Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM ENZIM DAN OKSIDASI

MODUL BIOMEDIK DAN HEMOPOETIK-


LIMFORETIKULER
T.A. 2022/2023

Kelompok : 1 (Satu)
Dosen : dr. Septi Handayani, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2022
ANGGOTA KELOMPOK :

• SALMA FATHINAH (223020801086)


• QONITA SARI BUSTOMI (223020801078)
• SEPTIANI (223030801113)
• ANDI RIZKA FAUZIAH (223020801054)
• APRILINA KARYN MAHARANI (223010801003)
• ABIMAYU ESA PUTRA (223030801140)
• YOGI PRASETYO (223010801017)
• RESTU HERIANTO (223030801115)
• ELVANIA DWI OCTARINA E. SAKI (223030801132)
• ANDI FAHRI (223020801075)
• MINDYATA PUTRI MAWINEY PALAR (223030801119)
• YOHANES KERRY (223020801100)
• GRACIA OKTAVIANI SISWIDODO (223020801044)
• RIZAL HADI (223020801069)
• STEVE DAVID ALESSANDRO HOSANG (223030801122)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

1.1.1 ENZIM

1) PENGARUH SUHU

Untuk mengetahui suhu ideal agar reaksi antara enzim dan substrat berjalan secara
optimal.

Untuk mengetahui suhu yang dapat membuat reaksi antara enzim dan substrat
mengalami inactive.

Untuk memgetahui suhu yang dapat membuat reaksi antara enzim dan substrat
mengalami denatures.

2) PENGARUH pH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi


enzim pepsin pada substrat protein susu sapi.

3) PENGARUH KADAR SUBSTRAT

Praktikum yang kami lakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
substrat terhadap aktivitas enzim pepsin yang terdapat pada kasein (Susu).

4) PENGARUH KADAR ENZIM

Mengetahui bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap susu sapi

5) PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM

Untuk mengetahui pengaruh antiseptik terhadap kecepatan reaksi enzim.

1.1.2 PERAGIAN

Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa di dalam sel ragi terjadi reaksi
oksidasi karbohidrat menjadi CO2 dan etanol dalam keadaan anaerob. Juga memperlihatkan
bahwa tidak semua karbohidrat dapat diragikan (galaktosa tidak dapat diragikan).

1.1.3 UJI SCHARDINGER


Percobaan ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa oksidasi dapa terjadi melalui
dehidrogenasi suatu substrat, dalam hal ini formaldehid; memperlihatkan adanya enzim
dehydrogenase aerob, yaitu aldehid dehydrogenase yang terdapat dalam susu segar; dan
memperlihatkan bahwa pasteurisasi merusak enzim.

1.1.4 UJI PEROKSIDASE

Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan adanya enzim peroksidase di dalam susu
segar.

1.1.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG

Percobaan ini bertujuan untuk memperlihatkan adanya enzim oksidase dalam kentang.

1.1.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

Percobaan memperlihatkan efek antioksidan dari vitamin C (asam askorbat).

Pengaruh cara pemeraman yang berbeda terhadap kandungan vitamin C buah pisang
Raja

Pengaruh lama pemeraman terhadap kandungan vitamin C buah pisang Raja

Adanya interaksi antara cara dan lama pemeraman terhadap kandungan vitamin C
buah pisang Raja.

1.1.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

Percobaan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan efek antioksidan vitamin E


terhadap proses peroksidasi lemak.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Teori

2.1.1 ENZIM

A. ENZIM DAN KECEPATAN REAKSI ENZIM

Berbagai ratusan reaksi kimia di dalam sel hidup dapat terjadi dengan cepat pada suhu
tubuh normal tanpa perlu pemanasan atau tekanan yang tinggi seperti layaknya reaksi
kimia dalam laboratorium. Hal tersebut dapat terjadi karena di dalam sel terdapat
berbagai macam enzim. Enzim adalah suatu molekul protein yang memiliki sifat katalitik
atau mampu mempercepat suatu reaksi kimia. Sejumlah energi yang disebut energi
aktivasi diperlukan agar suatu reaksi kimia dapat berjalan. Enzim dapat menurunkan
energi aktivasi yang dapat mempercepat reaksi kimia sehingga untuk memulai terjadinya
reaksi tidak memerlukan waktu yang lama atau suhu yang tinggi ataupun tekanan yang
tinggi.

Berikut gambar yang membedakan penurunan energi aktivasi dengan adanya enzim.

Enzim dapat melemahkan ikatan kovalen pada substrat atau mengikat substrat dalam
posisi sedemikian rupa sehingga substrat dapat segera bereaksi. Enzim merupakan molekul
protein sehingga sifat-sifatnya mengikuti sifat-sifat protein. Faktor-faktor yang dapat
mengubah struktur protein, maka dapat mengubah aktivitas katalitiknya, yaitu

1. Tingkat keasaman (pH) larutan

Struktur protein terdiri dari deretan asam-asam amino yang mempunyai muatan tertentu
dan sifat keasaman atau kebasaan yang berbeda-beda pada kondisi pH larutan tertentu. Oleh
karena itu, pH larutan termasuk salah satu faktor yang dapat mengubah struktur protein.
2. Suhu

Ikatan kimia dalam protein bersifat tidak stabil terutama pada suhu tinggi. Pemaparan suhu
tinggi dapat mengakibatkan perubahan struktur protein.

Sebagai molekul protein, molekul enzim berukuran sangat besar apabila dibandingkan
dengan senyawa kimia lain. Pada bagian sisi enzim terdapat suatu tempat yang sangat penting
untuk melakukan aksinya dalam mempercepat suatu reaksi kimia yang disebut tempat aktif
atau sisi aktif. Apabila sisi aktif tersebut terganggu, maka kecepatan reaksi enzimatik akan
menurun. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh senyawa yang strukturnya mirip dengan
substrat sehingga dapat menempel atau berikatan dengan enzim. Ikatan tersebut
menyebabkan penghambatan substrat asli dengan sisi aktif enzim sehingga kecepatan reaksi
enzim dapat menurun.

Senyawa yang mirip substrat disebut inhibitor kompetitif karena bersifat kompetittif
terhadap substrat aslinya. Berbagai bahan kimia dapat juga merusak struktur enzim, misalnya
pelarut organik karena dapat berinteraksi dengan rantai samping asam amino penyusun
protein. Reaksi umum enzim adalah sebagai berikut

S: substrat. P: produk. k: konstanta kesetimbangan. E-S: kompleks enzim-substrat.

Kecepatan reaksi tergantung pada kecepatan pembentukan kompleks E-S.

VE-S = k1 x [E] [S]

VE-S (kecepatan pembentukan komplek E-S) akan semakin cepat kalau konsentrasi enzim
[E] ditingkatkan sehingga kecepatan reaksi juga akan semakin cepat.

Peningkatan konsentrasi substrat [S] akan meningkatkan kecepatan pembentukan


kompleks E-S yang pada akhirnya akan meningkatkan aktivitas enzim. Namun apabila
selama reaksi tersebut jumlah enzim berada dalam keadaan tetap, maka penambahan jumlah
substrat terus menerus akan menyebabkan kecepatan reaksi enzim tidak lagi bertambah
melainkan tetap. Hal tersebut disebabkan karena enzim telah jenuh oleh substrat. Semua
tempat aktif enzim telah diduduki oleh substrat.

B. PENGARUH KECEPATAN REAKSI ENZIM PEPSIN TERHADAP SUBSTRAT


PROTEIN SUSU SAPI

1. Kecepatan reaksi enzimatik dapat ditetapkan dengan tiga macam cara, yaitu:
2. Menentukan jumlah produk yang terbentuk
3. Menentukan jumlah substrat yang bereaksi atau substrat yang tersisa
4. Menentukan enzim yang ikut bereaksi

Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah substrat/produk/koenzim ditentukan


oleh struktur kimia senyawa yang bersangkutan. Pada umumnya, metode yang digunakan
adalah spektrofotometri, baik visible maupun UV.

Pepsin adalah suatu protease, yaitu protein yang memecah protein menjadi peptide.
Pepsin banyak terdapat pada lambung dan disekresi oleh sel parietal lambung. Enzim ini
dapat bekerja optimum di lingkungan asam pada konsentrasi HCl 0,1 N. Salah satu protein
dengan substrat pepsin adalah protein susu (kasein). Pemberian pepsin pada kasein akan
menyebabkan struktur kimia kasein akan terganggu dan berubah menjadi parakasein.
Perubahan struktur kasein menyebabkan berkurangnya kelarutan protein tersebut dalam air
akibat terjadinya proses penggumpalan. Dalam pencernaan manusia, penggumpalan seperti
ini bertujuan agar parakasein dapat lebih lama berada di lambung sehingga proses pencernaan
oleh enzim-enzim lain di lambung lebih sempurna.

