penemuan obat
&screening obat
► Proses penemuan obat baru merupakan langkah yang sangat
panjang dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Secara garis
besar, penelitian dan pengembangan suatu obat dibagi
menjadi beberapa tahapan sbb:
1. Sintesis dan screening molekul
2. Studi pada hewan percobaan
► Uji farmnakologi
► Uji ketoksikan akut&subkronis
► Uji teratogenik
3. Studi pada manusia yang sehat (healthy volunteers)
4. Studi pada manusia yang sakit (pasien)
5. Studi pada manusia yang sakit dengan populasi diperbesar
6. Studi lanjutan (post marketing surveillance)
► Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap awal
dari rangkaian penemuan suatu obat.
► Di tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang
berpotensi sebagai obat disintesis, dimodifikasi atau
bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau
molekul obat yang diinginkan.
► 🡪penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu
daerah tertapetik yang khas, potensi relatif pada produk
saingan dan bentuk sediaan untuk manusia bisa
diketahui.
► Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal
mungkin mendalami kelemahan molekul tersebut
sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa tersebut.
► Dua paradigma teknologi baru yang berpengaruh
radikal terhadap industri farmasi yaitu
► teknologi informasi dan komunikasi
(information and communication
technologies/ICT)
► bioteknologi.
Dalam hal R&D, ICTmemungkinkan mekanisasi
dan automatisasi penemuan obat dan proses
pengembangannya. Dengan Combinatorial
Chemistry dapat dilakuakn sintesis molekul
yang lebih masal yang dikontrol oleh robot
komputer.
Dengan menggunakan teknologi ini permutasi dan
kombinasi building block kimia dapat dilakukan
secra cepat, mencapai ratusan ribu senyawa
tiap minggu.
Dengan metode yang lama hanya
mengasilkan beberapa ratus senyawa
kimia🡪Kombinasi dariCombinatorial
Chemsitry dan High Throuhput
Screening (HTS) dapat meningkatakan 7
kali lipat dalam pengujian (test) senyawa
kimia untuk dikembankan lebih lanjut
sebagai obat penemuan baru.
Saat ini juga telah dikembangkan program komputer yang
dapat menunjukkan (display) tiga dimensi images of
molecule ketika dirotasi dan juga memberikan
representasi dinamik dari potensi reaksi antara obat
dengan enzim tertent
Komputer juga dapat menunjukkan manipulasi dari sites of
biochemical action dan prediksi tentang toksisitas dan
khasiat (efficacy) dari struktur kimia termaskud serta
efek biologisnya (baca: Bionformatika Docking).
► penelusuran literatur juga harus dilakukan untuk
memberikan pengertian tentang mekanisme pelapukan yang
mungkin terjadi dan kondisi-kondisi yang dapat
meningkatkan peruraian obat.
► Informasi tentang cara atau metode yang diusulkan dari
pemberian obat, seperti juga melihat kembali literatur
tentang formulasi, bioavaibilitas, dan farmakokinetika dari
obat-obat yang serupa, seringkali berguna bila menentukan
bagaimana mengoptimumkan bioavaibilitas suatu kandidat
obat baru.
► Jika suatu senyawa atau molekul aktif telah dibuktikan
secara farmakologis, maka senyawa tersebut selanjutnya
memasuki tahap pengembangan dalam bentuk molekul
optimumnya
► Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses
screening, yang melibatkan pengujian awal obat pada
sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda (biasanya
3 jenis hewan) ditambah uji mikrobiologi untuk
menemukan adanya efek senyawa kimia yang
menguntungkan. Meskipun ada faktor lucky (kebetulan)
dalam upaya ini, umumnya pendekatannya cukup
terkontrol berdasarkan struktur senyawa yang telah
diketahui. Pada tahap ini sering kali dilakukan pengujian
yang melibatkan teratogenitas, mutagenesis dan
karsinogenitas, di samping pemeriksaan LD50, toksisitas
akut dan kronik.
► Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat.
Dari uji ini diperoleh informasi tentang:
► efikasi (efek farmakologi),
► profil farmakokinetik dan
► toksisitas calon obat.
Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian
ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau
organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada
hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu
dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau
beberapa uji menggunakan primata.
Dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat
menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.
Penelitian toksistas merupakan cara potesial untuk
mengevaluasi:
► a. Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat
akut atau kronis
► b. Kerusakan genetik (genotoksisitas atau mutagensis)
► c. Pertumbuhan tumor (onkogenesis atau
karsinogenesis)
► d. Kejadian cacat waktu lahir (teratogenik)
► Di samping uji pada hewan untuk mengurangi penggunaan
hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in
vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya:
► uji aktivitas enzim,
► uji antikanker menggunakan cell line,
► uji antimikroba pada pembenihan mikroba,
► uji antioksidan dengan DPPH,
► uji antiinflamasi, dll untuk menggantikan uji khasiat pada
hewan.
Belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksistas
sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan,
belum ada metode lain yang menjamin hasil yang dapat
menggambarkan toksisitas pada manusia.
► Uji pada hewan percobaan ini juga dirancang dengan
perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu
lebih lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh
karenanya, pada uji pra-klnis ini dirancang dengan
pertimbangan:
► a. Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan lepada
manusia
► b. Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang dituju
dengan pertimbangan khusus untuk anak-anak, wanita
hamil atau orang usia lanjut.
► c. Efek obat menurut dugaan pada manusia.
► Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau
molekul kandidat calon obat tersebut menjadi IND
(Investigasional New Drug) atau obat baru dalam
penelitian. Setelah calon obat dinaytakan mempunyai
kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan maka
selanjutnya diji pada manusia (uji klinik). Uji pada
manusia Uji klinis pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi
Helsinki.
Uji klinik
Target Drug
Studies of -receptor; -ion channel; Candidate
Disease -transporter;
safety testing
-enzyme; - signalling molecule
Mechanisms
Pharmaceutical R&D
Formulation Bio Process R&D
Clinical Investigator
& patient
Regulatory Affairs
Clinical Pharmacology Project Planning & Management
Clinical Research Marketing
Clinical
Phase II
Trials Several hundred health-impaired patients Information Learned
1. Effectiveness in treating disease
Treatment Group Control Group 2. Short-term side effects in health -impaired patients
3. Dose range
Compassionate Use
Clinical Advisory
Committee Regulatory
Trials Review Team
Continued
APPROVAL
Reviews,
PROCESS comments, and
(Ex. FDA)
discussions
Submit to
Regulatory Agencies
Drug Co./Regulatory
liaison activities
New Drug
Application
(NDA)
APPROVAL
Physiology
Pharmaco- Physiology
Metabolis Safety
m dynamics Pharmacology
Safety
Assessment Immunology
In Vivo activity Pharmacokinetic
Properties
Pharmacology Behavior
Pathology Enzymology
Physiology Physical Physiology
Chemistry
Plant Based Drugs and Medicines
Ephedrine
Plant Based Drugs and Medicines
EM Sutrisna
Pengertian
• EBM: penggunaan bukti terbaik saat ini yg
bijaksana, tegas &penuh pertimbangan dalam
pengambilan keputusan yg terkait dg
pelayanan pasien individual (prof.David
Sackett)
• Metode Bandolier: kategori I(bukti terkuat)
sampai kategori V (bukti terlemah)
• Confidence interval 95%
EBM
• Strength of Recommendation:
• Class I: Conditions for which there is evidence/general agreement
that a given procedure/therapy is useful and effective.
www.guidelines.gov/
Obat-obatan
obat Indikasi/rekomendasi KI Dose
EM Sutrisna
• Resep Menurut UU: permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi
atau dokter hewan kepada
apoteker pengelola apotek (APA)
untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita,
sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
• Peraturan Men.Kes. RI No.
