Anda di halaman 1dari 34

FARMAKOLOGI 1

“PEMILIHAN HEWAN COBA”


LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi
Dasar Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Oleh

KELOMPOK 1
B-D3 FARMASI 2019

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI D3
2020

i
Lembar Pengesahan

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1
“PEMILIHAN HEWAN COBA”
Oleh

KELOMPOK 1

Muhammad Fadel Otoluwa (821319036)


Agnes Nyungo (821319040)
Siti Nuraini Bahar (821319047)
Andi Putri Anugerah Pelamonia (821319052)
Vanessa Suak (821319059)
Putri Lestari Febriani (821319069)
Nuraviani Athifa A. Polamolo (821319074)

Gorontalo, 10 Mei 2020 NILAI


Mengetahui,
Asisten

Kartiningtias Eka Putri Suleman


KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah
Subhanahu Wata’alaa, karena atas berkat rahmat-Nyalah kami dapat membuat
laporan Praktikum Farmakologi Toksikologi 1 tentang “PEMILIHAN HEWAN
COBA” . Sebelumnya kami sangat berterima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen serta
para Asisten Penanggung jawab praktikum yang telah memberikan kami arahan
dan bimbingan mengenai praktikum Farmakologi Dasar. Kiranya laporan ini kami
buat agar supaya dapat digunakan dan bisa berfungsi untuk studi karya ilmiahdi
kemudian hari. Maka pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih atas
perhatiannya.
Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, 10 Mei 2020

KELOMPOK I

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................. 3
1.4 Prinsip Percobaan ........................................................................... 3
1.5 Manfaat ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA4
2.1 Dasar Teori ..................................................................................... 4
2.1.1 Definisi ......................................................................................... 4
2.1.2 Cara Memegang Mencit ............................................................... 5
2.1.3 BCS (Body Condition Scoring) .................................................... 5
2.1.4 Pengertian Anastesi ...................................................................... 7
2.1.5 Pengertian Euthanasia .................................................................. 7
2.2 Uraian Hewan ................................................................................. 7
2.3 Uraian Bahan .................................................................................. 8
BAB III METODE PRAKTIKUM ............................................................ 12
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................... 12
3.1.1 Alat ............................................................................................... 12
3.1.2 Bahan ............................................................................................ 12
3.2 Cara Kerja ...................................................................................... 12
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 14
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................... 14
4.2 Pembahasan .................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 18
5.2 Saran ............................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam
protokol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam
pemilihan hewan percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan
hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain
yang bisa menggantikannya.
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu
pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek
tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai
subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan mempergunakan hewan-
hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan
hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan
sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum
diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah
menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan didalam Laboratorium Farmakologi dalam berbagai bentuk
percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, foto fobik,
cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi.
Menurut Wahlsten (2011), Mus musculus atau biasa disebut mencit rumah

