Anda di halaman 1dari 10

SINTESIS PROTEIN

Nabila Salsabila/1306370700/Teknik Kimia

ABSTRAK
Sintesis protein atau translasi adalah proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada pada
molekul mRNA menjadi rangkaian asam amino yang menyusun suatu polipeptida atau protein. Pada
eukariotik terdapat fase pengolahan yang disebut dengan fase pasca transkripsi sebelum menuju
tahap translasi. Proses translasi dibagi lagi menjadi 4 tahap, yaitu aktivasi asam amino, inisiasi,
elongasi dan juga terminasi. Setelah proses translasi, terdapat proses post-translasi sebelum protein
didistribusikan ke luar sel. Pada tahap post-translasi ini dapat terjadi folding protein, clevage
proteolitik, modifikasi kimia, dan juga intein penyambung.

Kata Kunci
Aktivasi Asam Amino; Clevage Proteolitik; Elongasi; Folding Protein; Inisiasi; Intein Penyambung;
Modifikasi Kimia; Pasca-Transkripsi; Post-Translasi; Sintesis; Terminasi; Translasi; Translokasi.

1. Proses pasca-transkripsi
Pada eukariotik terdapat intron dan ekson sehingga mRNA yang sudah melakukan transkripsi
tidak bisa langsung dibawa untuk ditranslasi, karena mRNA harus diolah terlebih dahulu. Fase
pengolahan ini disebut dengan fase pasca transkripsi. Pre-mRNA yg dihasilkan dari proses
transkipsi tharus dimodifikasi dahulu dengan tahap sebagai berikut:
1) Pemberian topi (capping) dan ekor (poliadenilasi)
Setiap ujung molekul pre-mRNA dimodifikasi dengan cara tertentu. Ujung 5’ yaitu ujung depan,
pertama kali dibuat saat transkripsi segera ditutup dengan mukleotida guanin (G) yang termodifikasi.
Pemerian topi ini mempunyai setidaknya 2 fungsi:
a. Ujung ini melindungi mRNA dari degradasi enzim hidrolisis.
b. Setelah mRNA sampai di sitoplasma, ujung 5’ berfungsi sebagai bagian dari tanda
“lekatkan di sini” untuk ribosom.
Pada ujung 3’ suatu enzim menambahkan ekor polia(A) yang terdiri dari 30-200 nukleotida adenin.
Ekor poli(A) berfungsi mempermudah ekspor mRNA dari nukleus.

Gambar 1. Capping dan pemberian ekor pada mRNA

Poliadenilasi merupakan proses penambahan poliA (rantai AMP) pada ujung 3′ nukleotida mRNA.
Fungsinya untuk meningkatkan stabilitas mRNA dan meningkatkan efisiensi translasi.

2) Splicing
Saat proses transkripsi, RNA polimerase mentranskripsi intron maupun ekson dari DNA. Splicing
merupakan proses pembuangan intron dan penyambungan ekson. Intron adalah bagian penyela,
merupakan segmen asam nukleat bukan pengkode dan terletak diantara daerah pengkode.
Sedangkan ekson adalah daerah yang yang diekspresikan atau ditranslasi menjadi asam amino.
Dalam penyambungan RNA, intron dikeluarkan dan ekson bergabung. Penyambungan RNA
dikatalis oleh ribonukleoprotein nucleus kecil (snRNP), yang beroperasi de dalam susunan yang
lebih besar disebut spliosom. Setelah dilakukan berbagai modifikasi di atas, jadilah mRNA matang
(mature mRNA).
2. Translasi

