Anda di halaman 1dari 12

APLIKASI PRAKTIS DARI ASAM NUKLEAT

Getta Austin Mangiring (1306405364)

Abstrak
Asam nukleat terdiri dari DNA dan RNA yang merupakan tempat penyimpanan informasi
genetik. Asam nukleat merupakan bagian penting di dalam tubuh manusia karena menyimpan,
mentransmisi, dan mentranslasi informasi genetik manusia. Pada saat ini, sudah banyak teknologi
canggih yang memanfaatkan asam nukleat sebagai bahan dasarnya. Teknologi tersebut bergerak di
bidang kedokteran, industri farmasi, forensik, lingkungan, dan pertanian.
Kata Kunci
Asam nukleat, DNA, RNA, PCR, Terapi Gen, Forensik, Kloning, Teknologi Transgenik, dan
Teknologi Plasmid
Pendahuluan
Beberapa fungsi penting asam nukleat adalah menyimpan, menstransmisi, dan mentranslasi
informasi genetik; metabolisme antara (intermediary metabolism) dan reaksi-reaksi informasi energi;
koenzim pembawa energi; koenzim pemindah asam asetat, zat gula, senyawa amino dan biomolekul
lainnya; koenzim reaksi oksidasi reduksi. Asam nukleat dalam sel ada dua jenis yaitu DNA
(deoxyribonucleic acid ) atau asam deoksiribonukleat dan RNA (ribonucleic acid ) atau asam
ribonukleat. Baik DNA maupun RNA berupa anion dan pada umumnya terikat oleh protein dan bersifat
basa. Senyawa gabungan antara protein dan asam nukleat disebut nucleoprotein. Molekul asam
nukleat merupakan polimer seperti protein tetapi unit penyusunnya adalah nukleotida. ATP adalah
salah satu contoh nukleotida asam nukleat bebas yang berperan sebagai pembawa energi.
Asam nukleat merupakan polimer besar dengan ukuran yang bervariasi antara 25.000 /
1.000.000 s/d 1 milyar. Asam nukleat baik DNA maupun RNA tersusun dari monomer nukleotida .
Nukleotida tersusun dari gugus fosfat, basa nitrogen dan gula pentosa. Basa nitrogen berasal dari
kolompok purin dan pirimidin. Purin utama asam nukleat adalah adenin dangua nin, sedangkan
pirimidinnya adalah sitosin, timin danuras il.
Bioteknologi modern memberikan sumbangan yang sangat besar bagi bidang kedokteran, baik
dalam diagnosis penyakit maupun dalam dalam perkembangan produk farmasi. Salah satu manfaat
teknologi DNA dan Human Genome Project adalah pengidentifikasian gen-gen yang mutasinya
bertanggung jawab atas penyakit-penyakit genetik. Beberapa aplikasi dari teknologi DNA adalah
sebagai berikut:
Asam ribonukleat (ribonucleic acid, RNA) senyawa yang merupakan bahan genetik dan
memainkan peran utama dalamekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central dogma) genetika
molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang
diwujudkan dalam bentuk protein.
Struktur dasar RNA mirip dengan DNA. RNA merupakan polimeryang tersusun dari
sejumlah nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat, satu gugus pentosa, dan satu
gugus basa nitrogen (basa N). Polimer tersusun dari ikatan berselang-seling antara gugus fosfat dari
satu nukleotida dengan guguspentosa dari nukleotida yang lain.

Perbedaan RNA dengan DNA terletak pada satu gugus hidroksilcincin gula pentosa, sehingga
dinamakan ribosa, sedangkan gugus pentosa pada DNA disebut deoksiribosa. Basa nitrogen pada
RNA sama dengan DNA, kecuali basa timina pada DNA diganti dengan urasil pada RNA. Jadi tetap
ada empat pilihan:adenina, guanina, sitosina, atau urasil untuk suatu nukleotida.