1
merupakan jenis hewan komensal yang telah lama berkohabitasi dengan
manusia. Mencit rumah mengalami evolusi yang panjang seiring dengan
besarnya pengaruh tekanan manusia di sekitarnya. Dan menurut Kotenkova &
Maltzev (2012), dalam beberapa kasus, tingkah laku mencit rumah bahkan dapat
dikatakan merupakan hasil dari pengaruh lingkungan aktivitas manusia yang
kompleks dan tidak stabil.
Penggunaan M. musculus sebagai hewan uji memiliki banyak keuntungan
diantaranya penanganannya yang relatif mudah, harga yang murah, jumlah
peranakan yang banyak, berukuran kecil, serta memiliki kemiripan fisiologis
dengan manusia (Putri, 2012). Akan tetapi, M. musculus juga memiliki perilaku
yang unik dan berpeluang menjadi bias dalam penelitian-penelitian tertentu.
Diantaranya adalah perilaku kanibalisme maternal atau perilaku kanibal yang
dilakukan induk betina terhadap anak-anaknya. Konsekuensinya dalam penelitian
adalah terjadinya 2 bias rasio jenis kelamin anak, ukuran populasi, bahkan
hilangnya sampel penelitian ketika masa pengasuhan.
Body Condition Score (BCS) adalah metode untuk memberi nilai kondisi
tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak
tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul
(Tolitiawaty,2014).
Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika
melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Amarta, 2012). Dan untuk euthanasia yaitu
berdasarkan Webster’s II, University Dictionary (1996), euthanasia diartikan
sebagai menghilangkan rasa sakit serta kematian yang mudah pada penderita yang
sangat menderita atau penyakit yang berat.
Berdasarkan hal ini, maka dilakukanlah praktikum percobaan tentang
“PEMILIHAN HEWAN COBA” melalui beberapa pengujian agar mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana cara penanganan yang baik terhadap hewan coba,
juga cara menilai BCS (Body Condition Scoring), dan juga memiliki pengetahuan
mengenai cara Anastesi dan Euthanasia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara-cara penanganan hewan coba dengan baik ?
2. Bagaimana cara mengukur tingkat kesehatan hewan coba mencit (Mus
musculus) dengan metode BCS (Body condition scoring) ?
3. Bagaimana cara Anastesi dan Euthanasia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penanganan hewan coba/cara memegang hewan
coba
2. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (Mus musculus)
dengan metode BCS (Body Condition Scoring )
3. Untuk mengetahui cara menganastesi dan euthanasia pada hewan coba
1.4 Prinsip Percobaan
Pengukuran kesehatan mencit dengan meraba bagian tulang sacroiliac
(tulang antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan dengan
menggunakan jari dan mencocokannya dengan nilai BCS.
1.5 Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara-cara penanganan hewan coba dengan
baik
2. Mahasiswa dapat mengukur tingkat kesehatan hewan coba mencit (Mus
musculus) dengan metode BCS (Body condition scoring)
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara penganastesian dan euthanasia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Hewan coba (Mencit)
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu
kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan
yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat didefinisikan
sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat
seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan
coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu
cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,
2011).
Tikus putih dan mencit merupakan hewan laboratorium yang sering
digunakan karena kemampuan reproduksi tinggi ( sekitar 10-12 anak/kelahiran ),
harga dan biaya pemeliharaan relatif murah,serta efisien dalam waktu karena sifat
genetif dapat dibuat seragam dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan
dengan ternak besar, genome mencit, sapi, babi dan manusia sangat mirip,
sehingga mencit dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari
pengetahuan dasar genetika kualitatif dan kuantitatif maupun metode pemuliaan
(Suzuki H,dkk, 2013).
Mencit (mus musculus) adalah salah satu anggota kelompok kerajaan hewan
animalia. Hewan ini ditandai dengan ciri sebagai berikut: jinak, takut cahaya, aktif
pada malam hari, mudah berkembangbiak, siklus hidup yang pendek, dan
tergolong poliestrus. Mencit merupakan hewan yang paling umum digunakan
pada penelitian laboratorium sebagai hewan percobaan, yaitu sekitar 40-80%.
Mencit memiliki banyak keunggulan sebagai bahan percobaan (khusunya
digunakan dalam penelitian biologi), yaitu siklus hidup yang relatif pendek,
jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam
penanganannya (Agus, 2013).
2.1.2 Cara memegang mencit
Cara pertama yang akan dilakukan yaitu mencit diangkat dengan cara
memegang ekor kearah atas, lalu letakkan mencit pada permukaan yang kasar
biarkan mencit menjangkau/mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang)
dengan tangan kanan, kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk
menjepit kulit tengkuk mencit seerat/setegang mungkin, Selanjutnya, ekor
dipindahkan dari tangan kanan dan dijepit antara jari kelingking dengan jari manis
tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap
untuk diberi perlakuan (Putri, 2018).
2.1.3 Body Condition Scaring (BCS)
BCS (Body Condition Scaring) merupakan penilaian yang cepat, non-
invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Body Condition Scaring
(BCS) induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuh lemak,
sedangkan cadangan energi tersebut erat hubungannya dengan gizi yang
dikonsumsi. Gizi dan status nutrisi ternak tersebut dapat mempengaruhi intensitas
birahi karena berhubungan dengan hormon-hormon reproduksi. Ketika tingkat
estrogen dalam darah meningkat maka akan meningkatkan tingkat hormon
adrenalin yang dapat memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga sirkulasi
darah meningkat. Eatradiol akan meningkatkan jumlah suplai darah pada alat
kelamin sehingga vulva membengkak dan vestibulum menjadi berwarna merah
terang karena kongesti pembuluh darah (Siswati, 2014).
Analisis anova mengenai suhu vulva saat sapi birahi menghasilkan bahwa
tidak terdapat pengaruh nyata dari BCS tidak berpengaruh terhadap perubahan
menjadi hangat karena setiap BCS ternak secara keseluruhan menunjukkan
perubahan menjadi hangat (Langi, 2014).