26/MenKes/Per/I/1981 Bab II.
Resep
• Keputusan Men.Kes. RI No.
28/MenKes/SK/V/1981 Bab II.
Resep
• Resep merupakan perintah dari
penulisnaya kepada apotik sebagai
pihak yang memebrikan obat
• Penulis: dokter, drg, drh
• Yang menyerahkan obat: apoteker,
asisten aptk
• Menurut makna luas: resep
merupakan perwujudan cara terapi
dokter kepada penderita yang
memerlukan pengobatan, maka
harus ditulis secara benar dan
rasional.
Informasi dalam resep
• Tiap negara punya standar sendiri
• Resep yang lengkap menurut SK MenKes RI No.
26/1981 (Bab III, pasal 10) memuat:
• Nama, alamat, NSIP dokter, tanggal penulisan R/
• Nama setiap obat/komponen obat
• Tanda R/, tanda tangan/paraf dokter
• Tanda seru dan paraf dokter untuk obat dengan
jumlah melebihi dosis maksimum
• Kertas resep uk ideal lebar 10-12 cm, panjang
15-18cm
• Sebaiknya rangka 2, 1 untuk pasien & 1
untuk arsip dokter
• Setelah 3 tahun resep boleh dimusnahkan
dengan mebuat berita acara pemusnahan (SK
Menkes RI no 280/MenKes/SK/V/1981
mengenai penyimpana resep di apotik)
Apograph(resep salinan)
• Apograp diperlakukan sama seperti kertas
resep asli
• Apograph dibuatkan oleh apotek atas:
• Permintaan dokter:jika ada tanda iteretur, miasal
“iter 1x” berarti boleh diulang 1 x tanpa resep
dokter & tanda “N.I.”(no iter) =resep tidak boleh
diulang
• Permintaan pasien:hanya boleh jika resep asli
tidak mengandung bahan narkotika, psikotropika
dan obat G
Ketentuan menulis resep
• Dokter bertanggung jawab secara hukum
• Resep mudah dibaca oleh petugas
• Ditulis dengan tinta
• Tulis tanggal dg jelas
• Untuk anak <12th cantumkan umur dan BB
• Alamt penderita jelas
• Jumlah sediaan obat hindari angka desimal
• Jika kurang dari 0,5g tulis dalam 500 mg
• Jika kurang dari 1 mg tulis dalam microgram
• Obat cair dg mL hindarkan cc atau cm3
• Aturan pemakaian ditulis dalam bahasa latin
• Nama penderita di belakang pro: identitas
jelas & sebaiknya diberi alamat, jika anak
dicantumkan umurnya dan jika untuk hewan
dituliskan jenis hewannya
• Untuk resep tanpa narkotika/psikotropika
cukup paraf
• Untuk resep dg narkotika/psikotropika harus
dg tanda tangan
• Resep yang mengandung narkotika :
- harus ditulis tersendiri
- tidak boleh ada iterasi (ulangan)
- dituliskan nama pasien, tidak boleh
Su.p/usus propius (untuk pemakaian
sendiri)
- alamat pasien ditulis dengan jelas
- aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas,
tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus
(sudah tahu aturan pakai)
Bagian bagian resep
• Identitas dokter&tempat praktek, SIP dll
• Superscriptio: R/ berarti recipe (harap
diambil)
• Inscriptio
• Nama jenis/bahan obat
• Kekuatan obat
• Jumlah sediaan obat
• Cara pembuatan/bentuk sediaan yg
diinginkan
• Subscriptio
• BSO dan jumlah
• Signatura
• Aturan pakai: dgn signa (disingkat S)
• .Nama penderita dibelakang Pro , dan BB (terutama
jika anak)
ETIKA Penulisan resep
• ditulis secara jelas, dapat dibaca,lengkap dan
memenuhi aturan perundangan serta kaidah yang
berlaku.
• Memperhatikan 5T,1W
• Tepat indikasi
• Tepat obat
• Tepat Penderita
• Tepat BSO
• Tepat dosis
• Waspada ADRs
Tepat indikasi
• Pemberian obat sesuai indikasikelas
terapi
• Diagnosis hipertensi🡪antihipertensi
• DM🡪OAD
Tepat obat
• Pemiilihan obat berbasis EBM
• Pilih drugs of choice sesai EBM
Derajad EBM
• Meta-Analysis(Systematic Review)
• Randomized
Controlled Trial (RCT)
• Non RCT
• Cohort studies
• Case Control studies
• Case Series/Case Reports
• Quasi exerimental
• Animal research/Laboratory study
Tipe dan kekuatan dari manfaat
bukti
• Ia.meta analisis: bukti kuat dari sedikitnya 1kajian sistematis uji
coba klinis multiple,random&terkontrol yg dirancang dg baik
• Ib.RCT: bukti kuat dari sedikitnya 1 uji coba klinis
random&terkontrol (RCT) yg dirancang dg baik dg ukuran
sample yg memadai
• IIa. Non RCT: bukti kuat dari uji coba klinis yg dirancang dg
baik tanpa randomisasi,kelompok tuggal sebelum &setelah
pengobatan,
• IIb: quasi experimental
• III.Observasional
• IV.expert opinion
Kegunaan LoE terhadap rekomendasi
• Strength of Recommendation:
• Class I: Conditions for which there is evidence/general agreement
that a given procedure/therapy is useful and effective.
www.guidelines.gov/
INGAT KETERBATASAN
EBM
Tepat penderita
• Pemilihan obat dengan memperhatikan
kondisi fisiologis &patologis penderita
Tepat dosis
• Gunakan dosis efektif (dosis terkecil
dengan efek optimum) kecuali antibiotik
(dosis standar)
• Jika pemberian obat>1 perhatikan
interaksi obat
• Interaksi farmasetika/inkompatibilitas
• Interaksi farmakokinetika
• Interaksi farmakodinamika
• Interaksi obat akan merubah efek
obat
• Additive effect: 1+1=2
• Synergistic effect: 1+1>2
• Potensiasi effect: 1+0=2
• Antagonisme: 1+1=0
Tepat BSO
• Pilih BSO yang menjamin proses kinetik
optimum
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….
R/parasetamol 500mg
CTM 4mg
Sac. Lac qs
Mf pulv dtd no XV
S 3 dd pulv I
paraf
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….
R/parasetamol 375mg
CTM 3mg
Sac. Lac qs
Mf pulv dtd no XV
S 3 dd pulv I
paraf
Contoh resep
• Dr. X
jln……., kota………
SIP……….