I. Diagnosis Penyakit
Dalam menelusuri pathogen-patogen tertentu, dimanfaatkan PCR dan probe asam nukleat
berlabel. Misalnya, karena urutan DNA HIV diketahui, PCR dapat digunakan untuk memperkuat
(mengamplifikasi), dan kemudian mendeteksi DNA HIV dalam sampel darah atau jaringan. Hal ini
sering merupakan cara terbaik untuk mendeteksi suatu infeksi yang tampak
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi)
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA
untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan
proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini
disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara
basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC 95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara
primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC
60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi
sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya
pada 72 oC.
3) Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang
telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah
yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa
untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n
adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA
sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi
4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung
secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap
siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang
ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat
yang disebut thermocycler.

II. Terapi Gen


Terapi gen adalah suatu teknik untuk memperbaiki gen yang cacat atau rusak sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Upaya-upaya pada terapi gen manusia belum menghasilkan manfaat pada
pasien yang bisa dibuktikan. Akan tetapi untuk setiap kelainan genetic yang bisa ditelusuri hingga ke
alel rusak tunggal, seharusnya secara teoritis ada kemungkinan untuk mengganti atau melengkapi
alel rusak itu dengan alel yang masih berfungsi normal dengan menggunakan teknik DNA
rekombinan. Alel baru dapat diselipkan ke dalam sel somatic dari jaringan yang di pengaruhi kelainan
tersebut dalam diri manusia. Agar terapi gen sel somatic itu permanen, sel yang menerima alel normal
haruslah sel yang memperbanyak diri sepanjang hidup si pasien, sehingga alel cangkokan akan
bereplikasi dan terus diekspresikan.
Selama ini pendekatan terapi gen yang berkembang adalah menambahkan gen-gen normal ke
dalam sel yang mengalami ketidak normalan. Pendekatan lain adalah melenyapkan gen abnormal
dengan gen normal dengan melakukan rekombinasi homolog. Pendekatan ketiga adalah mereparasi
gen abnormal dengan cara mutasi balik selektif, sedemikian rupa sehingga akan mengembalikan
fungsi normal gen tersebut. Selain pendekatan-pendekatan tersebut, ada pendekatan lain untuk terapi
gen, yaitu mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut.
Vektor Terapi Gen, antara lain:

Virus
Virus dapat digunakan sebagai kendaraan yang baik dalam membawa gen ke dalam tubuh
manusia. Jika virus tersebut memiliki 2 gen yaitu gen A dan gen B, dimana gen A
mengkodekan protein yang memungkinkan virus ini untuk menyisipkan diri ke genom inang,
dan gen B menyebabkan penyakit yang terkait dengan virus ini. Saat ingin menggantikan gen
B dengan gen C, yaitu gen yang normal dan hendak kita masukkan ke dalam tubuh manusia,
maka dilakukan rekayasa ulang virus sehingga gen B dapat digantikan oleh gen C, sementara
gen A tetap pada fungsi awalnya. Dengan mengganti gen B dengan gen C, maka sel yang
abnormal akan di gantikan.

Retrovirus
Dalam prosedur ini, retrovirus yang dilemahkan digunakan sebagai vector untuk
memasukkan alel normal suatu gen ke dalam sel pasien yang tidak memilikinya. Metode ini
memanfaatkan kenyataan bahwa retrovirus menyelipkan satu salinan asam nukleatnya
(transkrip DNA dari genom RNA-nya) ke dalam DNA kromosom sel inangnya. Jika asam
nukleatnya mencakup gen asing dan gen ini diekspresikan, sel tersebut dan turunan mitotiknya
akan memiliki produk gen tersebut yang secara potensial akan disembuhkan. Sel yang terus

berproduksi selama hidupnya, seperti sel sumsum tulang, merupakan calon yang ideal untuk
terapi gen

Adenoviruses

Resiko Terapi Gen ialah:


a. Virus yang disuntikkan ke dalam tubuh bisa saja virus tersebut memasuki sel tubuh yang
lain (bukan hanya sel kanker seperti yang diharapkan) dan bila mengenai sel reproduksi,
maka mutasi ini akan diturunkan juga pada keturunan penderita

b. Gen yang ditransfer dan menempel pada lokasi yang salah dalam rantai DNA, bisa
menimbulkan mutasi genetik yang berbahaya merusak DNA, bahkan kanker jenis baru.
c. Gen yang ditransfer bila bereaksi berlebihan di lingkungan barunya (sel kanker) sehingga
akan menimbulkan peradangan, atau memicu reaksi pertahanan/perlawanan sel kankernya.
d. Terapi gen melalui virus vector dapat menyebabkan infeksi dan / atau peradangan dari
jaringan, dan pengenalan buatan virus ke dalam tubuh dapat memulai proses penyakit lain.