Sebelum membahas proses translasi pada


Gambar 2. Ribosom sintesis protein, ada baiknya dijelaskan ribosom
yang merupakan bagian yang sangat penting
pada proses tersebut.. Ribosom adalah tempat
untuk pembentukan polipeptida. Asam amino
juga diikat pada ribosom dan dalam waktu yang
sama juga mengikat t-RNA (bagian biru pada
gambar). Setiap asam amino terikat pada rantai
polipeptida yang terus tumbuh. Rantai tersebut
akan terputus dari ribosom sesaat setelah
lengkap. Rantai yang polipeptida yang panjang
mampu diikat oleh ribosom dengan akurasi yang
sempurna.
Ribosom memiliki 2 subunit yaitu small
subunitdan large subunit. Pada sel prokariotik
ribosom memiliki ukuran yang lebih besar. Small
subunit memiliki ukuran 30S, S merupakan
svedberg unit. Svedberg unit bukan merupakan
satuan SI yang diukur berdasarkan tingkat
sedimentasi yaitu seberapa cepat suatu partikel
Gambar 2. Ribosom
dapat bersedimentasi. Hal tersebut dapat dilihat
dari waktu yang suatu molekul dapat tempuh
untuk mencapai bagian dasar tert tube dibawah gaya sentrifugal pada alat sentrifugasi. Small
subunit pada ribosom prokariot mengandung 16S r-RNA dengan 21 protein. Selain dari itu juga
terdapat large subunit yang mengandung 23S r-RNA, 5S r-RNA, serta 34 protein.
Lain halnya dengan ribosom prokariot, pada ribosom eukariotik small subunit memiliki ukuran 40
S. Subunit tersebut mengandung 16S r-RNA dengan 21 protein. Sedangkan large subunit memiliki
ukuran 60S dengan 28S r-RNA, 5,8S r-RNA, 5S r-RNA, serta 45 protein didalamnya. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa walaupun memiliki ukuran yang lebih kecil. Ribosom pada eukariotik tersusun
dari protein dengan jumlah yang lebih benyak dibanding sel prokariotik.
Pada small subunit setiap ribosom memiliki daerah tempat pengikatan untuk m-RNA.
Sedangakan pada large subunit terdapat tiga daerah pengikatan yaitu A, P, dan E. A-site pada
ribosom merupakan Amynoacyl-site, P-site merupakan Peptidil-site, sementara pada E-site yang
merupakan Exit-site rantai t-RNA yang tidak lagi mengikat protein biasanya hanya singgah sebelum
akhirnya keluar dari ribosom.

Proses translasi dibagi lagi menjadi 4 tahap, yaitu aktivasi asam amino, inisiasi, elongasi dan juga
terminasi. Secara umum, tahapan translasi pada eukariotik dan prokariotik hampir sama, namun
dibeberapa proses terdapat ciri khas pada masing-masing sel tersebut. Perbedaan yang sangat
terlihat pada proses translasi ekukariot dan prokariot adalah prokariot menjalankan proses translasi
sebelum proses transkripsi selesai. Hal ini dikarenakan prokariot tidak memiliki membran inti
sehingga mRNA yang dihasilkan dapat langsung menuju sitosol untuk proses translasi.

1) Aktivasi Asam Amino


Aktivasi asam amino ini bertujuan untuk mendapatkan asam amino yang mampu mengidentifikasi
dan berkombinasi denga suatu mRNA yang dikenal sebagai suatu kodon melaui suatu ikatan
hidrogen. Aktivasi ini melibatkan suatu modifikasi kimiawi dari asam amino melalui ikatan
kovalennya denga molekul tRNA yang akan berinteraksi langsung dnegan mRNA (kodon) pada
proses translasi (RNA-RNA).
Tahap awal aktivasi asam amino memerlukan suatu enzim aktivasi khusus yang disebut sebagai
sintetase tRNA-Aminoasil, yang mengkatalis sintesis adenilat-aminoasil dengan substrat asam
amino spesifik dan juga ATP. Hasil asam amino-AMP ini lalu ditransfer kepada tRNA pada terminal
-3’. Energi yang diperlukan untuk menghubungkan gugus karbonil dari suatu asam amino dengan
fosfat 𝛼 dari penggunaan energi ATP dimana terjadi reduksi pirosfat pada ATP dengan cara
dihidrolisis. Hal ini dikarenakan ikatan fosfat-fosfat pada pirofosfat benergi tinggi akan dapat
memenuhi kebutuhan energi untuk pembentukan adenilat-aminoasil. Selain digunakan pada sintesis
kompleks tersebut, energi dari ATP disimpan dalam ikatan anhidrida campuran dari adenilat-
aminoasil pada proses.
Langkah selanjutnya pada proses aktivasi asam amino, yaitu asam amino hasil derivat dari
adenilat ditransfer ke suatu gugusan hidrokasil dari nukleotida adenil pada ujung 3’ dari sutau tRNA.
Meskipun produk dari tRNA-aminoasil dikenal sebagai produk derivat-3’. Namun belun dapat
dipastikan gugus karboksil pada suatu asam amino membentuk suatu ikatan ester dengan gugusan
hidroksil-2’ atau -3’. Transfer gugus –acyl antara dua gugusan hidroksil berlangsung dengan mudah
dan cepat sehingga sulit ditemukan reaksi kimia yang terbentuk. Ikatan ester yang dibentuk dalam
sintesis tRNA-aminoasil mempunyai energi bebas hasil hidrolisi sebanding dengan fosfat terminal
dari ATP. Dengan demikian, rekasi hidrolitik dari PPi yang dihasilkan pada reaksi awal yang
menginisiasi keseluruhan proses pada aktivasi asam amino. Reaksi kimianya, yaitu:

Ásam Amino + ATP + tRNA + H2O ⇌ tRNA-aminoasil + AMP + 2Pi

Untuk lebih memahami proses dari aktivasi asam amino dan tRNA dapat divisualisasikan pada
gambar berikut:

Gambar 3. Proses Aktivasi tRNA-aminoasil

Untuk mengkatalis proses pembentukan tRNA-aminoasil sintetase tRNA-aminoasil memerlukan ion


Mg2+ sebagai kofaktor untuk proses enzimatik. Setiap sintetase tRNA-aminoasil bersifat sangat
spesifik untuk asam amino tertentu yang akan diaktivasi dan juga bersifat cukup spesifik terhadap
tRNA yang akan menerima asam amino. Oleh karena itu, setiap sel paling tidak membutuhkan
sedikitnya 20 sintetase tRNA-aminoasil yang berbeda. Selain sintetase tRNA-aminoasil yang
berperan penting pada proses aktivasi asam amino, terdapat juga enzim sintetase tRNA-isoleusil.
tRNA-isoleusil merupakan suatu kompleks enzim yang mempunyai fungsi untuk mendeteksi
kesalahan yang terjadi pada aktivasi asam amino. tRNA-aminoasil hanya bersifat cukup spesifik
terhadap tRNA yang digunakan pada aktivasi asam amino sehingga enzim sintetase tRNA-
aminoasil dapat digunakan oleh tRNA yang berbeda, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam proses
aktivasi asam amino yang dapat dideteksi oleh sintetase tRNA-isoleusil.

2) Inisiasi

Dalam tahap inisiasi, komponen yang dibutuhkan untuk berjalannya proses ini, yaitu:
1. Rantai mRNA yang akan ditranslasi
2. Unit ribosom yang terdiri dari subunit besar dan subunit kecil
3. tRNA-aminoasil yang spesifik terhadap kodon pertama pada mRNA
4. GTP (Guanosine triphosphate)yang memnyediakan energy untuk proses inisiasi pada sel
eukariotik
5. Faktor inisiasi yang dapat membentuk komplek inisiasi. Padas sel prokariotik memiliki 3
faktor inisiasi, yaitu (IF-1, IF-2, and IF-3) sedangkan pada sel eukariotik memiliki lebih dari
10 jenis factor inisiasi dengan symbol elf

Terdapat perbedaan dalam hal proses inisiasi translasi antara prokariot dengan eukariot. Pada
eukariot kodon inisiasi adalah metionin, sedangkan pada prokariot adalah formil-metionin/fMet
Proses inisiasi yang terjadi pada proses translasi dapat dibagi pada sel eukariotik dan sel eukariotik
dijelaskan sebagai berikut :

Inisiasi translasi pada eukariot


Tahapan inisiasi translasi pada eukariot adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama meliputi pembentukan kompleks pre‐inisiasi (pre‐initiation complex). Struktur ini
terdiri dari subunit 40S ribosom, ‘ternary complex' yang tersusun dari faktor inisiasi eIF‐2 yang
terikat tRNAMet inisiator, molekul GTP, dan tiga faktor eIF‐1, eIF‐1A, eIF‐3. Seperti pada bakteria,
tRNA inisiator ini tidak mengenali kodon internal 5′‐AUG‐3′. Berbeda dengan bacteria, tRNA
inisiator eukariot diaminoasetilasi dengan metionin normal, bukan oleh N‐formilmetionin.