– Efek terapi :
– Efek samping :
– Pemantauan Kadar Obat (Therapeutic Drug
Monitoring) :
Untuk obat dengan Indeks Terapeutik yang sempit,
pemakaian yang lama, adanya gangguan organ-
organ pemetabolisme dan ekskresi, kadar optimal
harus tetap dipertahankan agar terhindar dari gejala
keracunan dan agar ada korelasi yang
kuat antara konsentrasi obat dalam darah
dengan respons terapi yang terjadi
- – Menghentikan pemberian :
- – Penggantian terapi :
- Biasanya dilakukan bila efek terapi yang diharapkan
tidak
terjadi atau terjadi reaksi efek samping obat yang
tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Keputusan
penggantian terapi ini tidak sederhana karena
mempertimbangkan berbagai faktor,
a.l. wash-out period dari obat yang akan diganti,
adanya fenomena resistensi silang, toleransi silang,
(cross-resistance, crosstolerance) dari obat yang
sejenis atau sekelas
PEMILIHAN PENGOBATAN SECARA
RASIONAL
• Di dasarkan pada:
– 1. Diagnosis yang tepat.
– 2. Data (anamnesis, gejala dan tanda klinis,
pemeriksaan penunjang lainnya dan laboratorium)
yang cukup dan akurat dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit.
– 3. Pengetahuan tentang farmakologi dan
biokimiawi dari obat dan metabolitnya serta sifat
farmakokinetik ōbat tersebut baik pada orang
sehat atau sakit.
- 4. Kemampuan untuk menterjemahkan
pengetahuan di atas dengan situasi klinis yang
dihadapi.
- 5. Prakiraan efek obat yang terjadi
berhubungan dengan patofisiologi dan
farmakologi obat.
-6 Perencanaan melakukan
pengukuran-pengukuran untuk memantau
efikasi dan efek samping yang mungkin terjadi
• Pemberian obat rasional harus
mempertimbangkan 4T&1W
– Tepat indikasi
– Tepat obat
– Tepat penderita
– Tepat dosis
– Waspada efek samping obat
•
a. Tepat indikasiTepat indikasi adalah pengob
atan didasarkan atas keluhan individual dan h
asilpemeriksaan fisik yang akurat baik itu
vital sign maupun hasil
data laboratorium.Selain itu, pengobatan juga
dilakukan sesuai dengan standar
medis/panduan klinisatau sesuai dengan
penyakit yang dihadapinya (WHO, 1993)
• b. Tepat penderitaTidak ada kontra indikasi dan
kemungkinan efek yang tidak
diinginkan (WHO,1993). Beberapa faktor
penderita yang perlu mendapat perhatian di
antaranya usialanjut, obesitas, diabetes mellitus, ma
dan fungsi faal ginjal
• Contoh :- Pemberian sodium dokusat 500 mg
(golongan fecal softener) yang amandan sesuai
untuk mengatasi konstipasi pada ibu hamil
• Tepat obatPemilihan jenis obat harus memenuhi
beberapa segi pertimbangan, yakni:
– Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara
pasti
– Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat
dengan manfaat dankeamanan yang sama dan paling
terjangkau oleh pasien (affordable)
– Jenis obat yang paling mudah didapat (available).
Rx segera
Rx lambat
Disampaikan :Sutrisna, MD
Pendahuluan
• Obat: zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup
• Farmakologi: ilmu yang mempelajari tentang obat
• Farmakologi klinik: cabang farmakologi yang mempelajari efek
obat pada manusia
• Farmakoterapi: cabang ilmu tentang penggunaan obat untuk
pencegahan dan pengobatan
• Farmakokinetik: aspek farmakologi yang mencakup nasib obat
dalam tubuh yang meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi
• Farmakodinamik:aspek farmakologi yang mencakup efek
biokimiawi dan dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
Tahapan penemuan obat
• Uji praklinis
• Uji efek farmakologi
• Uji toksikologi akut,kronis,subkronis
• Uji teratogenik
• Uji mutagenik
• dll
• Uji klinis
• Tahap I : pd orang sehat
• Tahap II : pd orang sakit terbatas
• Tahap III : pada orang sakit jumlah>banyak
• Tahap IV : post marketing survailance
Farmakokinetik
• Menentukan hubungan dosis obat-konsentrasi obat
dalam darah
• Proses farmakokinetik meliputi: absorbsi, distribusi,
metabolisme, eksresi
• Obat yang masuk dalam tubuh mengalami
absorbsi/penyerapan,distribusi/penyebaran,metabolism
e dan ekskresi pengeluaran dari tubuh(ADME/absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi)
• Obat masuk tubuh dengan berbagai cara
• Enteral: per oral/melalui mulut,supposituria
• Parentaral: injeksi IM(intra muskuler),IV(in,tra
vena), SC(sub cutan), IC(intra kutan)
• Topikal( kulit&mata)
Tempat kerja
/reseptor Depot jaringan
Terikat bebas Bebas terikat
Sirkulasi sistemik
- Dosis
- Interval pemberian
- Waktu
Farmakokinetik
D / f.D KS eliminasi
Vd= X/C
• Vd: volume distribusi
• X: jumlah obat dalam tubuh
• C: kadar obat dalam plasma
PERHITUNGAN AUC
Paramater Farmakokinetik
3. CLEARANCE (bersihan)
F = Cp . GFR mg/min
{(1 – p) . Cp} . GFR mg/min
GFR
FF = = 0,20 – 0,25
RBF
Cl T = ke x Vd
0.693 x Vd
=
t 1/2
Cu . V
CLR = ml/min
Cp
Cu . V
CLR = ml/min
( 1 – p ) . Cp
E = Cu . V
Metabolisme obat
obat
Fase II
konjugasi
Clearance hepar ( ClH )
= Cli . fu
ln Xt = - k et
Xo -t½ = konstan
0,693 Xt
t½ = - = 0,5
ke Xo
Cl = ke . Vd - ln 0,5 = - 0,693
Cl = 0,693 . Vd
t 1/2
• Dalam tubuh obat harus menembus barrier/sawar sel diberbagai
jaringan🡪transpor lintas membran
• Membran sel terdiri 2 lapis lemak yang mebentuk fase hidrofilik
dikedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya
• Cara transport lintas membran terpenting: difusi dan transport
aktif
• Cara transport teresebut tergantung dari BM, derajad kelarutan
dalam air dan lemak &derajad ionisasi
• Bentuk non ion mudah larut dalam lemak 🡪mudah difusi
• Umumnya sbsorbsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif
• Membran sel berupa semipermiabel yi mudah dilalui oleh air dan
obat BM kecil(BM<200)🡪kanal hidrofilik
• Transport obat melalui indotel kapiler terutama melalui
celah antar sel (kecuali Saraf pusat) yang dapat dilalui
senyawa BM 69.000
• Pinositosis: transpor obat dg membentuk vesikel seperti
pada protein
• Transport aktif biasanya pd sel saraf, hati dan tubulus
ginjal🡪perlu energi
• Difusi terfasilitasi: proses transport yg terjadi dg
bantuan faktor pembawa/carier yg merupakan
komponen membran sel tanpa perlu energi misal
transpor glukosa kedalam sel
Absorpsi/bioavailabilitas
• Absorpsi: proses penyerapan obat dari tempat pemberian
menyangkut kelengkapan (%dari jumlah obat yg diberikan) dan
kecepatan proses tersebut
• Bioavailabilitas: jumlah obat(dalam % thd dosis)yg mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif ini terjadi karena
beberapa obat tidak semua yg diabsorpsi dari tempat pemberian
akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim dinding usus (p.o) atau di hati pada lintasan
pertamanya di organ tersebut ini disebut metabolisme/eliminasi
lintas pertama/eliminasi prasistemik(first past metabolism).