Proses mulainya penggumpalan susu tersebut pada praktikum ini digunakan sebagai titik
pengamatan terbentuknya produk. Dengan asumsi jumlah produk yang terbentuk pada tiap
reaksi, maka apabila kecepatan (V) adalah jumlah produk (P) yang terbentuk per waktu (t)
adalah sama, maka kecepatan reaksi V = 1/t. Untuk mendapatkan kurva hubungan antara
konsentrasi enzim/substrat dengan kecepatan reaksi enzim, maka pada akhir praktikum
mahasiswa diwajibkan untuk menggambarkan kurva hubungan antara konsterasi enzim
[E]/substrat [S] dengan kecepatan reaski enzim (V).

Enzim adalah substansi dengan dasar protein yang terdapat pada manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Enzim membantu proses metabolisme didalam tubuh yang
memungkinkan proses kehidupan dapat berjalan. Enzim ini merupakan bagian integral
dari proses metabolisme tubuh. Enzim berguna untuk memecah makanan menjadi bagian
yang lebih kecil. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi
metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.

Didalam sel terdapat banyak jenis enzim yang berlainan kekhasannya, artinya suatu
enzim hanya menjadi katalisator untuk reaksi tertentu saja. Ada enzim yang dapat
mengkatalisa suatu kelompok substrat saja, dan ada pula yang bersifat stereo spesifik
karena enzim mengkataliser reaksi-reaksi didalam sistem biologis, maka enzim juga
disebut sebagai biokatalisator. DIantara sejumlah enzim yang berpatisi didalam
metabolisme terdapat sekelompok khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur yang
dapat mengenali berbagai isyarat yang dapat diterima. Melalui aktivitasnya sistem enzim
terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan diantara sejumlah aktivitas
metabolik yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Enzim di katakan aktif apabila zat
tersebut mempunyai kemampuan untuk melaksanakan aktivitas katalitiknya. Beberapa
enzim mempunyai aktivitas diantaranya spesifik untuk D dan L dan isomer. Enzim L-
asam amino oksidase hanya pada L-asam amino oksidase tidak bereaksi terhadap isomer D-
asam amino. Beberapa enzim memerlukan suatu ko-faktor yang bukan protein dan biasanya
agak longgar berikatan dengan enzim.

Enzim dalam menjalankan aktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti


pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan.
Oleh sebab itu pada percobaan ini akan dilihat sampai sejauh mana pengaruh suhu,
penambahan enzim, penambahan substrak, pengaruh PH terhadap kecepatan kinerja atau
aktivitas dari enzim tersebut yang sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi
didalam tubuh.

1. Enzim

Enzim merupakan golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel
hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator pada reaksi-reaksi
biokimia. Semua enzim adalah protein dengan pengecualian pada beberapa RNA
(ribozim) yang mempunyai aktivitas katalitik. Enzim dikenal sebagai katalis yang
paling efisien. Aktivitas katalitik enzim tergantung pada keutuhan dari konformasi
protein nativenya. Jika enzim didenaturasi atau terpisah menjadi subunitnya, maka
aktivitas katalitiknya biasanya hilang. Jika enzim didegradasi menjadi asam amino,
aktivitas katalitiknya selalu hancur. Dengan demikian struktur primer, struktur
sekunder, tersier, dan quartener dari protein enzim adalah essensial untuk aktivitas
katalitiknya.

2. Enzim Pepsin

Enzim pepsin merupakan sebuah protein yang dikenal bertindak pada proses
pencernaan makanan, dari bahasa Yunani, pepsin “digestion” dan lyzozyme
dinamakan karena kesanggupannya mendegradasi dinding sel bakteri.

3. Kasein

Salah satu protein dengan substrat pepsin adalah protein susu (Kasein). Kasein
atau “Βcasein” merupakan jenis protein susu dengan sifat hidrofobik paling kuat
diantara jenis protein susu lainnya.

4. Aktifitas Enzim dan Faktor Yang mempengaruhi

Enzim memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan maupun


proses metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh. Fungsi enzim adalah mengurangi
energi aktivasi, yaitu energi yang diperlukan untuk mencapai status transisi (suatu
bentuk dengan tingkat energi tertinggi) dalam suatu reaksi kimiawi. Suatu reaksi yang
di katalisis oleh enzim mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah, dengan
demikian membutuhkan lebih sedikit energi untuk berlangsungnya reaksi tersebut.
Enzim mempercepat reaksi kimiawi secara spesifik tanpa pembentukan hasil samping
dan bekerja pada larutan dengan keadaan suhu dan pH tertentu.

Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi


enzim, konsentrasi substrat, suhu dan pH.

A. Faktor pH

Enzim sebagai biokatalisator berstruktur protein, dalam mekanisme kerja


aktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, konsentrasi
substrat, konsentrasi enzim, kehadiran aktivator atau inhibitor (Poedjiadi, 1994).
Potensial Hidrogen (pH) merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
apabila bekerja dengan enzim, hal ini dikarenakan enzim hanya mampu bekerja pada
kondisi pH tertentu saja. Suatu kondisi pH dimana enzim dapat bekerja dengan
aktivitas tertinggi yang dapat dilakukannya dinamakan pH optimum. Sebaliknya pada
pH tertentu enzim sama sekali tidak aktif atau bahkan rusak. Hal ini dapat dijelaskan
karena diketahui bahwa enzim merupakan molekul protein, molekul protein
kestabilannya dapat dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan, pada kondisi
keasaman yang ekstrim molekul-molekul protein dari enzim akan rusak

B. Suhu

Seperti halnya pH, aktivitas kerja enzim juga dipengaruhi oleh temperatur
lingkungan dimana enzim bekerja. Sama seperti reaksi kimia biasa, suhu biasanya
dapat mempercepat proses reaksi, namun demikian pada titik suhu tertentu kecepatan
reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan mulai menurun bahkan aktivitasnya tidak lagi
nampak. Kondisi suhu dimana enzim dapat menghasilkan aktivitas tertinggi
dinamakan suhu atau temperatur optimum. Oleh karena enzim berstruktur protein,
sebagaimana diketahui bahwa protein dapat dirusak oleh panas, sehingga pada suhu
tinggi tertentu aktivitas enzim mulai menurun dan bahkan aktivitasnya menghilang.
Hal ini sangat dimungkinkan karena terjadinya denaturasi atau kerusakan struktur
enzim yang dapat menyebabkan kerusakan enzim baik secara keseluruhan maupun
sebagian terutama sisi aktifnya.

C. Konsentrasi Substrat

Reaksi-reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim dipengaruhi pula oleh


jumlah substrat. Jika melakukan pengujian konsentrasi substrat dari rendah ke tinggi
terhadap kecepatan reaksi enzimatis, maka pada awalnya akan diperoleh hubungan
kesebandingan yang menyatakan kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi substrat, namun kemudian akan diperoleh data yang
menyatakan pada konsentrasi substrat tinggi tertentu kecepatan reaksi tidak lagi
bertambah. Pada kondisi ini konsentrasi substrat menjadi jenuh dan kecepatan reaksi
menjadi maksimum yang sering juga disebut sebagai kecepatan maksimum (Vmax).

D. Konsentrasi Enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

E. Kofaktor
Sejumlah besar enzim membutuhkan suatu komponen lain untuk dapat
berfungsi sebagai katalis. Komponen ini secara umum disebut kofaktor. Kofaktor ini
dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : gugus prostetik, koenzim dan aktivator.
Aktivator pada umumnya ialah ion-ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas
dari enzim. Contoh aktivator logam adalah K+ , Mn++, Mg++, Cu++ , atau Zn++.

F. Inhibitor

Mekanisme enzim dalam suatu reaksi ialah melalui pembentukan kompleks


enzim-substrat (ES). Oleh karena itu hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang
menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada
bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat
reaksi tersebut dinamakan inhibitor.

2.1.2 PERAGIAN

Karbohidrat seperti glukosa dan sukrosa dapat diuraikan dalam keadaan anaerob oleh
enzim-enzim dalam ragi menjadi CO2 dan etanol.

ragi anaerob + karbohidrat : etanol + 2CO2

2.1.3 UJI SCHARDINGER

Aldehid dehydrogenase (ADH) mengoksidasi formaldehid dengan cara


mengeluarkan hidrogen. Hidrogen ini dapat dipindahkan langsung ke oksigen udara menjadi
H2O2 atau ke suatu senyawa penerima, misalnya riboflavin atau biru metilen. Pada akhirnya,
senyawa penerima yang tereduksi tersebut akan menyerahkan hydrogen ke oksigen udara
membentuk H2O2. Hal itu tampak jelas bila menggunakan biru metilen sebagai penerima
hydrogen. Sebagian biru metilen tereduksi, yang tidak berwarna bila kontak dengan udara (di
permukaan susu) akan kembali teroksidasi menjadi biru.