5
Berikut cara menilai Body Condition Scoring (BCS) (Listyorini, 2012).
Nilai 1- Mencit kurus
Tulang-tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba,
tidak terasa adanya lemak atau daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi lemak
atau daging.
BCS Nilai 2- Mencit di bawah kondisi standart
Tikus tanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas,
namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau
lemak. Tampak atas sudah tidak terlalu berlekuk lekuk, agak
berisi. Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba,
BCS Nilai 3- Mencit dalam kondisi yang baik
Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana
diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-tulang.
Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal sedikit teraba.
BCS Nilai 4- Mencit di atas kondisi standart
Tidak tampak adanya tonjolan tulang-tulang dan bilamana
diraba agak sulit merasakan tulang karena tebalnya timbunan
lemak dan daging. hewan kelihaan berisi dan tampak juga
lipatan-lipatan lemak dibawah kulit.
BCS Nilai 4- Mencit obese
Sudah sangat sulit meraba tulang-tulang akibat timbunan
lemak dan daging yang sangat tebal.
2.1.4 Pengertian Anestesi
Anestesi adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya
reflek. Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya
dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan
anestesi regional dan anestesi lokal menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh
saja tanpa menghilangnya kesadaran anastesi terdiri atas dua yaitun anastesi
umum dan anastesi lokal (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
2.1.5 Pengertian Eutanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu
berarti baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup
dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu Euthanasia sering
disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death (mati dengan
tenang) (Tribowo, 2014).
Metode euthanasia terdiri dari euthanasia fisik dan euthanasia kimia.
Euthanasia fisik yang meliputi cervical disclocation (pemutaran leher),
decapitation (perusakan otak lewat leher), stunning & exsanguinations (removal
blood), dan capative bolt atau gunshot. Sedangkan euthanasia kimia yaitu dengan
cara memasukan agent toksin kedalam tubuh dengan suntikan atau inhalasi
(Tribowo, 2014) .

2.2 Uraian Hewan


1. Klasifikasi Mencit menurut Penn (1999).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Gambar 1
Famili : Muridae Mencit (Mus musculus)
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.

7
Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya :
Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19-21 tahun
Kawin sudah beranak : 1-24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu
Siklus kelamin : Polistrus
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Berat dewasa : 20-40 gram (jantan) dan 18-35 gram.

2.3 Uraian Bahan


1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)
Nama zat aktif : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,


bau khas menyebabkan rasa terbakar.
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, jauhkan dari
api
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Eter (Dirjen POM, 1995)
Nama zat aktif : AETHER
Nama lain : Eter
Berat molekul : 74,42 g/mol
Rumus molekul : C4H10O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan mudah mengalir, mudah menguap, tak


Berwarna, berbau khas, teroksidasi perlahan-
lahan oleh udara dan cahaya dengan
membentuk peroksida, mendidih pada suhu
lebih kurang 350.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kelarutan : Larut dalam air, dapat bercampur dengan
etanol, dengan benzena, dengan kloroform,
dengan pelarut heksana, dengan minyak lemak
dan minyak menguap.
Kegunaan : Sebagai senyawa anastesi
3. Etil Karbamat (Dirjen POM, 1995)
Nama zat akif : URETAN
Nama lain : Etil Karbamat
Berat molekul : 89, 09 g/mol
Rumus molekul : C3H7NO2
Rumus struktur :

9
Pemerian : Hablur prismatic k atau lembaran, tidak
berwarna, tidak berbau atau berbau lemah
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air dalam 1 bagian
etanol (95%) P, dalam eter P, dalam kloroform
P, dalam gliserol P dan dalam minyak lemah
Kegunaan : Sebagai senyawa organik
4. Haloten (Dirjen POM, 1995)
Nama zat aktif : HALOTHANUM
Nama lain : Halotan
Berat molekul : 197,38 g/mol
Rumus molekul : C2HBrClF3
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan berat, tidak berwarna, mudah bergerak,


tidak mudah terbakar, bau khas seperti
kloroform, rasa manis dan seperti terbakar
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya, sebaiknya dari kaca NP, dan hindarkan
dari panas yang berlebihan.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, bercampur dengan
etanol, dengan kloroform, dengan eter, dan
dengan minyak lemak
Kegunaan : Sebagai cairan anastesi inhalasi
5. Natrium Fenobarbital (Dirjen POM, 1995)
Nama zat aktif : PHENOBARBITALUM NATRICUM
Nama lain : Fenobarbital Natrium/Luminal Natrium
Berat molekul : 254,22 g/mol
Rumus molekul : C12H11N2NaO3
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur berlapis atau berbentuk granul, putih


serbuk putih, higroskopik, tidak berbau, rasa
pahit. Larutan bersifat basa terhada fenolftalen
dan terurai bila dibiarkan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam
etanol, praktis tidak laut dalam eter dan dalam
kloroform
Indikasi : Epilasi, semua jenis, kecuali petit mal, status
Epileptikus.
Efek samping : Mengantuk, letargi, depresi mental, ataksia
nistagmus, iritabel dan hiperaktif pada anak,
agitasi, resah dan bingung pada lansia, reaksi
alergi pada kulit, hipoprotrom binemia, anemia
megaloblastik.
Kontra indikasi : Depresi pernapasan berat
Interaksi obat : Dapat menurunkan konsentrasi antikoagulan
oral (warfarin, dicoumarol, acenoceumarol,
phenprocoumon) dalam darah dapat menguran
-gi efek estradiol, progesteron, estron, dan
hormone steroid lainnya.
Dosis lazim : 30 mg/pemakaian
Dosis max : 400 mg/ hari
Kegunaan : Sebagain obat

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT :
a. Untuk Pemilihan Hewan Coba:
Alat yang digunakan yaitu Alat Pelindung Diri (APD), Kandang
Mencit, dan Sarung Tangan.
b. Untuk Menganastesi:
Yang digunakan yaitu Kadang Restrain, Penggaris, dan Timbangan
Berat Badan
3.1.2 BAHAN :
a. Untuk Pemilihan Hewan Coba:
Mencit Jantan, galur lokal dengan berat badan 20g-30g berumur antara
6-8 minggu
b. Untuk menganastesi:
Alkohol 70%, Eter, Etil Karbamat, Haloten, dan Natrium fenobarbital
3.2 CARA KERJA
a. Untuk Pemilihan Hewan Uji:
1. Disiapkan 5 ekor mencit
2. Diletakkan satu ekor mencit di atas kandang yang terbuat dari
kawat
3. Dibiarkan mencit dalam posisi istrahat
4. Diamati kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat
kemaluan (bokong)
5. Disentuh secara perlahan-lahan (diraba) bagian tulang belakang
hingga ke tulang bokong
6. Dicatat hasil pengamatan dan perabaan serta ulangi untuk 4 mencit
yang lain
b. Untuk Menganastesi
1. Diletakkan eter di atas kapas dan dimasukkan ke dalam wadah
tertutup kedap
2. Ditempat mencit di dalam wadah tersebut dan ditutup
3. Ditunggu sampai mencit hilang kesadaran
4. Dikeluarkan mencit yang sudah sadar dan siap diberi perlakuan

13
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


a. Nilai BCS ( Body Condition Scoring ) mencit

Hasil
No.
Berat Badan
Mencit
Pengamatan Perabaan
Saat diraba masih terasa
Tulang mencit
1 18,5 gr adanya daging
kelihatan dengan
jelas

Saat dirabah cukup


Tubuh mencit tidak mudah merasakan
2 21,6 gr
tampak tonjolan adanya tulang
tulang

Sudah sangat sulit Saat diraba dagingnya


3 33,5 gr meraba tulang sangat tebal

Nampak kelihatan Tidak terasa adanya


4 12,1 gr sekali bagian lemak atau daging
tubuhnya tidak berisi
daging

Nampak jelas Saat diraba agak sulit


lipatan lemak merasakan tulang karena
5 30,4 gr timbunan lemak atau
daging.

b. Nilai Anastesi mencit


Waktu anastesi
No. mencit Berat Badan Sadar Tidak sadar
1 23 gr 22:17 detik 65 detik
2 25 gr 19:07 detik 59 detik
3 21 gr 25:01 detik 50 detik