Eliminasi lintas. Eliminasi lintas pertama ini dapt
dihindari/dikurangi dengan pemberian obat secara parenteral
(lidokain), sublingual(nitrogliserin), rektal atau meberikannya
bersama makanan
Faktor yg mempengaruhi bioavailabilitas
obat oral
• Faktor obat
• Sifat fisikokimiawi obat
• Formulasi obat
• Faktor penderita
• PH saluran cerna
• Kecepatan pengosongan lambung
• Waktu transit di saluran cerna
• Kapasitas absorpsi
• Metabolisme di lumen usus
• Kapasitas metabolisme di dinding saluran cerna&hati
• Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna
• Makanan,antasida,perubahan motilitas usus(opiat), perubahan perfusi sal.
Cerna(obat kardiovaskuler), gangguan fungsi normal mukosa
usus(neomisin,kolkisin),interaksi langsung
Pemberian obat per oral
• Paling umum dilakukan
• Perlu kerjasama penderita
• Banyak faktor mempengaruhi bioavailabilitasnya
• Tidak bisa pada psien koma
• Dapat mengiritasi saluran cerna
• Absorpsi biasanya secara difusi pasif sehinggga mudah untuk obat dalam
bentuk non ion dan larut dalam lipid
• Absorpsi diusus halus lebih cepat dari lambung tetapi jumlah yang mencapai
sistemik tidak dipengarugi oleh motilitas lambung tersebut kecuali pada:
• Obat yg absorpsinya lambat karena sukar larut dalam sal.
Cerna(digoksin,prednison)
• Seian salut interik
• Obat yg mengalami metabolisme disaluran cerna misal penisilin G& eritromisin
oleh asam lambung dan levodopa&klorpromazin oleh enzim dinding saluran cerna
• Absorpsi secara transport aktif terjadi terutama di usus halus
untuk zat makanan, glukosa, asam amino dll.
• Kecepatan absorpsi obat padat ditentukan oleh kecepatan
disintegrasi dan disolusinya sehinga ada sediaan lepas
lambat(sustained release) untuk memeprpanjang masa absoprsi
dan ada tablet salut interik untuk menghindarai dirusak asam
lambung dan mengakibatkan iritasi lambung
• Absorpsi bisa dimukosa mulut (tidak banyak) misal
nitrogliserin🡪terhindar metabolisme lintas pertama
• Pemberian perektal 50% yg diabsorpsi rektal melalui sistem porta
hepar
Pemberin suntikan
• Kelebihan
• Efek lebih cepat
• Dapat diberikan pd penderita koma, muntah muntah dll
• Sangat berguna dalam emergensi
• Kekurangan
• Nyeri
• Jika asepsis menularkan penyakit
• Harus oleh tenaga medis
• Tidak praktis&ekonomis
Macam suntikan
• IV (intra vena)
• IM (intra muskuler)
• SK (sub kutan)
• Intra kutan
• Intra tekal
• intraperitoneal
Intra vena
• Keuntungan
• Efek cepat &tepat
• Bisa diberikan untuk obat yg mengiritasi lambung
• Kerugian
• Mudah toksik
• Suntikan pelan pelan
subkutan
• Hanya untuk obat yg tidak mengiritasi jaringan
• Absorpsi lambat dan konstan sehingga efek
lebih lama
intramuskular
• Kelarutan obat dalam air menetukan kecepatan
absorpsi
• Obat yg sukar larut dalam air
(digoksin,fenitoin,diazepam), akan mengendap
ditempat suntikan sehingga absorpsinya
lambat,tidak lengkap &tidak teratur dan
sebaliknya
intratekal
• Suntikan langsung ke ruang subarachnoid spinal
(misal pada anestesi dan obat pada infeksi
sistem saraf pusat
intraperitoneal
• Hanya pada hewan uji karena bahaya infeksi
Inhalasi/pemberian melalui paru paru
• Hanya untuk obat bentuk gas atau cairan yg mudah
menguap
• Absorpsi melalui epitel paru &mukosa sal. Nafas
• Absorpsi cepat akrena permukaan absorpsinya luas,
terhindar eliminasi lintas pertama, bisa langsung ke
bronkus pd penderita asma
• Kerugian: perlu alat/metode khusus, sukar mengatur
dosis dan sering obat mengiritasi epitel paru
Pemberian topikal
• Topikal kulit
• Tergantung kelarutan obat dalam lemak karena
epidermis bertindak sebagai sawar lemak
• Topikal mata
• Efek lokal mata
• Absorpsi obat melalui kornea
Distribusi
• Setelah diabsorbsi obat akan didistribusi
• Dibedakan atas 2 fase:
• Fase I: segera setelah penyerapan, keorgan yg Perfusinya sangat baik misalnya
jantung, hati, ginjal dan otak
• Fase II: jauh lebih luas yi mencakup jaringan yg perfusinya tidak sebaik organ di
atas misalnya:otot, viscera, kulit dll. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan
setelah waktu yg agak lama. Difusi ke ruang intersel lebih cepat karena celah
antar sel indotel kapiler mampu melewatkan semua obat bebas kecuali di otak.
Obat yg larut lemak akan akan mudah menembus membran sel, sedang yg tidak
larut dalam lipid akan sulit menembus membran dan hanya terdistribusi cairan
ekstrasel.