2.1.4 UJI PEROKSIDASE

Hidrogen peroksida akan direduksi oleh peroksidase di dalam susu mejadi H2O.
Sebagai donor hidrogen digunakan guaikol yang teroksidasi akan berwarna biru.

2.1.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG


Polifenol oksidase (PPO) yang terdapat dalam kentang akan mengoksidasi fenol
menjadi katekol yang kemudian menjadi kuinon dan selanjutnya melalui kondensasi
membentuk senyawa berwarna coklat.

PPO juga akan mengubah pirogalol menjadi purpurogalin yang berwarna coklat.

2.1.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

Senyawa fenol dalam pisang akan teroksidasi oleh oksigen dari udara menjadi
senyawa kinon yang berwarna coklat dan H2O2, sehingga pisang akan berwarna coklat bila
didiamkan pada udara terbuka. Tetapi pisang yang telah dicelupkan dalam larutan vitamin C
tidak berwarna coklat, karena vitamin C dioksidasi (sebagai antioksidan) oleh udara menjadi
vitamin C yang teroksidasi, sehingga pisang tetap segar/tidak teroksidasi.

2.1.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

Oksidasi asam lemak tidak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) pada
tahap awal menghasilkan dien terkonjugasi (conjugated diene), yaitu senyawa yang
mengandung susunan ikatan rangkap-tunggal-rangkap yang menyerap sinar ultraviolet pada
panjang gelombang 230-235 nm. Serapan pada panjang gelombang ultraviolet ini dapat
menggambarkan proses peroksidasi lipid murni maupun lipoprotein. Pemberian vitamin E
dapat menghambat proses peroksidasi lipid yang tampak pada penurunan serapan pada
panjang gelombang 230-235 nm.
BAB III

METODOLOGI

3.1 ALAT

3.1.1 ENZIM

• Tabung Reaksi
• Gelas Ukur
• Indikator Universal
• Pipet Tetes
• Stopwatch
• Kertas Label
• Penangas Air

3.1.2 PERAGIAN

• Tabung reaksi dan tabung reaksi


• Gelas kimia
• Gelas ukur
• Pipet tetes

3.1.3 UJI SCHARDINGER

• Tabung reaksi dan rak tabung reaksi


• Gelas ukur
• Termometer
• Gelas kimia
• Penangas air

3.1.4 UJI PEROKSIDASE

• Gelas ukur
• Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
• Penjepit
• Pembakar spiritus

3.1.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG


• Pisau/cutter
• Parutan
• Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
• Gelas kimia

3.1.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

TIDAK ADA

3.1.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

• Tabung Reaksi
• Pipet Pasteur 5 ml
• Spectrophotometer
• Kuvet

3.2 BAHAN

3.2.1 ENZIM

1. PENGARUH SUHU
• Susu Sapi
• Larutan Enzim Pepsin 0,5%
• Batu Es
2. PENGARUH pH
• Susu Sapi
• NaOH
• Pepsin 1%
• HCl
• Air
3. PENGARUH KADAR SUBSTRAT
• Susu sapi
• Akuades
• Enzim Pepsin 0,2%
4. PENGARUH KADAR ENZIM
• Susu Sapi
• Larutan Enzim : 0,2% ; 0,1% ; 0,05%
5. PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM
• Susu Sapi
• Larutan Enzim 0,2% 2 ml
• Kloroform
• Fenol 5%
• Sublimat 5%
• Air

3.2.2 PERAGIAN

• Ragi roti kue yang mengandung Sacharomyces cerevicae


• Larutan sukrosa 2%, laktosa 2% dan galaktosa 2%
• Larutan NaOH encer

3.2.3 UJI SCHARDINGER

• Susu segar
• Susu pasteurisasi : panaskan susu segar pada suhu 50°C selama 10 menit, kemudian
pada suhu 60°C selama 10 menit
• Susu pasteurisasi bermerek
• Larutan biru 0,02%
• Larutan formaldehid 0,4%

3.2.4 UJI PEROKSIDASE

• Susu segar
• Larutan guaiakol dalam alkohol
• Larutan H2O2 3%

3.2.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG

• Ekstrak kentang
• Larutan fenol 1%
• Larutan pirogalol 1%

3.2.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

• Pisang ambon
• Larutan vitamin C

3.2.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

• Minyak tidak jenuh (minyak jagung)


• Larutan Vitamin E
• H2O2

3.3 Prosedur kerja

3.3.1 ENZIM

1. PENGARUH SUHU
1) Masukkan 5 ml susu masing-masing ke dalam 4 tabung reaksi
2) Keram semua tabung selama kira-kira 10 menit.
Tabung 1 pada suhu 00C (es),
Tabung 2 pada suhu kamar,
Tabung 3 pada suhu 370C,
Tabung 4 pada suhu 800C.
3) Masukkan 1 ml larutan enzim 0,5% kedalam masing-masing tabung
4) Campurkan baik-baik dan catat waktu pencampuran
5) Keram kembali pada suhu semula sambil diamati berapa lama waktu yang dibutuhkan
sampai campuran tersebut menggumpal
2. PENGARUH pH
1) Menyediakan 3 buah tabung reaksi yang mengandung larutan sebagai berikut:

No. NaOH(ml) HCl(ml) Air(ml) Pepsin 1%(ml)

1. - - 5,0 5,0

2. 1,2 - 3,8 5,0

3. - 1,2 3,8 5,0

2) Menambahkan ke dalam setiap tabung 1,2, dan 3 NaOH/HCI, air, dan pepsin seperti
dalam tabel diatas, kemudian cek pH akhir dan lakukan pencatatan.
3) Menambahkan susu sebanyak 5 ml, letakkan diatas penangas air 37°C
4) Mencatat waktu yang diperlukan untuk penggumpalan susu
3. PENGARUH KADAR SUBSTRAT
1) Menandai 3 tabung reaksi masing-masing dengan menuliskan Tabung 1, Tabung 2,
dan Tabung 3 yangi ditulis pada kertas label.
2) Mengisi 3 tabung reaksi masing-masing dengan 5 ml susu, 4 ml susu, dan 3 ml susu.
3) Mengisi tabung reaksi 2 dan 3 dengan 1 ml akuades dan 2 ml akuades.
4) Meletakkan ketiga tabung pada penangas air 370C selama 10 menit.
5) Menambahkan ke dalam masing-masing tabung 1 ml larutan enzim 0,2%.
6) Mencatat waktu mulai pencampuran. Kemudian, melanjutkan pengeraman pada 370C
sambil mengamati berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai terjadi penggumpalan
susu.
4. PENGARUH KADAR ENZIM
1) Mengisi 3 tabung reaksi masing-masing dengan 5 ml susu lalu letakkan ketiga tabung
pada penangas air 370C selama 10 menit.
2) Menambahkan pada tabung 1 sebanyak 1 ml larutan enzim 0,2%, tabung 2 sebanyak 1
ml enzim 0,1%, tabung 3 sebanyak 1 ml enzim 0,05%. Catat waktu mulai
pencampuran.
3) Melanjutkan pengeraman pada 370C sambil diamati berapa lama waktu yang
dibutuhkan sampai terjadi penggumpalan susu.
5. PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM
1) Isilah 4 tabung reaksi masing-masing dengan 5 ml susu lalu letakkan ketiga
tabung pada penangas air 370C.
2) Tambahkan 5 tetes kloroform pada tabung 1; 5 tetes fenol 1% pada
tabung 2; 5 tetes sublimat 1% pada tabung 3; dan 5 tetes air pada tabung
4.
3) Tambahkan 2 ml larutan enzim 0,2% ke masing-masing tabung. Catat
waktu mulai pencampuran.
4) Lanjutkan pengeraman pada 370C sambil diamati berapa lama waktu
yang dibutuhkan sampai terjadi penggumpalan susu.

