Skrining Farmakologi
Nisa Maulani Nuraliyah / 260110140085
dan
pengembangan
obat-obat
baru
dimulai
dari
yang
dkandungnya,
dan
diidentifikasi
b. Uji Pra-klinis
Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis)
terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan.
Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan
waktu
beberapa
tahun
untuk
meneliti
sifat
farmakodinamik,
Uji Farmakodinamika
Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik
seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya.
Dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Uji Farmakokinetik
Uji Toksikologi
Mengetahui keamanannya
Uji Farmasetika
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Yang diteliti disini ialah keamanan dan tolerabilitas
obat, bukan efikasinya, maka dilakukan pada sukarelawan sehat,
kecuali untuk obat yang toksik (misalnya sitostatik), dilakukan pada
pasien karena alasan etik. Tujuan fase ini adalah menentukan besarnya
dosis maksimal yang dapat toleransi (maximally tolerated dose =
MTD), yakni dosis sebelum timbul efek toksik yang tidak dapat
diterima. Pada fase ini, diteliti juga sifat farmakodinamik dan
farmakokinetiknya pada manusia. Hasil penelitian farmakokinetik ini
digunakan untuk meningkatkan ketepatan pemilihan dosis pada
penelitian selanjutnya.
senyawa yang baru berhasil diisolasi dari suatu tanaman dan belum
ada
informasi
baik
mengenai
sifat
kimia
maupun
sifat
farmakologinya?
Hewan percobaan : mencit atau tikus, sehat/normal, tidak cacat, aktif. Terdiri atas
hewan uji dua ekor, hewan kontrol satu ekor.
Percobaan : uji neurofarmakologik meliputi pengamatan terhadap sikap,
neurologis, dan fungsi otonom.
Skrinning yang dilakukan adalah skrinning buta karena tidak diketahui khasiat
obat dan struktur kimianya.
Percobaan:
a. Sebelum diberikan perlakuan, amati keadaan neurofarmakologisnya
selama 2 menit untuk semua hewan.
b. Kemudian, setelah 5 menit pemberian obat uji kepada hewan uji, lakukan
uji neurofarmakologis dan amati responnya untuk semua hewan uji.
c. Lakukan kembali hal di atas dalam kurun waktu 10, 15, 20, 30, 60, dan
90 menit setelah pemberian obat.
depresan/sedatiff
Alertness
depresan/sedatif
Visual placing
depresan/sedatif
Stereotypy
depresan/sedatif
Passivity
depresan/sedatif
Mood Grooming
stimulasi parasimpatik
Vocalization
stimulasi menyakitkan
Restlessness
stimulasi simpatik
Iritability
stimulasi simpatik
Fearfulness
stimulasi simpatik
Aktifitas spontan
depresan
Reaktifitas
depresan
Touch response
analgesik
Respon nyeri
analgesic
b) Aktifitas motorik
c) Profil Neurologis
Eksitasi SSP
Startle response :
Straub response :
Tremor
Konvulsi
Posisi tubuh
Staggering gait
Abnormal gait
Somersault-test
sedatif/gangguan SSP
Grip strength
sedatif/gangguan SSP
Body tone
sedatif/gangguan SSP
d) Inkordinasi motorik
e)
Tonus otot
Abdominal tone
sedatif/gangguan SSP
Pinna
Corneal
Ipsilateral flexor
Ukuran pupil
Parasimpatolik/ simpatik
Pembukaan palpebral
Parasimpatolik/ simpatik
Exophtalmus
Parasimpatolik/ simpatik
Urinasi
Salivasi
Writhing
Piloereksi
Simpatomimetik
Hypothermis
Simpatomimetik
Warna kulit
Vasodilatasi/ Simpatomimetik
Reflex
f) Profil otonomik
Optik
Sekresi
Umum
Simpatik/parasimpatik/depresan
Kecepatan respirasi
Simpatik/parasimpatik/depresan
Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/vadilitas-dan-reliabilitas/