2. Kompleks pre‐inisiasi selanjutnya bergabung dengan ujung 5′ the mRNA. Tahap ini memerlukan
kompleks pengikatan tudung (cap binding complex), kadang‐kadang disebut eIF‐4F, yang terdiri
dari faktor inisiasi eIF‐4A, eIF‐4E dan eIF‐4G. Faktor inisiasi eIF‐4G berfungsi sebagai jembatan
antara eIF‐4E (yang terikat pada tudung) dan eIF‐3 (yang terikat pada kompleks pre‐inisiasi)
(Hentze, 1997). Hasil dari tahap ini adalah kompleks pre‐inisiasi menjadi terikat pada daerah
ujung 5′ mRNA. Pengikatan ini juga dipengaruhi oleh ekor poli (A) ujung 3′ mRNA. Interaksi ini
diduga dimediasi oleh protein PADP (polyadenylate‐binding protein), yang terikat pada ekor
poli(A)

3. Setelah kompleks pre‐inisiasi mengikat ujung mRNA, kompleks ini sekarang disebut kompleks
inisiasi (initiation complex), harus menggeserkan posisinya (scanning) sepanjang mRNA sampai
mencapai kodon inisiasi.
a) Daerah yang harus dipindai (scanning) ini, disebut daerah leader mRNA eukariotik,
panjangnya dapat beberapa puluh, atau bahkan ratusan nukleotida dan seringkali
mengandung daerah yang membentuk struktur tusuk konde (hairpins) dan struktur pasangan
basa lain. Ada dugaan, struktur tersebut dihilangkan oleh kombinasi faktor inisisiasi eIF‐4A
dan eIF‐4B.
b) Faktor inisiasi eIF‐4A, dan mungkin juga eIF‐4B, mempunyai aktivitas helikase yang dapat
memutuskan ikatan basa intramolekuler mRNAhas sehingga dapat melapangkan jalan
kompleks inisiasi
c) Kodon inisiasi, yang biasanya 5′‐AUG‐3′ pada eukariot, dapat dikenali sebab urutan ini
terdapat dalam urutan konsensus pendek, 5′‐ACCAUGG‐3′, yang dikenal sebagai konsensus
Koza (Kozak consensus).

4. Ketika kompleks inisiasi telah menduduki kodon inisiasi, subunit besar ribosom akan mengikat
kompleks inisiasi ini. Seperti pada bakteria, tahap ini memerlukan hidrolisis GTP dan pelepasan
faktor‐faktor inisiasi. Faktor inisiasi terakhir yang terlibat pada tahap ini adalah eIF‐5 (yang
membantu pelepasan faktor‐faktor inisiasi lain) dan eIF‐6 (yang bergabung dengan subunit besar
yang tidak terikat dan mencegah untuk menempel pada subunit kecil di dalam sitoplasma).

Pada Prokariot inisiasi translasi meliputi tahap‐tahap sebagai berikut:


Faktor inisiasi (IF) 2 bergabung dengan GTP, Selanjutnya keduanya berikatan dengan small
subunit pada daerah A-site dan membantunya dalam mengenali kodon AUG sebagai kodon start.
Daerah pengikatan ribosom ini disebut sebagai shine dalgarno sequence. Setelah mengenali kodon
start gabungan antara IF 2, GTP, serta small subunit kemudian menempel pada kodon start tersebut.
IF 2. t-RNA telah siap dengan antikodon dan mengikat protein methionen yang merupakan kode
protein dari kodon AUG. Met-tRNA tersebut kemudian menempel pada ribosom dengan bantuan IF
3. Setelah berhasil menempal pada ribosom di kodon start IF 3 kemudian terlepas dari t-RNA.
Pada tahap ini large subunit kemudian siap untuk bergabung dengan small subunit dan
membentuk 70S initiation complex. Saat penempelan large subunit pada smallsubunit terjadi
hidrolisi yang membuat IF 1, IF 2, GDP, serta Pi terlepas dari ribosom. Saat large subunit menempel,
Met-tRNA terikat pada posisi P-site. Hal ini memberikan kekosongan pada posisi A-site dalam
ribosom yang siap untuk tahap selanjutnya yaitu elongasi.

