Anda di halaman 1dari 6

Standarisasi Simplisia

A. Penetapan Susut Pengeringan


Botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu ditimbang.
Hal tersebut dilakukan sampai memperoleh bobot botol timbang yang konstan atau
perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji
ditimbang, dimasukkan ke dalam botol timbang. Bahan uji kemudian dikeringkan pada
suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan
timbang kembali selama 1 jam hingga perbedaan antara penimbangan berturutturut tidak
lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000). Susut pengeringan dapat dihitung dengan persamaan
dibawah ini.
Susut pengeringan (%) = a – b / a ×100%
Keterangan :
a = berat awal simplisia (g);
b = berat akhir simplisia (g).
B. Penetapan Kadar Abu Total
Bahan uji ditimbang dan dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara.
Krus porselin dipijar pada suhu 600°C kemudian didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 2000).
C. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari hasil penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam
klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring
melalui kertas saring, dipijar sampai bobot tetap, kemudiaan didinginkan dan ditimbang.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di
udara (Depkes RI, 2000).
D. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform
dalam akuades sampai 100 mL) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6
jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20
mL diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar
dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes RI, 2000).
E. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95% dalam labu bersumbat
sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam,
kemudian disaring. Filtrat diuapkan sebanyak 20 mL sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu
105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 95% dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).
A. Parameter Spesifik
UJi Fitokimia
1. Identifikasi Alkaloid
Ditimbang 0,5 g simplisia tambahkan 5 mL asam klorida 10%, dikocok lalu
ditambahkan 5 mL larutan ammonia 10%. Diekstraksi dengan 10 mL kloroform dan
diuapkan. Residu sisa penguapan ditambah 1,5 mL asam klorida 2%, dibagi menjadi
2 tabung. Tabung pertama ditambah 3 tetes pereaksi Mayer, terbentuknya endapan
putih kekuningan menunjukkan adanya alkaloid. Tabung kedua ditambah 3 tetes
pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan merah bata menunjukkan adanya
alkaloid (Harborne, 1997)
2. Identifikasi Steroid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak 0,5 mL larutan
diuji dengan peraksi Lieberman Burchard, Terbentuknya warna biru atau hijau
menunjukkan adanya steroid (Harborne, 1997).
3. Identifikasi Triterpenoid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak 0,5 mL larutan
diuji dengan peraksi Lieberman Burchard, Terbentuknya warna ungu menunjukkan
adanya triterpenoid (Harborne, 1997).
4. Identifikasi Flavonoid
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas
air, lalu dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan 100 mg serbuk magnesium
lalu tambakhkan 1 mL asam klorida pekat dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat
biarkan memisah, warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alcohol
menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1997),
5. Identifikasi Saponin
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas
air, lalu dimasukkan kedalam tabung dikocok vertical selama 10 detik, makaakan
terbentuk busa stabil, dibiarkan selama 10 menit, tambahkan 1 tetes asam klorida 1%,
jika busa tidak hilang maka menunjukkan adanya saponin (Harborne, 1997).
6. Identifikasi Kuinon
Ditimbang 0,5 g simplisia dilarutkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas
air, lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan beberapa tetes natrium
hidroksida1N, adanya filtrate warna merah menunjukkan adanya kuinon(Harborne,
1996).
7. Identifikasi Polifenol
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas
air, lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan beberapa tetes larutan besi (III)
klorida 1%, terbentuknya filtrate warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan
adanya polifenol (Harborne, 1996).
8. Identifikasi Tanin
Ditimbang 1 g simplisia ditambah NaCl 10% sebanyak 5 tetes lalu disaring kemudian
ditambah 1% gelatin dan 10 % NaCl, terbentuk endapan putih menunjukkan adanya
kandungan tannin pada simplisia (Dian Arista & Tukiran, 2017).
Pemeriksaaan Makroskopis
Tujuan uji makroskopik untuk menentukan cirikhas simplisia dengan pengamatan
secara langsung berdasarkan bentuk simplisia serta ciri-ciri daun ciplukan (Supomo
Junaid, 2016).
Pemeriksaan Organoleptis
Penetapan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari simplisia daun
ciplukan yang bertujuan sebagai pengenalan awal menggunakan panca indra dengan
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Utami et al., 2016).