3.3.2 PERAGIAN

1) Gerus 1 gram ragi dengan 14 ml aquades. Tambahkan 2 ml larutan karbohidrat, aduk


sehingga didapat suspensi yang rata.
2) Timbang suspensi tersebut ke dalam tabung peragian dan balikkan tabung peragian
sehingga ujung lengan tertutup terisi penuh. Balikkan tabung kembali dan lengan
tertutup tersebut harus tetap terisi.
3) Biarkan ½ - 1 jam.
4) Adanya peragian ditandai dengan :
a. Bau tapai (etanol)
b. Gelembung CO2 diujung lengan tertutup
5) Dibuktikan lebih lanjut dengan cara kimia: pada penambahan NaOH encer, akan
terasa isapan pada ibu jari bila tabung ditutup dan dibalik-balikkan dengan ibu jari.
3.3.3 UJI SCHARDINGER
1) Masukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi, tabung pertama 5 ml susu segar dan tabung
kedua 5 ml susu pasteurisasi, tabung ketiga 5 ml susu pasteurisasi bermerek.
2) Kemudian tambahkan berturut-turut 1 ml larutan biru metilen dan 1 ml larutan
formaldehid 0,4% ke dalam tiap tabung.
3) Campur dengan baik dan masukkan ke dalam penangas air 60-65°C.
4) Sebagai kontrol buat pada tabung yang lain 5 ml susu segar dan 1 ml biru metilen,
kemudian panaskan pada 60-65°C.
5) Amati apa yang terlihat

3.3.4 UJI PEROKSIDASE

1) Campur 2 ml susu dengan 8 ml air suling, bagilah menjadi 2 tabung masing-masing 5


ml.
2) Panaskan tabung pertama sampai mendidih dan dinginkan dengan merendam dalam
air.
3) Teteskan 10 tetes larutan guaiak ke dalam tiap tabung.
4) Tambahkan 2-3 tetes H2O2 3% ke dalam kedua tabung.
5) Perhatikan dan catat apa yang terjadi.5

3.3.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG

1) Menyiapkan tabung 1 dan 2 dan memberikan label pada setiap tabung reaksi.
2) Mengupas dan memarut kentang, kemudian mengambil airnya.
3) Memasukkan esktrak ke dalam tabung I, II, III diisikan aquades 5 ml.
4) Tabung I ditetesi dengan larutan fenol 1% sebanyak 10 tetes.
5) Tabung II ditetesi larutan pirogalol 1% sebanyak 10 tetes
6) Mengocok tabung dan memperhatikan warna yang terbentuk.

3.3.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

1) Menyiapkan alat dan bahan


2) Menaruh dua wadah/tempat pisang ke atas meja
3) Memasukkan vitamin C sebanyak empat butir dan air yang cukup ke dalam salah satu
wadah pisang
4) Menunggu empat butir vitamin C sampai terlarut
5) Mengupas kulit pisang. Lalu potonglah sedikit bagian ujung pisang dua kali
6) Menaruh satu bagian pisang yang sudah dipotong ke dalam wadah yang berisikan
larutan vitamin C dan satu bagian pisangnya lagi ke dalam wadah tanpa larutan
vitamin C
7) Membiarkan pada suhu ruangan atau kamar dan amati warna pisang setelah 20 menit

3.3.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

1) Menyediakan 3 tabung reaksi dan tandai dengan 1, 2, dan 3, kemudian mengisi pada
masing-masing tabung 5 ml minyak jagung,
2) Menambahkan 10 tetes H2O2 pada tabung ke- 2 dan ke-3 ,
3) Menambahkan 10 tetes larutan vitamin E pada tabung ke-3,
4) Mengukur serapan ketiga sampel minyak jagung pada panjang gelombang 380 nm
dengan spectrophotometer (Karena batas minimal spectrophotometer laboratorium
adalah 320 nm),
5) Mencatat hasil serapan ketiga sampel minyak jagung,
6) Membandingkan ketiga serapan sampel minyak jagung.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil pengamatan
3.3.1 ENZIM
1. PENGARUH SUHU

Berapa suhu ketika kecepatan reaksi enzim paling maksimal (suhu optimum enzim)?

6
5
4
3
2
1
0
0° C 28° C 37° C 80° C

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
pepsin dengan susu pasteurisasi menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap aktivitas
enzim pepsin dengan susu pasteurisasi dengan nilai aktivitas enzim pepsin tertinggi pada
perlakuan suhu 37° C

2. PENGARUH pH

Pada praktikum yang telah dilakukan, berikut data nilai pH pada tabung reaksi 1,2,
dan 3 sebelum dimasukan kedalam penangas air :

Tabung pH

1 4

2 14

3 5

Dari Hasil praktikum, didapatkan data berupa nilai pH pada tabung Reaksi 1, 2, dan 3 dimana
ph larutan setelah diletakan pada inkubator selama 15 menit menghasilkan data sebagai
berikut :

Tabung pH
1 6

2 13

3 4

Waktu menggumpal larutan (pengaruh ph):

pH Waktu Menggumpal

13 0

4 15 menit 12 detik

3. PENGARUH KADAR SUBSTRAT

Berikut tabel hasil pengamatan praktikum pengaruh kadar substrat:

Proses pengeraman pada suhu 37°C:


Tabung Reaksi yang berisi substrat dan enzim setelah pengeraman:
• Tabung 1 (5 ml kasein)

• Tabung 2 (4 ml kasein + 1 ml akuades)


• Tabung 3 (3 ml kasein + 2 ml akuades)

Dari percobaan tersebut, didapatkan hasil:


1. Larutan kasein (susu) setelah diteteskan enzim tidak ada perubahan, yaitu tidak
menggumpal atau berubah warna.
2. Larutan kasein (susu) setelah diteteskan enzim dan kemudian dilakukan pengeraman
pada suhu 37°C terjadi perubahan dengan waktu penggumpalan yang masing-masing
berbeda, yaitu:
a. Tabung 1, menggumpal pada waktu 5 menit 40 detik
b. Tabung 2, menggumpal pada waktu 10 menit 15 detik, dan
c. Tabung 3, menggumpal pada waktu 15 menit 10 detik.
3. Kasein (susu) dan enzim pepsin dapat bekerja optimal untuk penggumpalan jika baru
dibuat dan disimpan pada suhu tertentu dan hal ini mungkin mempengaruhi hasil.
4. Tabung yang berisi larutan kasein (susu) yang ditambahkan akuades menghasilkan
hasil yang berbeda dengan tabung yang hanya berisi kasein (susu) saja. hal ini
menunjukkan bahwa penggumpalan terjadi karena pengaruh konsentrasi dari kasein
(susu) tanpa penambahan apapun.
5. Penambahan akuades pada susu mengakibatkan penggumpalan memakan waktu yang
lebih lama.
4. PENGARUH KADAR ENZIM

Tabung Konsentrasi Enzim Waktu untuk menggumpal

1 0,2% 24 menit 57 detik

2 0,1% 23 menit 57 detik

3 0,05% 7 menit 36 detik

1. Terdapat 3 tabung yang masing-masing tabung berisi susu yang sudah dicampur
dengan konsentrasi enzim yang berbeda

2. Ketiga tabung tersebut dimasukan ke penangas air dengan suhu 37, lalu amati setiap
5 menit sampai ada yang menggumpal pada bagian bawah tabung

3. Pada tabung I terjadi penggumpalan dengan waktu 24 menit 57 detik, tabung II 23


menit 57 detik, tabung III 7 menit 36 detik. Berikut contoh penggumpalan yang
terjadi.

5. PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM


Kimia Lain Zat Waktu mulai menggumpal (menit)

Kloroform 10 menit

Fenol 5% 16 menit

Sublimat 5% 10 menit

Air 17 menit

1) Bandingkan kecepatan penggumpalan suhu diantara keempat tabung.


2) Tentukan zat antiseptik mana yang menghambat kecepatan reaksi enzim.
3) Mengapa kecepatan reaksi enzim bisa menurun?
4) Apa mekanisme yang mungkin bisa menjadi penyebabnya?

JAWAB

1. Perbandingan kecepatan penggumpalan susu diantara keempat tabung

Waktu Kloroform Fenol 5% Sublimat 5% Air

Dimasukkan 09.28 09.28 09.28 09.28

Menggumpal 09.38 09.46 09.38 09.40

Perbandingan 10 menit 16 menit 10 menit 17 menit

2. Zat antiseptik yang menghambat kecepatan reaksi enzim adalah Fenol 5%


3. Kecepatan reaksi enzim bisa menurun karena faktor inhibitor. Zat antiseptik
(kloroform, fenol 5%, Sublimat 5%) merupakan inhibitor yang dapat menghambat
kerja enzim dan dapat menurunkan laju reaksi kimia.
4. Berdasarkan percobaan, susu yang ditambahkan dengan fenol 5% mengalami
penggumpalan paling lambat, hal ini disebabkan karena fenol (inhibitor) telah
berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga kerja enzim terhambat dan laju reaksi
menurun.
3.3.2 PERAGIAN

Larutan KH Bau etanol Adanya CO2 Isapan ibu jari

Sukrosa

Glukosa

Laktosa

Galaktosa ❌

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum peragian pada larutan karbohidrat :

• Sukrosa

Bau etanolnya ada namun tidak menyengat

Adanya CO2 :

