Anda di halaman 1dari 522

Tahapan

penemuan obat
&screening obat
► Proses penemuan obat baru merupakan langkah yang sangat
panjang dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Secara garis
besar, penelitian dan pengembangan suatu obat dibagi
menjadi beberapa tahapan sbb:
1. Sintesis dan screening molekul
2. Studi pada hewan percobaan
► Uji farmnakologi
► Uji ketoksikan akut&subkronis
► Uji teratogenik
3. Studi pada manusia yang sehat (healthy volunteers)
4. Studi pada manusia yang sakit (pasien)
5. Studi pada manusia yang sakit dengan populasi diperbesar
6. Studi lanjutan (post marketing surveillance)
► Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap awal
dari rangkaian penemuan suatu obat.
► Di tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang
berpotensi sebagai obat disintesis, dimodifikasi atau
bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau
molekul obat yang diinginkan.
► 🡪penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu
daerah tertapetik yang khas, potensi relatif pada produk
saingan dan bentuk sediaan untuk manusia bisa
diketahui.
► Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal
mungkin mendalami kelemahan molekul tersebut
sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa tersebut.
► Dua paradigma teknologi baru yang berpengaruh
radikal terhadap industri farmasi yaitu
► teknologi informasi dan komunikasi
(information and communication
technologies/ICT)
► bioteknologi.
Dalam hal R&D, ICTmemungkinkan mekanisasi
dan automatisasi penemuan obat dan proses
pengembangannya. Dengan Combinatorial
Chemistry dapat dilakuakn sintesis molekul
yang lebih masal yang dikontrol oleh robot
komputer.
Dengan menggunakan teknologi ini permutasi dan
kombinasi building block kimia dapat dilakukan
secra cepat, mencapai ratusan ribu senyawa
tiap minggu.
Dengan metode yang lama hanya
mengasilkan beberapa ratus senyawa
kimia🡪Kombinasi dariCombinatorial
Chemsitry dan High Throuhput
Screening (HTS) dapat meningkatakan 7
kali lipat dalam pengujian (test) senyawa
kimia untuk dikembankan lebih lanjut
sebagai obat penemuan baru.
Saat ini juga telah dikembangkan program komputer yang
dapat menunjukkan (display) tiga dimensi images of
molecule ketika dirotasi dan juga memberikan
representasi dinamik dari potensi reaksi antara obat
dengan enzim tertent
Komputer juga dapat menunjukkan manipulasi dari sites of
biochemical action dan prediksi tentang toksisitas dan
khasiat (efficacy) dari struktur kimia termaskud serta
efek biologisnya (baca: Bionformatika Docking).
► penelusuran literatur juga harus dilakukan untuk
memberikan pengertian tentang mekanisme pelapukan yang
mungkin terjadi dan kondisi-kondisi yang dapat
meningkatkan peruraian obat.
► Informasi tentang cara atau metode yang diusulkan dari
pemberian obat, seperti juga melihat kembali literatur
tentang formulasi, bioavaibilitas, dan farmakokinetika dari
obat-obat yang serupa, seringkali berguna bila menentukan
bagaimana mengoptimumkan bioavaibilitas suatu kandidat
obat baru.
► Jika suatu senyawa atau molekul aktif telah dibuktikan
secara farmakologis, maka senyawa tersebut selanjutnya
memasuki tahap pengembangan dalam bentuk molekul
optimumnya
► Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses
screening, yang melibatkan pengujian awal obat pada
sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda (biasanya
3 jenis hewan) ditambah uji mikrobiologi untuk
menemukan adanya efek senyawa kimia yang
menguntungkan. Meskipun ada faktor lucky (kebetulan)
dalam upaya ini, umumnya pendekatannya cukup
terkontrol berdasarkan struktur senyawa yang telah
diketahui. Pada tahap ini sering kali dilakukan pengujian
yang melibatkan teratogenitas, mutagenesis dan
karsinogenitas, di samping pemeriksaan LD50, toksisitas
akut dan kronik.
► Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat.
Dari uji ini diperoleh informasi tentang:
► efikasi (efek farmakologi),
► profil farmakokinetik dan
► toksisitas calon obat.
Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian
ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau
organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada
hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu
dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau
beberapa uji menggunakan primata.
Dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat
menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.
Penelitian toksistas merupakan cara potesial untuk
mengevaluasi:
► a. Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat
akut atau kronis
► b. Kerusakan genetik (genotoksisitas atau mutagensis)
► c. Pertumbuhan tumor (onkogenesis atau
karsinogenesis)
► d. Kejadian cacat waktu lahir (teratogenik)
►  Di samping uji pada hewan untuk mengurangi penggunaan
hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in
vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya:
► uji aktivitas enzim,
► uji antikanker menggunakan cell line,
► uji antimikroba pada pembenihan mikroba,
► uji antioksidan dengan DPPH,
► uji antiinflamasi, dll untuk menggantikan uji khasiat pada
hewan.
Belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksistas
sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan,
belum ada metode lain yang menjamin hasil yang dapat
menggambarkan toksisitas pada manusia.
► Uji pada hewan percobaan ini juga dirancang dengan
perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu
lebih lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh
karenanya, pada uji pra-klnis ini dirancang dengan
pertimbangan:
► a. Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan lepada
manusia
► b. Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang dituju
dengan pertimbangan khusus untuk anak-anak, wanita
hamil atau orang usia lanjut.
► c. Efek obat menurut dugaan pada manusia.
► Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau
molekul kandidat calon obat tersebut menjadi IND
(Investigasional New Drug) atau obat baru dalam
penelitian. Setelah calon obat dinaytakan mempunyai
kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan maka
selanjutnya diji pada manusia (uji klinik). Uji pada
manusia Uji klinis pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi
Helsinki.
Uji klinik

► Fase I, calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk


mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan
percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini
ditentukan hubungan dosis dengan efek yang
ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada
manusia.
► Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu diamati
efikasi pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari
obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan
efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini
mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk
sediaan obat.
► Fase III, melibatkan kelompok besar pasien. Di sini obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat
pembanding yang sudah diketahui. Semula uji klinik banyak
senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan.
Akhirnya obat baru hanya lolos satu atau lebih kurang 10.000
seyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari
manfaatnya atau kemanfaatnnya lebih kecil dari obat yang
sudah ada. Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan
oleh badan pengatur nasional di Indonesia oleh BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan), di AS adalah FDA (Food and
Drug Administration), di Kanada oleh Health Canada, di
Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product
Regulatory Agency), di negara Eropa lain oleh EMEA
(European Agency for the Evaluation of Medicinal Product)
dan di Australia oleh TGA (Therapeutics Good
Administration).
► Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri
pengusul harus menyerahkan data dokumen uji praklinik
dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan,
efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari
bentuk produknya (tablet, kapsul, dll) yang telah
memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas.
Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan
produk dengan zat baru, tetapi dapat juga dengan
memodifikasi bentuk sediaan yang sudah ada atau
meneliti indikasi baru sebagai tambahan dari indikasi
yang suda ada.
► Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan indikasi atau
perubahan dosis dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan
POM dan dinilai oleh Komisi Nasional Penilai Obat Jadi.
Pengembangan ilmu teknologi farmai dan biofarmasi
melahirkan new drug delivery system terutama bentuk
sediaan seperti tablet lepas lambat, sediaan liposom, tablet
salut enterik,mikro-enkapsulasi, dll. Kemajuan dalam teknik
rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah
memicu kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti
produksi insulin dll. (Baca lebih lengkap : Perkembangan
Produk Bioteknologi di Dunia) Setelah calon dapat dibuktikan
berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah
ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat
baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal
drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta
dapat diresepkan oleh dokter.
► Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi
pasca pemasaran (post marketing surveillance) yang
diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai
usia dan ras. Studi ini dilakukan dalam jangka panjang
untuk melihat terapetik dan pengalaman jangka panjang
dalam menggunakan obat. Setelah hasil studi IV
dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari
perdagangan jika membahayakan. Sebagai contoh
cerivastatin (suatu antihiperkolesterolemia yag dapat
merusak ginjal), entero-vioform (kliokuinol suatu
anti-disentri amuba yang pada orang Jepang bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot mata/SMON
disesase), fenil pranol amin/PPA yang sering terdapat
pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg
menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat
meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung,
triglitazon (antidiabetes yang bisa merusak hati), dan
summary
Target selection & Discovery Development
validation

Target Drug
Studies of -receptor; -ion channel; Candidate
Disease -transporter;
safety testing
-enzyme; - signalling molecule
Mechanisms

The Drug Discovery Process


Lead Search Human
-Develop assays (use of
automation) Studies
Molecular -Chemical diversity Phases I,II, III
Studies -Highly iterative process

Animal Studies Drug Approval


- relevant species and
- t mice Lead optimization
-selectivity Registration
-efficacy in animal models
- agonists/antagonists
-tolerability: AEs mechanism-
- antibodies based or structure-based?
- antisense -pharmacokinetics
- RNAi -highly iterative process
Development
Pre-Clinical
Process R&D
Pharmacology Chem Eng. R&D
Safety Assessment Manufacturing
Toxicology
Drug Metabolism
(ADME)

Pharmaceutical R&D
Formulation Bio Process R&D

Clinical Investigator
& patient
Regulatory Affairs
Clinical Pharmacology Project Planning & Management
Clinical Research Marketing

Statistics & Epidemiology


Data Coordination
Research Information Systems
Information Services
Clinical
Phase I
Investigational
20 - 100 healthy volunteers take
New Drug drug for about one month
application Information Learned

IND 1. Absorption and metabolism


2. Effects on organs and tissue
3. Side effects as dosage is increased

Remote data entry

Clinical
Phase II
Trials Several hundred health-impaired patients Information Learned
1. Effectiveness in treating disease
Treatment Group Control Group 2. Short-term side effects in health -impaired patients
3. Dose range

Phase III Information Learned


1. Benefit/risk relationship of drug
Hundreds or thousands of
2. Less common and longer term side effects
health-impaired patients 3. Labeling information

Compassionate Use
Clinical Advisory
Committee Regulatory
Trials Review Team

Continued
APPROVAL
Reviews,
PROCESS comments, and
(Ex. FDA)
discussions
Submit to
Regulatory Agencies
Drug Co./Regulatory
liaison activities
New Drug
Application
(NDA)
APPROVAL

Worldwide Marketing Authorization (WMA) in other countries


Drug Discovery—Convergence of Disciplines
Synthetic
Combinatorial Patent Law
Chemistry
Chemistry
Modelling
Novel
Intellectual Property
Molecule Physiology
Information Design Structural Biochemistry
Technology Activity

Physiology
Pharmaco- Physiology
Metabolis Safety
m dynamics Pharmacology
Safety
Assessment Immunology
In Vivo activity Pharmacokinetic
Properties

Pharmacology Behavior
Pathology Enzymology
Physiology Physical Physiology
Chemistry
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Acetyldigoxin Cardiotonic Digitalis lanata
Adoniside Cardiotonic Adonis vernalis
Aescin Anti-inflammatory Aesculus hippocastanum
Aesculetin Anti-dysentery Frazinus rhychophylla
Agrimophol Anthelmintic Agrimonia supatoria
Ajmalicine Circulatory Disorders Rauvolfia sepentina
Allantoin Vulnerary Several plants
Allyl isothiocyanate Rubefacient Brassica nigra
Anabesine Skeletal muscle relaxant Anabasis sphylla
Andrographolide Baccillary dysentery Andrographis paniculata
Anisodamine
Dept. of Pharmaceutics Anticholinergic Anisodus
27 tanguticus
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Anisodine Anticholinergic Anisodus tanguticus
Arecoline Anthelmintic Areca catechu
Asiaticoside Vulnerary Centella asiatica
Atropine Anticholinergic Atropa belladonna
Benzyl benzoate Scabicide Several plants
Berberine Bacillary dysentery Berberis vulgaris
Bergenin Antitussive Ardisia japonica
Betulinic acid Anticancerous Betula alba
Borneol Antipyretic, analgesic, Several plants
antiinflammatory
Bromelain Anti-inflammatory, Ananas comosus
Dept. of Pharmaceutics
proteolytic 09/07/20
28
07
Caffeine CNS stimulant Camellia sinensis
Plant Based Drugs and Medicines
Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source
Camphor Rubefacient Cinnamomum camphora
Camptothecin Anticancerous Camptotheca
acuminata
(+)-Catechin Haemostatic Potentilla fragarioides
Chymopapain Proteolytic, mucolytic Carica papaya
Cissampeline Skeletal muscle relaxant Cissampelos pareira
Cocaine Local anaesthetic Erythroxylum coca
Codeine Analgesic, antitussive Papaver somniferum
Colchiceine amide Antitumor agent Colchicum autumnale
Colchicine Antitumor agent, Colchicum autumnale
anti-gout
Convallatoxin
Dept. of Pharmaceutics Cardiotonic 09/07/20
07
Convallaria
29 majalis
Curcumin Choleretic Curcuma longa
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Cynarin Choleretic Cynara scolymus
Danthron Laxative Cassia species
Demecolcine Antitumor agent Colchicum autumnale
Deserpidine Antihypertensive, Rauvolfia canescens
tranquillizer
Deslanoside Cardiotonic Digitalis lanata
L-Dopa Anti-parkinsonism Mucuna sp
Digitalin Cardiotonic Digitalis purpurea
Digitoxin Cardiotonic Digitalis purpurea
Digoxin Cardiotonic Digitalis purpurea
Emetine
Dept. of Pharmaceutics
Amoebicide, emetic 09/07/20 Cephaelis
30
ipecacuanha
07

Ephedrine
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Etoposide Antitumor agent Podophyllum peltatum
Galanthamine Cholinesterase inhibitor Lycoris squamigera
Gitalin Cardiotonic Digitalis purpurea
Glaucarubin Amoebicide Simarouba glauca
Glaucine Antitussive Glaucium flavum
Glasiovine Antidepressant Octea glaziovii
Glycyrrhizin Sweetener, Addison's Glycyrrhiza glabra
disease
Gossypol Male contraceptive Gossypium species
Hemsleyadin Bacillary dysentery Hemsleya amabilis
Hesperidin
Dept. of Pharmaceutics
Capillary fragility 09/07/20 Citrus 31species
07
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Hyoscyamine Anticholinergic Hyoscyamus niger
Irinotecan Anticancer, antitumor Camptotheca
agent acuminata
Kaibic acud Ascaricide Digenea simplex
Kawain Tranquillizer Piper methysticum
Kheltin Bronchodilator Ammi visaga
Lanatosides A, B, C Cardiotonic Digitalis lanata
Lapachol Anticancer, antitumor Tabebuia sp.
a-Lobeline Smoking deterrant, Lobelia inflata
respiratory stimulant
Menthol Rubefacient Mentha species
Methyl
Dept. ofsalicylate
Pharmaceutics Rubefacient Gaultheria32 procumbens
09/07/20
07
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Monocrotaline Antitumor agent Crotalaria sessiliflora
(topical)
Morphine Analgesic Papaver somniferum
Neoandrographolide Dysentery Andrographis paniculata
Nicotine Insecticide Nicotiana tabacum
Nordihydroguaiaretic Antioxidant Larrea divaricata
acid
Noscapine Antitussive Papaver somniferum
Ouabain Cardiotonic Strophanthus gratus
Pachycarpine Oxytocic Sophora pschycarpa
Palmatine Antipyretic, detoxicant Coptis japonica
09/07/20
Papain
Dept. of Pharmaceutics Proteolytic, mucolytic Carica papaya
07
33
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Phyllodulcin Sweetner Hydrangea macrophylla
Physostigmine Cholinesterase Inhibitor Physostigma venenosum
Picrotoxin Analeptic Anamirta cocculus
Pilocarpine Parasympathomimetic Pilocarpus jaborandi
Pinitol Expectorant Several plants
Podophyllotoxin Antitumor anticancer Podophyllum peltatum
agent
Protoveratrines A, B Antihypertensives Veratrum album
Pseudoephredrine* Sympathomimetic Ephedra sinica
Pseudoephedrine, nor- Sympathomimetic Ephedra sinica
Quinidine Antiarrhythmic Cinchona ledgeriana
09/07/20
Dept. of Pharmaceutics 34
07
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Qulsqualic acid Anthelmintic Quisqualis indica
Rescinnamine Antihypertensive, Rauvolfia serpentina
tranquillizer
Reserpine Antihypertensive, Rauvolfia serpentina
tranquillizer
Rhomitoxin Antihypertensive, Rhododendron molle
tranquillizer
Rorifone Antitussive Rorippa indica
Rotenone Piscicide, Insecticide Lonchocarpus nicou
Rotundine Analagesic, sedative, Stephania sinica
traquillizer
Rutin
Dept. of Pharmaceutics Capillary fragility Citrus species
35
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Salicin Analgesic Salix alba
Sanguinarine Dental plaque inhibitor Sanguinaria canadensis
Santonin Ascaricide Artemisia maritma
Scillarin A Cardiotonic Urginea maritima
Scopolamine Sedative Datura species
Sennosides A, B Laxative Cassia species
Silymarin Antihepatotoxic Silybum marianum
Sparteine Oxytocic Cytisus scoparius
Stevioside Sweetner Stevia rebaudiana
Strychnine CNS stimulant Strychnos nux-vomica
Dept. of Pharmaceutics 36
pustaka

► Bambang Priyambodo, 2007, Dalam Manajemen


Farmasi Industri, Global Pustaka Utama Yogyakarta
► Sampurno, 2007, Peran aset nirwujud pada kinerja
perusahaan: studi Industri farmasi Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hal. 61-73
Evidence based
medicine(Pengobatan
berbasis bukti)

EM Sutrisna
Pengertian
• EBM: penggunaan bukti terbaik saat ini yg
bijaksana, tegas &penuh pertimbangan dalam
pengambilan keputusan yg terkait dg
pelayanan pasien individual (prof.David
Sackett)
• Metode Bandolier: kategori I(bukti terkuat)
sampai kategori V (bukti terlemah)
• Confidence interval 95%
EBM

• “Menggunakan segala pertimbangan


bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang
diketahui hingga kini untuk menentukan
pengobatan pada penderita yang
sedang kita hadapi”. (Iwan
Darmansyah)
• Merupakan penjabaran bukti ilmiah
lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan
seiring dengan pengobatan rasional.
EBM sebenarnya merupakan cara yg biasa
dilakukan dalam proses penilaian suatu obat
baru yg akan dipasarkan🡪diperlukan juga
penilaian animal studies dan in-vitro studies.
• EBM🡪keharusan bagi dokter
• Evidence perlu diterapkan pada penderita
dg segala penyakit/komplikasi-nya.
• Evidence berubah menurut perkem-
bangan ilmu.
Urutan kekuatan bukti/evidence
• Meta-Analysis(Systematic Review)
• Randomized
Controlled Trial (RCT)
• Non RCT
• Cohort studies
• Case Control studies
• Case Series/Case Reports
• Animal research/Laboratory studie
• Expert opinion
Tipe dan kekuatan dari manfaat
bukti
• Ia.meta analisis: bukti kuat dari sedikitnya 1kajian sistematis uji
coba klinis multiple,random&terkontrol yg dirancang dg baik
• Ib.RCT: bukti kuat dari sedikitnya 1 uji coba klinis
random&terkontrol (RCT) yg dirancang dg baik dg ukuran
sample yg memadai
• IIa. Non RCT: bukti kuat dari uji coba klinis yg dirancang dg
baik tanpa randomisasi,kelompok tuggal sebelum &setelah
pengobatan,
• IIb: quasi experimental
• III.Observasional
• IV.expert opinion
• http://groups.yahoo.com
Kegunaan LoE terhadap rekomendasi

• Strength of Recommendation:
• Class I: Conditions for which there is evidence/general agreement
that a given procedure/therapy is useful and effective.