4.2 Pembahasan
Hewan percobaan yang digunakan dilaboratorium tak ternilai jasanya
dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa
bioaktif. Sejauh ini hewan coba yang banyak digunakan dalam sebuah penelitian
medis adalah rodensia atau hewan pengerat, dengan kisaran persentase mencapai
69%. Alasan penggunaan rodensia adalah karena hanya yang relatif murah,
mudah ditangani, mempunyai rentang hidup yang singkat dan mudah beradaptasi
pada kondisi sekitarnya serta tingkat reproduksi yang cepat sehingga
memungkinkan untuk penelitian proses biologis pada semua tahap siklus hidup
(Putri, 2018).
Pada setiap perlakuan terhadap suatu hewan coba, perlu diketahui cara
memperlakukan dan cara memegang hewan coba dengan baik dan benar agar
tetap jinak dan tidak meronta-ronta saat diberi perlakuan. Sifat dari mencit yaitu
jinak, takut cahaya, aktif pada malam hari, mudah berkembangbiak, siklus hidup
yang pendek, dan tergolong polietrus (Fransisius, 2008 dalam Hasanah dkk, 2015)
Cara memperlakukan mencit, yaitu dipegang ekor mencit pada bagian
ujung dengan menggunakan tangan kanan dan mencit diletakkan pada tempat
datar yang tidak licin seperti ram kawat pada penutup kandang. Hal ini ditujukan
untuk memberikan kesempatan mencit untuk mencengkram kawat ketika ditarik.
Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit tengkuk mencit, dan ekornya
tetap dipegang dengan tangan kanan, lalu permukaan perut dihadapkan kedepan
dengan membalikkan posisi tubuh mencit, ekor dijepitkan antara jari manis dan
jari kelingking tangan kiri dan mencit siap diberi perlakuan (Putri, 2018).
Berdasarkan data hasil praktikum yang didapat, bahwa pada penentuan
nilai BCS (Body Condition Scoring) dapat dijelaskan bahwa pada mencit 1, berat
badan dari mencit tersebut adalah 18,5 gram, pada keterangan saat perabaan