III. Forensik Menggunakan Teknologi DNA


Pada kriminalitas dengan kekerasan, darah atau jaringan lain dalam jumlah kecil dapat
tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP) atau pada pakaian atau barang-barang lain milik korban
atau penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kacil dapat ditemukan dari tubuh
korban. Jika jaringan atau air mani cukup tersedia, maka laboratorium forensik dapat menentukan
jenis darah atau jenis jaringan dengan menggunakan antibodi untuk menguji protein permukaan-sel
yang spesifik. Akan tetapi, pengujian seperti ini membutuhkan jaringan yang agak segar dalam jumlah
yang relatif banyak. Selain itu, karena terdapat banyak orang dalam populasi dengan jenis darah
autau jaringan yang sama, pendekatan ini tidak dapat memberikan bukti kuat tentang pelakunya.
Di lain pihak, pengujian DNA dapat mengidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang
jauh lebih tinggi, karena urutan DNA setiap orang itu unik (kecuali untuk kembar identik). Analisis
RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dengan Southern blotting merupakan metode
untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau
jaringan lain dalam jumlah yang sangat sedikit (kira-kira 1.000 sel). Misalnya, dalam kasus
pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA dari tersangka, korban,
dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang
mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya saintis forensik menguji kira-kira lima penanda;
dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu
individu yang demikian sedikit pun sudah dapat memberikan sidik jari DNA, atau pola pita spesifik
yang berguna untuk forensik karena probabilitas bahwa dua orang (yang bukan kembar identik) akan
memiliki rangkaian penanda RFLP yang tepat sama adalah sangat kecil.
Saat ini, sebagai ganti RFLP, variasi dalam panjang DNA satelit semakin banyak digunakan
sebagai penanda untuk penyidikjarian DNA. Bahwa DNA satelit terdiri atas urutan basa yang berulang
secara tandem (berurut) di dalam genomnya. Urutan satelit yang beranfaat untuk keperluan forensik
ialah mikrosatelit yang panjangnya kira-kira 10-100 passangan basa, yang memiliki unit berulang
hanya beberapa pasangan basa, dan yang sangat bervariasi dari satu orang ke orang yang lain.
Misalnya satu individu dapat saja memiliki unit ACA yang berulang 65 kali pada satu lokus genom, 118
kali pada lokus kedua, dan seterusnya, sementara individu lain agaknya akan memiliki jumlah
perulangan yang berbeda pada lokus-lokus tersebut. Lokus genetik polimorfik tersebut biasanya
disebut perulangan tandem sederhana (STRSimple Tandem Repeat). Fragmen retriksi yang
mengandung STR bervariasi ukurannya di antara individu-individu karena perbedaan dalam panjang
STR, dan bukannya disebabkan oleh perbedaan jumlah tempat retriksi di dalam daerah genom,
seperti dalam analisis RFLP. Semakin banyak penanda yang diperiksa dalam suatu sampel DNA akan
semakin unik sidik jari DNA menggambarkan satu individu. PCR (Polymerase Chain Reaction
Reaksi Rantai Polimerase) sering digunakan untuk secara selektif memperkuat STR tertentu atau
penanda lain sebelum elektroforesis. Karena kekuatan selektifnya, PCR sangat bernilai apabila DNAnya dalam keadaan buruk atau tersedia hanya dalam jumlah yang sangat kecil. Sampel jaringan
sekecil 20 sel sudah mencukupi untuk PCR.
Sidik jari DNA seseorang akan benar-benar unik jika memang layak untuk meakukan analisis
fragmen retriksi pada seluruh enom orang tersebut. Pada prakteknya, seperti yang telah dijelaskan,
pengujian sidik jari DNA berfokus hanya pada kira-kira lima daerah yang sangat kecil dari suatu