• Class II: Condition for which there is conflicting evidence or


divergence of opinion about the usefulness /efficacy of performing
the procedure /therapy.
• Class IIa: in favor of usefulness
• Class IIb: usefulness is less well established
• Class III:Condition for which there is evidence/general agreement
that a procedure/therapy is not useful/effective and may be harmful.

www.guidelines.gov/
Obat-obatan
obat Indikasi/rekomendasi KI Dose

aspirin -STE ACS,klas I -semua Alergi/bleeding/resi 160-162 mg


ps ko bleeding hrI,setrusnya
NSTE 75-162 mg/hr
clopidogrel -STE ACS,klas I Alergi/bleeding/resi 300-600mg hr I
-semua ps ko bleeding DILANJTKAN 75 MG
NSTE 4x,SELAMA 1 BL-1
th

UFH +STE ACS Alergi/bleeding/resi Dosis liht lampiran


Semua ps dg PCI &Ps ko bleeding, baru
yg diobati dg saja stroke,riwayat
alteplase,reteplase, trombositopenia
tenecteplase(kls I) karena heparin
-ps tanpa fibrinolitc (klas
IIa)
+NSTE ACS, kombinasi dg
aspirin(klas I)
+PCI(klas I)
Jenis penelitian sesuai dengan
maksud &tujuan
Therapy: RCT>cohort > case control > case series
Diagnosis: prospective, blind comparison to a gold
standard
Etiology/Harm: RCT > cohort > case control > case
series
Prognosis: cohort study > case control > case series
Prevention: RCT>cohort study > case
control > case series
Clinical Exam: prospective, blind
comparison to gold standard
Cost: economic analysis
Convidence interval (CI)
• Merupakan indikasi dari seberapa
meyakinkan hasil yg diperoleh dan
terutama yg berkaitan dg nilai yg kita
harapkan untuk dapat diyakini
kebenarannya
Number needed to treat (NNT)
• Merupakan jumlah yg harus diberi
pengobatan untuk menghasilkan satu
orang yang menerima manfaat.
Semakin mendekati nilai 1 maka NNT
semakin sempurna
kasus
• 117 dari 169 pasien refluk esofagitis sembuh
dg omeprazole,dan 53 pasien dari 170 pasien
sembuh dg simetidin maka :
• NNT= 1/(117/169)-(53/170)
= 2,6
Artinya: untuk 2,6 (3 pasien) yg diobati dg
omeprazole 1 orang akan sembuh yg
mungkin tidak akan sembuh jika diberi
simetidin
• Guna NNT🡪 untuk suatu proses
pemilihan, misal jika NNT untuk
pengobatan A lebih rendah dari B maka
memilih obat A lebih dinajurkan
Hubungan EBM dengan
Ilmu Kedokteran dan Hukum ?
• Dalam menentukan suatu trearment benar
atau salah seorang hakim perlu
mempertimbangkan EBM mulai dalam
persidangan. Diperlukan “ilmu” (evidence)
di belakang pertimbangan suatu testimoni
seorang saksi ahli. (JAMA Vol. 283 No.21, June 2000)
• Juga, EBM menentukan harga saham
pabrik obat, yang disebarkan mass media
ekonomi.
EBM bisa menjatuhkan harga saham
pabrik obat.
• Namun, masih akan dijumpai
berbagai kendala, karena
ilmu pengobatan dan EBM
sendiri tidak sesederhana itu.
Kendala EBM
• EBM memepretimbangkan ras
• Keterbatasan data EBM pada ras
tertentu
EBM tidak selalu aplicable
• Some times we cannot treat just the numbers.
• Other times we cannot use statistics to treat a specific patient.
• Large outcome studies includes patients with uncontrollable
variables.
• Sometimes we ask to 3 specialists and we will get 2-3 different
answers.
Pedoman Pengobatan Rasional :

1. Timbanglah manfaat-risiko dgn memperhitungkan


prinsip “Primum non nocere”.
2. Gunakanlah pertama-tama obat yg paling
“established”, dan kenalilah obat pilihan ini untuk
setiap indikasi.
3. Gunakanlah obat pilihan yg anda ketahui paling
baik efeknya.
4. Batasilah pemberian jenis obat seminimal mungkin
5. Sesuaikanlah dosis obat untuk setiap penderita.
6. Gunakanlah dosis efektif terkecil.
7. Pilihlah cara pemberian obat yg paling aman,
tanpa mengurangi efektivitas.
8. Jangan memilih preparat terbaru, karena
barunya.
9. Janganlah ketinggalan menggunakan obat baru
yang (lebih) baik.
10. Cocokkanlah kebenaran data promosi pabrik
obat.
(Darmansjah,
1979)
Peresepan rasional
1. Membuat diagnosis spesifik
2. Pertimbangan patofisiologi dari diagnosis
yang terpilih
3. Memilih sasaran terapi yg spesifik
4. Menentukan obat terpilih
5. Menentukan regimen dosis
6. Merancang monitoring
pengobatan&menentukan kapan terapi
berakhir
7. Merencanakan pembelajaran pasien
Terapi Rasional
• 4T,1W
• Tepat indikasi
• Tepat penderita
• Tepat obat
• Tepat dosis
• Waspada ESO
Contoh contoh EBM
Sebab Demam
Sebab Demam
• So, there no need antibiotic for several
fever.
ISPA/URTI🡪 Abs?
Abs for UTI

Journal of Clinical and Diagnostic Research.


2011 June, Vol-5(3): 483-485
Abs for UTI
• Cefixime
• Fluorquinolon
• Clorampenicol
• Cotromoksozol
• amoksilin
Pedoman Penulisan Resep

EM Sutrisna
• Resep Menurut UU: permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi
atau dokter hewan kepada
apoteker pengelola apotek (APA)
untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita,
sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
• Peraturan Men.Kes. RI No.
26/MenKes/Per/I/1981 Bab II.
Resep
• Keputusan Men.Kes. RI No.
28/MenKes/SK/V/1981 Bab II.
Resep
• Resep merupakan perintah dari
penulisnaya kepada apotik sebagai
pihak yang memebrikan obat
• Penulis: dokter, drg, drh
• Yang menyerahkan obat: apoteker,
asisten aptk
• Menurut makna luas: resep
merupakan perwujudan cara terapi
dokter kepada penderita yang
memerlukan pengobatan, maka
harus ditulis secara benar dan
rasional.
Informasi dalam resep
• Tiap negara punya standar sendiri
• Resep yang lengkap menurut SK MenKes RI No.
26/1981 (Bab III, pasal 10) memuat:
• Nama, alamat, NSIP dokter, tanggal penulisan R/
• Nama setiap obat/komponen obat
• Tanda R/, tanda tangan/paraf dokter
• Tanda seru dan paraf dokter untuk obat dengan
jumlah melebihi dosis maksimum
• Kertas resep uk ideal lebar 10-12 cm, panjang
15-18cm
• Sebaiknya rangka 2, 1 untuk pasien & 1
untuk arsip dokter
• Setelah 3 tahun resep boleh dimusnahkan
dengan mebuat berita acara pemusnahan (SK
Menkes RI no 280/MenKes/SK/V/1981
mengenai penyimpana resep di apotik)
Apograph(resep salinan)
• Apograp diperlakukan sama seperti kertas
resep asli
• Apograph dibuatkan oleh apotek atas:
• Permintaan dokter:jika ada tanda iteretur, miasal
“iter 1x” berarti boleh diulang 1 x tanpa resep
dokter & tanda “N.I.”(no iter) =resep tidak boleh
diulang
• Permintaan pasien:hanya boleh jika resep asli
tidak mengandung bahan narkotika, psikotropika
dan obat G
Ketentuan menulis resep
• Dokter bertanggung jawab secara hukum
• Resep mudah dibaca oleh petugas
• Ditulis dengan tinta
• Tulis tanggal dg jelas
• Untuk anak <12th cantumkan umur dan BB
• Alamt penderita jelas
• Jumlah sediaan obat hindari angka desimal
• Jika kurang dari 0,5g tulis dalam 500 mg
• Jika kurang dari 1 mg tulis dalam microgram
• Obat cair dg mL hindarkan cc atau cm3
• Aturan pemakaian ditulis dalam bahasa latin
• Nama penderita di belakang pro: identitas
jelas & sebaiknya diberi alamat, jika anak
dicantumkan umurnya dan jika untuk hewan
dituliskan jenis hewannya
• Untuk resep tanpa narkotika/psikotropika
cukup paraf
• Untuk resep dg narkotika/psikotropika harus
dg tanda tangan
• Resep yang mengandung narkotika :
- harus ditulis tersendiri
- tidak boleh ada iterasi (ulangan)
- dituliskan nama pasien, tidak boleh
Su.p/usus propius (untuk pemakaian
sendiri)
- alamat pasien ditulis dengan jelas
- aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas,
tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus
(sudah tahu aturan pakai)
Bagian bagian resep
• Identitas dokter&tempat praktek, SIP dll
• Superscriptio: R/ berarti recipe (harap
diambil)
• Inscriptio
• Nama jenis/bahan obat
• Kekuatan obat
• Jumlah sediaan obat
• Cara pembuatan/bentuk sediaan yg
diinginkan
• Subscriptio
• BSO dan jumlah
• Signatura
• Aturan pakai: dgn signa (disingkat S)
• .Nama penderita dibelakang Pro , dan BB (terutama
jika anak)
ETIKA Penulisan resep
• ditulis secara jelas, dapat dibaca,lengkap dan
memenuhi aturan perundangan serta kaidah yang
berlaku.
• Memperhatikan 5T,1W
• Tepat indikasi
• Tepat obat
• Tepat Penderita
• Tepat BSO
• Tepat dosis
• Waspada ADRs
Tepat indikasi
• Pemberian obat sesuai indikasikelas
terapi
• Diagnosis hipertensi🡪antihipertensi
• DM🡪OAD
Tepat obat
• Pemiilihan obat berbasis EBM
• Pilih drugs of choice sesai EBM
Derajad EBM
• Meta-Analysis(Systematic Review)
• Randomized
Controlled Trial (RCT)
• Non RCT
• Cohort studies
• Case Control studies
• Case Series/Case Reports
• Quasi exerimental
• Animal research/Laboratory study
Tipe dan kekuatan dari manfaat
bukti
• Ia.meta analisis: bukti kuat dari sedikitnya 1kajian sistematis uji
coba klinis multiple,random&terkontrol yg dirancang dg baik
• Ib.RCT: bukti kuat dari sedikitnya 1 uji coba klinis
random&terkontrol (RCT) yg dirancang dg baik dg ukuran
sample yg memadai
• IIa. Non RCT: bukti kuat dari uji coba klinis yg dirancang dg
baik tanpa randomisasi,kelompok tuggal sebelum &setelah
pengobatan,
• IIb: quasi experimental
• III.Observasional
• IV.expert opinion
Kegunaan LoE terhadap rekomendasi

• Strength of Recommendation:
• Class I: Conditions for which there is evidence/general agreement
that a given procedure/therapy is useful and effective.

• Class II: Condition for which there is conflicting evidence or


divergence of opinion about the usefulness /efficacy of performing
the procedure /therapy.
• Class IIa: in favor of usefulness
• Class IIb: usefulness is less well established
• Class III:Condition for which there is evidence/general agreement
that a procedure/therapy is not useful/effective and may be harmful.

www.guidelines.gov/
INGAT KETERBATASAN
EBM
Tepat penderita
• Pemilihan obat dengan memperhatikan
kondisi fisiologis &patologis penderita
Tepat dosis
• Gunakan dosis efektif (dosis terkecil
dengan efek optimum) kecuali antibiotik
(dosis standar)
• Jika pemberian obat>1 perhatikan
interaksi obat
• Interaksi farmasetika/inkompatibilitas
• Interaksi farmakokinetika
• Interaksi farmakodinamika
• Interaksi obat akan merubah efek
obat
• Additive effect: 1+1=2
• Synergistic effect: 1+1>2
• Potensiasi effect: 1+0=2
• Antagonisme: 1+1=0
Tepat BSO
• Pilih BSO yang menjamin proses kinetik
optimum
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….

R/tab. Amoksisilin 500mg no XX


S 3 dd tab I
paraf
Pro: N
Umur:
Almat:
Contoh resep
• Dr. Y
jln……., kota………
SIP……….

R/tab. Amoksisilin 500mg no XX


S 3 dd tab I
paraf
R/ Parasetamol 500 mg no X
S p.r.n tab I(febris)
paraf
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….

R/parasetamol 500mg
CTM 4mg
Sac. Lac qs
Mf pulv dtd no XV
S 3 dd pulv I
paraf
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….
R/parasetamol 375mg
CTM 3mg
Sac. Lac qs
Mf pulv dtd no XV
S 3 dd pulv I
paraf
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….

R/sirup Amoksisilin lag no I


S 3 dd cth I
paraf
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….

R/salep gentamisin 15 mg tube no I


S ue 3 dd I
paraf
Aspek legal resp &obat
• Harus mengacu ke UU
• UU RI no 23 92; tentang kesehatan
• Permenkes n0 919/Menkes/PER/X/1993 tentang
kriteria obat tanpa resep
• Keputusan Menkes no 924Menkes/PER/X/1993
tentang OWA
• Keputusan Menkes no 925Menkes/PER/X/1993
tentang perubahan gol obat
• UURI no 5 th 1997 tentang psikotropika
• UURI no 5 th 1997 tentang narkotika
Aspek
etika(kedokteran-kefarmasian)
• Rahasia resep untuk dokter, apoteker &pasien
• Dokter tidak menjual obat ke pasien
• Dr. tidak menyuruh pasien mengambil
obatnya di apotik tertentu
• Dokter tidak menjual sampel obat ke apotik
• Status penderita di simpan oleh dokter
• Dokter tidak menerima imbalan dari pabrik
obat atas resep yg dituliskan🡪kolusi
• Hindari resep yg tidak rasional
• Shortgun prescripstion=>6 obat dalam 1 resep
• Memberikan obat “konfeksi” obat masal, tp
hendaknya obat diberikan sesuai peruntukan
• Jumlah obat terlalu banyak/terlalu sedikit
• Untuk AB memberikan hanya 2-3 hari
• Tidak memperhatikan ekonomi penderita
• Tidak memperhatikan tiap komposisinya
Beberapa singkatan
• dd : de die 🡪sehari
• 3dd(tdd)(ter dd): 3 de die🡪 3 X sehari
• 1dd (sdd)(semel dd): 1 X/hari
• 2 dd(bdd)(bis dd): 2 x/hr)
• 4 dd(qdd)(quarter dd): 4x/hr
• Tab :tablet
• Prn:pro re nata (kalau perlu)
• Sac lac qs (sacarum lactis quantum satis):beri sacarum lactis
secukupnya
• Mf pulv: misce fac pulveres: campur &buatlah serbuk terbagi
• Dtd: da tales doses: berikan sebanyak dosis tersebut
• Cth: chohlear tea: sendok the (5cc)
• Ue: usum externum: obat luar
• Ui: usum internum: untuk obat dalam
• Gtt: tetes
• Ac: ante coenum=sebelum makan
• An=ante noctum=sebelum tidur
• Om=omni mane=tiap pagi
• O.n=omni nocte=tiap malam
• P.p=pro paupere=untuk si miskin
Keputusan pengambilan terapi
• INGAT SOAP (subjective, objective, assesment,
planning)
• Diagnosis🡪 terapi
Proses terapi
1. Penentuan problem pasien
2. Penentuan tujuan terapi
3. Pemilihan intervensi terapi (P-treatment) dan
pemilihan obat (P-drug)
4. Memulai terapi, melakukan peresepan dengan
menentukan regimen dosis
5. Memberikan informasi, instruksi dan peringatan
kepada pasien (komunikasi obat)
6. Melakukan monitor hasil terapi dan evaluasi
Penentuan problem pasien
• Pasien dengan keluhan sakit tenggorokan bisa
karena infeksi virus ringan, infeksi bakteri,
simptom dari penyakit tertentu, bisa juga karena
efek samping obat atau keluhan yang tidak ada
hubungan dengan problem sebenarnya.
• Problem yang berbeda akan memerlukan
penanganan yang berbeda. Misalnya sakit
tenggorokan karena infeksi virus ringan hanya
perlu advis dan penjelasan kepastian
kesembuhan, bukan terapi obat.
Penentuan tujuan terapi
• Anak perempuan, 4 tahun agak kurang baik
gizinya (undernourished), diare cair tanpa
muntah selama 3hari. Anak tersebut tidak
kencing dalam 24 jam terakhir. Pada
pemeriksaan tidak demam (36,8 derajat
Celcius), tetapi nadi cepat, elastisitas kulit
rendah.(modul farmakologi klinik FKUGM).
• Tujuan terapi????................
• Seorang wanita 24 tahun datang ke anda untuk
konsultasi 3 minggu yang lalu mengeluh badan
merasa capai setelah melahirkan bayi ke dua.
Sklera agak pucat, tetapi Hb normal; Anda sudah
memberikan petunjuk agar pasien tersebut
menghindari kerja berat. Sekarang datang lagi
karena badan masih terasa capai dan mendapat
informasi dari temannya, bahwa perlu suntik
vitamin agar lebih baik dan hilang
capainya. (modul farmakologi klinik FKUGM).
• Tujuan terapi?????
Proses penentuan intervensi terapi
• Beberapa hal yang dilakukan:
• 1. Intervensi Farmakoterapi
Apakah perlu intervensi farmakologis/non farmakologis, ada
5 hal yang diperrhatikan
a. Yang mutlak memerlukan obat, misalnya
keadaan-keadaan infeksi bakterial yang serius, hipertensi
berat dll
b. Yang mungkin memerlukan obat🡪 lebih sulit karena
seringkali terjadi karena kekurang-pastian diagnosis
maupun patofisiologinya yang masih belum jelas, misalnya
rasa sakit di dada yang timbul berulang-ulang dengan
gambaran EKG yang normal, hipertensi ringan, dan
lain-lain.
C. Yang mungkin dapat ditolong dengan
bantuan obat atau dengan pendekatan
non-farmakologik, misalnya obesitas.
d. Yang tidak memerlukan obat, misalnya
psikosomatis.
e. Yang tidak dapat tertolong lagi, misalnya
stadium akhir keganasan, koma akibat
perdarahan intrakranial yang masif, dll
2. Efek Farmakologik yang Diharapkan
3. Pemilihan Jenis Obat
a. Manfaat (benefit)
b. Aman (safety)
c. Biaya (cost)
d. Mutu (quality) :
Menyangkut soal bioekuivalen dari suatu obat; meskipun
mengandung zat berkhasiat sama namun dua atau lebih obat
dari buatan pabrik yang berbeda dapat memberikan efek yang
berbeda. Hal ini menyangkut perlakuan dan tata-cara proses
pembuatan obat tersebut yang tidak selalu sama pada tiap
produsen obat.
4. Dosis dan Cara Pemberian
a. BSO diperhatikan
b. Dosis dan frekuensi obat
c. Lama pemberian
Komunikasi, Informasi dan Edukasi

a. Cara pemakaian dan dosis obat,


b. Efek samping yang mungkin timbul
c. Pasien perlu diberitahu bahwa obat tidak boleh
diberikan
kepada orang lain (anak, keluarga atau tetangga)
monitor dan Evaluasi

– Efek terapi :
– Efek samping :
– Pemantauan Kadar Obat (Therapeutic Drug
Monitoring) :
Untuk obat dengan Indeks Terapeutik yang sempit,
pemakaian yang lama, adanya gangguan organ-
organ pemetabolisme dan ekskresi, kadar optimal
harus tetap dipertahankan agar terhindar dari gejala
keracunan dan agar ada korelasi yang
kuat antara konsentrasi obat dalam darah
dengan respons terapi yang terjadi
- – Menghentikan pemberian :
- – Penggantian terapi :
- Biasanya dilakukan bila efek terapi yang diharapkan
tidak
terjadi atau terjadi reaksi efek samping obat yang
tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Keputusan
penggantian terapi ini tidak sederhana karena
mempertimbangkan berbagai faktor,
a.l. wash-out period dari obat yang akan diganti,
adanya fenomena resistensi silang, toleransi silang,
(cross-resistance, crosstolerance) dari obat yang
sejenis atau sekelas
PEMILIHAN PENGOBATAN SECARA
RASIONAL
• Di dasarkan pada:
– 1. Diagnosis yang tepat.
– 2. Data (anamnesis, gejala dan tanda klinis,
pemeriksaan penunjang lainnya dan laboratorium)
yang cukup dan akurat dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit.
– 3. Pengetahuan tentang farmakologi dan
biokimiawi dari obat dan metabolitnya serta sifat
farmakokinetik ōbat tersebut baik pada orang
sehat atau sakit.
- 4. Kemampuan untuk menterjemahkan
pengetahuan di atas dengan situasi klinis yang
dihadapi.
- 5. Prakiraan efek obat yang terjadi
berhubungan dengan patofisiologi dan
farmakologi obat.
-6 Perencanaan melakukan
pengukuran-pengukuran untuk memantau
efikasi dan efek samping yang mungkin terjadi
• Pemberian obat rasional harus
mempertimbangkan 4T&1W
– Tepat indikasi
– Tepat obat
– Tepat penderita
– Tepat dosis
– Waspada efek samping obat

a. Tepat indikasiTepat indikasi adalah pengob
atan didasarkan atas keluhan individual dan h
asilpemeriksaan fisik yang akurat baik itu
vital sign maupun hasil
data laboratorium.Selain itu, pengobatan juga
dilakukan sesuai dengan standar
medis/panduan klinisatau sesuai dengan
penyakit yang dihadapinya (WHO, 1993)
• b. Tepat penderitaTidak ada kontra indikasi dan
kemungkinan efek yang tidak
diinginkan (WHO,1993). Beberapa faktor
penderita yang perlu mendapat perhatian di
antaranya usialanjut, obesitas, diabetes mellitus, ma
dan fungsi faal ginjal
• Contoh :- Pemberian sodium dokusat 500 mg
(golongan fecal softener) yang amandan sesuai
untuk mengatasi konstipasi pada ibu hamil
• Tepat obatPemilihan jenis obat harus memenuhi
beberapa segi pertimbangan, yakni:
– Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara
pasti
– Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat
dengan manfaat dankeamanan yang sama dan paling
terjangkau oleh pasien (affordable)
– Jenis obat yang paling mudah didapat (available).