• Distribusi juga dipengaruhi oleh ikatan obat pada protein plasma yg dipengaruhi
afinitas obat pada protein palsma. Ikatan obat pd protein akan berkurang pada
malnutrisi
• Redistribusi:faktor yg dapat menghentikan kerja obat. Fenomena ini akan terjadi pada
obat yg sangat larut dalam lipid misal thiopental. Karena aliran darah ke otak sangat
tinggi setelah disunikan IV obat segera mencapai kadar maksimal dalam otak tetapi
karena kadar dalam plasma dg cepat menurun akibat difusi ke jaringan lain maka
tiopental dalam otak juga secra cepat akan berdifusi lagi keplasma untuk selanjutnya
diredistribusi ke jaringan lain
• Eliminasi obat dari otak kembali kedarah terjadi melalui
3 cara:
• Transport aktif melalui epitel pleksus koroid dari cairan
LCS/liquor cerebro spinalis/cairan otak kekapiler darah untuk
ion organik misal penisilin
• Difusi pasif lewat sawar darah-otak dan sawar darah-CCS
dipleksus koroid untuk obat yg larut lemak
• Ikut bersama aliran LCS melalii vili araknoid ke sinus vena
untuk semua obat&metabolit indogen, larut lemak/tidak,
ukuran kecil/besar
Biotransformasi/metabolisme
• Adalah proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh
enzim
• Pada proses ini :
• molekul obat diubah jadi lebih polar(mudah larut dalam air)
• Umumnya obat dibuat jadi metabolit inaktif, tapi ada yg metabolitnya sama/lebih aktif
• Dibagi:
• Reaksi fase I: oksidasi, reduksi &hidrolisis🡪merubah obat jd lebih polar yg bisa inaktif, kurang
aktif atau lebih aktif dari bentuk asalnya
• Reaksi fase II: reaksi sintetik/konjugasi🡪konjugasi metabolit fase I yg lebih polar &lebih
mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi🡪metabolitny bisanya tidak aktif kecuali
untuk pro drug
• Tidak semua obat dimetabolisme melalui 2 fase ini
• Enzim pada biotransformasi dibagi2:
• Enzim mikrosom(di retikulum endoplasma halus)🡪mengkatalis reaksi konjugasi glukoronid,
reaksi oksidasi obat, reduksi dan hidrolisis
• Enzim non mikrozom🡪mengkatalis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisis
• Kedua enzim tersebut terutama tdp di hati
• Sebaian besar biotransformasi obat dikatalis oleh enzim mikrosom hepar
• Glkoronid merupakan metabolit utama dari obat yg punya gugus fenol, alkohol atau
asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat diekresi lewat ginjal
• Oksidasi obat obat tertentu oleh sitokrom P450 menghasilkan senyawa yg sangat
reaktif yg dalam keadan normal segera diubah mjd metabolit yg lebih stabil
• Enzim non mikrosom mengkatalis semua reaksi konjugasi yg bukan dg glukoronat yi
konjugasi dg asam asetat, glisin, glutation, asam sulfat, asam fosfat dan gugus metil
• Aktivitas enzim mikrosom dan non mikrosom ditentukan oleh genetik shg kecepatan
metabolisme obat antar individu bervariasi sampai 6 kali lipat/>lebih
• Pada bayi prematur aktivitas enzim metabolisme ini rendah &fungsi ekskresi maupun
sawar darah –otak yg belum sempurna sehingga mudah toksik
• Reaksi fase I
• Reaksi oksidasi:melibatkan oksidase(menarik H+, ), monooksigenase(1 atom oksigen dari
molekul oksigen diikat pada bahan lain&atom oksigen lain direduksi jadi
air)&dioksigenase(memasukkan kedua atom dari 1 molekul oksigen ke xenobiotika).
Monoksigenase(mikrosom) mengandung sitokrom P450 dan P448. selain diatas enzim
pengoksidasi penting lainnya : alkoholdehidrogenase, monoaminoksidase,aldehide-oksidase
dan N-oksidase
• Reaksi fase II:reaksi konjugase yg melibatkan transferase. Reaksi ini meliputi:
• Reaksi antara senyawa yg punya gugus hidroksil alkohol/fenol, gugus amino,gugus
sulfihidril&sebagian juga gugus karboksil dg senyawa tubuh sendiri yg kaya energi
• Reaksi penggabungan antara senyawa asing setelah diaktivasi dg senyawa tubuh sendiri
• Reaksi fase II terpenting adalah konjugasi dg:
• Asam glukoronat aktif
• Asam amino
• Sulfat aktif
• Asam asetat aktif
• S-adenosil metionin
Ekskresi
• Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting
• Glomerulus: filtrasi. Semua obat yg tidak terikat protein
plasma akan terfiltrasi
• Tubulus proksimal&distal:reabsorpsi pasif untuk bentuk non
ion. Jika urin basa, reabsorpsi berkurang shg ekskresi
meningkat &sebaliknya
• Pada fungsi ginjal yg menurun, ekskresi akan
berkurang shg dosis perlu diturunkan atau interval perlu
diperpanjang
Terima kasih
PHARMACOGENETICS:
HUMAN POLYMORPHISMS
pendahuluan
► We are all defference
But
► Kita diobati dengan obat & metode yang
sama
► Trial and error
implikasi
► Miliaran rupiah dibelanjakan untuk
pengobtan yang tidak efektif
► Reaksi serius🡪 >>2,2 juta, dengan
kematian >100.000
Limitasi pharmacothreatment
► Mengapa pengobatan efektif pada
seseorang sementara tidak efektif pada
yang lain?
► Mengapa seseorang menderita ADR
sementara yang lain tidak?
7% of patients are hospitalized due to adverse drug
events
JAMA 1998, 279:1200-1205
• Additional duration of hospitalization : 2.2 days
• Additional costs : 3.000,- US$
JAMA 1997, 277:307-311
• In departments of psychiatry the proportion of
patients hospitalized due to adverse drug events is
estimated with 16%
solusi?
Solusi-🡪Pharmacogenetics/genomic
: pharmacology + genetics
🡪mempelajari bagaiamana pengaruh genetik
terhadap respon pengobatan
Pharmacogenomic: study tentang genom
manusia termasuk variasi genetik, RNA,
ekspresi protein individu yang berbeda
untuk memprediksi respon pengobatan pada
individu/kelompok individu
sejarah
► 1953 : Watson and Crick describe DNA’s double helix. Bonicke
et al describe slow and rapid acetylation of isoniazid
► 1956 : Alving et al discover a genetic link to haemolytic
reactions to primaquine
► 1957 : Motulsky proposes that ‘inheritance might explain
many individual differences in the efficacy of drugs and in the occurrence
of adverse drug reactions ’
► 1959 : Vogel introduces the term “Pharmacogenetics” to
indicate the influence of heredity on drug response
► 1960 : Evans establishes the genetic control of isoniazid
acetylation
► 1990 : Human genome project is started and completed 2003
► 1962: Kalow 🡪mengenalkan
pharmacogenetics sebagai
hub.herediter🡪respon obat
► In 1975, several laboratory scientists at St.Mary’s
Hospital Medical School in London each ingested a
40 mg dose of debrisoquine, an anti hypertensive
drug then in clinical use.
► While the majority of the researchers reported no
adverse side effects
► Robert L. Smith experienced dizziness and suffered
from a bout of orthostatic hypotension that lasted
several days (A. Mahgoub et al., Lancet 1977;2:584-6)
Tujuan pharmacogenomics
► Avoid adverse drug reactions
► Maximize drug efficacy
► Select responsive patients
► Pharmacogenetics didefinisikan sebagai adanya variasi
genetik yang dapat menimbulkan respon obat yang
berbeda pada suatu individu (respon obat yang
berbeda🡪dicarai perbedaan genetiknya pada individu)
► Pharmacogenomics🡪populasi
► Tujuan studi farmakogenetik adalah penggunaan informasi
genetik untuk menentukan jenis obat, dosis obat dan
durasi pengobatan sehingga didapatkan efek terapi yang
optimal dengan sedikit efek samping. Dengan adanya riset
tentang farmakogenetik akan memungkinkan seorang
klinisi menggunakan hasil test genetik dalam meramalkan
respon individu terhadap pengobatan dan menseleksi obat
pada pasien berdasar profil DNA-nya (Cavallari & Lam,
2005)
Types of polymorphism
– SNPs
– Indel (insertion, deletion)
– VNTR (Variable Number Tandem Repeat)*
– Haplotype
Populations
– Types of populations
– Geographic project
Significance
G Protein Beta 3 Gene (GNB3) Case:
O-demethylation
Morphine
CYP2D6
B. IM
(intermediate
metabolizer)
C. EM
(extensive
metabolizer)
D. UM
(Ultra
Metabolizer)
► (Ref:http://www.hcroi.com/presentations
/Coleman,%20Howard%20(session%201
1.05).ppt)
Based on PGx data,
FDA started to include PGx-based
drug safety and efficacy drug labels !
