Dosen pembimbing:
Ibu Elva Asmiati, M Clin. Pharm.,Apt
Disusun oleh:
Siti Nurhaliza (201810410311103)
Sukma Diah Pitaloka (201810410311114)
Rofiqoh Wulandari (201810410311127)
Annisa Berliana Dewi (201810410311137)
Cindy Puspitasari (201810410311152)
Kelompok : 6
Kelas : Farmasi C
1
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT.atas segala rahmat-Ny
a, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah biokimia yang berjudul Pengar
uh pH terhadap ativitas enzimatik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat penilaian tugas dalam matakuliah bioki
mia. Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa akan mengerti lebih dalam tentang P
engaruh pH terhadap ativitas enzimatik. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah biokimia yang telah membimbing dan teman-teman sehingga makalah ini dapat d
iselesaikan dengan baik.
Kami menyadari makalah ini masih memerlukan perbaikan, untuk itu tim penyusun m
engharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meningkatkan kualitas makala
h ini dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
ii
Malang, 24 Maret 2020
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
1.1 Tujuan Praktikum..................................................................................................................1
1.2 Dasar Teori..............................................................................................................................1
1.3 Prinsip Reaksi Biokimia.........................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
2.1 Alat dan Bahan....................................................................................................................5
2.2 Prosedur Kerja.....................................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................................................8
3.1 Data Pengamatan.................................................................................................................8
3.2 Pembahasan.......................................................................................................................12
3.3 Jawaban Pertanyaan..........................................................................................................26
iii
BAB 4 PENUTUP...............................................................................................................................27
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................28
iv
BAB I
8,3 10
Tak berwarna Merah
5
Suatu enzim dapat mengalami denaturasi, yaitu rusaknya bentuk tiga dimensi enzim y
ang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat. Denaturasi menyebabkan
menurunnya aktifitas enzim. Denaturasi umumnya bersifat irreversible (tidak dapat kembali).
Namun, enzim-enzim yang langka seperti RNAase dapat mengalami renaturasi setelah menga
lami denaturasi. Denaturasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH dan suhu.
Secara umum jika enzim mengalami denaturasi maka enzim tersebut tidak dapat bekerja opti
mal.
Enzim adalah senyawa organik yang tersusun atas protein yang peristiwa metabolisme
bertindak sebagai katalisator, artinya zat yang mampu mempercepat reaksi kimia tetapi zat ter
sebut tidak ikut bereaksi. Menurut Shahib (1992), enzim adalah katalisator yang mempercepa
t reaksi kimia dalam makhluk hidup atau badan system biological. Lakitan (2001) menyataka
n, enzim merupakan salah satu lintasan metabolisme yang dapat mempercepat laju reaksi dan
berkemampuan sebagai katalisator, artinya ion-ion dan senyawa organik yang diserap dari dal
am tanah oleh tumbuhan. Enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat dibanding
kan dengan ion-ion logam atau senyawa lainnya yang diserap tumbuhan dari tanah (Salisbury,
1995).
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisat
or sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk s
amping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urut
an yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang
harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Cartono,2004).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah cirri
suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhada
p berbagai macam reaksi. Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia ya
ng terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai
1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dap
at berfungsi sebagai katlis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajar kekhasan ya
ng tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu r
eaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energy (energi endorgani) dan ada pula ya
ng menghasilkan energy atau mengeluarkan energy (eksergonik).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim,
apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim ya
ng seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gug
us protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofak
tor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang dis
ebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai
yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian y
ang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah ata
u direaksikan oleh enzim.
Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas yaitu disebut dengan apoe
nzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian yang aktif dan diberi nama gugus
prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga , seng atau suatu bahan senyawa organ
ic yang mengandung logam.Apoenzim dan gugus prostetik merupakan suatu kesatuanyang di
sebut holoenzim, tetapi ada juga bagian enzim yang apoenzim dan gugus prospetiknya tidak
menyatu. Contoh koenzim adalah vitamin atau bagian vitamin (misalnya : vitamin B1, B2, B
6, niasin dan biotin) (Kartasapoetra, 1994).
6
Enzim Urease
Enzim urease disebut juga urea amidohidrolases. Enzim urease merupakan enzim yan
g mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia. Enzim urease juga t
erdapat pada beberapa jaringan binatang dan pencernaan mikroorganisme. Urea merupakan s
alah satu sumber nitrogen non-protein (NPN) yang umum digunakan adalah urea. Urea dibuat
dengan jalan mereaksikan ammonia dan karbondioksida. Urea merupakan sumber amoniak d
ari senyawa spesifik, kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh
aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar amoniak yang
mempengaruhi kenormalan kandungan total volatile basa.Selama penyimpanan, jumlah amon
iak yang terbentuk relatif tidak dipengaruhi oleh suhu (Fardiaz, 1992).