Pemeriksaan kadar sari larut air


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL kloroform P (2,5 mL
kloroform dalam 1000 mL aquadest) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat
sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18
jam. Di saring cepat, 20 mL filtrate diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata
(yang telah ditara) di atas penangas air hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu
105ºC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara(Supomo Junaid, 2016).
Kadar sari larut air = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Berat krus + sari
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Penetapan kadar sari larut dalam etanol


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL etanol 95% selama 24
jam menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
kemudian didiamkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan
etanol, 20 mL filtrate diuapkan dalam cawan berdasar rata (yang telah ditara) di atas
penangas air hingga kering, dipanaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot tetap.
Kadar dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara(Supomo
Junaid, 2016).
Kadar sari larut etanol = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Berat krus + sari
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

B. Parameter Non Spesifik


Kadar Air
Pada metode penentuan kadar air ini menggunakan metode gravimetrik, dengan
prinsip penguapan air yang terdapat pada sampel dengan suhu 105ºC. Panaskan krus
porselen selama 30 menit kemudian dinginkan pada desikator dan ditimbang,
selanjutnya timbang sampel sebanyak 1 g lalu masukkan kedalam krus
porselen.dikeringkan selama 5 jam dengan suhu 105ºC lalu ditimbang kembali.
Proses pengeringan dilanjutkan dan ditimbang kembali pada jarak 1 jam sampai
didapatkan perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %
(DepKes RI, 2000).
Kadar air = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Krus + sampel
b = Krus + Sampelkonstan
c = Berat sampel

Susut Pengeringan
Sejumlah 1 g simplisia ditimbang dengan seksama dalam botol penimbang bertutup
yang sebelumnya telah dipanaskan dengan suhu 105ºC selama 30 menit dan
dinginkan pada desikator. Sebelum ditimbang simplisia diratakan dalam botol
penimbang dengan menggoyangkan botol penimbang hingga rata. Kemudian
dimasukkan kedalam oven, buka tutup botol penimbang dan biarkan tutup botol
penimbang didalam oven. Panaskan dengan suhu 105ºC selama 1 jam, kemudian
timbang dan ulangi pemanasan sampai beratnya konstan (DepKes RI, 2000).
Susut pengeringan = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Berat krus + sampel
b = Berat krus + sampel konstan
c = Berat sampel

Penetapan kadar abu total


Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g kemudian masukkan kedalam krus porselen
yang telah dipijarkan dan di timbang, Krus di pijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, pijaran dilakukan pada suhu 600o C, selama 3 jam lalu didinginkan dan
ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. (Mayasari et al, 2018).
Kadar abu = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Berat krus + Abu
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Penetapan kadar abu tidak larut asam


Abu yang didapatkan dari uji penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 mL asam
sulfat selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring
menggunakan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, kemudian pijarkan
sampai didapatkan bobot konstan. Hitung kadar abu yang tidak larut dengan asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Supomo Junaid, 2016).
Kadar abu tidak larut asam = a – b / c x 100 %
Keterangan :
a = Berat krus + Abu
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Uji Logam Timbal (Pb)


Sampel yang berbentuk serbuk kering dilakukan penimbangan sebanyak 1 g. lalu
tambahkan 5 mL HNO3 dan 0,5 mL HCIO4, kocok-kocok dan biarkan semalam.
Panaskan pada hotplate dengan suhu 100 ºC, setelah uap kuning habis suhu dinaikkan
hingga 200ºC. Destruksi diakhiri bila telah keluar uap putih dan cairan (ekstrakcair)
yang berwarna keabu-abuan dalam labu tersisa sekitar 0,5 mL.dinginkan dan
encerkan dengan H20 serta volume ditetapkan menjadi 50 mL. kocok hingga
homogen, biarkan semalam atau disaring dengan kertas saring W-41 agar didapatkan
ekstrak jernih. Sampel siap diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
menggunakan nyala udara asetilen dengan panjang gelombang 217 nm. (Basam,
Rusilowati, & Ridlo, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Basam, F., Rusilowati, A., & Ridlo, S. (2016). Pancasakti Science Education Journal.
Formulasi Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C.) Sebagai Sediaan
Aromaterapi, 7(1), 1–8.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 3-30.
Dian Arista & Tukiran, 2017. (2017). Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit
Batang Tumbuhan Klampok Watu ( Syzygium Litorale ) Phytochemical
Screening On Methanol Ekstrak From Steam Bark Klampok Watu ( Syzygium
Litorale ). Departement Of Chemistry .6(3).
Harborne, 1996. (2017). Analisis Fitokimia Metabolit Sekunder Ekstrak Daun Dan Buah
Solanum Blumei Nees Ex Blume Lokal Secondary Metabolites Phytochemical
Analysis Of Leaves And Fruit Extract Solanum Blumei Nees Ex Blume Local.
9(1), 244–248.
Mayasari Et Al, 2018. (2018). Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Daun
Jeruk Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .). Klorofil, 2(1), 7–13
Supomo Junaid, R. S. Dan R. (2016). ( Callicarpa Longifolia Lamk . ) Characterization
And Leaves Phytochemical Screening Kerehau ( Callicarpa Longifolia Lamk .).
Jurnal Kimia Mulawarman, 13.
Utami, Y. P., Taebe, B., Tinggi, S., Farmasi, I., Perintis, J., Km, K., & Makassar, D.
(2016). Standardisasi Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun
Murbei ( Morus Alba L .) Asal Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan.
1(2), 48–52.

Anda mungkin juga menyukai