genom. Akan tetapi, daerah DNA yang dipilih merupakan daerah yang diketahui sangat bervariasi dari
satu orang ke orang lainnya. Pada sebagian kasus forensik, probabilitas dua orang memiliki sidik jari
DNA yang sama ialah antara satu dalam 100.000 hingga satu dalam satu miliar. Angka yang tepat
tergantung pada jumlah penanda yang dibandingkan dan pada frekuensi penanda ini dalam
populasinya. Informasi tentang bagaimana berbagai penanda yang sama berada dalam kelompok
etnik yang berbeda adalah merupakan kuncinya karena frekuensi penanda ini dapat sangat berbeda
dari frekuensi pada populasi itu secara keseluruhan. Data seperi ini sekarang telah membuat para
saintis dapat membuat perhitungan statistik yang sangat akurat. Dengan demikian, meskipun ada
masalah-masalah yang timbul dari data statistik yang tidak mencukupi, kesaahan manusia (human
error), atau bukti cacat, sidik jari DNA sekarang diterima sebagai bukti penguat oleh pakar hukum dan
saintis sejenis. Banyak argumentasi mengatakan bahwa bukti DNA lebih handal daripada saksi mata
dalam menempatkan tersangka pada TKP. Pengadilan pembunuhan O.J. Simpson pada tahun 1995
membuat sidikjari DNA menjadi istilah rumahtangga, dan jenis bukti ini akan memiliki dampak forensik
yang menngkat

IV. Produk-produk Farmasi

Penyambungan Gen
Aplikasi dari penyambungan gen ialah produksi hormon mamalia dan protein pengaturan
mamalia lain di dalam bakteri. Insulin manusia dan hormon pertumbuhan manusia merupakan
contoh-contoh utama
Aktivator Plasminogen Jaringan (TPA tissue plasminogen activator)
Protein ini membantu melarutkan darah yang membeku dan menurunkan risiko serangan
jantung berikutnya jika diberikan sesegera mungkin setelah serangan pertama.
Asam Nukleat Antisens (Antisense Nucleic Acid)
Molekul DNA atau RNA untai-tunggal yang telah di konstruksi secara eksplisit untuk
berpasangan-basa dengan molekul-molekul mRNA dan mencegah translasi mRNA tersebut.
Pencampurang dengan mRNA krusial yang terlibat di dalam replikasi virus atau transformasi
sel menjadi sel kanker dapat mencegah penyebaran penyakit tersebut
Vaksin
Vaksin merupakan varian atau derivaitf (turunan) patogen tidak berbahaya yang merangsang
sistem imun untuk melawan patogen tersebut. Vaksin tradisional untuk penyakit virus terdiri
atas dua jenis: partikel virus virulen yang telah diinaktivasi dengan cara-cara kimiawi atau fisis,
dan partikel virus aktif dari strain virus yang telah di perlemah (non patogenik). Teknik DNA
rekombinan dapat menghasilkan molekul protein spesifik dalam jumlah besarr yang secara
normal dapat ditemukan pada permukaan suatu patogen. Jika protein tersebut, yang dianggap
sebagai subunit, merupakan salah satu protein yang memicu respon imun melawan patogen
utuh, maka protein itu dapat digunakan sebagai vaksin. Cara lainnya, metode rekayasa
genetik dapat digunakan untuk memodifikasi genom patogen tersebut untuk
memperlemahnya.

V. Penggunaan Teknologi DNA di Bidang Lingkungan


Rekayasa genetik semakin banyak di gunakan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan
lingkungan. Kemampuan mikroorganisme untuk mentransformasi bahan kimiawi di rekayasa ke
dalam organisme yang akan membantu menanggulangi beberapa masalah lingkungan. Mikroba
yang di rekayasa secara genetik mungkin menjadi penting dalam penambangan mineral dan
pembersihan limbah tambang yang sangat toksik.
Keragaman metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani limbah dari sumbersumber lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan kemampuan mikroba untuk
mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk non toksik. Namun, senyawa yang
secara potensial berbahaya itu semakin bertambah ke lingkungan hingga tidak dapat lagi di
degradasi ole mikroba. Maka para ahli bioteknologi mencoba merekayasa untuk memindahkan
gen-gen yang bertanggung jawab atas degradasi ke dalam organisme yang berbeda.

VI. Kloning
Kloning adalah proses pembentukan satu atau sejumlah individu, tanaman, atau hewan yang
mempunyai susunan genetik yang sama. Sebenarnya terbentuknya kloning merupakan hal yang
biasa terjadi pada tanaman, hewan, dan manusia. Pada manusia, dengan probabilitas satu dari 75
kehamilan, satu zigot dapat berkembang menjadi kembar identik yang mempunyai susunan gen
yang sama. Jadi sebenarnya kembar identik adalah klon yang terjadi secara alamiah.
Proses kloning buatan dapat dilakukan melalui metode pemisahan embrio (embryo splitting)
atau transfer nukleus (nuclear transfer) (Byrne, 2002). Metode pemisahan embrio merupakan
pemisahan embrio pada tahap perkembangan awal menjadi dua bagian atau lebih. Tahap pertama
ialah zigot dipacu untuk membelah secara in vitro di dalam cawan petri atau tabung menjadi
2,4,8,16 atau sampai 32 sel. Kemudian dengan menggunakan enzim protease, zona pelusida
yang membungkus ke-16 atau ke-32 sel tadi dihancurkan, sehingga sel-selnya satu sama lain
terlepas. Kemudian tiap sel dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibungkus kembali oleh zona
pelusida. Setelah itu tiap sel akan membelah dan berkembang membentuk blastosit, dan dapat
ditransfer ke dalam uterus induk yang siap menerima implantasi blastosit. Blastosit akan
mengalami proses perkembangan berikutnya di dalam uterus induk (Suhana, 2002). Proses ini
mirip dengan proses pembentukan kembar monozigot yang identik secara genetis.
Pemisahan embrio buatan telah sukses dilakukan pada berbagai mamalia, yaitu domba oleh
Willadsen pada 1981, sapi oleh Willadsen pada 1989, tikus oleh Agrawal dan Polge pada 1989,

dan monyet oleh Chan et al. pada tahun 1993. Pada tahun 2000, the American Society for
Reproductive Medicine mendeklarasikan kloning manusia melalui pemisahan embrio adalah
prosedur etis untuk meningkatkan jumlah blastosit manusia yang dapat digunakan pada prosedur
penanganan infertilitas. Walaupun demikian, pemisahan embrio hanya dapat memproduksi klon
dalam jumlah yang terbatas karena frekuensi pembelahan embrio muda terbatas dan prosedur ini
tidak dapat digunakan untuk memproduksi klon dari sel-sel orang dewasa (Byrne,2002).
Metode lain untuk proses kloning adalah dengan cara transfer nukleus sel somatik. Materi
nukleus dihilangkan dari telur, kemudian nukleus sel somatis disisipkan ke dalam telur tersebut
melalui mikroinjeksi atau elektrofusi. Zigot yang terbentuk mempunyai potensi untuk membelah
menjadi blastosit yang apabila diimplantasikan ke dalam uterus induk pengganti (surrogate
mother) akan berkembang menjadi anak yang identik secara genetis dengan donor nukleus.
Kloning dengan metode transfer nukleus dilakukan pertama kali pada amfibi di tahun 1950-an.
Transfer nucleus berhasil dilakukan pada mamalia pada tahun 1970-an oleh Bromhall dan tahun
1980-an oleh Willadsen. Kelahiran domba klon Dolly yang merupakan hasil transfer nukleus sel
domba dewasa dipublikasikan di majalah Nature pada tahun 1997. Publikasi kesuksesan Wilmut
et al. yang membuat Dolly diikuti oleh para ilmuwan lainnya, yaitu Cibelli et al. yang
mempublikasikan keberhasilan mereka mengklon sapi pada tahun 1998, Wakayama
mempublikasikan pembuatan klon tikus pada tahun yang sama, Baguisi et al. mengklon kambing
pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 Betthauser et al., Onishi et al., Polejaeva et al.
mempublikasikan keberhasilan mereka mengklon babi (Byrne, 2002). Keberhasilan-keberhasilan
itu menunjukkan bahwa transfer nukleus kemungkinan besar dapat dilakukan pada semua
mamalia, termasuk manusia.
Metode transfer nukleus mulai digunakan untuk kloning manusia. Kloning manusia digunakan
untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu untuk reproduksi dan terapi.
Ada beberapa langkah dasar dalam Kloning Gen yaitu sebagai berikut :
1. Suatu frakmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon diinsersikan pada molekul
DNA sirkular yang di sebut sektor untuk menghasilkan chimoera atau molekul DNA rekombiner.
2. Vektor bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk kedalam sel tuan rumah
( host ) yang biasanya berupa bakteri, walaaupun sel-sel jenis lain dapat di gunakan.
3. Didalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan banyak kopi atau turunan
yang identik, baik vektornya sendiri maupun gen yang dibawanya.
4. Ketika sel host membelah, kopi molekul DNA rekombinasi diwariskan pada progeni dan
terjadi replikasi vektor selanjutnya.
5. Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan koloni atau klonsel host
yang identik