Urease merupakan enzim yang spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga d
apat digunakan sebagai biosensor. Dalam pengembangan biosensor urea, urease dapat diimm
obilisasi dalam suatu matrik dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entrapment, ikatan kova
len, cross linking, dan enkapsulasi. Barhoumi et al., (2004) mengembangkan biosensor urea d
engan mengimmobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment. Anto
nia dan Toressi (1999) menggunakan polipirol untuk mengimmobilisasi urease dengan teknik
cross linking dan entrapment (Fauziyah, 2012).
Urease adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa ta
naman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 64 celcius denga
n spesifikasi enzimatis : urea dan hidroksi urea. Beberapa tanaman memanfaatkan ureases unt
uk keperluan yang sama. Ureases ditemukan dalam jumlah yang besar pada jack bean, kacan
g kedelai dan beberapa biji tanaman lainnya. Ureases juga terdapat pada beberapa jaringan bi
natang dan pencernaan mikroorganisme. Ureases penting dalam sejarah enzimologi sebagai e
nzim pertama yang dimurnikan dan dikristalakan.
Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik protein
akibat gangguan interaksi sekunder,tersier, dan kuartener. Denaturasi akibat panas menyebab
kan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat cepat. Sehingga sifat pr
otein yaitu hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya molekul akan bergerak semakin cepat dan
memutus ikatan hydrogen didalamnya.
Proses denaturasi berlangsung tetap dan tidak berubah,suatu protein yang mengalami
proses denaturasi akan mengalami perubahan visikator atau berkurangnya kelarutan cairan se
hingga mudah mengendap. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hyd
rogen yang menyebabkan denaturasi protein karena dapat memecah interaksi hidrofilik dan m
eningkatkan daya larut gugus hidrofobik dalam air deterjen atau sabun dapat menyebabkan de
naturasi karena senyawa pada deterjen dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofilik de
ngan hidrofobiksehingga terjadi denaturasi.selain deterjen dan sabun, aseton dan alkohol juga
dapat menyebabkan denaturasi.
7
BAB II
Reagensia/bahan :
Larutan Ureum
Fenolftalein 2%
HgCl2 2%
8
2.2 Flow Chart
Disiapkan 3 buah tabung reaksi
9
BAB III
Data Pengamatan
10
Pertanyaan Diskusi
1. Tuliskan reaksi hidrolisis ureum menjadi ammonium karbonat yang dikatalisis enzim
urease!
2. Apa yang dimaksud dengan denaturasi enzim? Sebutkan faktor – faktor yang dapat
menyebabkan denaturasi enzim!
3. Termasuk ke dalam kelompok inhibitor apakah larutan sublimat? Jelaskan
mekanismenya dalam menghambat kinerja enzim.
Jawaban
Urease
1. (NH₂)CO + 2H₂O (NH₄)₂CO₃
ureum
2. Denaturasi enzim adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik protein
akibat gangguan interaksi sekunder,tersier, dan kuartener. Denaturasi akibat panas
menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat
cepat. Sehingga sifat protein yaitu hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya molekul
akan bergerak semakin cepat dan memutus ikatan hydrogen didalamnya
(Sumardjo,2008).
Pada pH sangat mempengaruhi dari aktifitas suatu enzim dan juga bisa me
nyebabkan denaturasi enzim. Jika kondisi dari pH asam dan basa maka disekitar
molekul enzim akan mempengaruhi bentuk 3 dimensi enzim dan juga hal tersebut
akan menyebabkan denaturasi enzim.
2) Aktivator dan Inhibitor
Pada temperatur suhu yang tinggi kecepatan dari molekul substrat akan menin
gkat, sehingga pada saat bertabrakan dan bertemu dengan enzim energi pada mole
kul substrat akan berkurang. Hal tersebut akan membuat ikatan molekul substrat d
an sisi aktif enzim. Aktifitas dari enzim akan meningkat dengan meningkatnya suh
u pada titik tertentu.
Pada enzim peningkatan temperatur suhu yang bisa mencapai 40 derajat denga
n adanya peningkatan reaksi. Hal tersebut bisa dihubungkan dengan makin menin
gkatnya energi kinetik pada molekul substrat dan enzim.
Meningkatnya suhu diatas suhu optimumnya akan menyebabkan putusnya seb
uah ikatan hidrogen dan juga ikatan lain yang merangkai molekul enzim, lalu men
jadikan enzim mengalami denaturasi.
11
3. Larutan sublimat termasuk kedalam inhibitor non kompetitif irreversible. Sublimat ini
merupakan salah satu contoh dari logam berat. Larutan sublimat tersebut bekerja
dengan menggangu sisi kofaktor enzim sehingga enzim tidak teraktivasi dan reaksi
gagal berlangsung. Inhibitor jenis ini akan berikatan dengan enzim pada sisi yang
berbeda (bukan sisi aktif). Jika telah terjadi ikatan enzim inhibitor, sisi aktif enzim
akan berubah sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan enzim. Banyak ion
logam berat bekerja sebagai inhibitor nonkompetitif, misalnya Ag+, Hg+, dan
Pb+ (Firmansyah dkk, 2007).
12
DAFTAR PUSTAKA
13