Gelembung pertama muncul → 1 menit 30 detik

Gelembung mulai meningkat/memperbanyak → 3 menit

Isapan pada ibu jari ada dan menggunakan tabung reaksi

• Glukosa

Bau etanolnya ada dan menyengat

Adanya CO2 :

Gelembung pertama muncul → 3 menit

Gelembung mulai meningkat/memperbanyak → 4 menit

Isapan pada ibu jari ada (kuat) dan menggunakan tabung reaksi

• Galaktosa
Bau etanolnya ada namun tidak menyengat

Adanya CO2 :

Gelembung pertama muncul → 4 menit

Gelembung mulai meningkat/memperbanyak → 4 menit 40 detik

Isapan pada ibu jari tidak ada dan menggunakan tabung peragian

3.3.3 UJI SCHARDINGER

Bahan Warna sebelum dipanaskan Warna setelah dipanaskan


pada suhu 60-65°C pada suhu 60-65°C

Susu Pasteur Bermerk (A) Biru tua pekat Biru tua pekat

Susu Pasteur Bermerk (B) Biru tua pekat Biru tua pekat

Susu Pasteur Bermerk (C) Biru tua pekat Biru tua pekat

Control Biru tua (tapi lebih muda Biru tua (tapi lebih muda
dari susu ABC) dari susu ABC)

1. 3 buah tabung reaksi, tabung pertama 5 ml susu segar dan tabung kedua 5 ml susu
pasteurisasi, tabung ketiga 5 ml susu pasteurisasi bermerek.

2. 3 tabung berisi susu dicampurkan dengan 1 ml larutan biru metilen dan 1 ml larutan
formaldehid 0,4% ke dalam tiap tabung.
3. Tabung kontrol juga ditambahkan 5 ml susu segar dan 1 ml biru metilen.

4. Semua tabung dimasukkan dalam penangas air pada suhu 60-65°C.

5. Semua tabung bereaksi setelah dimasukkan dalam penangas air hingga suhu 60°C selama
kurang lebih 10 menit.

3.3.4 UJI PEROKSIDASE

Bahan Warna Yang Terbentuk


Susu segar Warna putih pekat karena terdapat endapan

Susu dipanaskan Warna putih cerah

Proses pemanasan susu menggunakan pembakar spiritus

Hasil setelah seluruh larutan dicampur dan di diamkan beberapa menit

• Susu segar (Kiri) dan Susu dipanaskan (Kanan)

3.3.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG

Reaksi Dengan Warna

Larutan fenol 1% Coklat Terang

Larutan pirogalol 1% Coklat Gelap

• Persiapan alat dan bahan serta kentang yang telah diparut.


• Proses pengupasan kentang.
• Perubahan warna yang terjadi setelah ditambahkan larutan fenol dan pirogalol
3.3.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

BAHAN WARNA

Pisang Ambon Putih Kekuningan

Pisang Ambon yang terpapar udara secara Terdapat bintik-bintik kecoklatan dan warna
langsung memucat

Pisang Ambon yang telah dilarutkan dalam Pisang mengalami perubahan warna
vitamin C selama 20 menit menjadi kekuningan dan tidak muncul
bintik-bintik kecoklatan

Pisang Ambon yang telah dilarutkan dalam vitamin C selama 20 menit

3.3.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

Bahan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3


Minyak tidak jenuh 5 ml 5 ml 5 ml
Larutan vitamin E - - 10 tetes, kocok
H2O2 - 10 tetes, kocok 10 tetes, kocok
Ukur serapan pada panjang gelombang tabung
Hasil : bandingkan 0,478 nm 0,604 nm 0,598 nm
serapan pada ketiga
tabung
4.2 Pembahasan

3.3.1 ENZIM

1. PENGARUH SUHU

6
5
4
3
2
1
0
0° C 28° C 37° C 80° C

Kurva diatas menunjukkan bahwa pada suhu 0°C aktivitas enzim pepsin dengan susu
pasteurisasi membutuhkan waktu selama 5 menit 27 detik sedangkan pada suhu 28°C mengalami
peningkatan aktivitas enzim yaitu selama 3 menit. Kemudian, pada suhu 37°C aktivitas enzim pepsin
dengan susu pasteurisasi mengalami pereaksian tercepat yaitu selama 10 detik. Namun, pada suhu
80°C aktivitas enzim mengalami denaturasi dan pereaksiannya berlangsung selama 19 detik. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu berperan sangat penting dalam reaksi enzimatik, karena enzim juga
merupakan suatu protein yang sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan suhu
lingkungan akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut mengalami perubahan.

Enzim mempunyai suhu tertentu yang menyebabkan aktivitasnya mencapai keadaan


optimum (Budiman, 2010). Ketika suhu bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim
naik karena energi kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak
vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan memperbesar peluang enzim
dan substrat bereaksi (Meryandini, 2009). Selain meningkatkan energi kinetik, bertambahnya suhu
juga akan meningkatkan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim
menjadi aktif (Yazid, 2006). Namun menurut Iswari, (2006) bertambahnya suhu yang melebihi batas
optimum dapat menyebabkan enzim terdenaturasi dan mematikan aktivitas katalisnya. Meryandini,
(2009) juga menambahkan jika suhu melebihi batas optimum akan menyebabkan substrat berubah
konformasinya, sehingga substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim. Hal tersebut akan
mengakibatkan aktivitas enzim turun karena tidak terbentuk komplek enzim substrat, sehingga
konsentrasi produk rendah.

Enzim bekerja dalam rentang suhu tertentu pada tiap jenis mikroorganisme. Sebagian besar
enzim memiliki aktivitas optimum pada suhu 20−50°C yang masuk dalam golongan mesozim (Volk
dan wheeler, 1984). Sedangkan menurut meryandini, (2009) enzim yang memiliki aktivitas optimum
diatas suhu 50°C sampai dengan 80°C masuk dalam golongan termozim (tahan panas) dan enzim
yang memiliki aktivitas optimum di atas 80°C disebut hipertermozim. Oleh karena itu pada penelitian
ini enzim pepsin yang direaksikan dengan susu pasteurisasi dalam golongan mesozim atau disebut
juga enzim yang stabil pada suhu sedang karena dapat bekerja optimum pada suhu 37°C.

Aplikasi enzim pada beberapa industri menghendaki enzim-enzim yang dalam beraktivitas
tahan terhadap panas (termostabil). Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila
proses produksi dilakukan pada suhu tinggi dapat menurunkan resiko kontaminasi, meningkatkan
kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta menurunkan viskositas
larutan fermentasi sehingga memudahkan proses produksi (Soeka et al, 2011).

2. PENGARUH pH
• Nilai pH
Dari Hasil praktikum, kami dapatkan data Berupa Nilai PH pada tabung
Reaksi 1 bernilai 6, tabung 2 bernilai 13, dan tabung 3 bernilai 4. Dimana setelah itu
ph semua larutan diletakan pada inkubator selama 15 menit menghasilkan sebuah
gumpalan. Tabung reaksi 1 menghasilkan gumpalan pada menit ke …, tabung 2
mengalami penggumpulan sebelum melakukan tahap memasukan larutan pada
penagangas air, dan tabung reaksi 3 mengalami penggumpulan pada menit 15. Karena
pepsin terdapat pada lambung yang memiliki sifat asam, maka nilai pH <7.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka pH yang bekerja paling baik
adalah tabug reaksi 3 saat pH 4.
• Kurva Hubungan Konsentrasi dengan Kecepatan Reaksi.

Untuk mendapatkan Kurva Hubungan antara Konsentrasi Enzim dengan Reaksi Enzim
didapatkan dengan perhitungan Sebagai berikut:

1
V=𝑡

1
V = 15

= 0,06 produk/menit
Maka dapat digambarkan kurva Hubungan antara Konsentrasi Enzim dengan
kecepatan Rx. Enzim Sebagai Berikut:

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa enzim Pepsin Bekerja Optimal


pada pH yang yang relatif asam atau pH yang rendah. Hal ini karena enzim pepsin
ditemukan dilambung. lambung Bersifat asam, karena mengandung Asam Lambung.
pada grafik diatas waktu penggumpalannya yaitu 15 menit Pada PH 4.

(Perbandingn berdasarkan Jurnal)

Enzim Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai
mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil.
Enzim ini termasuk protease, pepsin disekresi dalam bentuk inaktif: pepsinogen, yang
akan diaktifkan oeh asam lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian mukosa dalam
perut yang berfungsi untuk mendegradasi protein. Enzim ini memiliki pH optimum 2-
4 dan akan inaktif pada pH diatas 6. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang
berfungsi untuk mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin.