VII. Teknologi Plasmid


Molekul DNA berbentuk sirkuler yang terdapat dalam sel bakteri atau ragi disebut plasmid.
Plasmid merupakan molekul DNA nonkromosom yang dapat berpindah dari bakteri satu ke bakteri
yang lain dan mempunyai sifat pada keturunan bakteri sama dengan induknya. Selain itu, plasmid
juga dapat memperbanyak diri melalui proses replikasi sehingga dapat terjadi pengklonan DNA yang
menghasilkan plasmid dalam jumlah banyak. Karena sifat-sifat plasmid yang menguntungkan, maka
plasmid digunakan sebagai vektor atau pembawa gen untuk memasukkan gen ke dalam sel target.
Contoh aplikasi penggunaan teknologi plasmid yang telah dikembangkan manusia adalah produksi
insulin secara besar-besaran. Insulin dibuat di dalam tubuh manusia dengan dikontrol oleh gen
insulin. Insulin ini kemudian diambil dari pulau langerhans tubuh manusia, lalu disambungkan ke
dalam plasmid bakteri. Untuk menghubungkan gen insulin dengan plasmid diperlukan rekombinasi
genetik. Dalam rekombinasi DNA dilakukan pemotongan dan penyambungan DNA.
Proses pembuatan insulin:
1. Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pancreas manusia.
Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari sel pancreas.
Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA bersamaan dengan nukleotida
penyusun DNA.
Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetakan untuk membentuk DNA berantai tunggal.
DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
Enzim DNA polymerase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal menjadi rantai
ganda, disebut DNA komplementer (c-DNA), yang merupakan gen penghasil insulin.
2. Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong kromosom secara
khusus menggunakan enzim restriksi.
3. Mengekstrak plasmid dari sel bakteri, kemudian membuka plasmid dari sel bakteri dengan
menggunakan enzim restriksi yang lain. Sementara itu, di dalam serangkaian tabung reaksi atau

cawan petri, gen penghasil insulin manusia (dalam bentuk c-DNA) disiapkan untuk dipasangkan pada
plasmid yang terbuka tersebut.
4. Memasang gen penghasil insulin ke dalam cincin plasmid. Mula-mula, ikatan yang terjadi masih
lemah, kemudian enzim DNA ligase memperkuat ikatan ini sehingga dihasilkan molekul DNA
rekombinan / plasmid rekombinan yang bagus.
5. Memasukkan plasmid rekombinan kedalam bakteri E. coli. Di dalam sel bakteri ini plasmid
engadakan replikasi.
6. Mengultur bakteri E. coli yang akan berkembang biak dengan cepat menghasilkan klon-klon bakteri
yang mengandung plasmid rekombinan penghasil insulin. Melalui rekayasa genetika dapat dihasilkan
E. coli yang merupakan penghasil insulin dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat.