– Cara pemakaian paling cocok dan paling mudah diikuti


pasien.
– Sedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat.
– Tepat dosisPemberian obat memperhitungkan um
ur, berat badan dan kronologis
penyakitBesarnya dosis untuk terapi antibiotika u
mumnya dihitung berdasarkan beratbadan (WHO,
1993)
– Waspada efek samping obatBeri informasi stand
ar tentang kemungkinan efek samping obat da
n caramengatasinya. Efek samping adalah efek ya
ng dapat ditimbulkan pada dosisterapeutik. Efek s
amping yang dapat diantisipasi perlu dicegah atau
ditanganidengan tepat.
Contoh pemilihan P-Drug untuk angina pektoris
dari buku panduan Guide to Good Prescribing
chapter 3 (tiga) dengan resume sebagai
berikut :
i. Define the diagnosis Stable angina pectoris,
caused by a partial occlusion of coronary artery
ii. Specify therapeutic objective
-Stop an attack as soon as possible
-Reduce myocardial oxygen need by decreasing
preload, contractility, heart rate or afterload
iii. Make inventory of effective groups
– Nitrates
– ß-blockers
– Calcium channel blockers
iv. Choose a group according to criteria efficacy
safety suitability cost
– Nitrates (tablet) + ± ++ +
– Beta-blockers (injection) + ± - -
– Calcium channel blockers (injection) + ± - -
v. Choose a P-drug efficacy safety suitability cost
– Glyceryl trinitrate (tablet) + ± + +
– (spray) + ± (+) -
– Isosorbide dinitrate (tablet) + ± + ±
– Isosorbide mononitrate (tablet) + ± + ±
VI.Conclusion
• Active substance, dosage form: glyceryl
trinitrate, sublingual tablet 1 mg
• Dosage schedule: 1 tablet as needed; second
tablet if pain persists
• Duration: length of monitoring interval
Efek samping obat
(Adverse drugs reaction)
EM Sutrisna
Pendahuluan
• Jika suatu obat tidak mempunyai efek samping, maka di duga
obat tsb juga tidak memilki efek utama
• Efek samping meliputi:
– Efek toksik
– Reaksi alergi
– Efek samping sekunder
– Efek samping pada masa perkembangan embrio/fetus
– Ketergantungan obat
Efek samping toksik
• Tergantung dari dosis dan spesifik obat
• Toleransi setiap orang berbeda beda
• Efek toksi bermacam macam:gangguan saraf pusat, ggan
lambung –usus, kerusakana hati,, ginjal, darah samapi
teratogen/karsinogen
• Penyakit karena obat: penyakit yg ditimbulkan karena obat misal
tuli setelah pemakaian streptomisin lama, diskinesia setelah
pemberian fenotiasin
Reaksi alergi
• Reaksi organisme yg berubah terhadap senyawa tertentu
(alergen)/organisme bereaksi lain terhadap organ ini
dibandingkan sebelumnya
• Hiperergi, hipoergi dan anergi
• Dalam istilah sehari hari: alergi=hiperergi
• Tidak tergantung dosis&tidak khas untuk bahan obat yg
bersangkutan
Macam alergi
tipe rx AG-Ab klinis Obat yg sering

Rx segera

I Anafilakti/reagin igE(reagin) Syock anafilakti, Penisilin, asetil


urtikaria,udem salisilat,anhidrida
asam

II sitotoksik IgG,IgM Anemia Metildopa,penisilin,ti


hemolitik,trombositopeni ourasil
a, agranulositosis

III Reaksi arthus(pembentukan IgG,IgM Glomerulonephritis, Penisilin, penisilamin


kompleks imun) eksantema, sindrom
serum sicknes

Rx lambat

IV Limfosit yg Fotoalergi rx kulit Ampisilin,


disensibilasi diperlambat sulfonamid,emes
Reaksi hipersensitivitas jenis
segera
• Terjadi beberapa detik-menit setelah terpapar alergen
• Jenis:
– Reaksi anafilaksik(terbentik IgE yg punya kemampuan melekat sel mast
atau granulosit basofil🡪perubahan membran sel yg sel mengeluarkan
mediator antara lain histamin, bradikinin,serotonin,SRS-A&PG🡪reaksi
anafilaksik berupa vasodilatasi, bronkokontriksi dan bisa shock)
– Reaksi sitotoksik(terbentuk IgG&igM &sistem komplemen🡪kersakan sel
sel darah misal reaksi penolakan gol darah pd trnasfusi yg tidak cocok)
– Reaksi yg terjadi akibat kompleks imun(terbentuk kompleks imun antar
Ag-AB yg menyebabkan reaksi hipersensitivitas menyeluruh
Reaksi hipersensitivitas jenis
lambat
• Ditimbulkan oleh limfosit yg diubah (desensibilisasi)
secara spesifik
• Sesil(Ab yg tdp pd permukaan sel) bereaksi dg AG yg
sesuai🡪infiltrasi sel limfosit&monosit ke tempat yg ber
antigen
• Termasuk:
– Reksi kulit/reaksi tuberkulin
– Alergi kontak
– Reaksi penolakan terhadap transplantasi
Reaksi hipersensitivitas jenis
khusus
• Belum jelas faktor imunologinya apa
• Termasuk:
– Eksantema akibat obat tertentu(barbiturat,sulfonamid,fenlftalein)
– Sindrom Lyell misal oleh fenil butason&barbiturat
– Sindrom Steven Jhonson misal setelah pemberian sulfonamid
– Limfadenopati setelah pemberian fenitoin
– Sindrom lupus eritematosus setelah pemebrian
hidralazin,hidantoin,prokainamid,dan izoniasid
Reaksi Pseudoalergi
• Reaksi yg tidak disebabkan oleh rx Ag-Ab tetapi
ditimbulkan langsung oleh obat
• Meliputi: rx anafilaksik setelah pemberian zat
kontras rontgen, penurunan tekanan darah
setelah pembebasan histamin&bronkospasme
setelah penyuntikan tubokurarin
Pencegahan reaksi alergi
• Sedapat mungkin obat tunggal
• Indikasi harus jelas
• Anamnesis menggali riwayat alergi
• Monitoring pasien ketat pd pengobatanjangka
panjang
• Penjelasan pd pasien pd pengobatan sendiri
Efek samping sekunder
• Krusakan bakteri fisiologis karena pd
pengobatan dg antibiotika spektruk luas
• Reaksi Hrxheimer berupa pembebasan
endotoksin dari mikroorganisme secara
mendadak setelah kemoterapi
Efek samping pada masa
perkembangan fetus
periode saat Proses biologik Ggn perkembangan

gametogenesis Sebelum konsepsi Perkembangan sel Aberasi kromosom


benih laki/wanita misal trisoma 21

blastogenesis Hr 0-18 Pembelahan I Kematian benih,


zigot,perkembangan cacat rangkap
blastula, simetri/asimetrik

embriogenesis Hr 18-mg 8 Pembentukan Cacat tunggal misal


organ&sistem anomali
organ,diferensiasi cor,embriopati
organ&plasenta,
sirkulasi ke ibu
Fetogenesis Mg 8-lahir Pertumbuha lanjut, Kerusakan akibat
deferensiasi berhenti, infeksi misal
pematangan organ toksomplasma,
spirochaeta dll
Kerja teratogen
• Zat yg menimbulkan cacat janin
• Tidak semua yg diuji hewan aman pada manusia
juga aman
• Zat teratogenik pasti : sitostatika, antiepileptik,
alkohol dan talidomid
• Untuk timbul teratogen bergantung juga dg: ras,
usia , cara hidup
Zat dg resiko teratogen
Bahan/obat Jenis kerusakan
alkohol Embriopati, kerusakan fetus
antiepileptik Sumbing, celah langit bibir
barbiturat Berbagai cacat
Estrogen dosis tinggi Hidrochepalus
dietilstilbestrol adenoCa mukosa vagina
setelah waktu laten 17 th-an
sitostatika Berbagai cacat
Efek samping obat pd pemberian
kehamilan
Bahan/obat Kerusakan
morfin Kelumpuhan
nafas,withdrawal sindrom
androgen Maskulinisasi fetus wanita
Aminoglikosida&tetrasiklin Tuli,anomali gigi,perubahan
skelet
tiazid Tromboitopenia,bilirubinem
ia
gestagen Maskulinisasai fetus wanita
laksansia Abortus
Obat dalam ASI
• Terutama yg larut dalam lipid
• Jangka pendek aman, jangka panjang waspada
Obat yg dihindari selama menyusui
• Antibiotik: aminoglikosida,kloramfenikol,klindamisin,
izoniasid, metronidazol, asam nalidiksat, novobiosin,
pirimetamin, sulfonamid,tetrasiklin,trimetropim
• Antikoagulan:warfarin, fenprokoumon
• Estrogen dosis tinggi
• Fenolftalein
• Senyawa dengan kerja pd SSP: barbiturat,
karbamazepin, klorpromazin, morfin,bromida dll
• sitostatika
Ketergantungan obat
• Merupakan ketergantungan fisik&psikis karena
obat
• Biasanya pada drug abuse
Senyawa yg menyebabkan
ketergantungan
senyawa Ketergantung fisik Toleransi
an psikis
Morfin +++ +++ ++
Barbiturat ++ ++ +
Kokain +++ (+) -
Wekamin ++ - +
Meskalin/LS ++ - +
D
kanabis ++ - (+)
Farmakokinetika obat

Disampaikan :Sutrisna, MD
Pendahuluan
• Obat: zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup
• Farmakologi: ilmu yang mempelajari tentang obat
• Farmakologi klinik: cabang farmakologi yang mempelajari efek
obat pada manusia
• Farmakoterapi: cabang ilmu tentang penggunaan obat untuk
pencegahan dan pengobatan
• Farmakokinetik: aspek farmakologi yang mencakup nasib obat
dalam tubuh yang meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi
• Farmakodinamik:aspek farmakologi yang mencakup efek
biokimiawi dan dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
Tahapan penemuan obat
• Uji praklinis
• Uji efek farmakologi
• Uji toksikologi akut,kronis,subkronis
• Uji teratogenik
• Uji mutagenik
• dll
• Uji klinis
• Tahap I : pd orang sehat
• Tahap II : pd orang sakit terbatas
• Tahap III : pada orang sakit jumlah>banyak
• Tahap IV : post marketing survailance
Farmakokinetik
• Menentukan hubungan dosis obat-konsentrasi obat
dalam darah
• Proses farmakokinetik meliputi: absorbsi, distribusi,
metabolisme, eksresi
• Obat yang masuk dalam tubuh mengalami
absorbsi/penyerapan,distribusi/penyebaran,metabolism
e dan ekskresi pengeluaran dari tubuh(ADME/absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi)
• Obat masuk tubuh dengan berbagai cara
• Enteral: per oral/melalui mulut,supposituria
• Parentaral: injeksi IM(intra muskuler),IV(in,tra
vena), SC(sub cutan), IC(intra kutan)
• Topikal( kulit&mata)
Tempat kerja
/reseptor Depot jaringan
Terikat bebas Bebas terikat

Sirkulasi sistemik

absorpsi Obat bebas/free drug


ekskresi
Obat terikat metabolit
Biotransf
ormasi/m
etabolism
e
Prinsip Farmakokinetik

- Dosis
- Interval pemberian
- Waktu

Farmakokinetik

Kadar dlm darah


* model kompartemen
* kinetika
* parameter
Model Kompartemen Tubuh Manusia

1. Model satu kompartemen


terbuka

KS D / f.D = Dosis / fraksi dosis


D / f.D
eliminasi KS = kompartemen sentral
Vd Vd = volume distribusi
Cp Cp = kadar plasma

-Tubuh dianggap satu ruang tempat obat menyebar


-Distribusi cepat
-Terlalu sederhana
-Kebanyakan obat tidak sesuai
Model Kompartemen Tubuh Manusia

2. Model dua kompartemen


terbuka

D / f.D KS eliminasi

Cp D / f.D = Dosis / fraksi dosis


KS = kompartemen sentral
KP = kompartemen perifer
KP Cp = kadar plasma
Kinetika obat

1. Kinetika linear (first order)

: kecepatan proses kinetika sebanding dgn jumlah obat yg


ada

- terjadi pd hampir semua obat dlm dosis terapi


- tidak mengalami kejenuhan
- ada hubungan antara dosis dgn kadar dlm plasma

2. Kinetika zero order


: proses berlangsung dgn kecepatan konstan per satuan waktu

3. Kinetika non linear

-eliminasi obat dlm dosis toksik


-zero order first order
Parameter Farmakokinetik

1. Bioavailabilitas (availabilitas sistemik)


: fraksi dari dosis obat yg mencapai peredaran
darah sistemik dlm bentuk aktif (F)
IV ………. F = 1
Oral …… F = < 1
•banyaknya obat yg diabsorbsi
•efek lintas pertama
( F besarnya digambarkan dengan AUC )

Bioavailabilitas oral = Bioavailabilitas absolut


AUC oral
F =
AUC IV

Bioavailabilitas produk = Bioavailabilitas relatif


AUC oral produk
F = AUC oral standard
Absorbsi 0bat

Bowman WC and Rand MJ, 2nd ed.


Parameter farmakokinetika
2. Volume distribusi: menunjukkan luasnya
penyebaran obat🡪 hubungan jumlah obat dalam
tubuh dan kadarnya dalam plasma

Vd= X/C
• Vd: volume distribusi
• X: jumlah obat dalam tubuh
• C: kadar obat dalam plasma
PERHITUNGAN AUC
Paramater Farmakokinetik

3. CLEARANCE (bersihan)

Volume plasma yg dibersihkan dari obat per satuan


waktu oleh seluruh tubuh

•Eliminasi obat: - ginjal - ASI - sal.cerna


- hati - paru

Filtrasi glomeruli obat:

F = Cp . GFR mg/min
{(1 – p) . Cp} . GFR mg/min
GFR
FF = = 0,20 – 0,25
RBF

Cp = kadar obat dlm plasma F = obat yg difiltrasi


p = fraksi obat yg terikat FF = fraksi filtrasi
Bersihan (Clearance)

Bersihan total (Clearance total ):


Adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat
per satuan waktu oleh seluruh tubuh

Cl T = ke x Vd

0.693 x Vd
=
t 1/2

ClT = ClR + ClNR

Bersihan total, tergantung : - t ½


- Vd
Ke: konstanta laju eliminasi
T1/2: waktu paruh eliminasi: waktu yg diperlukan
untuk turunnya kadar obat dalam plasma/serum
pada fase eliminasi menjadi separuhnya
T1/2 =(0,693)/ke
=(0,693)vd/cl
Vd=volume distribusi, cl=clearance
Renal Clearance ( ClR )
: volume darah yang dibersihkan dari obat oleh ginjal per
satuan waktu

Cu . V
CLR = ml/min
Cp

Cu . V
CLR = ml/min
( 1 – p ) . Cp

E = Cu . V

- Cu = kadar obat dlm urin (mg/ml)


- V = volume urin (ml/min)
- P = fraksi obat yg terikat protein
- Cp = kadar obat dlm plasma (mg/ml)
- E = jml obat yg diekskresi ( mg/ml)
Clearance hepar ( ClH )

: volume plasma yg dibersihkan dari obat per satuan waktu


oleh hepar

Metabolisme obat

obat

Fase I aktif pro-drug

metab. inaktif metab. aktif

Fase II
konjugasi
Clearance hepar ( ClH )

ClH = laju metabolisme obat oleh hepar


kadar obat dalam plasma

= Cli . Cu = Cli . fuC


C C

= Cli . fu

ClH = Q H . EH Cli = bersihan intrinsik hepar


Cu = kadar obat bebas dlm plasma
fu = fraksi obat bebas dlm plasma
QH = aliran darah hepar
EH = ratio ekstraksi hepar
Waktu Paruh Eliminasi ( t ½ )

: waktu yg diprlukan untuk turunnya kadar obat dlm


plasma pada fase eliminasi menjadi separuhnya

Kinetika first order

ln Xt = - k et
Xo -t½ = konstan

0,693 Xt
t½ = - = 0,5
ke Xo

Cl = ke . Vd - ln 0,5 = - 0,693

Cl = 0,693 . Vd
t 1/2
• Dalam tubuh obat harus menembus barrier/sawar sel diberbagai
jaringan🡪transpor lintas membran
• Membran sel terdiri 2 lapis lemak yang mebentuk fase hidrofilik
dikedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya
• Cara transport lintas membran terpenting: difusi dan transport
aktif
• Cara transport teresebut tergantung dari BM, derajad kelarutan
dalam air dan lemak &derajad ionisasi
• Bentuk non ion mudah larut dalam lemak 🡪mudah difusi
• Umumnya sbsorbsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif
• Membran sel berupa semipermiabel yi mudah dilalui oleh air dan
obat BM kecil(BM<200)🡪kanal hidrofilik
• Transport obat melalui indotel kapiler terutama melalui
celah antar sel (kecuali Saraf pusat) yang dapat dilalui
senyawa BM 69.000
• Pinositosis: transpor obat dg membentuk vesikel seperti
pada protein
• Transport aktif biasanya pd sel saraf, hati dan tubulus
ginjal🡪perlu energi
• Difusi terfasilitasi: proses transport yg terjadi dg
bantuan faktor pembawa/carier yg merupakan
komponen membran sel tanpa perlu energi misal
transpor glukosa kedalam sel
Absorpsi/bioavailabilitas
• Absorpsi: proses penyerapan obat dari tempat pemberian
menyangkut kelengkapan (%dari jumlah obat yg diberikan) dan
kecepatan proses tersebut
• Bioavailabilitas: jumlah obat(dalam % thd dosis)yg mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif ini terjadi karena
beberapa obat tidak semua yg diabsorpsi dari tempat pemberian
akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim dinding usus (p.o) atau di hati pada lintasan
pertamanya di organ tersebut ini disebut metabolisme/eliminasi
lintas pertama/eliminasi prasistemik(first past metabolism).
Eliminasi lintas. Eliminasi lintas pertama ini dapt
dihindari/dikurangi dengan pemberian obat secara parenteral
(lidokain), sublingual(nitrogliserin), rektal atau meberikannya
bersama makanan
Faktor yg mempengaruhi bioavailabilitas
obat oral
• Faktor obat
• Sifat fisikokimiawi obat
• Formulasi obat
• Faktor penderita
• PH saluran cerna
• Kecepatan pengosongan lambung
• Waktu transit di saluran cerna
• Kapasitas absorpsi
• Metabolisme di lumen usus
• Kapasitas metabolisme di dinding saluran cerna&hati
• Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna
• Makanan,antasida,perubahan motilitas usus(opiat), perubahan perfusi sal.
Cerna(obat kardiovaskuler), gangguan fungsi normal mukosa
usus(neomisin,kolkisin),interaksi langsung
Pemberian obat per oral
• Paling umum dilakukan
• Perlu kerjasama penderita
• Banyak faktor mempengaruhi bioavailabilitasnya
• Tidak bisa pada psien koma
• Dapat mengiritasi saluran cerna
• Absorpsi biasanya secara difusi pasif sehinggga mudah untuk obat dalam
bentuk non ion dan larut dalam lipid
• Absorpsi diusus halus lebih cepat dari lambung tetapi jumlah yang mencapai
sistemik tidak dipengarugi oleh motilitas lambung tersebut kecuali pada:
• Obat yg absorpsinya lambat karena sukar larut dalam sal.
Cerna(digoksin,prednison)
• Seian salut interik
• Obat yg mengalami metabolisme disaluran cerna misal penisilin G& eritromisin
oleh asam lambung dan levodopa&klorpromazin oleh enzim dinding saluran cerna
• Absorpsi secara transport aktif terjadi terutama di usus halus
untuk zat makanan, glukosa, asam amino dll.
• Kecepatan absorpsi obat padat ditentukan oleh kecepatan
disintegrasi dan disolusinya sehinga ada sediaan lepas
lambat(sustained release) untuk memeprpanjang masa absoprsi
dan ada tablet salut interik untuk menghindarai dirusak asam
lambung dan mengakibatkan iritasi lambung
• Absorpsi bisa dimukosa mulut (tidak banyak) misal
nitrogliserin🡪terhindar metabolisme lintas pertama
• Pemberian perektal 50% yg diabsorpsi rektal melalui sistem porta
hepar
Pemberin suntikan

• Kelebihan
• Efek lebih cepat
• Dapat diberikan pd penderita koma, muntah muntah dll
• Sangat berguna dalam emergensi
• Kekurangan
• Nyeri
• Jika asepsis menularkan penyakit
• Harus oleh tenaga medis
• Tidak praktis&ekonomis
Macam suntikan
• IV (intra vena)
• IM (intra muskuler)
• SK (sub kutan)
• Intra kutan
• Intra tekal
• intraperitoneal
Intra vena
• Keuntungan
• Efek cepat &tepat
• Bisa diberikan untuk obat yg mengiritasi lambung
• Kerugian
• Mudah toksik
• Suntikan pelan pelan
subkutan
• Hanya untuk obat yg tidak mengiritasi jaringan
• Absorpsi lambat dan konstan sehingga efek
lebih lama
intramuskular
• Kelarutan obat dalam air menetukan kecepatan
absorpsi
• Obat yg sukar larut dalam air
(digoksin,fenitoin,diazepam), akan mengendap
ditempat suntikan sehingga absorpsinya
lambat,tidak lengkap &tidak teratur dan
sebaliknya
intratekal
• Suntikan langsung ke ruang subarachnoid spinal
(misal pada anestesi dan obat pada infeksi
sistem saraf pusat
intraperitoneal
• Hanya pada hewan uji karena bahaya infeksi
Inhalasi/pemberian melalui paru paru
• Hanya untuk obat bentuk gas atau cairan yg mudah
menguap
• Absorpsi melalui epitel paru &mukosa sal. Nafas
• Absorpsi cepat akrena permukaan absorpsinya luas,
terhindar eliminasi lintas pertama, bisa langsung ke
bronkus pd penderita asma
• Kerugian: perlu alat/metode khusus, sukar mengatur
dosis dan sering obat mengiritasi epitel paru
Pemberian topikal
• Topikal kulit
• Tergantung kelarutan obat dalam lemak karena
epidermis bertindak sebagai sawar lemak
• Topikal mata
• Efek lokal mata
• Absorpsi obat melalui kornea
Distribusi
• Setelah diabsorbsi obat akan didistribusi
• Dibedakan atas 2 fase:
• Fase I: segera setelah penyerapan, keorgan yg Perfusinya sangat baik misalnya
jantung, hati, ginjal dan otak
• Fase II: jauh lebih luas yi mencakup jaringan yg perfusinya tidak sebaik organ di
atas misalnya:otot, viscera, kulit dll. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan
setelah waktu yg agak lama. Difusi ke ruang intersel lebih cepat karena celah
antar sel indotel kapiler mampu melewatkan semua obat bebas kecuali di otak.
Obat yg larut lemak akan akan mudah menembus membran sel, sedang yg tidak
larut dalam lipid akan sulit menembus membran dan hanya terdistribusi cairan
ekstrasel.
• Distribusi juga dipengaruhi oleh ikatan obat pada protein plasma yg dipengaruhi
afinitas obat pada protein palsma. Ikatan obat pd protein akan berkurang pada
malnutrisi
• Redistribusi:faktor yg dapat menghentikan kerja obat. Fenomena ini akan terjadi pada
obat yg sangat larut dalam lipid misal thiopental. Karena aliran darah ke otak sangat
tinggi setelah disunikan IV obat segera mencapai kadar maksimal dalam otak tetapi
karena kadar dalam plasma dg cepat menurun akibat difusi ke jaringan lain maka
tiopental dalam otak juga secra cepat akan berdifusi lagi keplasma untuk selanjutnya
diredistribusi ke jaringan lain
• Eliminasi obat dari otak kembali kedarah terjadi melalui
3 cara:
• Transport aktif melalui epitel pleksus koroid dari cairan
LCS/liquor cerebro spinalis/cairan otak kekapiler darah untuk
ion organik misal penisilin
• Difusi pasif lewat sawar darah-otak dan sawar darah-CCS
dipleksus koroid untuk obat yg larut lemak
• Ikut bersama aliran LCS melalii vili araknoid ke sinus vena
untuk semua obat&metabolit indogen, larut lemak/tidak,
ukuran kecil/besar
Biotransformasi/metabolisme
• Adalah proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh
enzim
• Pada proses ini :
• molekul obat diubah jadi lebih polar(mudah larut dalam air)
• Umumnya obat dibuat jadi metabolit inaktif, tapi ada yg metabolitnya sama/lebih aktif
• Dibagi:
• Reaksi fase I: oksidasi, reduksi &hidrolisis🡪merubah obat jd lebih polar yg bisa inaktif, kurang
aktif atau lebih aktif dari bentuk asalnya
• Reaksi fase II: reaksi sintetik/konjugasi🡪konjugasi metabolit fase I yg lebih polar &lebih
mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi🡪metabolitny bisanya tidak aktif kecuali
untuk pro drug
• Tidak semua obat dimetabolisme melalui 2 fase ini
• Enzim pada biotransformasi dibagi2:
• Enzim mikrosom(di retikulum endoplasma halus)🡪mengkatalis reaksi konjugasi glukoronid,
reaksi oksidasi obat, reduksi dan hidrolisis
• Enzim non mikrozom🡪mengkatalis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisis
• Kedua enzim tersebut terutama tdp di hati
• Sebaian besar biotransformasi obat dikatalis oleh enzim mikrosom hepar
• Glkoronid merupakan metabolit utama dari obat yg punya gugus fenol, alkohol atau
asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat diekresi lewat ginjal
• Oksidasi obat obat tertentu oleh sitokrom P450 menghasilkan senyawa yg sangat
reaktif yg dalam keadan normal segera diubah mjd metabolit yg lebih stabil
• Enzim non mikrosom mengkatalis semua reaksi konjugasi yg bukan dg glukoronat yi
konjugasi dg asam asetat, glisin, glutation, asam sulfat, asam fosfat dan gugus metil
• Aktivitas enzim mikrosom dan non mikrosom ditentukan oleh genetik shg kecepatan
metabolisme obat antar individu bervariasi sampai 6 kali lipat/>lebih
• Pada bayi prematur aktivitas enzim metabolisme ini rendah &fungsi ekskresi maupun
sawar darah –otak yg belum sempurna sehingga mudah toksik
• Reaksi fase I
• Reaksi oksidasi:melibatkan oksidase(menarik H+, ), monooksigenase(1 atom oksigen dari
molekul oksigen diikat pada bahan lain&atom oksigen lain direduksi jadi
air)&dioksigenase(memasukkan kedua atom dari 1 molekul oksigen ke xenobiotika).
Monoksigenase(mikrosom) mengandung sitokrom P450 dan P448. selain diatas enzim
pengoksidasi penting lainnya : alkoholdehidrogenase, monoaminoksidase,aldehide-oksidase
dan N-oksidase
• Reaksi fase II:reaksi konjugase yg melibatkan transferase. Reaksi ini meliputi:
• Reaksi antara senyawa yg punya gugus hidroksil alkohol/fenol, gugus amino,gugus
sulfihidril&sebagian juga gugus karboksil dg senyawa tubuh sendiri yg kaya energi
• Reaksi penggabungan antara senyawa asing setelah diaktivasi dg senyawa tubuh sendiri
• Reaksi fase II terpenting adalah konjugasi dg:
• Asam glukoronat aktif
• Asam amino
• Sulfat aktif
• Asam asetat aktif
• S-adenosil metionin
Ekskresi
• Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting
• Glomerulus: filtrasi. Semua obat yg tidak terikat protein
plasma akan terfiltrasi
• Tubulus proksimal&distal:reabsorpsi pasif untuk bentuk non
ion. Jika urin basa, reabsorpsi berkurang shg ekskresi
meningkat &sebaliknya
• Pada fungsi ginjal yg menurun, ekskresi akan
berkurang shg dosis perlu diturunkan atau interval perlu
diperpanjang
Terima kasih
PHARMACOGENETICS:
HUMAN POLYMORPHISMS
pendahuluan
► We are all defference