Succinylcholine is metabolized by
pseudocholinesterase
► Genetic variation is one of the major factors determining the
activity of enzyme
SUCCINYLCHOLINE APNEA
► Pseudocholinesterase deficiency
decreases succinylcholine inactivation.
Em Sutrisna
Pendahuluan
● Antimikroba: obat pembunuh mikroba (yg
merugikan manusia)
● Antibiotika (AB): Zat yg dihasilkan oleh suatu
mikroba terutama fungi yg dpt membasmi
mikroba lain
● Dewasa ini Banyak antibiotik yg dibuat secara
sintetik/semisintetik yg dalam
perkembangannya sering juga digolongkan
antibiotika misal sulfonamid, quinolon dll
● Antibiotika yang akan digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab infeksi
pada manusia, harus mememiliki sifat
toksisitas selektif setinggi mungkin.
● Artinya, antibiotika tersebut haruslah
bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Aktivitas antibiotika
● Bakterisid: membunuh bakteri
● Bakteriostatik: menghambat pertumbuhan
bakteri
● AB spektruk luas (broad spectrum): bisa
membunuh/menghambat bakteri gram + dan –
● AB spektruk sempit (narrow spectrum): hanya
membunuh/menghambat bakteri gram + atau -
saja
Penggolongan antibiotik
● Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
● Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja
dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada
dinding sel bakteri.
● Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
● Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan
menghambat sintesis protein dari bakteri.
● Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan
menghambat sintesis peptidoglikan.
● Antibiotika golongan beta laktam golongan lain,
bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel
bakteri.
● Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan
menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase
yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi
DNA bakteri.
● Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja
dengan menghambat sintesis protein
dari bakteri.
● Kombinasi antibakteri
Mekanisme kerja AB
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
3. Mengganggu permiabilitas membran sel
mikroba
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
5. Menghambat sintesis /merusak asam nukleat
sel mikroba
AB yg menghambat
metabolisme sel mikroba
● Termasuk ini:
• Sulfonamid
• Trimetoprim
• Asam-p aminosalisilat(PAS)
● Mikroba perlu asam folat
● Obat ini bersaing dg PABA(para aminobensoic acid)
membentuk asam folat non fungsional🡪akibatnya
mikroba mati
● Obat ini bersifat bakteriostatik
● PAS merupakan analog PABA yg menghmabat sintesis
asam folat pd M TBC
AB yg menghambat sintesis
dinding sel
● Termasuk disini:
• Penisilin
• Sefalosforin
• Basitrasin
• Vankomisin
• sikloserin
AB yg mengganggu keutuhan
membran sel mikroba
● Termasuk:
• Polimiksin
• Golongan polien
• Antimikroba untuk kemoterapi
● Jika dinding sel rusak🡪protein,asam
nukleat, nukleotida bakteri keluar dai
dalam sel bakteri🡪mati
AB yg menghambat sintesis
protein sel mikroba
● Termasuk:
• Aminoglikosida
• Makrolid
• Linkomisin
• Tetrasiklin
• klorampenikol
AB yg menghmabat sintesis
asam nukleat sel mikroba
● Termasuk:
• Rimfamisin
• kuionolon
Uraian antibiotik tiap golongan
Aminoglikosida
● Aminoglikosid merupakan produk
streptomises atau fungus lainnya.
Seperti Streptomyces griseus untuk
Streptomisin, Streptomyses fradiae
untuk Neomisin, Streptomyces
kanamyceticus untuk Kanamisin,
Streptomyces tenebrarius untuk
Tobramisin, Micromomospora purpures
untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin
A untuk Amikasin.
● Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan
untuk bakteri gram negatif.
Aminoglikosid pertama yang ditemukan
adalah Streptomisin.
● Aktivitas bakteri Aminoglikosid
(Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin,
Netilmisin dan Amikasin) terutama tertuju
pada basil gram negatif yang aerobik
(yang hidup dengan oksigen).
● Sediaan dari Aminoglikosid dapat dibagi dalam dua
kelompok :
• Sediaan Aminoglikosid sistemik untuk pemberian
IM atau IV yaitu Amikasin, Gentamisin, Kanamisin
dan Streptomisin
• Sediaan Aminoglikosid topikal terdiri dari
Aminosidin, Kanamisin, Neomisin, Gentamisin
dan Streptomisin. Dalam kelompok topikal
termasuk juga semua Aminoglikosid yang
diberikan per oral untuk mendapatkan efek lokal
dalam lumen saluran cerna.
● Streptomisin
• Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang
mengandung 1 atau 5 g zat. Kadar larutan tergantung dari cara
pemberian yang direncanakan; dan cara penyuntikan
tergantung dari jenis dan lokasi infeksi.
• Suntikan IiM merupakan cara yang paling sering diberikan.
Dosis total sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1
g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian
dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis
untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali
penyuntikkan.
● Gentamisin
• Tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau
ampul 60mg/1,5 ml; 80 mg/2 ml; 120 mg/3 ml
dan 280 mg/2 ml. Salep atau krim dalam
kadar 0,1 and 0,3 % salep mata 0,3 %.
● Kanamisin
• Untuk sediaan tersedia larutan dan bubuk
kering. Larutan dalam vial ekuivalen dengan
basa Kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 g/3 ml
untuk orang dewasa; serta 75 mg/2 ml untuk
anak. Vial bubuk kering berisi 1 g dan 0,5 g.
Untuk pemberian oral tersedia bentuk
kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50 mg/ml.
● Amikasin
• Obat ini tersedia untuk suntikan IM dan IV dalam
vial berisi 100; 250; 500; 1.000; da 2.000 mg.
Dosis total sehari umumnya tidak lebih dari 1,5
gram sehari. Penyesuaian dosis perlu
dipertimbangkan pada berbagai keadaan. Adanya
gangguan faal ginjal memerlukan pengurangan
dosis dan perpanjangan interval waktu antara
dosis, dengan berpedoman pada kadar efektif
dalam darah yang berkisar antar 5-10 ug/ml
sampai 20-25 ug/ml.
● Tobramisin
• Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml
untu suntikan IM. Untuk infus Tobramisin
dilarutkan dalam Dekstrose 5% atau larutan
NaCl isotonis dan diberikan dalam 30-60
menit. Jangan diberikan lebih dari 10 hari.
● Netilmisin
• Obat ini boleh diberikan IM atau IV, dan
tersedia sebagai larutan 50 dan 100, 150
mg/2 ml. Dosisnya ialah 4-6,5 mg/kg BB
sehari yang dibagi dalam 2-3 dosis.
• Untuk penggunaan intravena dosis tunggal
diencerkan dalam 50 sampai 200 ml pelbagai
larutan.
● Neomisin
• Neomisin tersedia untuk penggunan topikal
dan oral, penggunaan parenteral tidak lagi
dibenarkan karena toksisitasnya.
• Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/g
untuk digunakan 2-3 kali sehari. Untuk oral
tersedia tablet 250 mg. Dosis oral neomisin
dapat mencapai 4-8 g sehari, dalam dosis
terbagi
Sefalosporin
● Sefalosporin termasuk golongan antibiotika
Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain,
mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah
dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel.
● Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif
maupun garam negatif, tetapi spektrum
masing-masing derivat bervariasi.
● Hingga tahun 2006 golongan
Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,
pembedaan generasi dari Sefalosporin
berdasarkan aktivitas mikrobanya dan
yang secara tidak langsung sesuai
dengan urutan masa pembuatannya.
aktivitas kinetik indikasi
Baik thd MSSA, E coli, H Waktu paruh 1,7 – 2,3 Infeksi yang
influenzae, M catarrhalis, S jam. disebabkan
pyogenes, S pneumonia, N pseudomonas
gonorrhoea, P aeruginosa,
Morganella morganii, Proteus
mirabilis, Citrobacter,
Enterobacter, Klebsiella,
Providencia, dan serratia sp.
· Tidak punya aktivitas
terhadap MRSA, enterokokus.
Klorampenikol
● Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada
tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata
Kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat maka
penggunaan Kloramfenikol meluas
dengan cepat sampai pada tahun 1950
diketahui bahwa Kloramfenikol dapat
menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
● Efek antimikroba
• Kloramfenikol bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat adalah enzim peptidil transferase
yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses
sintesis protein kuman.
● Efek samping
• Reaksi hematologik
• Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;
•Reaksi toksik dengan manifestasi depresi
sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis,
menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan
dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar
Kloramfenikol dalam serum melampaui 25
mcg/ml.
•Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk
karena anemia yang terjadi bersifat menetap
seperti anemia aplastik dengan pansitopenia.
Timbulnya tidak tergantung dari besarnya
dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini
diduga disebabkan oleh adanya kelainan
genetik.
• Reaksi alergi
•Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan
kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer
dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid
walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
● PENICILIN G
● PENICILIN V
● ERYTHROMYCIN
● SPIRAMYCIN
● LINCOMYCIN/ CLINDAMYCIN
● ROXITHROMYCIN
● CLARITHROMYCIN +
● AZITHROMYCIN +
KAPAN DIPERLUKAN KULTUR ?
.
Urinary Tract Infections
Pyelonephritis:
Oral: - Fluoroquinolone
- Cotrimoxazole if sensitive.
Parenteral (hospitalized): - Fluoroquinolone, Amik + ampi,
-Ceftriaxone/cefotaxime + Amik, Ampi-sulbactam + Amik.
Anaerobic Infections
● Metronidazole (best)
● Chloramphenicol
● Imipenem / meropenem
● Betalactam/betalactam-inhibitor combin.
● Clindamycin
● Antistaph. penicillins
● Cefoxitin
Diarrhea
● Common diarrhea needs no AB.
● Oralit is best when diarrhea is profuse;
should take by small sips.
● Food: no chilli, hot sauce, milk, fatty food
● AB may be needed when assoc. with
cramps, fever, and foul stools:
Cipro or oflox (1-3 days), cotrimoxazole.
Tinea Corporis
Diagnosis is often missed.
1. ANAK
Dosis anak *
Usia Berat badan (% dosis dewasa)
(kg)
NEONATUS/PREMATUR
* Heksaklorofen topical Neurotoksisitas Sawar kulit belum sempurna
Perubahan respons penderita usia lanjut disebabkan oleh banyak faktor, yakni :
(1) Penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli)
merupakan perubahan faktor farmakokinetik yang terpenting.
Penurunan filtrasi glomerulus sekitar 30 % pada usia 65 tahun.
Perubahan farmakokinetik lainnya adalah :
• penurunan kapasitas metabolisme beberapa obat,
• berkurangnya kadar albumin plasma 🡪 kadar obat bebas
meningkat
• pengurangan berat badan dan cairan tubuh serta penambahan
lemak tubuh 🡪 dapat mengubah Distribusi obat, dan
• berkurangnya absorpsi aktif.
Resultante dari semua perubahan ini adalah :
kadar obat yg lebih tinggi dan bertahan lebih lama dlm darah/jaringan
Waktu paruh obat dapat meningkat sampai 50%.
(2) Perubahan faktor-faktor farmakodinamik, yakni :
• peningkatan sensitivitas reseptor, terutama reseptor di otak
(terhadap obat-obat yang bekerja sentral), dan
• penurunan mekanisme homeostatik, misalnya :
homeostatic kardiovaskular (terhadap obat-obat antihipertensi).
24
PERUBAHAN KINETIKAselama
Kehamilan
1.Absorpsi
sekresi asam lambung TUrun
motilitas GI Tract turun
2.Distribusi
Volume plasma & CES meningkat🡪VD naik
Penurunan albumin serum
3.Metabolisme
metabolisme obat naik
4.Eliminasi
Akhir kehamilan 🡪 aliran darah ginjal naik
Efek Teratogen dipengaruhi
30
RESIKO TERATOGENIK BEBASIS UMUR JANIN
31
lanjutan
32
Contoh efek teratogen talidomid
33
Kesimpulan dari teratogen talidomid
34
▪ Mulai 1962🡪wajib uji teratogen pada hewan
uji
36
Bentuk Malformasi
Polidaktili/sindaktili
Cleft lip
Cleft lip and palate in an
infant
Fecomilia
(karenaThalidomide
41
Kategori keamanan obat bagi ibu hamil
(menurut FDA)
42
Kategori keamanan obat bagi ibu hamil
(menurut Therapeutic Good Administration
Australia (TGA) 2005 )
45
▪ Kategori B2: Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh
sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur,
tanpa peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek
membahayakan baik langsung maupun tidak langsung
pada janin.Penelitian pada binatang jumlahnya sangat
sedikit, tetapi dari hasil penelitian yang ada, tidak
menunjukkan peningkatan frekuensi gangguan janin
binatang coba.
Beberapa obat dalam kategori B2 adalah :
• Domperidon, Hiosin, Hiosin Hidrobromida
(Antimuntah)
46
▪ Kategori B3 : Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh
sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur, tanpa
peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek membahayakan
baik langsung maupun tidak langsung pada janin.
Penelitian pada hewan menunjukkan bukti peningkatan
angka kejadian gangguan janin hewan coba. Pada
manusia, gangguan janin akibat obat kategori ini masih
belum dapat ditentukan.