VIII. Teknologi Transgenik


Pada Tumbuhan
Tanaman transgenik merupakan tanaman yang telah disusupi DNA asing sebagai pembawa sifat yang
diinginkan. DNA tersebut dapat berasal dari tumbuhan yang beda jenis. Untuk menghasilkan tanaman
transgenik dibutuhkan teknik rekayasa genetika dan vector sebagai pembawa gen sifat yang
diinginkan. Sebagai vector digunakanlah DNA yang berasal dari bakteri Agrobacterium tumefaciens
yang lebih dikenal dengan nama Ti plasmid (tumor-inducing plasmid). Ti plasmid memiliki kemampuan
untuk masuk ke dalam sel tumbuhan selama proses infeksi.
Tahapan untuk memperoleh tanaman transgenik, adalah sebagai berikut:
a. Ti plasmid dikeluarkan dari sel bakteri
b. Ti plasmid dipotong pada sisi yang spesifik dengan menggunakan enzim restriksi.
c. DNA yang berasal dari sel tanaman dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sama agar
diperoleh sisi yang speksifik. Kemudian gen tanaman yang membawa sifat yang diinginkan dipisahkan
dari DNA-nya.
d. Gen tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam plasmid sehingga menghasilkan DNA rekombinan.
e. Plasmid yang telah mengandung gen tersebut dimasukkan ke dalam sel tanaman yang dikultur.
Saat ini, sel tanaman telah memiliki gen dari tanaman lain.
f. Terjadi regeberasi sel tumbuhan yang akan terus mengalami pembelahan hingga menjadi satu
individu tanaman baru. Tanaman baru ini memiliki sifat baru yang diinginkan dan merupakan tanaman
transgenik.
Teknologi transgenik telah dilakukan pada beberapa tanaman pertanian seperti jagung, kapas, tomat,
padi, kedelai, dan papaya. Pada kedelai telah dimasukkan beberapa gen yang menyebabkan variasi

pada tanaman kedelai. Pada tanaman jagung telah dimasukkan gen cry dari Bacillus thuringiensis
disebut dengan jagung Bt, yang menyebabkan jagung menghasilkan protein yang dapat membunuh
serangga, seperti kupu-kupu.
Tanaman transgenik ini tidak perlu disemprot dengan pestisida untuk menyingkirkan hama dan
penyakit, sebab dengan sisipan gen tersebut akan menghasilkan senyawa endotoksin ( senyawa
racun) sehingga tanaman transgenik dapat membrantas hama dengan senyawa racun yang
dikandungnya

Pada Hewan
Hewan transgenik adalah hewan yang telah mengalami rekayasa genetika sehingga dihasilkan hewan
dengan sifat yang diharapkan. Teknologi transgenik pada hewan dilakukan dengan cara penyuntingan
fragmen DNA secara mikro ke dalam sel telur yang telah mengalami pembuahan. Tujuan dari
teknologi ini adalah meningkatkan produk dari hewan ternak seperti daging susu, dan telur.
Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah domba transgenik. Jadi DNA domba ini
disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII ( merupakan protein pembeku darah). Berkat
penyusupan gen tersebut, domba menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat
dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.
Rekayasa genetika juga dapat melestarikan spesies langka. Sebagai contoh, sel telur zebra yang
sudah dibuahi lalu ditanam dalam kuda spesies lain. Spesies lain yang dipinjam rahimnya ini disebut
surrogate. Hal ini sudah diterapkan pada spesies keledai yang hampir punah di Australia.
Teknik pelestarian dengan rekayasa genetika berguna, dengan alasan:
a. Induk dari spesies biasa dapat melahirkan anak dari spesies langka.
b. Telur hewan langkah yang sudah dibuahi dapat dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun
induknya sudah mati. Jika telah ditemukan surrogate yang sesuai, telur tadi ditransplantasi.

Ringkasan
Asam nukleat yang terdiri dari DNA maupun RNA ternyata tidak hanya menyimpan kode
genetik di dalam tubuh manusia, namun nyatanya asam nukleat dapat di aplikasikan menjadi hal-hal
yang menguntungkan, baik di dalam rumpun kesehatan, pertanian, dan peternakan. Aplikasi dari
asam nukleat ini dapat di katakan sebagai rekayasa genetika, karena merekayasa genetika dari suatu
organisme sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Contohnya seperti transgenik pada hewan
dan tumbuhan, dengan memasukkan gen lain yang kita inginkan, maka kita akan mendapatkan hasil
yang mebawa sifat gen tersebut. Dalam bidang kedokteran dan industri farmasi, asam nukleat di
gunakan untuk terapi gen, forensik, kloning, teknologi plasmid, dan dalam PCR digunakan untuk
mendiagnosis penyakit. Begitu banyak aplikasi dari asam nukleat dalam kehidupan manusia sehingga
tidak menutup kemungkinan aplikasinya akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu.
Daftar Pustaka
Campbell N.A., Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell, 2000. Biologi. Edisi 5, jilid 1. Jakarta:Erlangga
Nelson, David L., Cox, Michael M., 2010. Principles of Biochemistry fourth edition. London:Peseus

Anda mungkin juga menyukai