Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FITOKIMIA

“JENIS PEMISAHAN”

GEDE SAKA KESTHA DIPA (21089016108)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2023/2024
KATA PENGANTAR

Om swastyastu, puji syukur saya panjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dan
tanpa suatu halangan yang berarti guna memenuhi tugas pada mata kuliah Fitokimia prodi
S1 Farmasi.

Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada bapak Ari Permana Putra,
S.Farm., M.Farm selaku dosen pengampu mata kuliah Fitokimia yang telah membimbimg
saya dalam penyusunan makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam pengumpulan data yang saya gunakan sebagai referensi dalam
pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah saya ini masih jauh dari kata sempurna, maka
daripada itu penulis sangat terbuka atas saran dan kritik yang membangun demi
menyempurnakan penulisan makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Farmasi
Fisika ini dapat bermanfaat.

Singaraja, 11 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. 5
2.1 Perkembangan Fitokimia Dalam Penemuan Obat Baru................................................. 5
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan
chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman.
Senyawafitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat,
protein, lemak,vitamin, mineral maupun air. Jadi apakah fitokimia itu? Setiap tumbuhan
atau tanaman mengandung sejenis zat yang disebut fitokimia, merupakan zat kimia alami
yang terdapatdi dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada
tumbuhan itu.

Sampai saat ini sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar
10.000terkandung dalam makanan.Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai
senyawa organik yang dibentukdan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia,
biosintetis, perubahan danmetabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis
dari senyawa organik.Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah
segala jenis zat kimia ataunutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Perkembangan Fitokimia dalam Penemuan Obat Baru


1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui Perkembangan Fitokimia dalam Penemuan Obat Baru


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Fitokimia Dalam Penemuan Obat Baru


Pengembangan dan penemuan obat baru diperlukan untuk menjawab tantangan
pelayanan kesehatan, baik untuk tujuan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Obat modern dikembangkan melalui proses yang panjang serta memakan biaya yang
tinggi, dan setiap tahun puluhan bahkan ratusan obat baru masuk ke pasar obat dunia. Dan
ini akan terus berlanjut.Secara umum, efikasi atau kemanjuran dan keamanan (safety )
adalah 2 parameter utama untuk penilaian obat. Ketika metode penelitian dan bioetika
belum terlalu berkembang, penelitian penemuan dan pengembangan obat dilakukan secara
trial and error. Saat ini uji klinik menjadi conditio sine qua non bagi pengembangan obat,
meskipun ada juga perkecualian yang terpaksa dilaksanakan.

Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber
yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan
(heparin untuk mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik
pertama), urin manusia (choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan
human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur
obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru
yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular.

Proses penemuan obat baru merupakan langkah yang sangat panjang dan melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Secara garis besar, penelitian dan pengembangan suatu obat dibagi
menjadi beberapa tahapan sbb:

1. Sintesis dan screening molekul.

2. Studi pada hewan percobaan.

3. Studi pada manusia yang sehat (healthy volunteers).

4. Studi pada manusia yang sakit (pasien).

5. Studi pada manusia yang sakit dengan populasi diperbesar.

6. Studi lanjutan (post marketing surveillance)


Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap awal dari rangkaian penemuan
suatu obat. Pada tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang berpotensi sebagai obat
disintesis, dimodifikasi atau bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau molekul
obat yang diinginkan. Oleh karena penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu daerah
tertapetik yang khas, potensi relatif pada produk saingan dan bentuk sediaan untuk manusia
bisa diketahui. Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal mungkin mendalami
kelemahan molekul tersebut sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa tersebut.

Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses screening, yang melibatkan


pengujian awal obat pada sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda (biasanya 3 jenis
hewan) ditambah uji mikrobiologi untuk menemukan adanya efek senyawa kimia yang
menguntungkan. Meskipun ada faktor lucky (kebetulan) dalam upaya ini, umumnya
pendekatannya cukup terkontrol berdasarkan struktur senyawa yang telah diketahui. Pada
tahap ini sering kali dilakukan pengujian yang melibatkan teratogenitas, mutagenesis dan
karsinogenitas, di samping pemeriksaan LD50, toksisitas akut dan kronik. Uji praklinik
merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi
(efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang
dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh.
Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot,
hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Hewan-hewan ini sangat berjasa
bagi pengembangan obat. Karena hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui
apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.

Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat tersebut akan
melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit
sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin. Biaya yang diperlukan dari
mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500
juta per obat.

Uji yang harus ditempuh oleh calon obat adalah uji praklinik dan uji klinik.
1. Uji praklinik

Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh
informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas
calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian
ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi,
selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku
digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing
atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi
pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui
apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman. Penelitian
toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :

• Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis

• Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas)

• Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas)

• Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)

Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil
pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada
manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam
pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji
pada manusia. Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan
percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat
obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti
mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain
untuk menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan
secara in vitro. Uji toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan
percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang menggambarkan
toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan datang perlu dikembangkan uji
toksisitas secara in vitro. Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan
dan aman pada hewan percobaan maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik).
Uji pada manusia harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik mengikuti
Deklarasi Helsinki.

2. Uji klinik

Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :

a. Fase I , calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah
sifat yang diamati hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase
ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil
farmakokinetik obat pada manusia.

b. Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit
yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang
potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini mulai
dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.

c. Fase III melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru dibandingkan
efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.
Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat
digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000
senyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau
kemanfaatannya lebih kecil dari obat yang sudah ada. Keputusan untuk
mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional, di Indonesia
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, di Amerika Serikat oleh FDA
(Food and Drug Administration), di Kanada oleh Health Canada, di Inggris
oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency), di
negara Eropah lain oleh EMEA ( European Agency for the Evaluation of
Medicinal Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics Good
Administration). Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul
harus menyerahkan data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai
dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah
ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul dll.) yang telah memenuhi
persyaratan produk melalui kontrol kualitas. Pengembangan obat tidak
terbatas pada pembuatan produk dengan zat baru, tetapi dapat juga dengan
memodifikasi bentuk sediaan obat yang sudah ada atau meneliti indikasi
baru sebagai tambahan dari indikasi yang sudah ada. Baik bentuk sediaan
baru maupun tambahan indikasi atau perubahan dosis dalam sediaan harus
didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh Komisi Nasional Penilai Obat
Jadi. Pengembangan ilmu teknologi farmasi dan biofarmasi melahirkan new
drug delivery system terutama bentuk sediaan seperti tablet lepas lambat,
sediaan liposom, tablet salut enterik, mikroenkapsulasi dll. Kemajuan
dalam teknik rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah memicu
kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti produksi insulin dll.
Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama
dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai
maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug
dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh
dokter.
d. Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran
(post marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai
kondisi, berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama
untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam
menggunakan obat. Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih
memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan sebagai
contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat merusak
ginjal, Entero-vioform (kliokuinol) suatu obat antidisentri amuba yang pada
orang Jepang menyebabkan kelumpuhan pada otot mata (SMON disease),
fenil propanol amin yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan
dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat
meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung yang membahayakan
pada pasien yang sebelumnya sudah mengidap penyakit jantung atau
tekanan darah tinggi , talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita hamil
karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin, troglitazon suatu obat
antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena merusak hati .
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang dibentuk dan
disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan
metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik.
Dalam kegiatan pengembangan obat baru sekarang ini, harus melalui beberapa tahapan
sebelum obat dibuat, termasuk uji praklinik dan juga uji klinik.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman CaraPembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectivesand policies in
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai