Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT


(UJI KLINIK)
Rahmatini

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


E-mail : Fk.unand.rahmatini@gmail.com

Abstrak
Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana
sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada
dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping
yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Bila uji klinik
tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada banyak orang bila langsung
dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid (1959-1962) dan
obat kontrasepsi pria (gosipol) di Cina. Setiap obat yang ditemukan melalui
eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin bahwa khasiatnya benar-benar
akan terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah yang dapat
menjamin apakah hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia.
Uji klinik terdiri dari 4 fase, yaitu uji klinik fase I.Uji klinik fase II, uji klinik fase
III dan uji klinik fase IV. Uji klinik fase I dilakukan pada manusia sehat, bertujuan
untuk menentukan dosis tunggal yang dapat diterima, Uji klinik fase II, dilakukan
pada 100-200 orang penderita untuk melihat apakah efek farmakologik yang
tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Uji klinik fase III
dilakukan pada sekitar 500 penderita yang bertujuan untuk memastikan bahwa
suatu obat baru benar-benar berkhasiat. Uji klinik fase IV merupakan pengamatan
terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola
penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada
penggunaan yang sebenarnya.
Uji klinik yang baik dilakukan dengan prosedur yang sudah digariskan dan
komponen- komponennya disiapkan dengan matang sehingga hasilnya betul-
betul dapat dimanfaatkan sebagai acuan pengobatan.
Kata kunci : Khasiat- keamanan- uji klinik

Abstract
Clinical trials is a new drug efficacy testing in humans, which previously
preceded by testing on animals or pre-clinical testing. Basically, clinical trials
confirm description of effectiveness, safety and side effects that often arise in
humans because given of a drug. If clinical trials are not done then it can be evil in
many people when directly used in general as once happened with thalidomide
(1959-1962) and male contraceptive drugs (gossypol) in China. Any drug that is
found through experiments in vitro or animal is not guaranteed that the properties

31
will actually be seen in patients. Tests on humans themselves who can "guarantee"
if the results of in vitro or animal similar to humans.
Clinical trial consisted of 4 phases, namely phase I clinical trial, phase II clinical
trial, phase III clinical trials, and phase IV clinical trial. Phase I clinical trial,
performed on healthy humans, aims to determine an acceptable single-dose, phase
II clinical trial, performed on 100-200 patiens to see whether the pharmacologic
effects seen in Phase I is useful or not for treatment. Phase III clinical trials
conducted on about 500 patients which aims to ensure that a new drug is really
efficacy. Phase IV clinical trial is an observation of the drug has been marketed.
This phase aims to determine patterns of drug use in society and patterns of
effectiveness and safety in actual use.
Good clinical trials conducted with procedures that have been outlined and its
components prepared and thus the results can actually be used as a reference
treatment.
Key words : Efficacy Safety - Clinical trial

32
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 33

Pendahuluan timbul pada manusia akibat pemberian


Dalam praktek sehari - hari suatu obat. Menggunakan manusia
seorang dokter akan selalu dihadapkan sehat atau sakit dalam eksperimen
pada keadaan dimana harus memilih dibenarkan dalam ilmu kedokteran
dan menentukan aternatif terapi terbaik karena akan bermanfaat bagi
bagi pasien. Keputusan yang diambil masyarakat banyak untuk memahami
tidak saja didasarkan atas pertimbangan efek obat tersebut sehingga dapat
klinis tetapi juga berbagai faktor yang digunakan pada masyarakat luas
akan mempengaruhi proses terapi. Jika dengan lebih yakin tentang efektifitas
pengobatan menjadi salah satu atau dan keamanannya.(1,2)
bahkan satu - satunya alternatif terapi Bila uji klinik seperti ini tidak
yang diputuskan, maka diperlukan dilakukan maka dapat terjadi
pertimbangan yang seksama untuk malapetaka pada banyak orang bila
memilih obat yang sesuai yang langsung dipakai secara umum seperti
memberi kemanfaatan maksimal dan pernah terjadi dengan talidomid (1959-
risiko efek samping yang sekecil- 1962) dan obat kontrasepsi pria
kecilnya. Untuk menelaaah (gosipol) di Cina. Setiap obat yang
kemanfaatan suatu obat diperlukan ditemukan melalui eksperimen in vitro
penguasaan dasar - dasar uji klinik.(1) atau hewan coba tidak terjamin bahwa
Informasi mengenai uji klinik khasiatnya benar-benar akan terlihat
sangat diperlukan, mengingat dalam pada penderita. Pengujian pada
praktek sehari-hari seorang dokter akan manusia sendirilah yang dapat
selalu dihadapkan pada bermacam - menjamin apakah hasil in vitro atau
macam pilihan obat mulai dari yang hewan sama dengan manusia.
sudah terbukti kemanfaatannya hingga Penapisan efektivitas terakhir ini
obat-obat baru yang kadang indikasi dibuktikan melalui uji klinik obat.(3)
pemakaian dan efek farmakologinya
masih perlu dipertanyakan. Sementara TAHAP UJI KLINIK
informasi yang datang dari pabrik obat UJI KLINIK FASE I:
umumnya lebih banyak bersifat Fase ini merupakan pengujian
sepihak, karena mempertimbangkan suatu obat baru untuk pertama kalinya
segi pemasaran dan bisnis. Seorang pada manusia. Hal yang diteliti di sini
praktisi medis dituntut untuk dapat ialah keamanan obat, bukan
menilai suatu obat secara objektif. efetifitasnya dan dilakukan pada
Dengan mengetahui dan memahami sukarelawan sehat. Tujuan fase ini
metode uji klinik, kita akan lebih ialah menentukan besarnya dosis
bijaksana dalam menilai kemanfaatan tunggal yang dapat diterima, artinya
suatu obat baru secara objektif dengan yang tidak menimbulkan efek samping
mempertimbangkan segi manfaat dan serius. Dosis oral (lewat mulut) yang
risiko serta lebih mengutamakan diberikan pertama kali pada manusia
kepentingan pasien.(1) biasanya 1/50 x dosis minimal yang
Uji klinik adalah suatu menimbulkan efek pada hewan.
pengujian khasiat obat baru pada Tergantung dari data yang diperoleh
manusia, dimana sebelumnya diawali pada hewan, dosis berikutnya
oleh pengujian pada binatang atau uji ditingkatkan sedikit-sedikit atau
pra klinik. Pada dasarnya uji klinik dengan kelipatan dua sampai diperoleh
memastikan efektivitas, keamanan dan efek farmakologik atau sampai timbul
gambaran efek samping yang sering efek yang tidak diinginkan. Untuk
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 34

mencari efek toksik yang mungkin terbuka karena masih merupakan


terjadi dilakukan pemeriksaan hemato- penelitian eksploratif. Pada tahap ini
logi, faal hati, urin rutin dan bila perlu biasanya belum dapat diambil
pemeriksaan lain yang lebih kesimpulan yang definitif mengenai
spesifik.(1,2) efek obat yang bersangkutan karena
Pada fase ini diteliti juga sifat terdapat berbagai factor yang
farmakodinamika dan farmako- mempengaruhi hasil pengobatan,
kinetikanya pada manusia. Hasil misalnya perjalanan klinik penyakit,
penelitian farmakokinetika ini keparahannya, efek placebo dan lain-
digunakan untuk meningkatkan pemili- lain.(2)
han dosis pada penelitian selanjutnya. Untuk membuktikan bahwa
Selain itu, hasil ini dibandingkan suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan
dengan hasil uji pada hewan coba uji klinik komparatif yang
sehingga diketahui pada spesies hewan membandingkannya dengan placebo,
mana obat tersebut mengalami proses atau bila penggunaan plasebo tidak
farmakokinetika seperti pada manusia. memenuhi syarat etik, obat
Bila spesies ini dapat ditemukan maka dibandingkan dengan obat standard
dilakukan penelitian toksisitas jangka yang telah dikenal. Ini dilakukan pada
panjang pada hewan tersebut.(1,2) akhir fase II atau awal fase III,
Uji klinik fase I ini dilaksana- tergantung dari siapa yang melakukan,
kan secara terbuka, artinya tanpa seleksi penderita, dan monitoring
pembanding dan tidak tersamar, pada penderitanya. Untuk menjamin
sejumlah kecil subjek dengan validitas uji klinik komparatif ini,
pengamatan intensif oleh orang-orang alokasi penderita harus acak dan
ahli dibidangnya, dan dikerjakan di pemberian obat dilakukan secara
tempat yang sarananya cukup lengkap. tersamar ganda. Ini disebut uji klinik
Total jumlah subjek pada fase ini acak tersamar ganda
bervariasi antara 20-50 orang.(1,2) berpembanding. (2)

Pada fase II ini tercakup juga


UJI KLINIK FASE II: Pada fase ini penelitian dosis-efek untuk
obat dicobakan untuk pertama kalinya menentukan dosis optimal yang akan
pada sekelompok kecil penderita yang digunakan selanjutnya, serta penelitian
kelak akan diobati dengan calon obat. lebih lanjut mengenai eliminasi obat,
Tujuannya ialah melihat apakah efek terutama metabolismenya. Jumlah
farmakologik yang tampak pada fase I subjek yang mendapat obat baru pada
berguna atau tidak untuk pengobatan. fase ini antara 100-200 penderita.
Fase II ini dilaksanakan oleh orang-
orang yang ahli dalam masing-masing UJI KLINIK FASE III: Uji klinik
bidang yang terlibat. Mereka harus ikut fase III dilakukan untuk memastikan
berperan dalam membuat protokol bahwa suatu obat-baru benar-benar
penelitian yang harus dinilai terlebih berkhasiat (sama dengan penelitian
dulu oleh panitia kode etik lokal. pada akhit fase II) dan untuk
Protokol penelitian harus diikuti mengetahui kedudukannya dibanding-
dengan dengan ketat, seleksi penderita kan dengan obat standar. Penelitian ini
harus cermat, dan setiap penderita sekaligus akan menjawab pertanyaan-
harus dimonitor dengan intensif..(2) pertanyaan tentang (1) efeknya bila
Pada fase II awal, pengujian digunakan secara luas dan diberikan
efek terapi obat dikerjakan secara oleh para dokter yang kurang ahli; (2)
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 35

efek samping lain yang belum terlihat obat pada penderita berpenyakit berat
pada fase II; (3) dan dampak atau berpenyakit ganda, penderita anak
penggunaannya pada penderita yang atau usia lanjut, atau setelah
tidak diseleksi secara ketat.(2) penggunaan berulangkali dalam jangka
Uji klinik fase III dilakukan panjang, dan (3) masalah penggunaan
pada sejumlah besar penderita yang berlebihan, penyalahgunaan, dan lain-
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji
oleh orang-orang yang tidak terlalu klinik jangka panjang dalam skala
ahli, sehingga menyerupai keadaan besar untuk menentukan efek obat
sebenarnya dalam penggunaan sehari- terhadap morbiditas dan mortalitas
hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase sehingga datanya menentukan status
III ini biasanya pembandingan obat yang bersangkutan dalam terapi.
dilakukan dengan plasebo, obat yang Dewasa ini waktu yang
sama tapi dosis berbeda, obat standard diperlukan untuk pengembangan suatu
dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain obat baru, mulai dari sintesis bahan
yang indikasinya sama dengan dosis kimianya sampai dipasarkan, mencapai
yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan waktu 10 tahun atau lebih.
secara acak dan tersamar ganda.(1,4) Setelah suatu obat dipasarkan
Bila hasil uji klinik fase III dan digunakan secara luas, dapat
menunjukkan bahwa obat baru ini ditemukan kemungkinan manfaat lain
cukup aman dan efektif, maka obat yang mulanya muncul sebagai efek
dapat diizinkan untuk dipasarkan. samping. Obat demikian kemudian
Jumlah penderita yang diikut sertakan diteliti kembali di klinik untuk indikasi
pada fase III ini paling sedikit 500 yang lain, tanpa melalui uji fase I. Hal
orang. seperti ini terjadi pada golongan
salisilat yang semula ditemukan
UJI KLINIK FASE IV: Fase ini sebagai antireumatik dan anti piretik.
sering disebut post marketing drug Efek urikosurik dan antiplateletnya
surveillance karena merupakan ditemukan belakangan. Hipoglikemik
pengamatan terhadap obat yang telah oral juga ditemukan dengan cara
dipasarkan. Fase ini bertujuan serupa.(1-3)
menentukan pola penggunaan obat di
masyarakat serta pola efektifitas dan KOMPONEN UJI KLINIK
keamanannya pada penggunaan yang Bukti ilmiah adanya kemanfaatan
sebenarnya. Survei ini tidak tidak klinik suatu obat tidak saja didasarkan
terikat pada protokol penelitian; tidak pada hasil yang diperoleh dari uji
ada ketentuan tentang pemilihan klinik, tetapi juga perlu mengingat
penderita, besarnya dosis, dan lamanya faktor - faktor lain yang secara objektif
pemberian obat. Pada fase ini dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu
kepatuhan penderita makan obat uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik
merupakan masalah.(1,2) hendaknya mencakup beberapa
Penelitian fase IV merupakan komponen berikut :
survei epidemiologi menyangkut efek 1. Seleksi/pemilihan subjek
samping maupun efektifitas obat. Pada 2. Rancangan
fase IV ini dapat diamati (1) efek 3. Perlakuan pengobatan yang
samping yang frekuensinya rendah atau diteliti dan pembandingnya
yang timbul setelah pemakaian obat 4. Pengacakan perlakuan
bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas 5. Besar sampel
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 36

6. Penyamaran (blinding) parallel atau Randomized controlled


7. Penilaian respons trial (RCT) dan rancangan silang atau
8. Analisis data Randomized controlled trial cross-
9. Protokol uji klinik over-design (RCT-cross over
10. Etika uji klinik design).(2,4)

1.Seleksi/pemilihan subjek 3.Jenis perlakuan atau pengobatan dan


Dalam uji klinik harus ditentukan pembandingnya
secara jelas kriteria pemilihan Dalam uji klinik, jenis
pasien,yaitu : kriteria inklusi, syarat - perlakuan/pengobatan dan
syarat yang secara mutlak harus pembandingnya harus didefinisikan
dipenuhi oleh subjek untuk dapat secara jelas. Informasi yang perlu
diikutsertakan dalam penelitian. dicantumkan meliputi jenis obat dan
Meliputi antara lain kriteria diagnostik, formulasinya, dosis dan frekuensi
baik klinis maupun laboratoris, derajat pengobatan, waktu dan cara pemberian
penyakit, asal pasien umur dan jenis serta lamanya pengobatan dilakukan.
kelamin. Disamping itu ditetapkan juga Untuk menjamin kelancaran
kriteria eklusi yaitu kriteria yang tidak pelaksanaan uji klinik dan
memungkinkan diikutsertakannya keberhasilan pengobatan, hendaknya
subjek dalam penelitian. Sebagai dipertimbangkan segi - segi teknis yang
contoh adalah wanita hamil. Hampir berkaitan dengan ketaatan pasien
sebagian besar uji klinik obat tidak (Patiens compliance) serta ketentuan -
menggunakan wanita hamil mengingat ketentuan lain yang diberlakukan
resiko yang mungkin lebih besar selama uji klinik. Sebagai contoh, bila
dibanding manfaatnya. Demikian juga frekuensi pemberian terlalu sering
untuk pasien resiko tinggi. maka kemungkinan ketaatan pasien
Dalam pemilihan pasien juga berkurang. Penjelasan lain
hendaknya ditetapkan bahwa kriteria meliputi obat- obat apa yang boleh dan
diagnostik yang dipilih benar - benar tidak boleh diminum selama uji
merupakan indikasi utama pemakaian berlangsung. Perlakuan pembanding
obat yang diujikan.(2,4) juga harus dijelaskan, apakah
pembanding positif (obat standar) atau
2. Rancangan uji klinik pembanding negatif (Plasebo).
Untuk memperoleh hasil optimal perlu Mengingat bahwa plasebo bukanlah
disusun rancagan atau disain penelitian obat dalam arti tidak memberikan efek
yang dapat dipertanggung jawabkan terapi, maka pemberian plasebo tidak
secara ilmiah dan etis dengan tetap dianjurkan untuk penyakit- penyakit
mengutamakan keselamatan dan yang dapat berakibat fatal dan serius.
kepentingan pasien. Rancangan uji Hal yang perlu digaris bawahi adalah
klinik disini dimaksudkan untuk uji bahwa pembanding positif hendaknya
klinik fase III, yang secara garis besar merupakan obat pilihan pertama (drug
membandingkan dua atau lebih of choice) dari indikasi yang
perlakuan/pengobatan untuk melihat dimaksud.(2,4)
kemanfaaatan relatif maupun absolut
suatu obat baru dengan menggunakan 4.Pengacakan (randomisasi) perlakuan
satu atau lebih parameter pengukuran. Randomisasi atau pengacakan
Dua rancangan uji klinik yang baku perlakuan mutlak diperlukan dalam uji
dan umum digunakan yaitu rancangan klinik terkendali (randomized-
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 37

controlled trial-RCT) dengan tujuan individu yang melakukan analasis tidak


utama menghindari bias. Dengan diberitahu identitas obat yang diuji dan
pengacakan sebelum uji klinik maka pembandingnya.
setiap subjek akan memperoleh Kesehatan dan keselamatan
kesempatan yang sama dalam pasien tetap dipantau sepenuhnya oleh
mendapatkan perlakuan dan subjek - penanggung jawab medik, sehingga
subjek yang memenuhi kriteria inklusi sewaktu - waktu terajdi hal - hal yang
akan terbagi sama rata dalam tiap tidak diharapkan (adverse effect) dapat
kelompok perlakuan, dimana cirri-ciri segara dilakukan penanganan secara
subjek dalam satu kelompok praktis medik.(2,4)
seimbang.(2,4)
7. Penilaian respon
5.Besar sampel Penilaian respon pasien terhadap proses
Besar sampel, ditentukan oleh beberapa terapi yang diberikan harus bersifat
faktor yaitu : derajat kepekaan uji objektif, akurat dan konsisten. Karena
klinik, keragaman hasil dan derajat itu respon yang diukur harus
kebermaknaan statistik. Jika diketahui didefinisikan secara jelas. Sebagai
bahwa perbedaan kemaknaan klinis contoh jika yang diuji obat anti
antara 2 obat yang diuji tidak begitu hipertensi, maka penurunan tekanan
besar, maka diperlukan jumlah sampel darah hendaknya diukur secara objektif
yang besar. Makin kecil keragaman dengan alat ukur yang sama, pemeriksa
hasil uji antar individu dalam yang sama dan dengan metode serta
kelompok yang sama, maka makin kondisi yang sama.(2,4)
sedikit jumlah subjek yang diperlukan.
Makin besar kebermaknaan statistic 8.Analisis dan interpretasi data
yang diharapkan dari uji klinik, maka Analisis data dan interpretasi hasil
makin besar pula jumlah subjek yang suatu uji klinik sangat tergantung pada
diperlukan.(2,4) metode statistik yang digunakan.
Metode statistik yang akan digunakan
6.Penyamaran/pembutaan (blinding) harus sudah disiapkan saat
Penyamaran adalah merahasiakan pengembangan protokol penelitian.
bentuk terapi yang diberikan. Dengan Sebagai contoh, bila kriteria untuk
penyamaran, maka pasien dan/atau penilaian hasil diekspresikan dalam
pemeriksa tidak mengetahui yang mana bentuk ya atau tidak maka salah satu
obat yang diuji dan yang mana uji stratistiknya adalah kai kuadrat
pembandingnya. Biasanya bentuk obat (Chi-square).(4,5)
yang diuji dan pembandingnya dibuat
sama. Tujuan utama penyamaran ini 9.Protokol uji klinik
adalah juga untuk menghindari bias Protokol uji klinik diperlukan sebagai
pada penilaian respons terhadap obat : 1.Petunjuk pelaksanaan uji klinik
yang diujikan. Penyamaran dapat (operation manual), yang mencakup
dilakukan secara : single blind, jika penjelasan mengenai prosedur dan
identitas obat tidak diberitahukan pada tatalaksana penelitian hingga cara
pasien, Double blind, jika baik pasien penilaian hasil serta analisis data.
maupun dokter pemeriksa tidak 2.Rancangan ilmiah (scientific
diberitahu obat yang diuji meupun design), yang terutama mencakup
pembandingnya. Triple blind, jika latar belakang, tujuan khusus,
pasien, dokter pemeriksa maupun kepentingan uji klinik hingga
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 38

rancangan uji dasar ilmiah KEPUSTAKAAN


penggunaan rancangan yang 1. Santoso,B.,Suryawati,S.,SalehD
bersangkutan.(4,5) anu,S, Evaluasi Khasiat dan
Keamanan Obat (Uji klinik),
10. Etika uji klinik Dalam Farmakologi Klinik dan
Setiap uji klinik perlu memegang Farmakoterapi, Jogjakarta,
prinsip-prinsip dasar etika penelitian UGM, 2006. h 183-9.
yang secara garis besar menjamin
bahwa segi kesehatan dan keselamatan 2. Zunilda SB Arini Setiawati
pasien akan menjadi pertimbangan dan F.D. Suyana, Pengantar
perhatian utama peneliti. Dengan kata Farmakologi. Dalam
lain, tujuan uji klinik lebih diutamakan Farmakologi dan Terapi, FKUI;
bagi kepentingan pasien dari pada 2003. h.1-23.
sekedar uji coba obat. Etika uji klinik
antara lain mencakup, protokol uji 3. Iwan Darmansjah; Masalah
klinik telah mendapat izin kelaikan etik etika dalam uji klinik obat di
(ethical clearance) dari komisi etik Indonesia, Seminar Etika
penelitian biomedik pada manusia, Biomedis Pusat Pengembangan
menjamin kebebasan pasien untuk ikut Etika Universitas Atma Jaya,
secara sukarela dan mengizinkan Jakarta, 2001.
pasien bila mengundurkan diri dari uji
klinik. Keikutsertaan pasien dalam uji 4. Alan S Nies and Stephen P.
klinik harus dinyatakan secara tertulis Spielberg, Principle of
(written - informed consent). Menjamin Therapeutics. Dalam Goodman
kerahasiaan identitas dan segala & Gilmans, The
informasi yang diperoleh pasien.(4,5) Pharmacological Basis of
Therapetics, Edisi ke 9. The
Mc-Graw-Hill ; 1996. h: 43-62.

5. Gary E. Stein, Regulated Drug


Development ang Usage.
Dalam Human Pharmacology,
Molecular to Clinical, Edisi 3.
Mosby-Year Book, Inc ; 1998,
h : 903-08.

Anda mungkin juga menyukai