri.

 Menoleransi ketidakpastian hidup.


Individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan
harapan dan pandangan positif Walaupun tidak mengetahui apa
yang terjadi di masa depan.
 Harga diri
Individu memiliki kesadaran yang realistis akan kemampuan
dan keterbatasannya.

D. Tantangan Kesehatan Mental dalam Periode Kehamilan, Persalinan dan


Nifas

Kesehatan mental yang baik seperti merasa tenang dan bahagia, sangat
diperlukan sant masa kehamilan, karena sangat mempengaruhi kesehatan
seorang ibu hamil dan bayi dalam kandungannya. Munculnya gangguan
kesehatan mental saat hamil dapat memnicu perilaku berisiko bagi kehamilan
seperti merokok, konsumsi alkohol, asupan matrisi yang tidak sesuai,
menghindari pemeriksaan kehamilan, atau memicu perilaku berbahaya bagi ibu
dan kandungannya.

Kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan montal diakibarkan karena adanya


masa bingung dan comas saat hamil atau ketika segers akan melahirkan. Stresa
depat meningkatan risiko seseorang k mengalami masalah kesehatan mental,
seperti depresi dan gangguan psikosis.

Masalah kesehatan mental pada ibu hamil juga dapat bertahan hingga beberapa
waktu setelah melahirkan. Tidak hanya itu, masalah kesehatan mental yang
lebih ringan seperti gangguan mad dan merasa cemas, bisa menjadi lebih serius
pada waktu tersebut. Akibatnya, hal tersebut tidak hanya mempengaruhi
kesehatan inental dan fisik seorang ibu pasca melahirkan, namun juga dapat
mengganggu kedekatan antara ibu dan bays yang baru lahir."

selain riwayat gangguan kesehatan mental, beberapa hal juga dapat memicu ibu
hamil mengalami gangguan mental, di antaranya:
 Kehamilan pada usia remaja
 Pengalaman mengalami trauma - fisik, emosi ataupun kekerasan seksual
 Riwayat ketergantungan obat, termasuk perilaku merokok
 Kurangnya dukungan sosial
 Menjadi orang tua tunggal saat hamil
 Memiliki tingkat sosio-ekonomi rendah
 Pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga
 Pengobatan depresi yang tidak tuntas
 Mengalami kesulitan finansial
 memiliki pemikiran yang bertentangan akan kehamilannya

Terdapat tiga kategori utama dalam masalah keadaan emosi propersalinan:


baby blues, depresi pascapersalinan dan psikosis pascapersalinan, masing-
masing berbeda dalam hal banyaknya kasus yang terjadi, presentasi klinisnya,
tingkat keparahan dan penanganannya.

1. Baby Blues
 Pengaruhnya sekitar 40%-80% pada wanita pascapersalinan
 Ini adalah keadaan sementara yang ditandai dengan perubahan
keadaan emosi, sedih dan menangis, sulit tidur dan lekas marah.
Gejala tersebut biasanya terjadi sekitar hari ke-3 hingga hari ke-5
setelah kelahiran anak.
 Gejala-gejalanya relatif ringan dan seringkali reda secara spontan

2. Depresi pasca persalinan


 Ini memengaruhi sekitar 13% - 19 wanita pascapersalinan
 Gejala-gejalanya mirip dengan episode depresi yang dialami pada
saat yang lain Serangannya biasanya dalam waktu 6 minggu tetapi
juga dapat terjadi kapan saja dalam setahun setelah kelahiran anak
 Sebagian besar ibu yang mengalami depresi pascapersalinan pulih
jika dapat diidentifikasi sejak dini dan menerima perlakuan yang
tepat dan dukungan dari keluarga

3. Psikosis Pascapersalinan
 Ini memengaruhi sekitar 0,1% -0,5% wanita pascapersalinan
 Fitur yang menonjol termasuk mendengar suara-suara yang tidak
ada, pemikiran yang ganjil merasa disakiti orang lain dan menyakiti
diri sendiri atau bayinya. Gejalanya biasanya terjadi dalam dalam
14 hari setelah kelahiran bayi
 Ini adalah darurat psikiatris, Perlu segera dirujuk ke psikiatris atau
dibawa ke Instalasi Gawat Darurat rumah sakit
Kiat untuk pencegahan
 Persiapan yang tepat sebelun kehamilan yang termasuk perencanaan
keluarga dan keuangan yang tepat.
 Milikilah harapan yang realistis sebagai orang tua guna membantu
penyesuaian dengan kehidupan setelah persalinan.
 Belajarlah lebih banyak tentang kehamilan, persalinan dan anak-anak
untuk meminimalkan kegelisahan melalui berbagai cara, mis, mengikuti
lokakarya perawatan anak dan pengasuhan di Pusat Kesehatan Ibu dan
Anak, berpartisipasi dalam diskusi dan lokakarya yang diselen garakan
oleh organisasi yang lain, dsb.
 Berbagilah pengalaman dengan orang tua lain dan tingkatkan dukungan
sosial.
 Pupuklas komunikasi yang efektif dengan mitra dan anggota keluarga
lainnya untuk memperbaiki pemahaman dan dukungan
 Istirahat dan tidur yang cukup, mis menyelenggarakan bantuan rumah
tangga das penitipan anak setelals persalinan.
 Luangkan waktu untuk aktivitas santai, mis, jalan-jalan atau menelepon
teman.
 Lakukan diet yang sehat. Jangan merokok dan hindari minuman
beralkohol.

Anda mungkin juga menyukai