But
► Kita diobati dengan obat & metode yang
sama
► Trial and error
implikasi
► Miliaran rupiah dibelanjakan untuk
pengobtan yang tidak efektif
► Reaksi serius🡪 >>2,2 juta, dengan
kematian >100.000
Limitasi pharmacothreatment
► Mengapa pengobatan efektif pada
seseorang sementara tidak efektif pada
yang lain?
► Mengapa seseorang menderita ADR
sementara yang lain tidak?
7% of patients are hospitalized due to adverse drug
events
JAMA 1998, 279:1200-1205
• Additional duration of hospitalization : 2.2 days
• Additional costs : 3.000,- US$
JAMA 1997, 277:307-311
• In departments of psychiatry the proportion of
patients hospitalized due to adverse drug events is
estimated with 16%
solusi?
Solusi-🡪Pharmacogenetics/genomic
: pharmacology + genetics
🡪mempelajari bagaiamana pengaruh genetik
terhadap respon pengobatan
Pharmacogenomic: study tentang genom
manusia termasuk variasi genetik, RNA,
ekspresi protein individu yang berbeda
untuk memprediksi respon pengobatan pada
individu/kelompok individu
sejarah
► 1953 : Watson and Crick describe DNA’s double helix. Bonicke
et al describe slow and rapid acetylation of isoniazid
► 1956 : Alving et al discover a genetic link to haemolytic
reactions to primaquine
► 1957 : Motulsky proposes that ‘inheritance might explain
many individual differences in the efficacy of drugs and in the occurrence
of adverse drug reactions ’
► 1959 : Vogel introduces the term “Pharmacogenetics” to
indicate the influence of heredity on drug response
► 1960 : Evans establishes the genetic control of isoniazid
acetylation
► 1990 : Human genome project is started and completed 2003
► 1962: Kalow 🡪mengenalkan
pharmacogenetics sebagai
hub.herediter🡪respon obat
► In 1975, several laboratory scientists at St.Mary’s
Hospital Medical School in London each ingested a
40 mg dose of debrisoquine, an anti hypertensive
drug then in clinical use.
► While the majority of the researchers reported no
adverse side effects
► Robert L. Smith experienced dizziness and suffered
from a bout of orthostatic hypotension that lasted
several days (A. Mahgoub et al., Lancet 1977;2:584-6)
Tujuan pharmacogenomics
► Avoid adverse drug reactions
► Maximize drug efficacy
► Select responsive patients
► Pharmacogenetics didefinisikan sebagai adanya variasi
genetik yang dapat menimbulkan respon obat yang
berbeda pada suatu individu (respon obat yang
berbeda🡪dicarai perbedaan genetiknya pada individu)
► Pharmacogenomics🡪populasi
► Tujuan studi farmakogenetik adalah penggunaan informasi
genetik untuk menentukan jenis obat, dosis obat dan
durasi pengobatan sehingga didapatkan efek terapi yang
optimal dengan sedikit efek samping. Dengan adanya riset
tentang farmakogenetik akan memungkinkan seorang
klinisi menggunakan hasil test genetik dalam meramalkan
respon individu terhadap pengobatan dan menseleksi obat
pada pasien berdasar profil DNA-nya (Cavallari & Lam,
2005)
Types of polymorphism
– SNPs
– Indel (insertion, deletion)
– VNTR (Variable Number Tandem Repeat)*
– Haplotype

Populations
– Types of populations
– Geographic project

Significance
G Protein Beta 3 Gene (GNB3) Case:

► There is a polymorphism (C825T) in the gene


encoding the G protein b3 subunit (GNB3)
► This SNP is associated with some diseases
such as hypertension and obesity.
► The G-protein 825T allele is associated with
altered drug responses while the underlying
mechanism is not fully understood.
► Differential expression of transcripts from the
C and T alleles could contribute to this
process.
► Pemberian obat pada penderita yang
mempunyai kelainan metabolisme obat
(kelainan enzim pemetabolisme) atau
kelainan pada tempat aksi obat dapat
menimbulkan outcome yang tidak sesuai
dengan yang diharapakan dan bahkan dapat
bersifat fatal
► Mutasi pada gen pengkode CYP2D6(CYP2D6*5&CYP2D6*6)
akan menghambat metabolisme obat metoprolol (suatu
obat antihipertensi golongan beta blocker) sehingga akan
menimbulkan akumulasi obat tersebut dalam plasma,
akibatnya bisa menimbulkan intoksikasi
► Pada orang pemetabolisme cepat dengan gen CYP2D6*2 ,
pemberian notriptilin pada dosis lazim akan berakibat
kurang efektifnya pengobatan (Omen, 2003; Wang &
Weinshilbaum, 2008).
► Pemberian obat antidiabetik pada orang dengan mutasi
gen pengkode CYP2C9 dapat menimbulkan efek berlebihan
dan berakibat fatal (Constable & Pirmohamed, 2006),
demikian juga dengan warfarin (Mc Leod et al., 2006).
► Mutasi/defek genetik juga bisa menimbulkan efek
samping yang berbeda yang kadang bersifat fatal.
Contoh yang bisa disebutkan adalah
▪ Terjadinya hemolisis pada orang dengan defisiensi
enzim G6PD yang mendapat primakuin (Lee et al.,
2006),
▪ terjadinya prolong apneu pada orang dengan defisiensi
kolinesterase yang mendapat suksinilkolin (Rang, 2003),
▪ peningkatan resiko terjadinya VTE pada individu dengan
faktor Leiden yang menerima kontrasepsi oral
(Rosendaal, 2005; LeBlanc & Laws, 1999 ).
Tipe dari variasi genetik
► Variasi genetik terjadi karena defek atau
adanya polimorfisme pada gen.
Polimorfisme merupakan variasi genetik
yang terjadi pada paling tidak 1% dari
populasi. Contohnya adalah gen pengkode
enzim CYP. Terdapat beberapa varian dari
enzim CYP, misalnya CYP2A6, 2C9, 2C19,
2D6 dan 3A4 yang semuanya merupakan
polimorfisme.
► Single nucleotida polimorfisme (SNPs) merupakan variasi genetik
paling sering pada DNA manusia, yang terjadi sekitar 1X tiap 1000
pasangan nucleotida. Sekitar 3,7 juta SNPs dipetakan pada genom
manusia. SNPs terjadi ketika satu pasangan basa nucleotida berpindah
tempat, sehingga SNPs merupakan perbedaan basa tunggal yang
muncul diantara individu. Substitusi nucleotida mengakibatkan
kemungkinan dua allele. Satu alele pertama merupakan allele yang
originil, terjadi biasanya paling sering dan disebut wild type, sedang
allele kedua (allele alternatif) dinyatakan dalam variant allele. Suatu
SNPs dapat mengubah codon yang mengakibatkan substitusi asam
amino yang bisa (atau tidak) mengubah ekspresi genetik. Sebagai
contoh adalah guanin(G) yang disubstitusikan pada adenin (A) pada
nukleotida 46, ini mengakibatkan substitusi glysin pada arginin pada
asam amino posisi 16. SNPs yang mengakibatkan substitusi asam
amino seperti ini disebut nonsynonymous, sedang SNPs yang tidak
mengakibatkan perubahan asam amino disebut synonymous.
► Nonsynonymous SNPs biasanya didesain berdasar
keterlibatan asam amino dan codonnya. Sebagai contoh
Arg16Gly atau Arg16🡪Gly mengiindikasikan bahwa glysin
disubstitusikan pada arginin pada codon 16.Jika suatu
SNPs merubah ekspresi suatu protein yang mengkontribusi
respon obat, maka kemungkinan akan menyebabkan
perubahan sensitifitas pasien terhadap obat atau bisa
menimbulkan munculnya ADRs. (Cavallari & Lam, 2005).
Synonymous SNPs biasanya didasarkan pada keterlibatan
nukleotidanya dan posisi basa nucleotidanya. Sebagai
contoh, misalnya A1166C atau A1166🡪C mengindikasikan
bahwa cytosin disubstitusikan pada adenin pada posisi
nucleotida 1166.
variasi genetik yang lain adalah
► 1). Insertion-deletion plymorphism terjadi jika satu
nucleotida ditambahkan atau dihilangkan dari sequence
DNA-nya,
► 2). Tandem Repeats dimana sequence nukleotida berulang
secara tandem (contohnya: AGAGAGAGAG merupakan
pengulangan lima tandem),
► 3). Aberrant splice site dimana proses terbentuknya protein
pada sisi berganti ganti,
► 4). Premature stop codon. Polymorphysm dimana terjadi
terminasi secara prematur dari rantai polipeptida oleh stop
codon (suatu sequence spesifik dari tiga nukleotida yang
tidak mengkode asam amino tetapi lebih spesifik untuk
terminasi rantai polipeptida) dan lain-lain (Cavallari & Lam,
2005)
Polymorfisme🡪implikasi klinis:
Pharmacogenetic
► Variasi genetik yang terjadi pada sekitar 1%
dari polpulasi yang bisa menimbulkan
respon obat berbeda dikatakan sebagai
polimorfisme.
Macam tempat polimorfisme
► 1). Polimorfisme gen pengkode pada enzim
yang memetabolisme obat ,
► 2). Polimorfisme dalam drugs tranporter
genes , dan
► 3). Polimorfisme dalam drugs target genes
(Cavallari & Lam, 2005).
Polimorfisme gena pada enzim
pemetabolisme obat.
► Polimorfisme dalam enzim pemetabolisme obat
merupakan polimorfisme pertama kali diketahui
dan merupakan contoh variasi genetik yang paling
banyak terdokumentasi yang menimbulkan respon
obat dan toksisitas yang berbeda. Pada fase I
metabolisme dikenal polimorfisme pada enzim CYP
(Cytochrome enzymes P450), sementara pada fase
II metabolisme dikenal polimorfisme dalam enzim
N-asetyiltransferase, thiopurine
S-methyltransferase, dan glutation
transferase(Cavallari & Lam, 2005).
► Pada manusia terdapat paling tidak 58
isosim sitokrom P450 (CYP)(misal CYP1A1),
dari 41 sub famili(misal CYP1A) dari 18
famili (CYP1-CYP18)
► cYP ini berepran dalam metabolic pathway
fungsi fisiologis tubuh, contoh:
▪ Biosintesis kholestero oleh CYP51A1, CYP20A1
▪ Metabolisme hormon steroid: CYP1A2, CYP2C9,
CYP2C18, CYP2C19 dll
► CYP2D6 merupakan enzim yang cukup banyak variannya. Paling tidak
dikenal 6 varian genotypic pada CYP2D6. CYP2D6*1 merupakan wild
type variant dan menunjukkan aktivitas enzim yang normal, CYP2D6*2
memiliki aktivitas yang sama dengan CYP2D6*1 tetapi memiliki
kemampuan untuk duplikasi dan amplifikasi, kedua CYP tersebut
muncul pada individu dengan extensive-metabolizer (EM).
► CYP2D6*4 (defectice splicing) dan CYP2D6*5 (gene deletion), muncul
pada individu dengan poor metabolizer (PM) dan mengakibatkan dalam
inaktivitasnya anzim atau bahkan ketiadaan enzim.
► Pada orang asia dan afrika kebanyakan memilki CYP2D6*10 (pro34Ser)
dan CYP2D6*17 (Arg296Cys) yang keduanya mengakibatkan substitusi
asam amino tunggal dan konsekuensinya akan menurunkan aktivitas
enzim.
► Omeprazol merupakan contoh obat yang
jika diberikan pada individu dengan
CYP2C19*2 atau CYP2C19*3 akan
memberikan efek terapi yang meningkat
dimana akan meningkatkan kecepatan
penyembuhan terhadap infeksi helicobakter
pylori( Cavallari & Lam., 2005).
► Terdapat beberapa varian pada CYP2A6 antara lain
CYP2A6*1 (wild type), CYP2A6*2 (single amino acid
susbtitution), CYP2A6*3 (gene conversion) dan tiga
gene-deletion allele (CYP2A6*4A, CYP2A6*4B dan
CYP2A6*4C) ( Cavallari & Lam., 2005). Delesi pada CYP2A6
sangat sering dijumpai pada orang asia.
► Nikotin merupakan salah satu senyawa yang
dimetabolisme oleh CYP2A6. Ketidakmampuan
memetabolisme nikotin karena defektif allele CYP2A6
menyebabkan peningkatan toleransi nikotin dan
peningkatan adverse effect karena nikotin( Cavallari &
Lam., 2005).
Polimorfisme pada drug transporter
genes.
► Variasi genetik pada protein pentranspor obat akan
mempengaruhi distribusi dan mengubah konsenstrasi obat.
Salah satu protein pentranspor obat yang menunjukkan
polimorfisme yang paling dikenal adalah P-glikoprotein
yang dikode oleh multidrug-resistance-1 (MDR-1) gene.
P-glycoprotein ini pertama kali dikenal karena
kemampuannya mengeluarkan agen antikanker dari sel
kanker dan menyebabkan resistensi obat-obat kanker.
P-glycoprotein juga berpengaruh pada distribusi obat-obat
lain seperti digoksin, siklosporin dan tracrolimus dan ARV
protease inhibitor. Peningkatan di intestinal dari ekspresi
P-glikoprotein akan menurunkan absorbsi P-glikoprotein
substrat dan menurunkan bioavailabilitasnya (Cavallari &
Lam, 2005).
Polimorfisme dalam drug target
genes
► Polimorfisme dapat juga terjadi pada protein
target obat seperti reseptor, enzim dan
protein signalling intraseluler.
► Reseptor β1- dan β2-adrenergik banyak menjadi fokus riset
tentang determina genetik pada pemberian β-agonis dan
β-antagonis. β1-adrenergic terletak pada jantung dan
ginjal yang mengontrol tekanan darah. Dua synonimous
SNPs umumnya terjadi pada gen reseptor β1 pada codon
49 (Ser🡪Gly) dan 389 (Arg🡪Gly) dan terdapat bukti
keterlibatan mereka dalam mengontrol tekanan darah.
Pasien-pasien hipertensi dengan homozygot baik pada
allele Ser49 maupun Arg389 akan terjadi efek penurunan
tekanan darah diastolik yang lebih besar pada pemberian
metoprolol dibanding dengan carrier pada allele Gly49 dan
atau Gly389. Data ini menunjukkan bahwa genotype pada
reseptor β1 memegang peranan penmting dalam
pengontrolan tekanan darah terhadap β blocker(
Beitelshees et al., 2006).
► Pada individu dengan CYP2D6*4 & CYP2D6*6 dengan PM
yang mengakibatkan tidak adanya anzim atau kelemahan
dalam metabolisme obat yang tergantung enzim tersebut
(CYP2D6) akan mengakibatkan efek yang
berbeda(berlebihan). Contohnya adalah terjadinya
neurophaty setelah pemberian perhexilin (obat antiangina),
sedang pemberian kodein dan tramadol akan mengurangi
efek analgesiknya.
► CYP2D6*10 (dihubungkan dengan aktivitas enzim yang
rendah) akan mengakibatkan tingginya konsentrasi obat
neuroleptic (halloperidol) yang diberikan dan menimbulkan
efek yang berlebihan ( Cavallari & Lam., 2005).
tambahan
Genetic Classification of CYPs
► Several ( at least 12) CYP Families identified
► Main CYP gene family members:
▪ CYP1
▪ CYP2
▪ CYP3
▪ CYP4

► Classification is based on amino acid sequence


and is lot limited to a particular species
CYP 2D6
► CYP 2D6 is responsible for metabolism of
more than 25% of drugs available in the
market including
- antiarrhytmic drugs,
- antidepressants,
- neuroleptics,
- beta-adrenoceptor blockers,
- others eg. debrisoquine, codeine, etc.
(Ref: British Journal of Pharmacology, 53:111-122)
Some drugs whose metabolism is catalyzed by CYP2D6
(Ref: British Journal of Pharmacology, 53:111-122)
Differences in metabolic activity of CYP2D6 is attributed to mutations or
duplications of CYP2D6 gene

Example: Patients taking antidepressant


nortriptyline require different doses based on
CYP2D6 genotype
- Normal CYP2D6 activity (one or more active alleles):
100-150 mg/day nortriptyline
- Poor metabolizer (2 inactive alleles):
10-30 mg/day nortriptyline
- Ultra-rapid metabolizer (CYPD26 duplication):
500 mg/day nortriptyline !!!
Patients taking antidepressant nortriptyline
require different doses
based on CYP2D6 genotype

- Normal CYP 2D6 activity (one or more active alleles):


(Lancet,
100-150 mg/day nortriptyline 356:1667,
2000)

- Poor metabolizers (2 inactive alleles):


10-30 mg/day nortriptyline
- Ultra-rapid metabolizers (CYP D26 duplication):
500 mg/day nortriptyline !!!
CYP2D6 and Codeine
► Codeine is metabolized by CYP2D6 to
morphine.

O-demethylation
Morphine
CYP2D6

► Since morphine is the active form having


analgesic properties, poor CYP2D6
metabolizer will not benefit relief from
codeine !
A. PM
(poor
metabolizer

B. IM
(intermediate
metabolizer)

C. EM
(extensive
metabolizer)

D. UM
(Ultra
Metabolizer)

Pharmacogenetic Effect of Cytochrome Genotypes


(http://www.healthanddna.com/professional/pharmacogenetics.html)
► Michael died from an
adverse reaction to
Fluoxetine hydrochloride
(Prozac).

► (Prozac is the most widely


prescribed antidepressant
in history)

► He was a slow metabolizer


for CYP2D6 gene

► His Doctor would have


changed his medication if
s/he had known !!!

► (Ref:http://www.hcroi.com/presentations
/Coleman,%20Howard%20(session%201
1.05).ppt)
Based on PGx data,
FDA started to include PGx-based
drug safety and efficacy drug labels !

Drug Biomarker Drug Label

Propafenone is used to treat arrhythmias and to maintain a normal heart rate


SUCCINYLCHOLINE APNEA
► Succinylcholine is a rapid acting, rapid recovery
neuromuscular blocking agent.

► Often used to produce muscular relaxation during surgery


► usual paralysis lasts 2 to 6 min in patients

Succinylcholine is metabolized by
pseudocholinesterase
► Genetic variation is one of the major factors determining the
activity of enzyme
SUCCINYLCHOLINE APNEA
► Pseudocholinesterase deficiency
decreases succinylcholine inactivation.

► There are several variants of gene


affecting metabolization of succinylcholine

► Occasionally even when conventional


doses of succinylcholine are used,
prolonged paralysis of the respiratory
muscles results.
G6PD Deficiency
► G6PD is present in all human cells but is
particularly important to red blood cells (RBCs)
► It is required to make NADPH (Nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate) in RBCs.
► It is also required to make glutathione.
► Glutathione and NADPH both help protect red
blood cells against oxidative damage.
► Thus, when G6PD is defective, oxidative
damage to red blood cells readily occurs, and
they break open as a result. This event is
called hemolysis, and multiple hemolysis in a
short time span constitute an episode of
hemolytic anemia.
► The Pentose Phosphate Pathway. Note the importance of
G6PD in the production of reduced G-SH, ribose, and NADPH
(adapted from: Yoshida and Beutler, 1986, pg.8).
- NADP+ = nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
- NADPH = reduced nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
- GS-SG = oxidized glutathione
- G-SH = reduced glutathione
G6PD Deficiency
► The most common
enzyme deficiency !