Pada tabung reaksi 1, albumin yang ditambahkan pepsin dan HCl


menunjukkan hasil reaksi positif yaitu serbuk albumin terurai oleh pepsin. HCl
dianalogikan sesperti dalam lambung kita yang bersifat asam, keadaan inilah yang
membuat enzim pepsin di lambung bekerja. Pepsin merupakan enzim proteolitik yang
memiliki pH optimum 1,4. Jika enzim bekerja optimum, gumpalan albumin akan
hilang. Pada percobaan kali ini, albumin pada tabung satu tetap menggumpal namun
ada sedikit yang terurai. Hal ini terjadi bisa karena enzimnya telah rusak. Sedangkan
pada tabung reaksi lainnya menunjukkan reaksi negative karena gumpalan albumin
tetap ada setelah pemanasan. Tabung reaksi 2 yang ditambahkan pepsin dan aquades
tidak bereaksi karena keadaannya tidak asam. Pada tabung reaksi 3 jelas tidak
bereaksi karena tidak ditambahkan enzim pepsin. Pada tabung keempat pepsin yang
dididihkan justru akan merusak enzim sehingga tidak bekerja optimum.

3. PENGARUH KADAR SUBSTRAT

Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kerja enzim adalah ketika sisi aktif
enzim belum bekerja seluruhnya, penambahan konsentrasi substrat dapat
mempercepat laju reaksi. Namun, jika semua sisi aktif enzim sudah bekerja, maka
penambahan konsentrasi substrat tidak akan mempercepat laju reaksi. Pengaruh
konsesntrasi dapat dilihat dengan terbentuknya endapan. Konsentrasi substrat
berbanding lurus dengan kecepatan reaksi (Vrx) sampai pada batas maksimal yang
tetap (Vmax) (Sari, P. 2015)
Praktikum yang dilakukan kali ini yaitu tentang enzim. Lebih spesifiknya
yaitu menganalisis tentang enzim pepsin yang terdapat pada kasein (susu). Enzim
adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolism mahluk hidup. Enzim
berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh mahluk hidup,
tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim pepsin adalah salah satu jenis
enzim pencernaan. Enzim yang terdapat di lambung ini memiliki peran yang sangat
penting dalam proses pencernaan dan penyerapan protein dalam makanan. Enzim ini
diproduksi di lambung, pankreas, dan usus halus. Sebagai salah satu enzim
pencernaan yang penting, fungsi enzim pepsin adalah memastikan penyerapan protein
berlangsung optimal. Berkat enzim pepsin, struktur protein dari setiap makanan bisa
dipecah menjadi asam amino. Ketika protein dipecah menjadi asam amino, maka
penyerapan nutrisi dalam usus menjadi lebih mudah (Samaranayaka A. G. P., 2012).
Agar reaksi betjalan optimum, maka perbandingan jumlah antara enzim dan substrat
harus sesuai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak reaksi akan
berjalan lambat bahkan ada substrat yang tidak terkatalisasi. Semakin banyak enzim,
reaksi akan semakin cepat. Hasil praktikum menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan
reaksi. Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara
enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang
disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya
menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak
substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan
demikian, konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan
makin besarnya kecepatan reaksi. (Tim Dosen Praktikum Biokimia Dasar, 2015).
Pada percobaan ini, tabung yang mempunyai konsentrasi substrat yang optimum yaitu
tabung reaksi yang berisi 5 ml kasein (susu) dan 1 ml enzim pepsin 0,2 %.
4. PENGARUH KADAR ENZIM

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan didapati lama yang dibutuhkan sampai
terjadi penggumpalan suhu pada larutan enzim 0,2% selama 24 menit 57 detik, pada larutan
enzim 0,1% selama 23 menit 57 detik dan pada larutan enzim 0,05% selama 7 menit 36 detik.
Sehingga dapat kami simpulkan bahwa semakin tinggi kadar enzim maka semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk terjadi penggumpalan pada susu dan semakin rendah kadar
enzim maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk terjadi penggumpalan pada susu.

(Perbandingan dengan journal)

Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus.
Jadi, semakin besar konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi. Kadang-kadang terjadi
penyimpangan dari persamaan ini, sehingga diperoleh garis agak melengkung. Semakin
banyak enzim yang berikatan dengan substrat, kecepatan reaksi semakin meningkat dan
semakin banyak kompleks enzim-substrat yang terbentuk. Maka produk yang terbentuk pun
semakin banyak.

5. PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM


Inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat
aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan
menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan
substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu. Inhibitor terbagi menjadi dua
yaitu kompetitif dan non kompetitif. Pada inihibitor kompetitif, inhibitor dan
substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor
kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim.
Sedangkan Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang
sama substrat berikatan dengan enzim.

Penghambat Kompetitif : adalah jenis inhibitor yang menyerang sisi


aktif dari enzim, sehingga menyebabkan reaksi samping yang menghasilkan
kompleks enzim-inhibitor dan mengurangi produk yang terbentuk

Penghambat Non-Kompetitif : adalah jenis inhibitor yang mengikat


sisi lain dari enzim, atau kompleks enzim-substrat, dan menyebabkan reaksi
samping pembentukan kompleks enzim-inhibitor atau enzim-inhibitor-
substrat.

Penghambat Tidak Kompetitif : berbeda dengan penghambat non-


kompetitif, penghambat ini hanya mengikat sisi lain dari kompleks enzim-
inhibitor dan membentuk kompleks enzim-inhibitor-substrat.
Selain itu, penghambat juga bisa diakibatkan oleh substrat dan
produk. Substrat dapat menghambat reaksi enzimatis apabila konsentrasi
substrat sangat tinggi, dan produk dapat menghambat reaksi enzimatis
apabila bentuk produk memiliki konformasi yang serupa dengan substrat, dan
dapatmenjadi inhibitor kompetitif ataupun bukan kompetitif.

3.3.2 PERAGIAN

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh adanya gelembung CO2 pada tabung.


Larutan yang paling cepat terurai atau timbul gelembung dimulai dari larutan
sukrosa,kemudian larutan glukosa,dan terakhir larutan galaktosa. Selain itu, semua larutan
karbohidrat juga menghasilkan bau beraroma tapai yang menandakan adanya etanol pada
reaksi larutan yang di uji. Di penambahan NaOH encer dilakukan untuk memastikan kembali
secara kimia bahwa larutan karbohidrat mengalami reaksi oksidasi anaerob menjadi CO2. Hal
ini ditandai dengan adanya isapan ibu jari pada bibir tabung. Berdasarkan hasil penambahan
NaOH encer diperoleh adanya isapan pada larutan sukrosa dan glukosa, tetapi tidak ada
terasa isapan pada larutan galaktosa sesuai sengan literatur yang mengatakan bahwa larutan
galaktosa tidak dapat diragikan atau tidak terjadinya reaksi oksidasi anaerob.

Untuk mempercepat waktu pengamatan, reaksi dilakukan ditabung yang berbeda yaitu
tabung peragian dan tabung reaksi biasa. Penggunaan tabung yang berbeda diketahui tidak
mempengaruhi hasil reaksi, hanya saja terlihat.

3.3.3 UJI SCHARDINGER

Pada percobaan ini kami melakukan uji coba mekanisme kerja enzim schardinger
pada 4 tabung reaksi yang berisi susu pasteur bermerek A, susu pasteur bermerek B, susu
pasteur bermerek C dan kontrol.

Tabung 1 berisi susu pasteur bermerek A kemudian dicampurkan dengan 1 ml biru


metilen dan 1 ml formaldehid 0,4%. Sebelum dipanaskan warna nya biru tua pekat, kemudian
setelah dimasukkan dalam penangas air pada suhu 60-65°C selama 34 menit warna nya tetap
biru tua pekat atau tidak berubah.

Tabung 2 berisi susu pasteur bermerek B yang dicampurkan dengan 1 ml biru metilen
dan 1 ml formaldehid 0,4%. Sebelum dipanaskan warna nya biru tua pekat, kemudian setelah
dimasukkan dalam penangas air pada 60-65°C selama 34 menit warna nya tetap biru tua
pekat atau tidak berubah..
Tabung 3 berisi susu pasteur bermerek C yang dicampurkan dengan 1 ml biru metilen
dan 1 ml formaldehid 0,4%. Sebelum dipanaskan warna nya biru tua pekat, kemudian setelah
dimasukkan dalam penangas air pada suhu 60-65°C selama 34 menit warna nya tetap biru tua
pekat atau tidak berubah.

Tabung 4 sebagai kontrol berisi susu pasteur bermerek yang kemudian dicampurkan
dengan 1 ml biru metilen dan tanpa menggunakan formaldehid 0,4%. Sebelum dipanaskan
berwarna biru tua (tapi lebih muda dari susu ABC), setelah dimasukkan dalam penangas air
pada suhu 60-65°C selama kurang lebih 34 menit warna nya tetap biru tua (tapi lebih muda
dari susu ABC).