15
tulang mencit kelihatan dengan jelas dan pada saat melakukan perabaan masih
terasa adanya daging.tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba Jadi mencit ini
masuk pada kategori BCS Nilai 2 dan tidak dapat digunakan sebagai hewan uji
karena tidak memenuhi persyaratan berat badan antara 20-30 gram (Listyorini,
2012). Kemudian pada mencit yang ke 2, berat badan yang ditujukkan adalah 21,6
gram dengan kondisi tubuh mencit tidak tampak tonjolan tulang, akan tetapi saat
diraba cukup mudah merasakan tulang-tulangnya Mencit yang kedua ini jelas
tepat untuk dijadikan sebagai hewan uji karena porsi berat badan nya tidak
melebihi dan kurang dari berat badan yang telah ditentukan sebagai syarat untuk
hewan uji, dan masuk pada kategori BCS Nilai 3 yaitu mencit dalam kondisi yang
baik. Berikutnya pada mencit yang ke 3, mencit ini tidak dapat dijadikan sebagai
hewan uji karena dilihat dari berat badan dari mencit tersebut melebihi standar
berat badan kisaran untuk syarat hewan uji (mencit), barat badan nya yaitu 33,5
gram. Dan pada saat dilakukan perabaan sangat sulit untuk meraba tulang-
tulangnya karena dagingnya yang sangat tebal dan masuk kategori BCS nilai 4,
Selanjutnya pada mencit ke 4, memiliki berat badan 12,1 gram ketika diraba tidak
terasa adanya lemak atau daging jika dilihat, tampak jelas kelihatan bagian-bagian
tubuhnya tidak berisi daging , dan mencit ini tidak dapat dijadikan hewan uji
karena tidak memenuhi standar berat badan yang ditentukan serta termasuk pada
kategori BCS Nilai 1 yaitu mencit kurus kondisi dan tidak dapat dijadikan hewan
uji Karena menurut Tolitiawaty (2014), berat badan yang normal pada mencit
jantan 20-40 gram, pada betina 18-35 gram. Terakhir pada mencit yang ke 5, ini
masuk pada kategori BCS Nilai 4 yaitu mencit di atas kondisi standar dan kurang
cocok sebagai hewan uji karena berat badan yang melebihi standar.
Anastesi secara umum adalah hilangnya kontrol terhadap tubuh karena
penekanan terhadap sistem syaraf pusat secaraa reversible (Stevani, 2016). Pada
hewan, tujuan penggunaan anestesi pada dasarnya adalah untuk membuat agar
hewan tidak merasakan rasa sakit atau tidak sanggup bergerak. Anelgesia yang
memadai (analgesia) adalah sebuah syarat mutlak untuk teknik pembedahan
dalam menyelesaikan tujuan dilakukan pembedahan (Stevani, 2016).
Dari data hasil anastesi di atas, terlihat jelas perbadaan dari anastesi dari
tiap-tiap mencit. Mulai dari mencit pertama dengan berat badan 23 gram
menunjukkan tingkat kesadarannya pada saat dimasukan ke dalam toples dengan
lama waktu 22:17 detik, kemudian pada saat mencit pingsan/tak sadarkan diri, itu
menujukkan lama waktu 65 detik, dan setelah itu kembali sadar. Kemudian pada
mencit yang kedua dengan berat badan 25 gram, memiliki kesadaran selama 19:07
detik sesaat setelah dimasukan ke dalam toples yang sudah diletakkan kapas yang
telah dibasahi senyawa eter, kemudian pada saat hewan tidak sadar, menunjukkan
lama waktu 59 detik. Berikut pada mencit yang ketiga, memiliki berat badan 21
gram, pada saat dimasukkan ke dalam toples, mencit tersebut dapat menahan
kesadaran dirinya selama 25:01 detik, dan tak sadarkan diri selama 50 detik. Dari
hasil anastesi ketiga mencit tersebut, dilihat dari berat badan menunjukkan bahwa
berat badan dari mencit tersebut sangat menentukan lama waktu sadar ketika saat
dimasukkan ke dalam toples, semakin rendah berat badan maka semakin
berkurang pula lama waktu sadarnya, itu berarti efek dari senyawa yang diberikan
untuk menganastesi juga dipengaruhi oleh berat badan. Terus untuk waktu tak
sadarnya sendiri dapat dilihat bahwa mencit pertama memiliki waktu pingsan
paling lama diantara beberapa mencit, yaitu selama 60 detik. Hal ini menunjukkan
bahwa mencit pertama ini menerima efek dari senyawa yang diberikan dengan
efektif dan cukup terpengaruh.

BAB V
PENUTUP

17
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan hewan uji dapat disimpulkan bahwa Mencit
(Mus muscular) adalah hewan percobaan yang sering digunakan dalam
laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan dan penelitian.Hewan
ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cederung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Mencit dapat digunakan sebagai hewan coba karena
memiliki struktur organ dalam hampir sama dengan manusia.
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan
kanan, biarkan menjangkau atau mencekram alas yang kasar. Kemudian tangan
kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tungkaknya seerat mungkin.
Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis
tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap
untuk diberi perlakuan.
Pemberian obat pada mencit dapat dilakukan dengan cara pemberian oral,
intra peritonial, subkutan, intramuskular dan intra vena. Untuk Senyawa- senyawa
yang dapat menganastesi mencit yaitu eter, alkohol dan kloroform.Untuk
euthanasia dengan cara fisik yang dilakukan yaitu dengan cara dislokasi leher.
BCS (Body Condition Scaring) merupakan penilaian yang
cepat,noninvasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak
kasus, BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan. Untuk
cara menilai BCS pada mencit yaitu : BCS nilai 1 (Mencit kurus), BCS nilai 2
(Mencit di bawah kondisi standar), BCS nilai 3 (Mencit dalam kondisi tubuh yang
baik), BCS nilai 4 (Mencit di atas kondisi standar) dan BCS nilai 5 (Mencit
obese).
5.2 SARAN
a. Untuk Asisten Pendamping
Diharapkan agar asisiten dapat terus membimbing, mengawasi dan
mengevaluasi percobaan pada saat melakukan diskusi dan praktikum
online.
b. Untuk Praktikan
Diharapkan agar praktikan dapat bekerja sama dengan baik saat
c. melakukan diskusi dan praktikum online sertadapat memahami cara
penanganan hewan uji dan tata tertib agar mencapai hasil yang maksimal.