Gambar 4. Proses Inisiasi

3) Elongasi
Elongasi pada prokariotik dan eukariot
Pemanjangan atau elongasi rantai polipeptida akan terus berlangsung hingga suatu triplet kodon
yang menyandi terminasi memasuki situs A. Penempelan subunit besar ribosom pada kompleks
inisiasi menyebabkan terbentuknya dua situs tempat penempelan aminoasil‐tRNA. Templat
pertama, P atau peptidil, ditempati oleh initiator tRNAiMet, yang membawa N‐formylmethionine atau
methionine, dan antikodon tRNA ini berpasangan dengan kodon inisiasi. Tempat kedua, A or
aminoacyl site, ditempati kodon kedua pada rangka baca (open reading frame).
Pada E. coli, aminoasil‐tRNA dibawa ke situs A oleh faktor elongasi EF‐Tu, yang menjamin bahwa
hanya tRNA yang membawa asam amino yang benar yang dapat memasuki situs A, tRNA yang
membawa asam amino yang salah akan ditolak memasuki situs A. EF‐Tu merupakan protein G yang
mengikat molekul GTP, suatu molekul sumber energi. Pada eukariot, faktor elongasi yang setara
dengan EF‐Tu adalah eEF‐1, yang merupakan kompleks yang terdiri dari empat subunit: eEF‐1a,
eEF‐1b, eEF‐1d and eEF‐1g.
Ketika aminoasil‐tRNA memasuki situs A, ikatan peptida dibentuk di antara dua asam amino.
Proses ini dikatalisis oleh enzim peptidil transferase, yang melepaskan asam amino dari tRNAiMet
inisiator dan kemudian membentuk ikatan peptida di antara asam amino ini dan asam amino yang
terikat tRNA kedua. Pada bakteria, aktivitas peptidil transferase dijalankan oleh 23S rRNA subunit
besar ribosom, sebagai ribozim. Reaksi ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis GTP
yang terikat pada EF‐Tu (eEF‐1 in eukaryotes). EF‐Tu yang tidak aktif karena kehilangan GTP
selanjutnya dikeluarkan dari ribosom dan diganti oleh EF‐Ts. Pada eukariotik, faktor elongasi yang
setara EF‐Ts belum diketahui, dan diduga faktor elongasi eEF‐1 bersifat regeneratif. Tahap
berikutnya adalah translokasi yang meliputi tiga kejadian secara bersamaan yaitu:
• Ribosom bergeser sepanjang tiga nukleotida (satu kodon), kodon berikutnya memasuki situs
A
• tRNA dipeptida bergeser menempati situs P.
• tRNA deasetilasi (yang tidak mengikat asam amino) bergeser memasuki situs E (exit site)
pada bakteria atau langsung meninggalkan ribosom pada eukariot.

4) Terminasi
Terminasi translasi pada prokariotik dan eukariotik
Sintesis protein berakhir ketika proses elongasi mencapai satu dari tiga kodon terminasi. Situs A
sekarang tidak dimasuki tRNA tetapi oleh protein release factor. Mulai proses terminasi dalam suatu
translasi sintesis protein ditandai dengan tempat A pada ribosom menerjemahkan salah satu dari 3
kodon terminasi, yaitu UAA, UAG atau UGA.
Sintesis Protein – Nabila Salsabila 6

Pada sel prokariotik, kodon terminasi ini diidentifikasi oleh factor pelepasan (RF) yang berbeda
beda. FR-1 bertugas untuk mengidentifikasi kodon terminasi UAA dan UAG sedangkan RF-2
mengidentifikasi UGA dan UAA. Ketika factor pelepasan ini berikatan dengan kompleks kodon, hal
ini menyebabkan hidrolisis pada ikatan yang menghubungkan peptide dengan tRNA pada tempat
P, yaitu asam amino karboksil pada bagian ujung dari tRNA-aminoasil yang masih berikatan dengan
ribosom dan melepaskan polipeptida yang baru disintesis. Selanjutnya faktor pelepasan ketiga (RF-
3-GTP) yang menyebabkan pelepasan RF-1 ataupun RF-2 bersamaan dengan GTP dihidrolisis
menjadi GDP dan residu tunggal fosfat.
Berbeda dengan sel prokariotik, sel eukariotik hanya memiliki satu faktor pelepasan, yaitu eRF,
dimana dapat mengidentifikasi ketiga jenis kodon terminasi. Selain itu juga terdapat faktor pelepasan
eRF-3 yang memiliki fungsi yang sama dengan faktor RF-3 pada sel prokariotik. Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan:

Bakteria mempunyai tiga release factor yaitu:


• RF‐1, yang mengenali kodon 5′‐UAA‐3′ dan 5′‐UAG‐3′,
• RF‐2 yang mengenali 5′‐UAA‐3′ dan 5′‐UGA‐3′,
• RF‐3 yang memicu pelepasan RF1 dan RF2 dari ribosom setelah terminasi, reaksi pelepasan ini
memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis GTP.