(Perbandingan berdasarkan jurnal)

Pada tabung A, B, dan C yang berisi 5 ml susu pasteur bermerek ditambah 1 ml


larutan biru metilen dan 1 ml larutan formaldehid 0,4% dan tabung kontrol yang hanya
ditambahkan larutan biru metilen tersebut hanya menghasilkan larutan yang tetap berwarna
biru tua pekat dan tabung kontrol yang tetap berwarna biru tua (tapi lebih muda dari susu
ABC) meski sudah di inkubasi dalam suhu 60-65°C selama 34 menit. Artinya enzim
schardinger tidak menunjukkan aktivasi pada reaksi tersebut karena enzim telah mengalami
denaturasi/rusak pada susu didihnya. Serta bakteri yang terdapat pada susu sapi tersebut sulit
menghasilkan senyawa pereduksi yang mengubah warna biru pada metylen blue menjadi
putih karena bakteri sudah mulai berkurang/mati pada pemanasan susu sebelum diuji dengan
metylen blue. Hal ini juga dapat dijadikan acuan bahwa semakin lama warna biru itu hilang,
maka susu tersebut semakin baik karena kandungan bakterinya sudah mulai berkurang akan
tetapi itu juga membuktikan bahwa enzim schardinger sudah tidak lagi bekerja akibat
pemanasan.

3.3.4 UJI PEROKSIDASE

Setelah semua larutan dicampur dan ditunggu beberapa menit menghasilkan, susu
segar mengalami pengendapan, sedangkan susu yang dipanaskan tidak mengalami
pengendapan. Susu segar mengalami penggumpalan sedangkan Susu yang dipanaskan tidak
mengalami penggumpalan. Susu segar terpisah antara bagian atas dan bawah sehingga
berwarna bening di bagian atas, tetapi berwarna putih pada bagian bawah atau Pengendapan,
Sedangkan susu yang dipanaskan tidak mengalami Perubahan warna, yaitu tetap warna putih.
Sehingga disimpulkan susu segar mengalami reaksi Perubahan warna pada, bagian atas
berwarna bening dan putih pada bagian, terjadi penggumpalan, dan pengendapan. Sedangkan
susu yang dipanaskan tidak mengalami reaksi Perubahan. Jadi, untuk perubahan warna pada
kedua larutan ini tidak terjadi perubahan warna yang sangat berbeda/signifikan.

Pembahasan (Jurnal) :

Hal ini terjadi karena tabung yang dipanaskan akan mendenaturasi semua enzim
didalamnya termasuk enzim peroksidase, dan pemanasan ini biasa disebut sebagai proses
pasteurisasi sehingga enzim didalamnya menjadi rusak.

Enzim - Enzim peroksidase yang terdenaturasi tidak akan mereduksi hidrogen peroksida yang
berakibat tidak adanya gas O2 yang dihasilkan, sehingga penambahan larutan guaiak tidak
akan menimbulkan perubahan warna sampel susu menjadi merah atau jingga.

3.3.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG

Pada saat larutan kentang yang telah diparut dan setelah didiamkan beberapa saat
terjadi pengendapan pada dasar tabung reaksi .

Setelah dicampur dengan larutan aquades sebanyak 5 ml, pada kedua tabung tersebut
terjadi perubahan warna menjadi lebih pucat dari sebelumnya.

Pada tabung reaksi fenol, setelah dicampurkan dengan larutan fenol 1% atau 10 tetes
lalu didiamkan beberapa saat, warnanya berubah menjadi coklat terang dan menghasilkan
gelembung.

Pada tabung reaksi pirogalol, setelah dicampurkan dengan larutan pirogalol 1% atau
sekitar 10 tetes, lalu didiamkan beberapa saat, warnanya berubah menjadi coklat gelap dan
menghasilkan gelembung.

(Perbandingan berdasarkan jurnal)

Pada praktikum uji oksidase pertama (tabung reaksi 1) dimasukkan di dalamnya 5 ml


ekstrak kentang dan 10 tetes larutan fenol 1%. Setelah dicampur, terjadi perubahan warna
menjadi coklat muda. Fungsi penambahan larutan fenol 1% untuk mempercepat terjadinya
oksidasi fenol oleh enzim PPO kentang.

Pada uji oksidase kedua (tabung reaksi 2) dimasukkan 5 ml ekstrak kentang dan 10
tetes larutan pirogalol 1%. Terjadi perubahan warna menjadi coklat tua. Fungsi penambahan
pirogalol 1%yaitu untuk mempercepat terjadinya reaksi oksidasi pirogalol oleh enzim PPO
kentang. Secara teori perubahan warna (ekstrak kentang+larutan fenol 10%) menjadi
kecoklatan menunjukkan adanya reaksi oksidasi senyawa fenol oleh enzim yang dimiliki
kentang yakni enzim PPO.

Fenol diubah menjadi katekol oleh enzim PPO, kemudian menjadi kinon.
Terbentuknya warna coklat pada reaksi tersebut dikarenakan proses kondensasi. Begitu pula
reaksi yang terjadi pada larutan ekstrak kentang yang ditambahkan larutan pirogalol 10%
terjadi perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi warna coklat pekat.

3.3.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

Pada uji efek anti oksidan bertujuan untuk memperlihatkan efek antioksidan dari
vitamin C atau asam askorbat. Bahan yang digunakan yaituasam askorbat(Img/ml) dan
potongan pisang setelah20 menit amatiperubahan yang terjadi.

Pada tabung pertama (tabung 1) diberikan potongan pisang dan air sampai pisang
tersebut terendam. Setelah 20 menit amati perubahan yang terjadi. Pisang mengalami
perubahan dengan memcatnya pisang dan timbul warna kecoklatan (memucat)

Pada tabung kedua (tabung 2) di berikan pula potongan pisang danditambahkan asam
askorbat hingga pisang tersebut terendam. Pisang tidak mengalami perubahan.

Setelah 20 menit amati perubahan yang terjadi. secara teori adanya asam askorbat
akanmengalihkan kerja PPO dengan mengoksidasi asam askorbat menjadi
asamdehidroaskorbat dan H2O2. Akibatnya fenol yang ada dalam buah pisangterlindungi
dari oksidasi suhingga warna cokelat tidak terbentuk.Senyawa kimia dan reaksi yang dapat
menghasilkan spesies oksigen yang potensial bersifat toksik dapat dinamakan pro-oksidan.
Sebaliknya, senyawa dan reaksi yang mengeluarkan spesies oksigen tersebut, menekan
pembentukannya atau melawan kerjanya disebut antioksidan. Dalam sebuah sel normal
terdapat keseimbangan oksidan dan antioksidan yang tepat. Meskipun demikian,
keseimbangan ini dapat bergeser ke arah pro-oksidan ketika produksi spesies oksigen tersebut
sangat meningkat atau ketika kadar antioksidan menurun.Pertahanan sel terhadap toksisitas
oksigen masuk dalam kategori enzim antioksidan untuk mengeluarkan spesies oksigen
reaktif, vitamin dan scavenger (penyapu, pencari) radikal bebas antioksidan,
kompartementasi sel dan perbaikan. Enzim penyapu yang bersifat antioksidan mengeluarkan
atau menyingkirkan superoksidan dan hidrogen peroksida. Vitamin E, vitamin C, dan
mungkin karoteinoid, biasanya disebut sebagai vitamin antioksidan, dapat menghentikan
reaksi rantai radikal bebas.
3.3.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

Pada tabung pertama yang berisi minyak tidak jenuh sebanyak 5 ml setelah
dimasukkan ke dalam spectrophotometer didapatkan hasil serapan 0,478 nm.

Pada tabung kedua yang berisi minyak tidak jenuh sebanyak 5 ml dan H2O2 sebanyak
10 tetes pipet setelah dimasukkan ke dalam spectrophotometer didapatkan hasil serapan 0,604
nm.

Pada tabung ketiga yang berisi minyak tidak jenuh sebanyak 5 ml, H2O2 sebanyak 10
tetes pipet, dan vitamin E sebanyak 10 tetes pipet didapatkan hasil serapan 0,598 nm.