19
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Pribadi Gutama. 2013. Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan
Model Penelitian Nikotin. Bogor: Program Studi Teknologi Produksi
Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Ahmad Mansyur dan Tina Trisnawati. 2010. Metode dan Teknik Penulisan
Laporan Karya Ilmiah. Bandung

Amarta, C. 2012. Hypnodontia. 1st edn. Jakarta: Raih Asah Sukses

Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta:


Bumi Aksara.

Cecep Tri Wibowo. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Hasanah, U., & Masri, M. 2015. Analisis Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L.)
ICR dari hasil Perkawinan Inbreeding Dengan Pemberian Pakan AD1
dan AD2.

Hendra, Stevani. 2016. Modul Ajar Cetak Farmasi. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Islamy, D. 2019. Efek Antihiperglikemik Ekstrak Etanol Tumbuhan Suruhan


(Peperomia pellucida L. Kunth) Terhadap Histopatologi Hati Mencit
Jantan yang Diinduksi Aloksan.

Kotenkova, E.V. and A.N Maltzev. 2012. The Role of Invasions in Evolution of
Commensal Taxa of Mus musculus Sensu Lato Species Group.

Langi, A.R.M. 2014. Pengaruh Body Condition Scaring (BCS) terhadap kualitas
birahi hasil sinkronisasi birahi pada sapi potong di kabupaten sragen.
Universitas Diponegoro, Semarang.

Listyorini. 2012. Body Condition Scoring. Yogyakarta: UGM


Mangaratua., & Parlindungan Silitonga Fransius. 2008. Penampilan Reproduksi
Mencit (Mus musmusculus) yang Diberi Daun Torbangun (Coleus
amboinicuslour) dan Taraf sop Daun Torbangun Kering. Bogor: Program
Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.

Potter, Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.


Edisi 7. Vol. 3. Jakarta: EGC

Putri, F. M. S. 2018. Urgensi Etika Medis Dalam Penanganan Mencit pada


Penelitian Farmakologi

Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.

Siswati, E. 2014. Tampilan Birahi Sapi Peranakan Ongole dan Sapi Simmen-tal
Peranakan Ongole Berdasarkan Gambaran Ferning Serviks dan Saliva di
Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan. Fakultas Peternakan dan
Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sjamsuhidajat, dkk. 2012. Buku ajar ilmu bedah Samsuhidajat-De Jong. Edisi
ke-3. Jakarta: EGC

Suzuki H, Nunome M, Kinoshita G, Aplin KP, Vogel P, Kryukov AP, Jin ML,
Han SH, Maryanto I, and Moriwaki K. 2013. Evalutionary and dispersal
history of eurasian house mice Mus Musculus clarified by more extensive
geographic sampling of mitochondrial DNA. Heredity (Edinb).

Tolistiawaty, l. 2014. Gambaran Kesehatan pada Mencit (Mus musculus) di


Instalasi hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit

Tim Penyusun Modul Praktikum Farmakologi. 2017. Modul Praktikum


Farmakologi. Magelang: UMM

Wahlsten, D. 2011. Mouse Behavioral Testing: How to Use Mice in Behavioral


Neuroscience. Acadermic Press: London
LAMPIRAN
1. Diagram Alir
a. Pemilihan hewan uji 5 Ekor Mencit

Diletakkan mencit di atas kandang yang terbuat dari kawat

Dibiarkan mencit dalam posisi istrahat

Diamati kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat kemaluan (bokong)

Disentuh secara perlahan-lahan (diraba) bagian tulang belakang hingga ke tulang bokong

Dicatat hasil pengamatan dan perabaan serta ulangi untuk 4 mencit yang lain

b. Untuk menganastesi

Diletakkan eter di atas kapas dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup kedap
Dimasukan mencit di dalam wadah yang telah ada kapas yang telah diberi eter dan
ditutup serta dinyalakan stopwatch ketika mencit pertama kali dimasukan

Dilihat lama waktu sadar mencit sampai dia pingsan/tak sadar setelah
dimasukan ke dalam wadah

Dilihat kembali berapa lama waktu tak sadarkan dari mencit dan dicatat hasilnya

Dikeluarkan mencit yang sudah sadar dan siap diberi perlakuan


Lampiran literatur

Anda mungkin juga menyukai