Beberapa obat dalam kategori B3 adalah :
• Lansoprazol, Omeprazol, Pantoprazol (Obat Maag)
• Loperamid (Obat Diare)• Griseofulvin, Itrakonazol,
Ketokonazol (Antijamur)
• Siprofloksasin, Ofloksasin (Antibiotik, gol Kuinolon)
• Asiklovir, Indinavir, Ritonavir, Valasiklivir (Antivirus)
47
▪ Kategori C : Obat-obat, karena efek farmakologinya,
menyebabkan atau dicurigai menyebabkan efek berbahaya
pada janin atau bayi baru lahir tanpa menyebabkan cacat
lahir. Efek tersebut mungkin reversibel (dapat kembali
normal).
Beberapa obat dalam kategori C adalah :
• Amlodipin, Diltiazem, Nifedipin, Verapamil (Antihipertensi,
gol Penghambat Kanal Kalsium)
• Dihidroergotamin, Ergotamin, Metisergid (Obat
antimigrain)
• Aspirin (Antinyeri)
• Alprazolam, Bromazepam, Klordiazepoksid, Klobazam,
Diazepam, Lorazepam, Midazolam (Obat anticemas)
• Klorpromazin (Antipsikosis)
• Droperidol, Haloperidol (Antipsikosis)
• Diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen, Ketorolac, Asam
Mefenamat, Piroksikam (Antinyeri)
• Kotrimoksazol (Antibiotik, gol Sulfonamid)
48
▪ Kategori D : Obat-obat yang menyebabkan, dicurigai
menyebabkan, atau diperkirakan menyebabkan
peningkatan angka kejadian cacat lahir atau kerusakan
yang irreversibel (tidak bisa diperbaiki lagi). Obat-obat
golongan ini mungkin juga mempunyai efek farmakologi
yang merugikan.
Beberapa obat dalam kategori D adalah :
• Kaptopril (antihipertensi, gol ACE Inhibitor)
• Losartan, Valsartan (antihipertensi, gol Angiotensin II
Reseptor Antagonis)
• Doksisiklin, Minosiklin, Tetrasiklin (antibiotika, gol
Tetrasiklin)
• Amikasin, Gentamisin, Kanamisin, Neomisin
(antibiotika, gol aminoglikosid)
49
▪ Kategori X : Obat-obat BErisiko tinggi
menyebabkan kerusakan permanen pada
janin. Kontraindikasi bagi ibu hamil.
contoh:
• Misoprostol (Obat Maag)
50
▪ EFEK TERATOGEN SESUAI DENGAN UMUR
KEHAMILAN
Sensitivitas obat sesuai umur
kehamilan
Teratogen pd Trisemester I
▪ Antineoplastik
▪ Amfetamin
▪ LSD
▪ Klorpromazin
▪ Barbiturat
▪ Fenitoin
▪ litium
▪ ACE inhibitor-gangguan ginjal
53
Teratogen pd Trisemester II
54
Penggunaan obat selama
menyusui
▪ Risiko kepada bayi tergantung pd:
Bioavailabilitas obat pada ibu
Jumlah obat yang mencapai ASI
Jumlah obat yang dicerna oleh bayi
Bioavailabilitas obat pada bayi yang menyusu
▪ Perpindahan obat melalui ASI, dipengaruhi
oleh:
▪ 1. Parameter pada ibu
dosis obat – lama terapi - rute pemberian –
frekuensi pemberian-metabolisme-klirens
ginjal- aliran darah ke payudara- ph ASI –
komposisi ASI - kadar obat yang mencapai
ASI.
2. Parameter dari obat
bioavailabilitas pada ibu dan bayi, berat
molekul, pKa obat, kelarutan pada lemak,
ikatan protein.
pH ASI (6,9) < pH plasma (7,4)
kapasitas ikatan protein lebih rendah
kadar lemak lebih tinggi
▪ 3. Parameter pada bayi
Umur bayi – pola/waktu makan/menyusui –
jumlah ASI yang dikonsumsi – absorpsi –
distribusi – metabolisme dan eliminasi obat
▪ Sifat fisikokimia obat
obat yang bersifat basa akan lebih banyak
terdistribusi hingga ASI daripada obat yang
bersifat asam.
Ikatan protein
obat yang banyak berikatan dengan protein
cenderung tetap berada pada plasma ibu.
Lipofilitas
semakin lipofil obat, semakin banyak mencapai
ASI.
▪ Obat yang di Kontraindikasikan pada ibu
menyusui:
Amfetamin
Antineoplastik
Bromokriptin
Kokain
Ergotamin
Etanol
Heroin
Obat imunosupresan
Litium
▪ Obat yang menurunkan produksi ASI:
estrogen
diuretik tiazid (Contoh : HCT)
antagonis serotonin (siproheptadin)
agonis dopamin (bromokriptin)
▪ Obat yang meningkatkan produksi ASI:
antagonis dopamin (metoklopramid)
Pedoman peresepan obat kepada
ibu menyusui
▪ Stop sementara menyusui apabila:
Jika obat diketahui memiliki efek berbahaya bagi
bayi yang disusui
Jika obat sangat poten, sehingga kadar yang
sedikit dalam ASI dapat membahayakan bayi
Jika ibu mengalami gangguan fungsi ginjal dan
hati
Hindari penggunaan obat baru
3. KONDISI PATOLOGIK
Penyakit
saluran cerna
▪ Adult:
Cockcroft-Gault equation
MDRD (modification of diet in renal disease)
equation
▪ Juvenille:
Schwartz equation
Counahan-Barratt equation
Cockcroft-Gault equation
MDRD (modification of diet in
renal disease) equation
Formula Schwarts
Counahan-Barratt equation
Penyakit
ginjal
Gagal ginjal Penisilin dosis Ensefalopati, anemia Ekskresi turun
besar hemolitik
Gagal ginjal kronik Aminoglikosid Ototoksisitas, Ekskresi turun
nefrotoksisits, blok
neuromuscular
Gangguan ginjal Tetrasiklin Kerusakan ginjal naik Ekskresi turun 🡪
(azotemia naik) efek antianabolik
naik
Gagal ginjal Digoksin Toksisitas naik Ekskresi turun
Gagal ginjal Prokainamid Toksisitas naik Ekskresi turun
Gagal ginjal kronik Diuretik merkuri Nekrosis tubular akut Ekskresi turun
Gagal ginjal Spironolakton, Hiperkalemia Ekskresi turun
triamteren,
amilorid
Gagal ginjal lanjut Tiazid Respons turun, Ekskresi turun
hiperurikemia,
hiperkalsemia,
hiperglikemia
Gagal ginjal Furosemid, asam Ototoksisitas naik Ekskresi turun
etakrinat
Gagal ginjal kronik Klorpropamid, Hipoglikemia Ekskresi turun
asetoheksamid
Uremia Aspirin Perdarahan lambung Ikatan protein
plasma turun
Uremia Tiopental Respons naik Sensitivitas otak
naik, ikatan protein
plasma turun
Gagal ginjal, usia lanjut Simetidin Kebingungan mental Ekskresi turun
yang sakit parah konvulsi
4. FAKTOR GENETIK