Eukariot hanya mempunyai dua protein release factor:


• eRF‐1, yang mengenali kodon terminasi, Struktur eRF‐1 yang ditentukan dengan teknik
kristalografi sinar‐X, menunjukkan bahwa bentuk protein ini sangat mirip dengan tRNA. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa release factor ini dapat memasuki situs A yang mengandung kodon
terminasi.
• eRF‐3, yang diduga berperan seperti RF‐3.

2. Post-Translasi
Setelah tahap translasi selesai, polipeptida hasil translasi tidak langsung aktif. Untuk menjadi
protein aktif atau fungsional dalam sel, protein harus mengalami sedikitnya satu dari empat tipe
proses post-translational berikut ini.

Gambar 5. Empat tipe proses post-translasi

1) Pelipatan Protein (Protein Folding)


Folding merupakan pelipatan dari rantai polipeptida. Protein yang merupakan rangkaian dari
asam -asam amino ini harus mengalami pelipatan (folding) untuk dapat mencapai struktur aslinya,
karena protein hanya dapat berfungsi jika mempunyai struktur asli tersebut. Pelipatan protein di
dalam sel merupakan proses kompleks yang membutuhkan bantuan molekul lain dan energi. Jika
proses pelipatan benar maka asam amino tersebut akan menjadi aktif dan sebaliknya. Molekul
protein yang membantu proses folding adalah:
Sintesis Protein – Nabila Salsabila 7

 Chaperon molekuler: mengikat


dan menstabilkan protein yang
belum dilipat (unfolded protein),
sehingga tidak beragregat
dengan protein lain
 Chaperonin: membantu proses
pelipatan protein dalam sel.
Contoh: GroEL dan GroES

Begitu diperoleh kondisi yang sesuai,


kebanyakan polipeptida akan segera
melipat menjadi struktur tersier yang
tepat karena biasanya struktur tersier
ini merupakan konformasi dengan
energi yang paling rendah. Secara in Gambar 6. Pelipatan Protein
vivo (di dalam sel), pelipatan yang tepat
seringkali dibantu oleh protein-protein tertentu yang disebut chaperon. Chaperon akan bersentuhan
langsung dengan nascent protein. DnaK mengarahkan protein ke sistem Chaperonin GroES dan
GroEL. GroEL dan GroES berperan untuk menjadi tempat pelipatan protein sehingga protein
tersebut menjadi aktif. Proses pelipatan protein memiliki mekanisme yang sama pada sel eukariot
dan juga prokariot.

2) Clevage proteolitik
Pembelahan Proteolytic mempunyai dua fungsi dalam proses translasi sebelumnya dari protein.
Yang pertama untuk memindahkan potongan pendek dari daerah terminal N dan C polypeptides,
menyisakan molekul tunggal dipendekkan yang terlipat dalam protein aktif. Kedua, digunakan untuk
memotong rantai polipeptida ke dalam segmen-segmen yang sebagian atau seluruhnya merupakan
protein aktif. Pemotongan ini dilakukan oleh suatu enzim yang disebut proteasome. Mekanismenya
adalah tahap pertama molekul ubiquitin menempel pada protein menggunakan enzim yang terdapat
pada sitosol, selanjutnya protein-ubiquitin dikenali oleh proteasome. Komponen enzimatik pada
proteasome memotong protein menjadi segmen – segmen yang nantinya akan didegradasi oleh
enzim – enzim di dalam sitosol. Peristiwa ini biasa terjadi pada eukariotik dan jarang terjadi pada
prokariotik.

Gambar 7. Mekanisme clevage proteolitik

3) Modifikasi Kimiawi
Modifikasi kimiawi adalah tambahan yang dilakukan pada polipeptida hasil sintesi sebelum dikirim
ke target bertujuan untuk mengaktifkan beberapa fungsi dari protein atau memberikan sifat tertentu
pada protein. Modifikasi kimiawi dapat terjadi pada protein hasil sintesis pada sel eukariot ataupun
prokariot dengan mekanisme yang hampir sama. Pada modifikasi kimiawi ini dapat dilakukan
penambahan gula, lipid, gugus fosfat atau penambahan-penambahan lain pada polipeptida hasil
sintesis.
Sintesis Protein – Nabila Salsabila 8

Tabel 1. Contoh dari Post-Translational Modifikasi Kimia

(Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books)

Glikosilasi
Proses glikolisasi adalah penambahan molekul karbohidrat atau gula separuh protein, dengan range
jenis gula sederhana monosakarida termodifikasi pada faktor inti transkripsi hingga gula yang memiliki
rantai polisakarida bercabang kompleks pada reseptor permukaan sel. Terdapat 2 jenis glikosilasi, yaitu
the N-linked glycosylation, yang terjadi pada pembentukan oligosakarida Asparagine-linked dan O-
linked glycosylation terjadi pada pembentukan oligosakarida serine/Threonine-linked yang merupakan
komponen utama struktur pada permukaan berbagai jenis sel dan protein yang disekresi. Glikosiliasi
dapat terjadi pada protein yang dapat terlipat sempurna yang akan berimbas pada peningkatan
kestabilan dan kelarutan protein untuk melindungi dari efek degradasi.