► Worldwide 400 million (?) patients !!!


► Patients with G6PD deficiency are at increased risk of
developing hemolytic anemia when given oxidant drugs,
such as antimalarial (e.g., Chloroquine, primaquine),
aspirin, probenecid, and vitamin K.
(http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section22
/chapter301/301a.jsp)
Compounds reported in the literature that may induce hemolysis in
G6PD deficient individuals (from: Avery, 1980; Koda-Kimble, 1978).
ANALGESICS/ANTIPYRETICS MISCELLANEOUS
- acetanilid - alpha-methyldopa
- acetophenetidin (phenacetin) - ascorbic acid
- amidopyrine (aminopyrine) - dimercaprol (BAL)
- antipyrine - hydralazine
- aspirin - mestranol
- phenacetin - methylene blue
- probenicid - nalidixic acid
- pyramidone - naphthalene
ANTIMALARIALS - niridazole
- chloroquine - phenylhydrazine
- hydroxychloroquine - pyridium
- mepacrine (quinacrine) - quinine
- pamaquine - toluidine blue
- pentaquine - trinitrotoluene
- primaquine - urate oxidase
- quinine - vitamin K (water soluble)
- quinocide
CARDIOVASCULAR DRUGS CYTOTOXIC/ANTIBACTERIAL
- procainamide - chloramphenicol
- quinidine - co-trimoxazole
SULFONAMIDES/SULFONES - furazolidone
- dapsone - furmethonol
- sulfacetamide - nalidixic acid
- sulfamethoxypyrimidine - neoarsphenamine
- sulfanilamide - nitrofurantoin
- sulfapyridine - nitrofurazone
- sulfasalazine - PAS
- sulfisoxazole - para-aminosalicylic acid
GENETIC MODIFICATION OF RECEPTORS

► Effectiveness of drugs is determined by


their binding to receptors in addition to
serum levels.
► For example, Familial
hypercholesterolemia (FH) is a disease in
which the ability to synthesize receptors
for low-density lipoprotein (LDL) is
impaired.
► LDL receptors (LDLRs) are needed for
hepatic uptake of LDL.
GENETIC MODIFICATION OF RECEPTORS

► Patients with FH have very high levels of


circulating LDL.
► HMG-CoA Reductase inhibitors (important
class of drug for lowering circulating
cholesterol levels; Atorvastatin, Lovastatin, etc.)
function largely by increasing number of
hepatic LDLRs.
► These drugs are useless to FH patients since
they lack the genetic material needed for
LDLR !!!
(HMG : 3-Hydroxy-3-MethylGlutaryl)
ADVERSE DRUG REACTIONS (ADRs)
► ADRs are responsible for:
- 6.7% of hospitalization (2.2 million/yr)
- 0.32 % of mortality (100,000 deaths/yr)
► 6th leading cause of death (in the USA)

► Although ADRs may normally occur as result of


higher levels of drugs, genetic variation may
increase an individual’s risk of developing ADR.

► Severity of ADRs as well as response to a


given medication vary widely among individuals
and are determined by genetic make-up.
ADR Test for CYP2C9
► CYP2C9 Metabolizes warfarin
► Warfarin associated incidence of hemorrhages
0.8% fatal, 4.9% major, 15% minor
► Poor Metabolizers at 2-4 X greater risk for
hemorrhages
► 5-10% of population - Poor Metabolizers
► Genetic testing prior to the administration of
warfarin will reduce the incidence of adverse
bleeding event
► 12 CYPC29 alleles identified. Patients with CYP2C9*2 and CYP2C9*3 alleles
have lower mean daily warfarin doses and a greater risk of bleeding. Testing
for gene variants could potentially alter clinical management in patients
commencing warfarin.
TOOLS FOR PGx
► Medical Bioinformatics: to
correlate genetic information with
biological activity
► Microarray Technology (DNA chip
Technology):
- In the past, gene expression analysis
was very laborious and difficult.
- Using microarray DNA chips, thousands
of genes, even whole genomes, can be
analyzed in a short time !.
FUTURE OF PGx:

► It is hoped that within the next decade:


- researchers will be able to correlate DNA
variants with individual responses to
medical treatments,
- and identify particular subgroups of
patients, and eventually develop drugs
customized for those populations.
Top 10 PGx Tests
1) CYP 2D6 (*)
2) TPMT
3) CYP 2C9
4) CYP 2C19 (**)
5) NAT (*)
6) CYP 3A5
7) UGT1A1
8) MDR1/P-glycoprotein
9) CYP 2B6
10) MTHFR
September 1, 2004: First DNA Chip based test for two CYP 450 genes, CYP2D6 and
CYP2C19, is approved by European Committee.
December 27, 2004: U.S. Food and Drug Administration (FDA) has granted
regulatory clearance for the Affymetrix GeneChip(R) System 3000Dx (GCS 3000Dx),
an instrumentation system to analyze in vitro diagnostic microarrays.
AmpliChip CYP450 Array
PGx test for irinotecan, an antineoplastic drug.
“Do not be surprised if in
the next year or two, (this
kind of) DNA testing will be
considered as a necessary
step before writing a
prescription”.
Dr. Francis Collins
The Director
National Human Genome Research Institute
Matur nuwun
Antimikroba

Em Sutrisna
Pendahuluan
● Antimikroba: obat pembunuh mikroba (yg
merugikan manusia)
● Antibiotika (AB): Zat yg dihasilkan oleh suatu
mikroba terutama fungi yg dpt membasmi
mikroba lain
● Dewasa ini Banyak antibiotik yg dibuat secara
sintetik/semisintetik yg dalam
perkembangannya sering juga digolongkan
antibiotika misal sulfonamid, quinolon dll
● Antibiotika yang akan digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab infeksi
pada manusia, harus mememiliki sifat
toksisitas selektif setinggi mungkin.
● Artinya, antibiotika tersebut haruslah
bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Aktivitas antibiotika
● Bakterisid: membunuh bakteri
● Bakteriostatik: menghambat pertumbuhan
bakteri
● AB spektruk luas (broad spectrum): bisa
membunuh/menghambat bakteri gram + dan –
● AB spektruk sempit (narrow spectrum): hanya
membunuh/menghambat bakteri gram + atau -
saja
Penggolongan antibiotik
● Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
● Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja
dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada
dinding sel bakteri.
● Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
● Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan
menghambat sintesis protein dari bakteri.
● Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan
menghambat sintesis peptidoglikan.
● Antibiotika golongan beta laktam golongan lain,
bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel
bakteri.
● Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan
menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase
yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi
DNA bakteri.
● Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja
dengan menghambat sintesis protein
dari bakteri.
● Kombinasi antibakteri
Mekanisme kerja AB
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
3. Mengganggu permiabilitas membran sel
mikroba
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
5. Menghambat sintesis /merusak asam nukleat
sel mikroba
AB yg menghambat
metabolisme sel mikroba
● Termasuk ini:
• Sulfonamid
• Trimetoprim
• Asam-p aminosalisilat(PAS)
● Mikroba perlu asam folat
● Obat ini bersaing dg PABA(para aminobensoic acid)
membentuk asam folat non fungsional🡪akibatnya
mikroba mati
● Obat ini bersifat bakteriostatik
● PAS merupakan analog PABA yg menghmabat sintesis
asam folat pd M TBC
AB yg menghambat sintesis
dinding sel
● Termasuk disini:
• Penisilin
• Sefalosforin
• Basitrasin
• Vankomisin
• sikloserin
AB yg mengganggu keutuhan
membran sel mikroba
● Termasuk:
• Polimiksin
• Golongan polien
• Antimikroba untuk kemoterapi
● Jika dinding sel rusak🡪protein,asam
nukleat, nukleotida bakteri keluar dai
dalam sel bakteri🡪mati
AB yg menghambat sintesis
protein sel mikroba
● Termasuk:
• Aminoglikosida
• Makrolid
• Linkomisin
• Tetrasiklin
• klorampenikol
AB yg menghmabat sintesis
asam nukleat sel mikroba
● Termasuk:
• Rimfamisin
• kuionolon
Uraian antibiotik tiap golongan
Aminoglikosida
● Aminoglikosid merupakan produk
streptomises atau fungus lainnya.
Seperti Streptomyces griseus untuk
Streptomisin, Streptomyses fradiae
untuk Neomisin, Streptomyces
kanamyceticus untuk Kanamisin,
Streptomyces tenebrarius untuk
Tobramisin, Micromomospora purpures
untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin
A untuk Amikasin.
● Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan
untuk bakteri gram negatif.
Aminoglikosid pertama yang ditemukan
adalah Streptomisin.
● Aktivitas bakteri Aminoglikosid
(Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin,
Netilmisin dan Amikasin) terutama tertuju
pada basil gram negatif yang aerobik
(yang hidup dengan oksigen).
● Sediaan dari Aminoglikosid dapat dibagi dalam dua
kelompok :
• Sediaan Aminoglikosid sistemik untuk pemberian
IM atau IV yaitu Amikasin, Gentamisin, Kanamisin
dan Streptomisin
• Sediaan Aminoglikosid topikal terdiri dari
Aminosidin, Kanamisin, Neomisin, Gentamisin
dan Streptomisin. Dalam kelompok topikal
termasuk juga semua Aminoglikosid yang
diberikan per oral untuk mendapatkan efek lokal
dalam lumen saluran cerna.
● Streptomisin
• Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang
mengandung 1 atau 5 g zat. Kadar larutan tergantung dari cara
pemberian yang direncanakan; dan cara penyuntikan
tergantung dari jenis dan lokasi infeksi.
• Suntikan IiM merupakan cara yang paling sering diberikan.
Dosis total sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1
g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian
dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis
untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali
penyuntikkan.
● Gentamisin
• Tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau
ampul 60mg/1,5 ml; 80 mg/2 ml; 120 mg/3 ml
dan 280 mg/2 ml. Salep atau krim dalam
kadar 0,1 and 0,3 % salep mata 0,3 %.
● Kanamisin
• Untuk sediaan tersedia larutan dan bubuk
kering. Larutan dalam vial ekuivalen dengan
basa Kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 g/3 ml
untuk orang dewasa; serta 75 mg/2 ml untuk
anak. Vial bubuk kering berisi 1 g dan 0,5 g.
Untuk pemberian oral tersedia bentuk
kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50 mg/ml.
● Amikasin
• Obat ini tersedia untuk suntikan IM dan IV dalam
vial berisi 100; 250; 500; 1.000; da 2.000 mg.
Dosis total sehari umumnya tidak lebih dari 1,5
gram sehari. Penyesuaian dosis perlu
dipertimbangkan pada berbagai keadaan. Adanya
gangguan faal ginjal memerlukan pengurangan
dosis dan perpanjangan interval waktu antara
dosis, dengan berpedoman pada kadar efektif
dalam darah yang berkisar antar 5-10 ug/ml
sampai 20-25 ug/ml.
● Tobramisin
• Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml
untu suntikan IM. Untuk infus Tobramisin
dilarutkan dalam Dekstrose 5% atau larutan
NaCl isotonis dan diberikan dalam 30-60
menit. Jangan diberikan lebih dari 10 hari.
● Netilmisin
• Obat ini boleh diberikan IM atau IV, dan
tersedia sebagai larutan 50 dan 100, 150
mg/2 ml. Dosisnya ialah 4-6,5 mg/kg BB
sehari yang dibagi dalam 2-3 dosis.
• Untuk penggunaan intravena dosis tunggal
diencerkan dalam 50 sampai 200 ml pelbagai
larutan.
● Neomisin
• Neomisin tersedia untuk penggunan topikal
dan oral, penggunaan parenteral tidak lagi
dibenarkan karena toksisitasnya.
• Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/g
untuk digunakan 2-3 kali sehari. Untuk oral
tersedia tablet 250 mg. Dosis oral neomisin
dapat mencapai 4-8 g sehari, dalam dosis
terbagi
Sefalosporin
● Sefalosporin termasuk golongan antibiotika
Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain,
mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah
dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel.
● Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif
maupun garam negatif, tetapi spektrum
masing-masing derivat bervariasi.
● Hingga tahun 2006 golongan
Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,
pembedaan generasi dari Sefalosporin
berdasarkan aktivitas mikrobanya dan
yang secara tidak langsung sesuai
dengan urutan masa pembuatannya.
aktivitas kinetik indikasi

- Baik terhadap - Sediaan oral diabsorbsi baik. Infeksi yang


kokus gram + · Kadar terapeutik tercapai pada disebabkan oleh
termasuk MSSA sebagian besar jaringan (pleura, MSSA dan
dan streptokokus. cairan sinovial, dan tulang), streptokokus.
· Tidak mempunyai kecuali cairan pada telinga tengah. · Tidak
aktivitas terhadap · Penetrasi sawar darah otak direkomendasikan
enterokokus, & sangat kurang, sehingga tidak sebagai antibiotik lini
MRSA direkomendasikan untuk I
meningitis bakterialis
Sefalosporin generasi II
Aktivitas kinetik indikasi
- Aktivitas lebih baik -Cefaclor dan cefprozil -Antibiotik lini II pada
terhadap gram negatif diabsorpsi dengan baik. infeksi kulit, jaringan
(Enterobacteriaceae, H · Absorbsi cefuroxime axetil lunak, ISPA,
influenzae, dan M <50% tapi meningkat bila pneumonia, dan otitis
catarrhalis) dibandingkan diberikan bersama media akut.
dengan generasi I. makanan.
- baik terhadap gram · Konsentrasi terapeutik
positif, tapi terhadap S tercapai pada sebagian
aureus kurang. besar jaringan (pleura,
· Tidak mempunyai cairan sinovial, dan tulang).
aktivitas terhadap · Cefuroxime dapat
enterococci, Listeria, menembus sawar darah
Pseudomonas, otak tapi tidak
MRSA,atau S direkomendasikan untuk
epidermidis meningitis karena
potensi delayed CSF
sterilization.
Sefalosporin generasi III
Aktivitas kinetik indikasi
Per oral Intravena Oral
· Baik thd MSSA · Ceftriaxone: t ½ · sinusitis
· Cefixime dan ceftibuten lebih stabil 6-9 jam, dosis bakterial akut,
thd beta laktamase dibandingkan pemberian 1 atau 2 OMA, UTI dan
sefalosporin oral lainnya. kali sehari. pharingitis
Intravena · Cefotaxime: waktu caused
-baik terhadap grup A dan grup B paruh lebih pendek streptococus
streptokokus dan S pneumoniae. dari pada yang alergi
· Bacterisid terhadap gram negatif, ceftriaxone, interval penisilin.
terutama H influenzae (termasuk setiap 6-8 jam Intravena
beta-lactamase-producing strains), M meningitis,
catarrhalis, E coli, Klebsiella infeksi Neisseria
pneumoniae, Morganella, Neisseria, gonorrhea,
Proteus, Enterobacter sp, Serratia Pseudomonas,
marcescens, dan Acinobacter sp. Pneumonia, &
· · Aktivitas anaerob minimal sinusitis
Sefalosporin generasi IV
Aktivitas kinetik indikasi

Baik thd MSSA, E coli, H Waktu paruh 1,7 – 2,3 Infeksi yang
influenzae, M catarrhalis, S jam. disebabkan
pyogenes, S pneumonia, N pseudomonas
gonorrhoea, P aeruginosa,
Morganella morganii, Proteus
mirabilis, Citrobacter,
Enterobacter, Klebsiella,
Providencia, dan serratia sp.
· Tidak punya aktivitas
terhadap MRSA, enterokokus.
Klorampenikol
● Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada
tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata
Kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat maka
penggunaan Kloramfenikol meluas
dengan cepat sampai pada tahun 1950
diketahui bahwa Kloramfenikol dapat
menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
● Efek antimikroba
• Kloramfenikol bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat adalah enzim peptidil transferase
yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses
sintesis protein kuman.
● Efek samping
• Reaksi hematologik
• Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;
•Reaksi toksik dengan manifestasi depresi
sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis,
menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan
dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar
Kloramfenikol dalam serum melampaui 25
mcg/ml.
•Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk
karena anemia yang terjadi bersifat menetap
seperti anemia aplastik dengan pansitopenia.
Timbulnya tidak tergantung dari besarnya
dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini
diduga disebabkan oleh adanya kelainan
genetik.
• Reaksi alergi
•Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan
kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer
dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid
walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.

• Reaksi saluran cerna


•Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah,
glositis, diare dan enterokolitis.
• Sindrom gray
• Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang
mendapat dosis tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul
sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke
9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.
• Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui,
pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung,
sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi
tampak sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi
menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula
hipotermia (kedinginan).
Makrolida
● Golongan Makrolida menghambat sintesis
protein kuman dengan jalan berikatan secara
reversibel dengan Ribosom subunit 50S, dan
bersifat bakteriostatik atau bakterisid
tergantung dari jenis kuman dan kadar obat
Makrolida.
● Sekarang ini antibiotika Makrolida yang
beredar di pasaran obat Indonesia adalah
Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin,
Klaritromisin dan Azithromisin.
● Eritromisin
• Eritromisin dighasilkan oleh suatu strain
Streptomyces erythreus. Aktif terhadap kuman
gram positif seperti Str. Pyogenes dan Str.
Pneumoniae. Yang biasa digunakan untuk
infeksi Mycloplasma pneumoniae, penyakit
Legionnaire, infeksi Klamidia, Difter, Pertusis,
iInfeksi Streptokokus, Stafilokokus, infeksi
Camylobacter, Tetanus, Sifilis, Gonore.
● Klaritromisin
• Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi
yang sama denga Eritromisin. Secara in vitro
(di laboratorium), obat ini adalah Makrolida
yang paling aktif terhadap Chlamydia
trachomatis.
• Absorpsinya tidak banyak dipengaruhi oleh
adanya makanan dalam lambung.
• Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna
(lebih jarang dibandingkan dengan iritasi
● Azitromisin
• Azitromisin digunakan untuk mengobati infekti
tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti
bronkitis, pneumonia, penyakit akibat
hubungan seksual dan infeksi dari telinga,
paru-paru, kulit dan tenggorokan.
Penisilin
● Penisilin merupakan kelompok antibiotika
Beta Laktam yang telah lama dikenal.
● Pada tahun 1928 di London, Alexander
Fleming menemukan antibiotika pertama
yaitu Penisilin yang satu dekade kemudian
dikembangkan oleh Florey dari biakan
Penicillium notatum untuk penggunaan
sistemik. Kemudian digunakan P.
chrysogenum yang menghasilkan Penisilin
lebih banyak.
● Penisilin yang digunakan dalam pengobatan
● Termasuk kelompok penislin
• Amooksilin (dan campurannya asam
calvulanat)
• Ampicilin
• Cloxacilin
• Flucloxacilin
• Piperacilin
Kuinolon
● Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika
golongan Kuinolon lama yang dipasarkan
sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini
mempunyai daya antibakteri yang baik
terhadap kuman gram negatif, tetapi
eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu
cepat sehingga sulit dicapai kadar
pengobatan dalam darah.
● Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama
ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih
saja.
● Pada awal tahun 1980, diperkenalkan
golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan
juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya
bakterinya, memperlebar spektrum
antibakteri, memperbaiki penyerapannya di
saluran cerna, serta memperpanjang masa
kerja obat.
● Golongan Kuinolon ini digunakan untuk
infeksi sistemik. Yang termasuk
golongan ini antara lain adalah
Spirofloksasin, Ofloksasin,
Moksifloksasin, Levofloksasin,
Pefloksasin, Norfloksasin,
Sparfloksasin, Lornefloksasin,
Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
● Efek samping
• Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat
ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang
terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan
saraf pusat.
• Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa
mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek
samping yang paling sering dijumpai.
• Efek samping pada susunan syaraf pusat
umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala,
vertigo, dan insomnia.
● Kontrindikasi quinolon
• Alergi
• anak
Tetrasiklin
● Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh
Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin
yang dipatenkan pertama kali tahun
1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika
yang memberi harapan dan sudah
terbukti menjadi salah satu penemuan
antibiotika penting.
● Antibiotika golongan tetrasiklin yang
pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin
yang dihasilkan oleh Streptomyces
aureofaciens.
● Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri
dibuat secara semisintetik dari
Klortetrasiklin, tetapi juga dapat
diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
● Mekanisme kerja
● Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2
proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke
dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang
disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
ialah sistem transportasi aktif.
● Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam
ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin
berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi
masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi
asam amino, sehingga bakteri tidak dapat
berkembang biak.
● Iritasi lambung pada pemberian oral.
Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV).
● Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang
sedanag tumbuh dan membentuk kompleks.
Pertumbuhan tulang akan terhambat
sementara pada janin sampai anak tiga
tahun.
● Pada gigi susu atau gigi tetap, Tetrasiklin
dapat merubah warna secara permanen dan
cenderung mengalami karies.
● Absorbsi Tetrasiklin dihambat oleh
antasida, susu, Koloidal bismuth,
Fenobarbital, Fenitoin dan
Karbamazepin sehingga mengurangi
kadar dalam darah karena
metabolismenya dipercepat.
● Termasuk kelompok tetrasiklin
• Tetrasiklin
• Doksisiklin
• Minosiklin
• oksitetrasiklin
Kombinasi antibiotika
(Trimetoprim-sulfametoksazol)
● Mekanisme kerja antimikroba kombinasi
• Aktivitas kombinasi antimikroba Kotrimoksazol
berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang
berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk
Asam tetrahidrofolat. Sulfometoksazol menghambat
masuknya molekul PABA ke dalam molekul Asam
folat dan Trimetropim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dari Asam dihidrofolat menjadi
Tetrahidrofolat.Trimetropim menghambat enzim
Dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat
selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga
terdapat pada sel manusia.
Antibiotika golongan lain
● Klindamisin
● Metronidazol
● vancomisin
● Klindamisin
• Klindamisin digunakan untuk infeksi bakteri
anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas,
septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang
sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga
dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik.
Klindamisin juga dapat digunakan untuk
infeks pada tulang yang disebabkan
staphylococcus aureus.
● Metronidazol
• Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob
dan protozoa yang sensitif karena beberapa
organisme memiliki kemampuan untuk
mengurangi bentuk aktif metronidazol di
dalam selnya. Secara sistemik metronidazol
digunakan untuk infeksi anaerobik,
trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan
amubiasis hati.
● Vancomycin
• Vancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan
perkembangan bakteri.
• Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa
bagian tubuh. Kadangkala digabung dengan antibiotika
lain.Vancomycin juga digunakan untuk penderita dengan
gangguan hati (mis demam rematik) atau prosthetic (artificial)
hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi khusus,
antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah
endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi
atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Resistensi &sensitivitas
● Resistensi: Mikroba kebal terhadap bakteri
● Sensitivitas: mikroba peka thd AB
● 3 pola reisistensi/sensitivitas:
• Pola I: belum pernah terjadi resistensi bermakna yg
menimbulkan kesulitan di klinik
• Pola II: pergeseran dari sifat peka menjadi kurang
peka tetapi tidak sampai terjadi resistensi sepenuhnya
• Pola III: resisten sangat tinggi
Lanj.
● Resistensi dibagi:
• Resistensi genetik
• Mutasi spontan
• Resistensi dipindahkan
• Resistensi non genetik: bakteri dalam
keadaan istirahat tidak dipengaruhi AB
• Resistensi silang/transfer genetik
Kegagalan terapi AB
● Dosis kurang
● Lama terapi kurang
● Adanya faktor mekanik(nanah, abses dll)
● Kesalahan dalam menetapkan etiologi
● Faktor farmakokinetik
● Pilihan AB yg kurang tepat
● Faktor pasien( keadaan umum pasien
buruk/kurang gizi dll)
● 17. Al Israa'
(49) Dan mereka berkata: "Apakah bila
kami telah menjadi tulang belulang dan
benda-benda yang hancur, apa
benar-benarkah kami akan dibangkitkan
kembali sebagai makhluk yang baru?"
PRINSIP UMUM PENGGUNAAN AB
DIDASARKAN RASIO MANFAAT
RISIKO
● TEMPAT INFEKSI
● SPEKTRUM AB (≠ INDIKASI)
● SIFAT FARMAKOKINETIK AB, dll
● EFEKTIVITAS KLINIS/ HASIL UJI KLINIS
● PENGALAMAN KLINIS
● KEAMANAN AB and “MASKING EFFECT”
● POTENSI TIMBULNYA RESISTENSI
● BIAYA OBAT
STRATEGI PEMILIHAN AB