Ketika tabung 2 dibandingkan dengan tabung 3, ternyata tabung 3 memiliki serapan


yang lebih renah daripada tabung 2. Hal ini dikarenakan adanya vitamin E pada tabung 3.
Vitamin E adalah penghenti reaksi penyebab radikal bebas yang efisien di membran lemak,
karena bentuk radikal bebas distabilkan oleh resonansi. Oleh karena itu radikal vitamin E
memiliki kecenderungan kecil untuk mengekstraksi sebuah atom hidrogen dari senyawa lain
dan menyebarkan reaksi. Vitamin E radikal juga bisa mengalami regenerasi dengan adanya
vitamin C atau glutation (Berdanier, 1998). Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi sebagai
donor ion hidrogen yang mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid) manjadi
radikal tocopherol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak
(Winarsi, 2007).
BAB V

PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

3.3.1 ENZIM

1. PENGARUH SUHU

Suhu 37 derajat adalh suhu yang paling optimum untuk digunakan saat melakukan
reaksi antara enzim dan substrat, dalam hal ini enzim yang digunakn adalah pepsin 0,5% 1 ml
dan substrat yang digunakan adalah susu pasteorisasi 5

2. PENGARUH pH

Dari pengamatan yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui enzim adalah
biokatalisator dalam tubuh kita. Kerja enzim ditentukan oleh lingkungan. Pada enzim yang
berada pada lingkungan yang optimal seperti pH yang tepat, maka enzim akan bekerja
dengan sangat baik. Misalnya pada pepsin,dengan pH optimum maka akan bekerja optimal,
sedangkan pada keadaan basa, enzim ini tidak aktif. Begitu pula pada enzim yang telah
terdenaturasi oleh panas, maka enzim tidak dapat bekerja. Setiap tabung enzim berbeda-beda
konsentrasi dan jumlah penggumpalannya tergantung dari pH dari setiap enzimnya.

3. PENGARUH KADAR SUBSTRAT

Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

• Enzim merupakan biokatalisator. Enzim juga berperan mempercepat reaksi tanpa ikut
bereaksi.
• Semakin besar konsentrasi enzim pepsin, maka semakin banyak molekul substrat
yang dapat dipecahkan.
• Semakin besar konsentrasi kasein (substrat), maka laju reaksi enzimatis semakin
cepat.
• Penambahan akuades pada konsentrasi kasein (substrat) akan memperlambat reaksi
penggumpalan.
4. PENGARUH KADAR ENZIM

Hasil pengamatan kami mengatakan bahwa enzim berpengaruh dalam terjadinya


penggumpalan pada susu, setiap tabung dengan berbeda-beda konsentrasi enzimnya memiliki
waktu penggumpalan yang berbeda juga. Dengan itu dapat kami nyatakan bahwa semakin
besar konsentrasi enzim maka semakin lama juga waktu yang dibutuhkan untuk terjadi
penggumpalan.

5. PENGARUH ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM

Berdasarkan hasil praktikum kita dapat mengetahui bahwa zat antiseptik (


kloroform, fenol 5%, Sublimat 5%) merupakan sebuah inhibitor. Seperti yang kita ketahui
cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat
berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu. Jika hal tersebut terjadi
maka kecepatan lajureaksi enzim dapat menurun.

3.3.2 PERAGIAN

Berdasarkan percobaan/praktikum di dalam sel ragi terjadi reaksi oksidasi karbohidrat


menjadi CO2 dan etanol dalam keadaan anaerob. Memperlihatkan bahwa Karbohidrat seperti
glukosa dan sukrosa dapat diragikan. Dan tidak semua karbohidrat dapat diragikan, seperti
galaktosa.

3.3.3 UJI SCHARDINGER

Dapat disimpulkan bahwa dari 4 tabung yang telah kita uji coba bahwa susu
pasteurisasi ini mengalami kerusakan atau denaturasi enzim walaupun sudah ditambah
larutan biru metilen dan larutan formaldehid 0,4% tidak ditemukan perubahan pada susu
tersebut dan juga dikarenakan didiamkan di suhu yang cukup tinggi yaitu 60°-65°C selama
34 menit.

3.3.4 UJI PEROKSIDASE

Kesimpulannya meskipun tidak terjadi perubahan warna yang signifikan,


kemungkinan karena susu dipanaskan yang membuat enzim peroksidase menjadi
terdenaturasi dan rusak sehingga tidak terjadi perubahan yang signifikan pada susu yang
dipanaskan, tidak seperti susu segar yang terjadi pengendapan, penggumpalan, dan perubahan
warna pada bagian atas berwarna bening dan bagian bawah berwarna putih. Jadi
kemungkinan perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan suhu yang membuat enzim dan
larutan tidak bekerja dengan baik.

3.3.5 UJI OKSIDASI DALAM KENTANG


Kesimpulan dari hasil pengamatan praktikum pada kentang adalah bahwa dari kedua
tabung reaksi tersebut terjadinya perbedaan warna, yaitu pada tabung reaksi fenol yang telah
di kondensasi menghasilkan warna coklat terang dan permukaannya mengalami perubahan
warna yaitu antara warna gelap(di atasnya) dan terang (di bawahnya) dan menghasilkan
gelembung lebih sedikit ketimbang larutan pirogalol. Sedangkan pada larutan pirogalol saat
terjadinya kondensasi menghasilkan warna coklat gelap daripada larutan fenol dan
menghasilkan gelombang lebih banyak dibandingkan larutan fenol serta pada permukaannya
terjadi perbatasan warna yaitu gelap di atasnya dan terang di bawahnya.

3.3.6 EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN C

Pisang yang didiamkan pada udara terbuka akan berubah kecoklatan sedangkan
pisang yang dicelupkan vitamin C tidak berwarna coklat, karena vitamin C dioksida (sebagai
antioksidan) oleh udara menjadi vitamin C yang teroksidasi, sehingga pisang tetap segar /
tidak teroksidasi.

3.3.7 UJI ANTIOKSIDAN VITAMIN E

Berdasarkan praktikum uji antioksidan vitamin E diperoleh hasil bahwa pemberian


vitamin E pada tabung ke-3 menghambat proses peroksidasi lipid yang tampak pada
penurunan serapan dibandingkan tabung ke-2.
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar Dkk. (2015). MAKALAH PRAKTIKUM BIOKIMIA OKSIDASI BIOLOGI.

Annisa Nidya Nathania. 2014. Enzim I uji konsentrasi enzim

Azhar, Minda. 2016. Biomolekul Sel : Karbohidrat, Protein dan Enzim. UNP Press. Padang.

Bhatia, S.. 2018. Introduction to Pharmaceutical Biotechnology, Volume 2:Enzymes,


proteins, and bioinformatics. IOP Publishing

E Arif Rahmad Fauzi A.P, dkk. (2019). LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA ENZIM
SCHARDINGER.

Effendi, M. Yusron. 2009. Perbandingan Aktivitas, Pustaka. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.

Faizah, Mamluatul. 2017. Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktivitas Enzim Protease
Bacillus Subtilis Dari Daun Kenikir (Cosmos Sulphuerus) Yang di Tumbuhkan dalam Media
Campuran Limbah Cair Tahu dan Bedak. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitan Islam Negri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

MAHFUD, HILWA ARIF. (2017). OPTIMASI FORMULASI KRIM ANTIOKSIDAN


VITAMIN E (DL-ALPHA TOCOPHEROL ACETATE) DENGAN VCO (VIRGIN COCONUT
OIL) (Variasi Kadar VCO 15%, 18 %, 21%, dan 24 % dalam Basis Vanishing Cream).

Naufal, Ahmad. (2016). Biokimia Uji Sifat Enzim Pepsin. Jurnal Biologi dan Teknologi UPI.
Bandung)

Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press : Jakarta.


Pujaatmaka. 2007. Penuntun Biokimia. Erlangga : Jakarta.

Putri, Yunita S. 2012. Skrining dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri dari Limbah Rumah
Pemotongan Hewan. ADLN – Perpustakaan Universita Airlangga.

Rachma, FY. 2017. Susu Sapi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Samaranayaka A. G. P. and Li-Chan E. C. Y. Food-Derived Peptidic Antioxidants: A Review


of Their Production, Assessment, and Potential Applications. Journal of Functional Foods.
2012, 3, 229-254.
Sari, P. 2015. Hubungan aktivitas enzim dan konsentrasi substrat pada pola deteksi secara
HPLC hasil transglikosilasi naringenin oleh enzim selulase Penicillium sp. LBKURCC27.
Skripsi. FMIPA-UR, Pekanbaru.

Tim Dosen Praktikum Biokimia Dasar. 2015. Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium
Biokimia FMIPA Universitas Negeri Manado.

Waris Triyono, dkk. (2016). MEKANISME KERJA ENZIM SCHARDINGER. Universitas


Muhammadiyah Malang.
LAMPIRAN

Enzim

1) Pengaruh Suhu

4) Pengaruh Kadar Enzim

2) Pengaruh pH

5) Pengaruh Antiseptik terhadap


Kecepatan Reaksi Enzim

3) Pengaruh Kadar Substrat


Peragian

Uji Schardinger Efek Antioksidan Vitamin C

Uji Antioksidan Vitamin E

Uji Peroksidase

Uji Oksidase dalam Kentang

Anda mungkin juga menyukai