● AB dgn SPEKTRUM SESEMPIT MUNGKIN BILA


KUMAN PENYEBAB PEKA,
KECUALI BILA KUMAN PENYEBAB ??
● PENISILIN G SEBAIKNYA TIDAK DIGANTI dgn
AMPISILIN.
● SEBAIKNYA: AB TUNGGAL dgn DOSIS CUKUP.
● PILIHLAH AB yg DIANJURKAN.
● PRINSIP “HEMAT”.
● AB yg BAIK UNTUK INFEKSI BERAT TDK SELALU
BAIK UNTUK yg RINGAN.
Mis. : FLUOROQUINOLONE
AMINOGLIKOSIDA
SEFALOSPORIN G 3
LINKOMISIN
KAPAN MENGGUNAKAN AB PADA KEADAAN DEMAM ?

INDIKASI PASTI INDIKASI SAMAR TDK ADA INDIKASI

INFILTRAT INFLUENZA MALARIA


ABSES CAMPAK HEPATITIS VIRUS
ERISIPELAS
TONSILITIS AKUT LAK. VARISELA MONONUKLEOSIS
PNEUMONIA PENY. VIRUS LAIN PAROTITIS EPIDEMIKA
OTITIS MEDIA AKUTA (KOMPLIKASI?) HERPES ZOSTER
U T I AKUT
LIMFADENITIS BAKT. BRONCHITIS HODGKIN
MENINGITIS KOLESISTITIS SLE
TBC AKTIF APENDISITIS DEMAM OBAT
LEPTOSPIROSIS
TIFOID PROFILAKSIS
SEPSIS, etc. FUO
What is FUO (fever unknown
origin)?
● Illness > 3 weeks

● Documented fever > 38.30 C

● Negative diagnostic evaluation during


1 week in hospital.
“ There is no such UNIVERSAL
antibiotic good for all infections

“The newest antibiotic is not


necessarily the better antibiotic

Narrow Spectrum Abs should be chosen
when indicated by MO involved:

● PENICILIN G
● PENICILIN V
● ERYTHROMYCIN
● SPIRAMYCIN
● LINCOMYCIN/ CLINDAMYCIN
● ROXITHROMYCIN
● CLARITHROMYCIN +
● AZITHROMYCIN +
KAPAN DIPERLUKAN KULTUR ?

• INFEKSI SALURAN KEMIH KRONIS


• DUGAAN DEMAM TIFOID.
• “FEVER OF UNKNOWN ORIGIN “.
• SEPSIS.
• PENYAKIT INFEKSI YG KRONIS
DAN BERAT.

KULTUR PERLU DILAKUKAN


SEBELUM DIBERI AB
KEGAGALAN PENGOBATAN
• Demam bukan karena infeksi kuman
(Virus atau sebab lain)
• Kuman membentuk PENISILINASE
(PENISILIN G KLOKSASILIN
AMOKSISILIN + KLAVULANAT)
• Salah tafsir kuman penyebab
• Terdapat nanah (perlu disalir)
• Superinfeksi
• Timbul Drug Fever:
- Sulfa / Kotrimoksazol
- Penisilin/ Ampisilin
- Sefalosporin
AB Cyt. P-450 Related Interactions
(clinically significant)

Inhibits Cyt.P-450: Anticoagulants oral -- hypoprothromb.>


Carbamazepine toxicity -- >
● Erythromycins
Cisapride --Ventric. Arrhytmia
● Fluconazole Digoxin bl.levels -- >>
Dilantin bl.levels -- <
● Itraconazole Terfenadine -- Ventric. Arrhytmia
Theophylline bl.levels -- >
● Ketoconazole Valproate bl.levels -- >

Induces Cyt. P-450: Anticoagulants -- hypothrombinaeia <


Chloramphenicol levels -- <
● Rifampicin Contraceptives levels -- <
Corticoster. levels -- <
Cyclosporine levels -- <
Typhoid Management
● Chloramphenicol 10 days (oral gives
higher blood levels than IV !!).
● Cipro or Oflox for 8-10 days.
● Amp and cotrimox are less effective.
● Ceftriaxone or cefotaxime when IV is
needed.
● Gentamicin is contraindicated.
● Bed-care is more important than diet.
S. typhi antibiogram (Case:4yrs)
(µg/mL)
Organ Specific Infections
according to evidence: (Bartlett: 2000)

● Acute otitis media: Amox; Alt: Cotrim, amox-clav, ery+SMA, cefurox,


cefacl, tetra, ceftriax (Parent.)
● Chronic OM: Otic drops (Neo-Polymyx-hydrocort); Chloram.
● Malignant OE: Cipro; Alt: Tobra-ticar, piperacil, mezlocil,
cefoper,ceftazid, aztreon, cefepime, imipenem, cipro.
● Ac.diffuse OE: Neo-Polymix drops; Chloram or boric / acetic acid
drops.
● Otomycosis: Boric or acetic acid drops, cresylate actic acid drops.
● Acute mastoiditis: Amox; Cefotaxime or ceftriaxone.
● Chronic mastoiditis: None; surgery

● Sinusitis acute: Amox; cefurox, amoxi-clav, levo,moxi,gati, clari,


azithro, cefpodox, cefpro, cefdinir, loracarbef, doxyc.
● Sinusitis chronic: Penic, amox; amox-vlav, clinda.
Skin and Soft Tissue -
AB Selection
MO: Strep. pyogenes, S.aureus. (mostly streptococcal)
Impetigo, erysipelas, cellulitis:
- Penicillins, erythromycins.
Severe form: necrotizing fasciitis or myositis,
empyema (prompt surgery!).
- Dicloxacillin (flucloxacillin), clindamycin ± penicillin

.
Urinary Tract Infections

Symptomatic UTI may be seen as:


A. Cystitis / pyelonephritis:
with fever + leucocytosis + neutrophils shift to the left.

B. Irritative symptoms only:


Urinalysis: WBC < 10 / field.
No culture needed.
Water treatment, but No AB treatment is needed.
UTI Antibiotic Therapy
(IDSA recommendations)

Uncomplicated bacterial cystitis (3 days):


- Cotrimoxazole or TMP
- Oflox, Cipro, other quinolone
- Beta-lactams inferior
- Nitrofurantoin (7 days)

Pyelonephritis:
Oral: - Fluoroquinolone
- Cotrimoxazole if sensitive.
Parenteral (hospitalized): - Fluoroquinolone, Amik + ampi,
-Ceftriaxone/cefotaxime + Amik, Ampi-sulbactam + Amik.
Anaerobic Infections
● Metronidazole (best)
● Chloramphenicol
● Imipenem / meropenem
● Betalactam/betalactam-inhibitor combin.
● Clindamycin
● Antistaph. penicillins
● Cefoxitin
Diarrhea
● Common diarrhea needs no AB.
● Oralit is best when diarrhea is profuse;
should take by small sips.
● Food: no chilli, hot sauce, milk, fatty food
● AB may be needed when assoc. with
cramps, fever, and foul stools:
Cipro or oflox (1-3 days), cotrimoxazole.
Tinea Corporis
Diagnosis is often missed.

● Griseofulvin 500 mg/day for 3 weeks;


boil underwear for one hour on day 10-11.

● Topical agents disappointing.


Antibiotics, a unique
drug group
● Widely used through misuse.
● Life-saving when appropriately used.
● Kill when wrongly applied.
● Destructive when overused.
● Personal and wide social impact.
● And yet … the least recognized!
RESPONS OBAT pada kondisi
fisiologis &patologis
Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa/dosis rata-rata
(yang cocok untuk sebagian besar penderita).
Untuk penderita lainnya, “dosis biasa” ini :
• terlalu besar 🡪 efek toksik
• terlalu kecil 🡪 tidak efektif.

Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi


“respons penderita terhadap obat"
dapat dilihat pada skema dibawah ini :
DOSIS YANG
DIBERIKAN
(RESEP) - Kepatuhan
penderita
- Kesalahan
DOSIS YANG medikasi
DIMINUM
Faktor-faktor farmakokinetik
- Absorpsi (jumlah dan kecepatan)
- Distribusi
(ukuran dan komposisi tubuh, distribusi dalam cairan-cairan
tubuh, ikatan dengan protein plasma dan jaringan)
- Biotransformasi
Eliminasi (kecepatan)
- Ekskresi

KADAR DI • Kondisi fisiologik


• Kondisi patologik
TEMPAT KERJA
• Faktor genetik
OBAT • Interaksi obat
• Toleransi
Faktor-faktor
farmakodinamik
- Interaksi obat-reseptor Sensitivitas
- Keadaan fungsional reseptor/
jaringan jaringan
- Mekanisme homeostatik
INTENSITAS EFEK
FARMAKOLOGIK
(RESPONS PENDERITA)
Tanpa adanya kesalahan medikasi, kepatuhan
penderita 🡪 menentukan jumlah obat yang diminum.

Faktor-faktor farmakokinetik : menentukan berapa


dari jumlah obat yang diminum dapat mencapai
tempat kerja obat 🡪 bereaksi dengan reseptornya.

Faktor-faktor farmakodinamik : menentukan


“intensitas efek farmakologik” yang ditimbulkan oleh
kadar obat di sekitar tempat reseptor tersebut.
Untuk kebanyakan obat,
keragaman “respons penderita” terhadap obat
terutama disebabkan oleh adanya “perbedaan individual”
dalam faktor-faktor farmakokinetik 🡪
“kecepatan biotransformasi” merupakan variasi terbesar.

Untuk beberapa obat,


perubahan dalam faktor-faktor “farmakodinamik”
merupakan sebab utama yang menimbulkan
keragaman respons penderita.
Variasi dalam berbagai faktor
“farmakokinetik” dan “farmakodinamik” ini
berasal dari perbedaan individual dalam :
• Kondisi fisiologik 🡪 anak, usia lanjut
• kondisi patologik 🡪 GIT,CVD,Hati,Ginjal
• faktor genetik,
• faktor lain 🡪 interaksi obat, toleransi, efek
plasebo, pengaruh lingkungan, dll
KONDISI FISIOLOGIK

1. ANAK

Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau


kombinasi faktor-faktor ini dapat digunakan
untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa.

Untuk perhitungan dosis,


“usia anak” dibagi dalam beberapa “kelompok usia”, sbb :
• sampai 1 bulan (neonatus),
• sampai 1 tahun (bayi),
• anak 1-5 tahun, dan
• anak 6-12 tahun
Berat badan 🡪 digunakan untuk menghitung dosis yang
dinyatakan dalam mg/kg.
Akan tetapi, perhitungan dosis anak dari dosis dewasa
“berdasarkan berat badan saja”,
seringkali menghasilkan dosis anak yang “terlalu kecil”
ok : anak mempunyai laju metabolisme yang lebih tinggi
sehingga per kg berat badannya seringkali
membutuhkan dosis yang lebih tinggi
daripada orang dewasa (kecuali pada neonatus)
Luas permukaan tubuh 🡪 lebih tepat untuk menghitung
dosis anak karena banyak fenomen fisik lebih erat
hubungannya dengan luas permukaan tubuh.
Berdasarkan luas permukaan tubuh ini,
besarnya dosis anak sebagai persentase dari dosis dewasa
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. USIA, BERAT BADAN, DAN DOSIS ANAK

Dosis anak *
Usia Berat badan (% dosis dewasa)
(kg)

Neonatus ** 3.4 < 12.5


1 bulan ** 4.2 < 14.5
3 bulan 5.6 18
6 bulan 7.7 22
1 tahun 10 25
3 tahun 14 33
5 tahun 18 40
7 tahun 23 50
12 tahun 37 75

* Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh


** Untuk neonatus sampai usia 1 bulan, gunakan dosis yang lebih
kecil dari dosis yang dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh,
Untuk bayi premature, gunakan dosis yang lebih rendah lagi,
sesuai dengan kondisi klinik penderita.
NEONATUS DAN BAYI PREMATUR

Pada usia ekstrim ini terdapat perbedaan respons,


terutama disebabkan oleh belum sempurnanya
berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, yakni :
(1) fungsi biotransformasi(metabolisme) hati (terutama
glukuronidasi, dan juga hidroksilasi) yang kurang;
(2) fungsi ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi
tubuli) yang hanya 60-70 % dari fungsi ginjal dewasa;
(3) kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumin) yang
rendah; dan
(4) sawar darah-otak serta sawar kulit yang belum
sempurna.
Dengan demikian diperoleh kadar obat yang tinggi
dalam darah dan jaringan.
Disamping itu terdapat peningkatan sensitivitas reseptor
terhadap beberapa obat.
Akibatnya terjadi respons yang berlebihan atau
efek toksik pada dosis yang biasa diberikan
berdasarkan perhitungan luas permukaan tubuh.
Contoh obat dengan respons yang berlainan pada neonatus
dan bayi premature dapat dilihat pada Tabel 2.
Prinsip umum penggunaan obat
pada neonatus dan bayi premature adalah :

(1) Hindarkan penggunaan sulfonamide, aspirin, morfin,


barbiturat IV.
(2) Untuk obat-obat lain:
gunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang dihitung
berdasarkan luas permukaan tubuh (lihat Tabel 2).
Tidak ada pedoman umum untuk menghitung
berapa besar dosis harus diturunkan 🡪 gunakan
educated guess atau ikuti petunjuk dari pabrik obat
yang bersangkutan.
Kemudian monitor respons klinik penderita, dan bila perlu monitor
kadar obat dalam plasma, untuk menjadi dasar penyesuaian dosis
pada masing-masing penderita.
Tabel. PERUBAHAN RESPONS TERHADAP OBAT PADA
UMUR-UMUR EKSTRIM

Obat Respons Mekanisme utama

NEONATUS/PREMATUR
* Heksaklorofen topical Neurotoksisitas Sawar kulit belum sempurna

* Sulfonamid, salisilat Kernikterus(bilirubin masuk Obat mendesak bilirubin dari


otak) ikatan protein plasma,
kapasitas ikatan protein plasma
turun, glukuronidasi bilirubin
oleh hepar turun, dan sawar
darah-otak belum sempurna.
* Kloramfenikol Sindrom bayi abu-abu Glukuronidasi obat oleh hepar
turun, dan filtrasi obat utuh
oleh glomerulus ginjal turun 🡪
kadar obat dalam plasma dan
jaringan naik
* Aminoglikosida Intoksikasi Filtrasi glomerulus turun
(misalnya gentamisin)
* Morfin, barbiturat IV Depresi pernapasan Sawar darah-otak belum
sempurna
* Oksigen Retrolental fibroplasia Tidak diketahui
KONDISI FISIOLOGIK
2. USIA LANJUT

Perubahan respons penderita usia lanjut disebabkan oleh banyak faktor, yakni :
(1) Penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli)
merupakan perubahan faktor farmakokinetik yang terpenting.
Penurunan filtrasi glomerulus sekitar 30 % pada usia 65 tahun.
Perubahan farmakokinetik lainnya adalah :
• penurunan kapasitas metabolisme beberapa obat,
• berkurangnya kadar albumin plasma 🡪 kadar obat bebas
meningkat
• pengurangan berat badan dan cairan tubuh serta penambahan
lemak tubuh 🡪 dapat mengubah Distribusi obat, dan
• berkurangnya absorpsi aktif.
Resultante dari semua perubahan ini adalah :
kadar obat yg lebih tinggi dan bertahan lebih lama dlm darah/jaringan
Waktu paruh obat dapat meningkat sampai 50%.
(2) Perubahan faktor-faktor farmakodinamik, yakni :
• peningkatan sensitivitas reseptor, terutama reseptor di otak
(terhadap obat-obat yang bekerja sentral), dan
• penurunan mekanisme homeostatik, misalnya :
homeostatic kardiovaskular (terhadap obat-obat antihipertensi).

(3) Adanya berbagai penyakit (lihat uraian di bawah)

(4) Penggunaan banyak obat sehingga meningkatkan kemungkinan


terjadinya interaksi obat.
Akibatnya, seringkali terjadi :
respons yang berlebihan atau efek toksik serta
berbagai efek samping
bila mereka mendapat dosis yang biasa diberikan
kepada penderita dewasa muda.
Untuk contoh obatnya, lihat Tabel 2 berikut ini.
USIA LANJUT

* Digoksin Intoksikasi Berat badan turun, filtrasi


glomerulus turun, adanya
gangguan elektrolit, dan
penyakit kardiovaskular yang
lanjut
* Antihipertensi Sinkope akiat hipotensi postural, Mekanisme homeostatic kardiovaskular
(terutama penghambat insufisiensi koroner turun
saraf adrenergic)
* Diuretik tiazid, Hipotensi, hipokalemia, hipovolemia, Berat badan turun, fungsi ginjal turun,
furosemid hiperglikemia, hiperurikemia dan mekanisme homeostatic
kardiovaskular turun
* Antikoagulan Perdarahan Respons hemostatik vascular turun
* Antikoagulan oral Perdarahan Respons hemostatik vascular turun,
sensitivitas reseptor di hati naik, dan
ikatan protein plasma turun
* Barbiturat Bervariasi dari gelisah sampai Sensitivitas otak naik, metabolisme hepar
psikosis (terutama kebingungan turun
mental)
* Diazepam, nitrazepam Depresi SSP naik Sensitivitas otak naik, metabolisme hepar
flurazepam turun
* Fenotiazin (mis. Klor- Hipotensi postural, hipotermia, Sensitivitas otak naik, metabolisme hepar
promazin) reaksi koreiform turun
* Triheksifenidil Kebingungan mental, halusinasi, Sensitivitas otak naik, eliminasi turun
konstipasi, retensi urin
* Streptomisin, asam Ototoksisitas Fungsi ginjal turun
etakrinat
* Isoniazid Hepatotoksisitas Metabolisme hepar turun
* Klorpropamid Hipoglikemia Berat badan turun, filtrasi glomerulus
turun
Prinsip umum penggunaan obat
pada penderita usia lanjut adalah :

(1) Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan,


artinya hanya bila ada indikasi yang tepat.
Bila diperlukan efek placebo, berikan placebo yang sesungguhnya
(yang tidak mengandung bahan aktif).
(2) Pilih obat yang memberikan rasio manfaat-risiko paling
menguntungkan bagi penderita usia lanjut
(misalnya bila diperlukan hipnotik, jangan digunakan barbiturat),
dan tidak berinteraksi dengan obat lain atau penyakit lain
(3) Mulai pengobatan dengan dosis separo lebih sedikit dari
dosis yang biasa diberikan kepada penderita dewasa muda.
(4) Sesuaikan dosis obat berdasarkan respons klinik penderita,
bila perlu dng memonitor kadar obat dlm plasma
Dosis penunjang yang tepat pada umumnya lebih rendah
daripada dosis untuk penderita dewasa muda.
(5) Berikan regimen dosis yang sederhana (yang ideal 1 x sehari)
dan sediaan obat yang mudah ditelan
(sebaiknya sirop atau tablet yang dilarutkan dalam air) 🡪
untuk memelihara kepatuhan penderita.
(6) Periksa secara berkala semua obat yang dimakan penderita,
dan hentikan obat yang tidak diperlukan lagi.
Besarnya dosis dapat diperkirakan dari berat badan penderita,
indeks terapi obat, dan cara eliminasi obat.
Untuk obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal
(misalnya digoksin, aminoglikosid dan klorpropamid),
besarnya penurunan dosis dapat dipehitungkan
berdasarkan besarnya penurunan bersihan kreatinin penderita.
Sedangkan untuk obat-obat lain, besarnya penurunan dosis
hanya dikira-kira saja berdasarkan educated guess.
3. Penggunaan obat pada ibu
hamil
3. Penggunaan obat pada ibi hamil

Perubahan pada ibu hamil

◊ Progesteron meningkat 🡪motilitas menurun-absorpsi


obat meningkat
◊ aliran darah ke plasenta meningkat
◊ CO meningkat sampai 30%, volume darah naik
sampai 50%🡪Vd meningkat
◊ BB meningkat🡪distribusi obat larut lemak naik
◊ albumin menurun🡪obat bebas meningkat

24
PERUBAHAN KINETIKAselama
Kehamilan
1.Absorpsi
sekresi asam lambung TUrun
motilitas GI Tract turun
2.Distribusi
Volume plasma & CES meningkat🡪VD naik
Penurunan albumin serum
3.Metabolisme
metabolisme obat naik
4.Eliminasi
Akhir kehamilan 🡪 aliran darah ginjal naik
Efek Teratogen dipengaruhi

▪ Kemampuan obat berpindah melalui sawar uri


▪ Efek farmakologis dan idiosinkrasi
▪ Waktu terjadinya pemaparan obat
▪ Kemampuan obat berpindah melalui sawar uri (Lebih
mudah dilakukan oleh obat yang lipofil dan tidak
terionisasii
Obat yang bersifat basa cenderung terperangkap
dalam sirkulasi darah janin)
▪ Mekanisme transfer
Difusi sederhana (untuk sebagian besar obat)
Difusi yang difasilitasi (glukosa), Transport aktif
(beberapa vitamin, asam amino)
▪ Faktor yang mempengaruhi perpindahan
obat pd sawar uri/plasenta berrier
*Berat molekul
*Kelarutan dalam lemak
*Ionisasi
*Ikatan protein
*Aliran darah dlm umbilikal dan uterus
▪ Janin sensitif terhadap obat karena:
Fungsi enzim hepatik fetus minimal
Penambahan protein fetus linier dg waktu gestasi,
obat bebas lebih banyak dlm fetus
Jaringan baru berkembang
PEREKMBANGAN EMBRIO
(EMBRIOGENESIS)

Hari/minggu Fase Perkembangan

0-17 hari Preembrionik Proliferasi


18-56 hari Embrionik Organogenesis
8-38 minggu janin Pematangan fungsi

30
RESIKO TERATOGENIK BEBASIS UMUR JANIN

Hari gestasi Diferensiasi & efek teratogenik


< 15 Blm ada diferensiasi, hanya proliferasi
sel
15-25 Diferensiasi CNS

24-40 Diferensiasi mata, jantung & kaki

31
lanjutan

Hari gestasi Diferensiasi & efekteratogenik

42 Mulai pembentukan palate

60 Diferensiasi berlanjut, beberapa organ


hampir komplit
70 Fusi palate

90 Diferensiasi komplit, terjadi


pematangan fungsi

32
Contoh efek teratogen talidomid

Hari Penyimpangan embriogenesis


pemakaian
21-22 Tdk ada telinga luar, paralisis syaraf
kranial

24-27 Maksimal phocomelia(flipper limbs)

28-29 Reduksi berat pd pembentukan kaki

34-36 Hipoplastik thumbsand anorectal


sterosis

33
Kesimpulan dari teratogen talidomid

▪ Obat yang aman pada hewan uji TIDAK


SELALU aman pada manusia
▪ Obat AMAN bagi ibu hamil BELUM
TENTU ama bagi fetus
▪ Sukar men-test teratogenesis manusia pd
binatang
▪ Malformasi yg terjadi memerlukan waktu
utk terjadinya teratogen

34
▪ Mulai 1962🡪wajib uji teratogen pada hewan
uji
36
Bentuk Malformasi

Polidaktili/sindaktili
Cleft lip
Cleft lip and palate in an
infant
Fecomilia
(karenaThalidomide
41
Kategori keamanan obat bagi ibu hamil
(menurut FDA)

A Data klinik dipercaya obat tidak ada resiko

B Penelitian pada hewan ada resiko, pada


manusia tidak
C Ada resiko, tapi bukan malformasi

D Resiko pada malformasi janin

X Kontraindikasi pada kehamilan

42
Kategori keamanan obat bagi ibu hamil
(menurut Therapeutic Good Administration
Australia (TGA) 2005 )

Kategori A : Obat tanpa adanya bukti


peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek
membahayakan baik langsung maupun tidak
langsung pada janin.
Beberapa obat dalam kategori A adalah :
• Antasid (Obat Maag)
• Digoksin (obat jantung)
• Preparat besi oral (dengan atau tanpa asam folat) (Obat
anemia defisiensi besi)
• Parasetamol (Antinyeri)
• Dimenhidrinat, Difenhidramin, Metoklopramid (antimuntah)
• Betametason, Kortison Deksametason, Hidrokortison,
Metilprednisolon, Prednisolon, Prednison Triamsinolon
(Kortikosteroid)
• Amoksisilin, Ampisilin (Antibiotik, gol Penisilin)
• Eritromisin (Antibiotik, gol Makrolida)
• Kodein, Dekstrometorpan (Antitusif)
• Ammonium Klorida, Bromheksin (Ekspektoran)
• Efedrin, salbutamol, terbutalin, teofilin derivatif (Obat
Asma)
• Klorfeniramin, difenhidramin, difenilamin (Antihistamin)
▪ Kategori B1 : Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh
sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur, tanpa
peningkatan frekuensi cacat lahir atau membahayakan
baik langsung maupun tidak langsung pada janin.Tidak
ada bukti yang menunjukkan peningkatan frekuensi
gangguan janin pada efek penelitian dengan binatang
coba.
Beberapa obat dalam kategori B1 adalah :
• Simetidin, Famotidin, Ranitidin, Sukralfat (Obat Maag)
• Sefaklor, Sefotaksim, Seftriakson (Antibiotik, gol
Sefalosforin)

45
▪ Kategori B2: Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh
sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur,
tanpa peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek
membahayakan baik langsung maupun tidak langsung
pada janin.Penelitian pada binatang jumlahnya sangat
sedikit, tetapi dari hasil penelitian yang ada, tidak
menunjukkan peningkatan frekuensi gangguan janin
binatang coba.
Beberapa obat dalam kategori B2 adalah :
• Domperidon, Hiosin, Hiosin Hidrobromida
(Antimuntah)

46
▪ Kategori B3 : Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh
sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur, tanpa
peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek membahayakan
baik langsung maupun tidak langsung pada janin.
Penelitian pada hewan menunjukkan bukti peningkatan
angka kejadian gangguan janin hewan coba. Pada
manusia, gangguan janin akibat obat kategori ini masih
belum dapat ditentukan.
Beberapa obat dalam kategori B3 adalah :
• Lansoprazol, Omeprazol, Pantoprazol (Obat Maag)
• Loperamid (Obat Diare)• Griseofulvin, Itrakonazol,
Ketokonazol (Antijamur)
• Siprofloksasin, Ofloksasin (Antibiotik, gol Kuinolon)
• Asiklovir, Indinavir, Ritonavir, Valasiklivir (Antivirus)

47
▪ Kategori C : Obat-obat, karena efek farmakologinya,
menyebabkan atau dicurigai menyebabkan efek berbahaya
pada janin atau bayi baru lahir tanpa menyebabkan cacat
lahir. Efek tersebut mungkin reversibel (dapat kembali
normal).
Beberapa obat dalam kategori C adalah :
• Amlodipin, Diltiazem, Nifedipin, Verapamil (Antihipertensi,
gol Penghambat Kanal Kalsium)
• Dihidroergotamin, Ergotamin, Metisergid (Obat
antimigrain)
• Aspirin (Antinyeri)
• Alprazolam, Bromazepam, Klordiazepoksid, Klobazam,
Diazepam, Lorazepam, Midazolam (Obat anticemas)
• Klorpromazin (Antipsikosis)
• Droperidol, Haloperidol (Antipsikosis)
• Diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen, Ketorolac, Asam
Mefenamat, Piroksikam (Antinyeri)
• Kotrimoksazol (Antibiotik, gol Sulfonamid)

48
▪ Kategori D : Obat-obat yang menyebabkan, dicurigai
menyebabkan, atau diperkirakan menyebabkan
peningkatan angka kejadian cacat lahir atau kerusakan
yang irreversibel (tidak bisa diperbaiki lagi). Obat-obat
golongan ini mungkin juga mempunyai efek farmakologi
yang merugikan.
Beberapa obat dalam kategori D adalah :
• Kaptopril (antihipertensi, gol ACE Inhibitor)
• Losartan, Valsartan (antihipertensi, gol Angiotensin II
Reseptor Antagonis)
• Doksisiklin, Minosiklin, Tetrasiklin (antibiotika, gol
Tetrasiklin)
• Amikasin, Gentamisin, Kanamisin, Neomisin
(antibiotika, gol aminoglikosid)

49
▪ Kategori X : Obat-obat BErisiko tinggi
menyebabkan kerusakan permanen pada
janin. Kontraindikasi bagi ibu hamil.
contoh:
• Misoprostol (Obat Maag)

50
▪ EFEK TERATOGEN SESUAI DENGAN UMUR
KEHAMILAN
Sensitivitas obat sesuai umur
kehamilan
Teratogen pd Trisemester I

▪ Antineoplastik
▪ Amfetamin
▪ LSD
▪ Klorpromazin
▪ Barbiturat
▪ Fenitoin
▪ litium
▪ ACE inhibitor-gangguan ginjal

53
Teratogen pd Trisemester II

▪ Aminoglikosida (streptomicin & kuinin) –tuli


▪ Tetrasiklin- gigi berwarna & pertumbuhan tulang
terhambat
▪ Novobiocin & sulfoamid-naiknya bilirubin sewaktu
bayi lahir
▪ Kloramfenikol-gray baby sindrom
▪ OAD: hipoglikemia
▪ Obat hormonal : perubahan fisiologi pd fetus
▪ Androgen & progesteron : maskulinasi pd fetus
perempuan
▪ Vitamin A >>>- menaikkan tekanan intrakanial

54
Penggunaan obat selama
menyusui
▪ Risiko kepada bayi tergantung pd:
Bioavailabilitas obat pada ibu
Jumlah obat yang mencapai ASI
Jumlah obat yang dicerna oleh bayi
Bioavailabilitas obat pada bayi yang menyusu
▪ Perpindahan obat melalui ASI, dipengaruhi
oleh:
▪ 1. Parameter pada ibu
dosis obat – lama terapi - rute pemberian –
frekuensi pemberian-metabolisme-klirens
ginjal- aliran darah ke payudara- ph ASI –
komposisi ASI - kadar obat yang mencapai
ASI.
2. Parameter dari obat
bioavailabilitas pada ibu dan bayi, berat
molekul, pKa obat, kelarutan pada lemak,
ikatan protein.
pH ASI (6,9) < pH plasma (7,4)
kapasitas ikatan protein lebih rendah
kadar lemak lebih tinggi
▪ 3. Parameter pada bayi
Umur bayi – pola/waktu makan/menyusui –
jumlah ASI yang dikonsumsi – absorpsi –
distribusi – metabolisme dan eliminasi obat
▪ Sifat fisikokimia obat
obat yang bersifat basa akan lebih banyak
terdistribusi hingga ASI daripada obat yang
bersifat asam.
Ikatan protein
obat yang banyak berikatan dengan protein
cenderung tetap berada pada plasma ibu.
Lipofilitas
semakin lipofil obat, semakin banyak mencapai
ASI.
▪ Obat yang di Kontraindikasikan pada ibu
menyusui:
Amfetamin
Antineoplastik
Bromokriptin
Kokain
Ergotamin
Etanol
Heroin
Obat imunosupresan
Litium
▪ Obat yang menurunkan produksi ASI:
estrogen
diuretik tiazid (Contoh : HCT)
antagonis serotonin (siproheptadin)
agonis dopamin (bromokriptin)
▪ Obat yang meningkatkan produksi ASI:
antagonis dopamin (metoklopramid)
Pedoman peresepan obat kepada
ibu menyusui
▪ Stop sementara menyusui apabila:
Jika obat diketahui memiliki efek berbahaya bagi
bayi yang disusui
Jika obat sangat poten, sehingga kadar yang
sedikit dalam ASI dapat membahayakan bayi
Jika ibu mengalami gangguan fungsi ginjal dan
hati
Hindari penggunaan obat baru
3. KONDISI PATOLOGIK

Karena banyaknya jenis penyakit, maka pembahasan


dibatasi pada penyakit organ-organ utama
yang melaksanakan fungsi farmakokinetik tubuh,
yakni :
• 1. Saluran cerna,
• 2. Kardiovaskular,
• 3. Hati dan
• 4. Ginjal.
1. PENYAKIT SALURAN CERNA

Penyakit ini dapat mengurangi kecepatan dan/atau


jumlah obat yang diabsorpsi pada pemberian oral
melalui perlambatan pengosongan lambung,
percepatan waktu transit dalam saluran cerna,
malabsorpsi, dan/atau
metabolisme dalam saluran cerna
(lihat contoh pada Tabel)
Prinsip umum pemberian obat pada
penyakit saluran cerna adalah :

(1) Hindarkan obat iritan (misalnya KCl, aspirin, anti-inflamasi


nonsteroid lainnya) pada keadaanstasis/hipomotilitas saluran cerna.
(2) Hindarkan sediaan lepas lambat dan sediaan salut enterik pada
keadaan hiper-maupun hipomotilitas saluran cerna.
(3) Berikan levodopa dalam kombinasi dengan karbidopa.
(4) Untuk obat-obat lain : dosis harus disesuaikan berdasarkan
respons klinik penderita dan/atau bila perlu melalui pengukuran
kadar obat dalam plasma.
Tabel. PERUBAHAN RESPONS TERHADAP OBAT PADA BERBAGAI KEADAAN PATOLOGIK
Obat Respons Mekanisme utama
Penyakit

Penyakit
saluran cerna

* Digoksin, kontrasepsi Respons turun Waktu transit dalam


Diare/gastroenteritis oral, fenitoin, saluran cerna turun 🡪 waktu
sediaan salut untuk obat melarut dan
enteric, sediaan diabsorpsi turun 🡪 jumlah
lepas lambat obat yang diabsorpsi turun

* Stenosis pilorus Parasetamol, aspirin Respons turun Kecepatan pengosongan


lambung turun 🡪 kecepatan
absorpsi turun
* Stenosis pilorus, Levodopa Respons turun Waktu pengosongan lambung
konstipasi naik, waktu transit dalam
saluran cerna naik 🡪
metabolisme di dinding
lambung dan usus naik 🡪
jumlah obat yang mencapai
sirkulasi sistemik turun.
* Stenosis esophagus, KCI, aspirin, obat Ulserasi local Obat tertahan lama di
pilorus atau duodenum iritan lain suatu tempat di saluran
cerna 🡪 penglepasan obat
iritan di tempat tersebut
naik
* Stenosis esophagus, KCI, aspirin atau Ulserasi di Obat iritan dilepaskan
pyiorus atau obat iritan lain dalam usus halus (di secara mendadak dalam
duodenum sediaan lepas lambat samping jumlah besar di usus halus
atau sediaan salut ulserasi local) yang sedang stasis
enteric
* Sindrom Digoksin, penisilin V Respons turun Kapasitas absorpsi turun
malabsorpsi
2. PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Penyakit ini mengurangi distribusi obat dan alir darah


ke hepar dan ginjal untuk eliminasi obat
sehingga kadar obat tinggi dalam darah dan
menimbulkan efek yang berlebihan atau efek toksik
(contoh obat pada Tabel)

Prinsip umum pemberian obat pada keadaan ini :


(1) Turunkan dosis awal (DL) maupun dosis penunjang (DM) ;
(2) Sesuaikan dosis berdasarkan respons klinik penderita dan/atau
bila perlu melalui pengukuran kadar obat dalam plasma.
Obat Respon Mekanisme utama
Penyakit
kardiovaskular
* Infark miokard, Lidokain Intoksikasi Volume distribusi turun,
terutama dengan syok alir darah hepar untuk
atau gagal jantung eliminasi turun 🡪 kadar
obat naik
* Idem Prokainamid, Intoksikasi Volume distribusi turun,
kuinidin alir darah ginjal untuk
eliminasi turun 🡪 kadar
obat naik
3. PENYAKIT HATI
Penyakit ini mengurangi metabolisme obat di hati dan
sintesis protein plasma sehingga meningkatkan kadar obat,
terutama kadar bebasnya, dalam darah dan jaringan. Akibatnya
terjadi respons yang berlebihan atau efek toksik. Tetapi
perubahan respons ini baru terjadi pada penyakit hati yang
parah, dan tidak terlihat pada penyakit hati yang ringan karena
hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar.
Pada penyakit hati yang parah juga terdapat
peningkatan sensitivitas reseptor di otak terhadap obat-obat
yang mendepresi SSP (sedative-hipnotik, analgesic narkotik),
diuretic yang menimbulkan hipokalemi, dan
obat yang menyebabkan konstipasi, sehingga pemberian
obat-obat ini dapat mencetuskan ensefalopati hepatic.
Berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan darah
pada penyakit hati meningkatkan respons penderita
terhadap antikoagulan oral.
Udem dan asites pada penyakit hati kronik dapat diperburuk
oleh obat-obat yang menyebabkan retensi cairan,
misalnya : antiinflamasi nonsteroid,
kortikosteroid dan kortikotropin.
Di samping itu, ada obat-obat yang hepatotoksik.
Hepatotoksisitas yang berhubungan dengan besarnya dosis
terjadi pada dosis yang lebih rendah, dan hepatotoksisitas
yang idiosinkratik terjadi lebih sering pada penderita
dengan penyakit hati.
Contoh obat dengan perubahan atau peningkatan respons
pada penyakit hati dapat dilihat pada Tabel.
Prinsip umum penggunaan obat pada
penyakit hati yang berat :
(1) Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui
ekskresi ginjal.
(2) Hindarkan penggunaan : obat-2 yang mendepresi SSP (tu: morfin),
diuretic tiazid dan diuretic kuat, obat-obat yang menyebabkan
konstipasi, antikoagulan oral, kontrasepsi oral, dan obat-obat
hepatotoksik.
Sedative yang paling aman adalah : oksazepam dan lorazepam.
(3) Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk
obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hati.
Tidak ada pedoman umum untuk menghitung besarnya penurunan
dosis, maka gunakan ecucated guess. Mulailah dengan dosis kecil,
kemudian dosis disesuaikan berdasarkan respons klinik penderita, dan
bila perlu dengan pengukuran kadar obat dalam plasma, serta uji fungsi
hati pada penderita dengan fungsi hati yang berfluktuasi.
Obat Respon Mekanisme utama
Penyakit
hati
* Koma/prekoma Morfin, Ensefalopati Sensitivitas otak naik,
hepatikum barbiturat depresi pernapasan
* Sirosis dengan Diuretik Ensefalopati Kehilangan banyak K
udem atau asites tiazid,
diuretic kuat
* Hepatitis, sirosis Antikoagulan Perdarahan Sintesis faktor-faktor
hepatic oral pembekuan darah turun
* Ikterus obstruktif Idem Idem Absorpsi vitamin K
turun
* Penyakit hati / Kontrasepsi Kolestasis, Metabolisme estrogen
empedu kolestatik oral toksisitas turun
estrogen
naik
Penyakit11 Obat Respons Mekanisme utama

* Penyakit hati Sedatif-hipnoti Koma Sensitivitas otak naik


k,
berat analgesic-narko
tik,
antipsikotik,
antihistamin
Antidiabetik Hipoglikemi, Metabolisme turun,
oral ikterus kadar obat bebas naik
(sulfonylurea),
asidosis laktat
(biguanid)
Teofilin Toksisitas naik Metabolisme turun
Rifampisin Hepatotoksisitas Metabolisme turun
naik
Isoniazid, Hepatotoksisitas Metabolisme turun
pirazinamid, naik
eritromisin
estolat,
metildopa,
klofibrat,
bezafibrat,
klorpromazin,
penghambat
MAO, natrium
valproat,
preparat emas,
parasetamol
dosis besar,
ketokonazol
Lidokain Toksisitas SSP Metabolisme turun
naik
Suksinilkolin Respons naik Pseudokolinesterase
plasma turun

Aspirin Perdarahan Metabolisme turun, kadar


lambung obat bebas naik

Fenilbutazon Perdarahan Metabolisme turun, kadar


lambung, retensi obat bebas naik
cairan

Androgen, Toksisitas naik Metabolisme turun


steroid anabolic

Klomifen Toksisitas naik Metabolisme turun


Simetidin Kebingunanmenta Metabolisme turun
l

Metotreksat Depresi sumsum Metabolisme turun


tulang

Antasid garam Koma Konstipasi


Ca, difenoksilat
Kloramfenikol Depresi Metabolisme turun
* Sirosis sumsum tulang

Niridazol Toksisitas SSP Metabolisme turun


naik
* Penyakit hati Fenitoin Toksisitas SSP Metabolisme turun,
berat, terutama naik kadar obat bebas naik
dengan disfungsi
ginjal
* Hepatitis viral Ergotamin Toksisitas naik Metabolisme turun
akut, ikterus akibat
obat
4. PENYAKIT GINJAL

Penyakit ini mengurangi ekskresi obat aktif maupun metabolitnya


yang aktif melalui ginjal sehingga meningkatkan
kadarnya dalam darah dan jaringan,
dan menimbulkan respons yang berlebihan atau efek toksik.
Di samping itu penyakit ginjal dapat mengurangi kadar protein
plasma (sindrom nefrotik) atau mengurangi ikatan protein plasma
(oleh adanya peningkatan kadar ureum dan
asam lemak bebas dalam darah) sehingga meningkatkan :
kadar obat bebas dalam darah, mengubahkeseimbangan
elektrolit dan asam-basa, meningkatkan sensitivitas atau
respons jaringan terhadap beberapa obat, dan mengurangi atau
menghilangkan efektivitas beberapa obat (lihat Tabel).
Formula to defines GFR

▪ Adult:
Cockcroft-Gault equation
MDRD (modification of diet in renal disease)
equation
▪ Juvenille:
Schwartz equation
Counahan-Barratt equation
Cockcroft-Gault equation
MDRD (modification of diet in
renal disease) equation
Formula Schwarts
Counahan-Barratt equation

GFR (ml/min/1.73m2)= 0.43 X Length/Scr


Prinsip umum penggunaan obat pada gagal ginjal
:
(1) Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui
metabolisme hati, untuk obatnya sendiri maupun untuk metabolit
aktifnya.
(2) Hindarkan penggunaan : golongan tetrasiklin untuk semua derajat
gangguan ginjal (kecuali doksisiklin dan minosiklin yang dapat
diberikan asal fungsi ginjal tetap dimonitor), diuretic merkuri,
diuretic hemat K, diuretic tiazid, antidiabetik oral, dan aspirin
(parasetamol mungkin merupakan analgesic yang paling aman pada
penyakit ginjal).
(3) Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk
obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal.
Penyakit Obat Respons Mekanisme utama

Penyakit
ginjal
Gagal ginjal Penisilin dosis Ensefalopati, anemia Ekskresi turun
besar hemolitik
Gagal ginjal kronik Aminoglikosid Ototoksisitas, Ekskresi turun
nefrotoksisits, blok
neuromuscular
Gangguan ginjal Tetrasiklin Kerusakan ginjal naik Ekskresi turun 🡪
(azotemia naik) efek antianabolik
naik
Gagal ginjal Digoksin Toksisitas naik Ekskresi turun
Gagal ginjal Prokainamid Toksisitas naik Ekskresi turun
Gagal ginjal kronik Diuretik merkuri Nekrosis tubular akut Ekskresi turun
Gagal ginjal Spironolakton, Hiperkalemia Ekskresi turun
triamteren,
amilorid
Gagal ginjal lanjut Tiazid Respons turun, Ekskresi turun
hiperurikemia,
hiperkalsemia,
hiperglikemia
Gagal ginjal Furosemid, asam Ototoksisitas naik Ekskresi turun
etakrinat
Gagal ginjal kronik Klorpropamid, Hipoglikemia Ekskresi turun
asetoheksamid
Uremia Aspirin Perdarahan lambung Ikatan protein
plasma turun
Uremia Tiopental Respons naik Sensitivitas otak
naik, ikatan protein
plasma turun
Gagal ginjal, usia lanjut Simetidin Kebingungan mental Ekskresi turun
yang sakit parah konvulsi
4. FAKTOR GENETIK

Faktor genetic terutama mempengaruhi metabolisme obat.


Kecepatan metabolisme suatu obat bervariasi antar individu,
dengan frekuensi distribusi berupa kurva yang unimodal atau
polimodal. Perbedaan yang nyata terlihat pada kurva distribusi
polimodal dan pada kedua ekstrim kurva yang unimodal.
Farmakogenetik adalah disiplin ilmu yang berhubungan dengan
perubahan respons terhadap obat yang disebabkan oleh faktor
genetic. Disiplin obat yang disebabkan oleh faktor genetic. Disiplin ini
bertujuan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan tersebut dan
mengembangkan cara-cara sederhana untuk mengenali
orang-orangnya, sehingga dosis obat yang sesuai dapat diberikn
kepada mereka untuk mencegah respons yang kurang maupun yang
berlebihan . beberapa obat yang menimbulkan perbedaan respons
berdasarkan faktor genetic dapat dilihat pada Tabel
5. FAKTOR-FAKTOR LAIN

Tabel. CONTOH OBAT YANG MENIMBULKAN RESPONS BERBEDA


KARENA PERBEDAAN GENETIK
Respons Menanisme kerja
Obat
Isoniazid, hidralazin, Asetilator cepat : Perbedaan aktivitas
prokainamid, respons turun, salah satu enzim
sulfametazin, dapson toksisitas oleh asetilsi dalam hati
derivate N-asetil naik
Asetilator lambat :
toksisitas naik

Debrisokuin,metoprolol Hidroksilator kuat : Perbedaan aktivitas


, lidokain, perheksilin respons turun salam satu enzim
Hidroksilator lemat : hidroksilasi dalam hati
respons naik
Suksinikolin Apnea naik Aktivitas
pseudokolinesterase
dalam
Primakuin, klorokuin, Hipertermia maligna Defisiensi
kuinin, kuinidin, sulfa, Anemia hemolitik glucose-6-fosfat
sulfon, nitrofurantoin, dehidrogenase
kloramfenikol, aspirin,
PAS
Halotan, suksinilkolin Tidak diketahui
Interaksi obat Perubahan respon penderita akibat interaksi obat
akan dibahas khusus pada kuliah yang akan datang ………………………

Toleransi farmakokinetik biasanya terjadi karena obat


meningkatkan metabolismenya sendiri (obat merupakan self inducer),
misalnya barbiturate dan rifampisin.

Toleransi farmakodinamik atau toleransi seluler terjadi karena


proses adaptasi sel atau reseptor terhadap obat yang terus menerus
berada di lingkungannya. Dalam hal ini jumlah obat yang mencapai
reseptor tidak bekurang tetapi karena sensitivitas reseptornya berkurang
maka responsnya berkurang. Toleransi ini dapat terjadi terhadap
barbiturate, opiate, benzodiazepine, amfetamin dan nitrat organik
Takifilaksis adalah toleransi farmakodinamik yang terjadi secara
akut. Ini terjadi pada pemberian amin simpatomimetik yang kerjanya
tidak langsung (misalnya efedrin) akibat deplesi neurotransmitor dari
gelembung sinaps.

BIOAVAILABILITAS. Perbedaan bioavailabilitas antar preparat


dari obat yang sama (bioinekivalensi) yang cukup besar dapat
menimbulkan respons terapi yang berbeda (inekivalensi terapi).
Untuk obat dengan batas-batas keamanan yang sempit, dan obat
untuk penyakit yang berbahaya (lifesaving drugs), perbedaan
biovailabilitas antara 10-20 % sudah cukup untuk menimbulkan
inekivalensi terapi. Contoh obat yang seringkali menimbulkan
masalah dalam biovailabilitasnya adalah : digoksin, fenitoin,
dikumarol, tolbutamid, eritromisin, amfoterisin B, dan
nitrofurantoin.
EFEK PLASEBO. Dalam setiap pengobatan, respons yang
diperlihatkan penderita merupakan resultante dari efek farmakologik
obat yang diberikan dan efek placebo (efek yang bukan disebabkan oleh
obat) yang selalu terikut selama pengobatan. Efek placebo ini dapat
berbeda secara individual dan dapat berubah dari waktu ke waktu pada
individu yang sama. Efek ini dapat memperbaiki respons penderita
terhadap pengobatan, tetapi dapat juga merugikan, tergantung dari
kualitas hubungan dokter-penderita. Manifestasinya dapat berupa
perubahan emosi, perasaan subyektif, dan gejala obyektif yang berada
di bawah kontol saraf otonom ataupun somatil.
PENGARUH LINGKUNGAN. Faktor-faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respons penderita terhadap obat antara
lain kebiasaan (merokok, minum alcohol) dan keadaan social budaya
(makanan, pekerjaan, tempat tinggal). Hidrokarbon polisiklik yang
terdapat dalam asap rokok menginduksi sintesis enzim metabolisme
obat-obat tertentu (misalnya teofilin) sehingga mempercepat
biotransformasi obat-obat tersebut dan dengan demikian
mengurangi respons penderita.
K E S I M P U L A N
Dari uraian di atas jelaslah bahwa pengaruh berbagai faktor
tersebut pada respons penderita terhadap obat pada umumnya
menyebabkan regimen dosis obat perlu disesuaikan. Besarnya
penyesuaian dosis biasanya tidak dapat diperhitungkan, jadi hanya
dikira-kira saja berdasarkan educated guess, kecuali dalam hal
penyesuaian terhadap berat badan dan penyesuaian akibat gangguan
fungsi ginjal.
Penyesuaian dosis hasil perhitungan tidak menjamin dosis yang tepat,
karena disamping adanya asumsi-asumsi dalam melakukan perhitungan
farmakokinetik sehingga kadar yang dicapai belum tentu dalam
batas-batas kadar terapi, masih ada faktor-faktor farmakodinamik
yang tidak diperhitungkan, yang dapat membeikan respons yang
menyimpang meskipun kadar yang dicapai sudah benar.
Tetapi penyesuaian dosis hasil perhitungan tentunya lebih mendekati
dosis yang tepat dibandingkan dengan dosis hasil perkiraan saja. Jadi
pada prinsipnya, penyesuaian dosis hasil perhitungan maupun hasil
perkiraan hanya merupakan langkah pertama yang masih memerlukan
penyesuaian dosis lebih lanjut berdasarkan respons klinik dan/atau
kadar obat dalam plasma penderita.
ETIKA pengobatan
dalam islam
Em sutrisna
Dalil naqli
“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu
yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian.” (Q.S. 17/al Isro: 82).
“Hai manusia, telah datang kepadamu
kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu dan
 sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petun
juk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman”.(QS Yunus:57
 “Sesungguhnya Allah telah menurunkan
penyakit dan obatnya, serta memberikan obat
bagi setiap penyakit. Maka berobatlah,
namun janganlah berobat dengan yang
haram.” (H.R. Abu Dawud dari Abu Darda’).
“Sesungguhnya Allah tidak memberikan obat
untuk mengobati penyakitmu dengan hal
yang diharamkan.” (H.R. Imam Bukhari).
Prinsip etika pengobatan
dalam islam
Meyakini bahwa Allah SWT. yang Maha
Menyembuhkan segala penyakit
Menggunakan obat yang halal dan baik 
 Tidak menimbulkan madharat
 Pengobatan tidak bersifat TBC (tahayul,
bid’ah, churafat)
Prfesional
 Selalu ikhtiar dan tawakal
Meyakini bahwa Allah SWT.
yang Maha
“Dan apabila aku sakit, maka Dialah yang
menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu‟ara (26):
80).
Menggunakan obat yang halal
dan baik 
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit
dan obatnya, dan menjadikan setiap
penyakit pasti ada obatnya. Maka berobatlah 
kalian, tapi jangan dengan yang haram.” (HR.
AbuDawud)
Dailam Al-Humairi bertanya kepada Nabi saw.,”Ya
Rasulullah, kami tinggal di negeri yang sangat
dingin, tempat kami melawannya dengan
perbuatan dahsyat, yaitu dengan cara meminum
qamh ini. Khasiatnya bisa
menguatkan tubuh kami dan melawan rasa
dingin negeri kami.” Rasulullah saw. bertanya,
”Apakah minuman itu memabukkan?” “Ya,
memabukkan,” jawabnya. “Tinggalkanlah,” kata
Rasulullah saw. “Tapi orang-orang tidak mau
meninggalkan minuman itu,” balasnya. Maka
Nabi saw. bersabda,”Kalau mereka tidak mau
meninggalkan minuman itu, perangilah mereka.”
(HR. Abu Daud)
Prinsip: dilrang berobat dengan barang
haram KECuali DHORURAT
Syarat dhorurat
mengancam
Tidak ada obat lain yang menggunakan
bahan yang halal.
 Berobat secukupnya, tidak berlebih-lebihan
 Tidak menikmatinya, melainkan hanya
karena keterpaksaan.
Terbukti secara ilmiah, bukan dalam tahap
coba-coba.
HARAM
Pengobatan yang berbau Syirik
Pengobatan dengan barang najis (terapi urin)
Pengobatan dengan barang haram(daging
haram)
Komponen pengobatan modern
yang wajib diwaspadai
Alkohol sebagai pelarut
Gelatin sebagai cangkang kapsul
Vaksin polio/meningitis jika mengandung
tripsin babi🡪haram
Profesional
kompetensi
Gelatin
Menurut data : produk gelatin dunia pada
tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari
sumber kulit sapi sebanyak 28.7 %, kulit babi
sebanyak 41.4% serta kontribusi tulang sapi
sebesar 29.8 %, dan sisanya dari ikan.
Gelatin komersial yang ada di pasaran
dikategorikan sebagai gelatin tipe A dan tipe B.
pengelompokan ini berdasarkan jenis prosesnya,
yaitu proses perendaman asam dan basa. Proses
perendaman asam menghasilkan gelatin tipe A
dan perendaman basa menghasilkan gelatin tipe
B.
Gelatin tipe A umumnya berasal dari kulit babi
yang memiliki titik isoelektrik (titik pengendapan
protein) pada PH yang lebih tinggi (7.5 – 9.0) dari
PH isoelektrik gelatin tipe b (4.8 – 5.0).
Sedangkan gelatin tipe B biasanya bersumber
dari kulit jangat sapi dan tulang sapi.
Sedangkan gelatin ikan dikategorikan sebagai
gelatin tipe A. dalam perkembangannya,
proses pembuatan gelatin yang berasal dari
tulang dapat dilakukan juga dengan
menggunakan cara asam yang lebih
sederhana yang akhirnya juga menggeser PH
isoelektrik pada sekitar 5.5 – 6.0
Secara ekonomis, proses asam lebih disukai
dibanding proses basa. karena perendaman
yang dilakukan dalam proses asam relatif
lebih singkat yaitu (3-4 minggu) dibanding
dengan proses basa (sekitar 3 bulan).
Indonesia setiap tahun mengimpor gelatin
dalam jumlah yang cukup banyak. tahun
2000, Indonesia mengimport gelatin 3.092
ton dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman,
Brasil, Korea, Cina dan Jepang.
(www.iptekda.lipi.go.id) Menurut Nur Wahid,
anggota LPPOM MUI, seratus persen gelatin di
Indonesia merupakan produk impor. Di luar
negeri, sebanyak 70 persen gelatin terbuat
dari kulit babi. (www.republika.co.id).
Waspada terhadap produk-produk yang
mengandung gelatin seperti permen, kue tart,
kosmetika, bahkan cangkang kapsul. Terlebih
lagi jika produk-produk tersebut adalah
produk impor. Tapi, menurut informasi yang
berasal dari Badan POM, gelatin yang masuk
ke Indonesia berasal dari organ sapi.
Berdasarkan data dari indohalal.com, gelatin
yang sudah mendapat sertifikasi halal dari
LPPOM MUI yaitu Hard Gelatin Capsul
Indonesia yang diproduksi oleh PT. Universal
Capsules Indonesia, KCPL-Gelatin Produksi
Kerala Chemical & Proteins Ltd., dan Halagel
TM ( Edible Gelatin, pharmaceutical
gelatin,di-calcium phosphat) yang diproduksi
oleh Halagel (M) Sdn.Bhd
Pro kontra vaksin (sumber
musli.or.id)
KONTRA
◦ Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera,
babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit
infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan
lain-lain.
◦ Efek samping yang membahayakan karena mengandung
mercuri, thimerosal, aluminium, benzetonium klorida,
dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme,
cacat otak, dan lain-lain.
◦ Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak
efek sampingnya.
◦ Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap
orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan
bergaya hidup sehat.
◦ Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk
memperbodoh dan meracuni negara berkembang
dan negara muslim dengan menghancurkan
generasi muda mereka.
◦ Bisnis besar di balik program imunisasi  bagi
mereka yang berkepentingan. Mengambil uang
orang-orang muslim.
◦ Menyingkirkan metode pengobatan dan
pencegahan dari negara-negara berkembang dan
negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun,
kurma, dan habbatussauda.
◦ Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi
dan vaksinasi.
◦ Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang
tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru
lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.
PRO
◦ Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah
banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma,
Rubella, Hepatitis B yang membahayakan ibu dan janin.
Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung
meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
◦ Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit
infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera,
difteri, dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu
burung yg telah mewabah. Hal ini menimbulkam
keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika
tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga
meresahkan masyarakat sekitar.
- Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita
hidup di negara berkembang yang notabene standar
kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup
di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga
gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar
penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.
◦ Efek samping yang membahayakan bisa DI
minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi
ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu
jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar
sesuai kondisi setiap orang.
◦ isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya
vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil
penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan
metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata
banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor
(banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab
utamanya masih harus diteliti.
◦ Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara
barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga.
Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut
dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai
sekarang negara barat juga tetap memberlakukan
vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan
masyarakatnya.
◦ Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi
menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali?
Karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi,
lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit infeksi
sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup
sehatnya tinggi. Mereka sudah mengkonsumsi sayuran
organik. Bandingkan dengan negara berkembang.
Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak
bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna,
pemanis buatan, mie instant, dan lain-lain. Jika kita akan
masuk ke beberapa negara maju, kita wajib divaksin
dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak
ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.
◦ Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi.
Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena
hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi bagian
vaksinContohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal.
Dan jika memang benar haram, maka tetap
diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat,
daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita.
Harus segera dicegah karena sudah banyak yang
terjangkit polio, Hepatitis B, dan TBC
Kebanyakan vaksin yang ada saat ini dibuat
melalui porcine (enzim protease dari babi)
yang ada pada babi. “Yang mengembangkan
adalah negara barat yang tidak
mempermasalahkkan halal-haram,
sebenarnya enzim tersebut juga ada pada
sapi. Tapi ilmuan tetap memakai babi, karena
96 % DNA babi mirip dengan DNA manusia,”
ujarnya.
Waspada terhadap obat mengandung barang
haram🡪WAJIB
Thibbun nabawi
Em sutrisna
batasan
Merupakan pengobatan ala nabi (sumber
quran &sunnah )
Macam
◦ Bekam
◦ Habatus sauda
◦ Madu
◦ ruqyah
◦ Minyak zaitun
◦ siwak
Kesalah pahaman tentag pengobatan modern
&thibun nabawi
◦ Pengobatan modern dari orang kafir
◦ Pengobatan modern menggunakan bahan kimia yng
berbahaya
◦ Tidak menggunakan thibun nabawi dianggap tidak
mengikuti sunah
Menghilangkan kesalahan
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” [Al-Mumtahah: 8]
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik,
menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan ,
berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari
keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka
tidak memerangi kalian karena agama dan selama
mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian,
maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan
dengan mereka karena menjalin hubungan dengan
mereka dalam keadaan seperti ini tidak terlarang
dan tidak mengandung kerusakan.” [Taisir Karimir
Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1,
1424 H]
“ All substances are poison. There is none
that is not poison, the right dose and
indication deferentiate a poison and a
remedy”
” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling
berhadapan maka di ambil yang paling ringan

“Hukum asal sesuatu [perkara dunia] adalah
mubah”
 “hukum wasilah [perkara mubah] sesuai
dengan hukum tujuan”
Dalil naqli
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit
kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu
obatnya.” (HR. Bukhari no. 5678 dan
Muslim, dari Abu Hurairah)
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan
penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya
bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui
orang yang tidak mengetahuinya dan
mengetahui orang yang mengetahuinya.”
(HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453
“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila
obat itu mengenai penyakit akan sembuh
dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim no. 5705)
"Barangsiapa berpura-pura
jadi thabib (dokter) sedangkan ia tidak tahu
mengenal pengobatan, maka dia harus
bertanggung jawab (jika terjadi mala
praktek)." (HR. Ibnu Majah no.3457dan Abu
Daud no.3971
Kesembuhan itu ada 3, dengan meminumkan madu
(bisyurbata „asala), sayatan pisaubekam (syurthota
mihjam), dan dengan besi panas (kayta naar) dan
aku melarang umatku melakukan pengobatan
dengan besi panas.”“Gunakanlah 2 penyembuh;
Al -Quran dan madu.” (HR. ath-Thabrani dari Abu
Hurairah)
Karena itulah Al-Imam Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata:
“Sungguh para tabib telah sepakat bahwa
ketika memungkinkan pengobatan dengan
bahan makanan maka jangan beralih
kepada obat-obatan (kimiawi). Ketika
memungkinkan mengkonsumsi obat yang
sederhana, maka jangan beralih memakai
obat yang kompleks. Mereka mengatakan:
‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan
makanan-makanan tertentu dan
pencegahan, janganlah mencoba
menolaknya dengan obat-obatan’.”
seorang tidak boleh bersandar semata
dengan pengobatan tertentu.
Tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang
menyembuhkan sakitnya, tapi kepada Dzat
yang memberikan penyakit dan
menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
perkataan Nabi Ibrahim tentang
Tuhannya:“Dan apabila aku sakit, Dialah
yang menyembuhkanku.” (Asy-Syu’ara`: 80)
Bekam
"Kesembuhan itu terdapat pada tiga hal,
yakni minum madu, sayatan alat bekam,
dan kay (sundutan) dengan api,
sesungguhnya aku melarang umatku
dari kay." (HR. Bukhari)
Bekam/cupping
Tinjauan ilmiah
◦ Interferon bertambah
◦ Penelitian dg melibatkan banyak ahli dr berbagai
negara tentang manfaat bekam:
● Tensi cenderung normal
● Dalam kasus polisitemia (Kelainan dimana kadar
Hb darah diatas normal, misal 17,5 g/100 ml)
Kadar Hb (Hemoglobin) turun sampai pada batas
normal (12-14 g/100 ml – penerj)
 Dalam kasus penurunan kadar
hemoglobin (Anemia), Kadar Hemoglobin
naik sampai normal yang ditandai
dengan aktivitas tubuh dan
perkembangan kemampuannya dalam
memproduksi sel darah merah secara
normal, selanjutnya meningkatkan
aktivitas dan efektivitas transfer
oksigen melaluinya.
• Kadar gula darah turun pada para
pengidap kencing manis dalam 92,5%
kasus.
Asam urat turun
Kholesterol turun
CPK (Creatine Phosphokinase) turun
dalam 66,66% kasus dan menjadi normal
dalam 92,4% kasus
LDH turun
SGOT&SGPT turun
madu
Sumber nutrisi yang  bernilai tinggi
Mudah larut dalam darah
 Membantu proses pembentukan darah
 Menetralisir kadar asam dalam darah
 Menstabilkan tekanan darah dan
meningkatkan hemoglobin
  Meningkatkan daya tahan tubuh
Antibakteri
Penyembuhan luka
Habatus sauda/nigella
sativa
“Sungguh dalam habbatus sauda’ itu terdapat
penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam.”
Saya bertanya, “Apakah as-sam itu?” Beliau
menjawab, “Kematian”. (HR.Bukhari)
Efek farmakologis
1. Meningkatka fertilitas
2. Antibakteri
3.  antidiabetic,
4. anticancer,
5. immunomodulator,
6. analgesic,
7. anti-inflammatory,
8. spasmolytic,
9. bronchodilator,
10. hepato-protective,
11. renal protective,
12. gastro-protective,
13. antioxidant properties
Thibbun nabawi adalah pengobatan rasional
yg perlu bukti dan dipublikasikanlebih
banyak

Anda mungkin juga menyukai