Gambar 8. Glikosilasi

Phosphorylation
Sintesis Protein – Nabila Salsabila 9

Fosforilasi adalah proses penambahan senyawa fosfat (PO4) pada sisa serine, tyrosine atau
threonine pada rantai peptide, dan proses ini juga dapat terjadi sisa sel prokariotik. Penambahan
ataupun pengurangan molekul fosfat dapat merubah konformasi protein hingga fungsional dari protein
tersebut dengan mengubah muatan fan hidrofobisitas secara lokal. Fosforilasi memainkan peran
penting dalam pengaturan proses selular seperti siklus sel seperti apoptosis ataupun transduksi sinyal
Salah satu contohnnya adalah kinase cascades dapat terjadi bergantung dengan keberadaan reaksi
fosforilasi.

N-Asetilasi
Pada proses ini terjadi perpindahan grup nitrogen asetil dan terjadi pada semua protein sel
eukariotik. N-asetilasi memiliki 2 mekanisme reaksi, yaitu reversible and irreversible. Methionine
aminopeptidase (MAP) adalah enzim yang bertanggung jawab terhadap proses ujung N-asetilasi yang
menghasilkan potongan ujung-N metionin sebelum digantikan olen asam amino dengan gugus asetil
dari asetil Ko-A oleh enzim N-acetyltransferase. Proses asetilasi ini membantu kestabilan dari protein,
menjaga ujung-N dan mengatur regulasi dari interaksi DNA-protein pada protein histon.

Lipidasi
Lipidasi proses dimana molekul lipid, seperti asam lemak berikatan secara kovalen dengan protein.
Secara umum, lipidasi membantu lokalisasi selular dan pentargetan dalam proses sinyal sel, ikatan
membrane sebagai mediator dalam interaksi antar protein. Salah satu bentuk penting dari lipidasi yaitu
palmitolasi dimana membentuk ikatan thioster antara rantai panjang asam lemak dan residu cysteine,
N-miristorlasi residu glisin dimana berperan dalam pentargetan 9embrane.

Methylation
Metilasi adalah proses terjadinya perpindahan 1 gugus metil karbon baik itu nitrogen ataupun
oksigen terhadap bagian asam amino pada rantai protein, dikenal sebagai kecenderungan N atau O-
metilasi. Enzim yang bertanggung jawab terhadap proses metilasi ini adalah methyltransferases
walaupun S-adenosyl methionine (SAM) adalah donor utama dari proses metilasi. Metilasi dari protein
histon dapat mengatur kemampuan DNA dalam proses transkripsi.

4) Intein Penyambung
Jenis terakhir dari proses post-translational yaitu intein penyambung. Intein adalah urutan
penyela pada beberapa protein, mirip intron pada mRNA. Intein harus dibuang (splicing) dan
disambung (exteins) menjadi protein aktif. Kebanyakan intein dikenal pada bakteri dan archaea
tetapi ada juga contoh pada eukariota yang lebih rendah. Dalam beberapa kasus ada lebih dari satu
intein dalam protein tunggal. Dua fitur inteins :
 Pertama : struktur dari dua inteins ditentukan oleh kristalografi X-ray (Duan et al., 1997; Klabunde
et al., 1998). Struktur ini bersifat sama dengan protein Drosophila disebut Hedgehog (satu protein
autoprocessing yang memotong diri menjadi dua).
 Kedua : inteins memotong segmen spesifik sequen endonuklease di urutan sesuai dengan lokasi
penyisipannya di gen yang disandi untuk satu versi intein bebas dari protein dan derivatnya. Jika
sel juga berisi gen penyandi untuk intein yang berisi protein, urutan DNA untuk intein mampu
menuju ke lokasi yang akan potong, mengubah intein-minus ke dalam intein-plus proses ini
disebut 'intein homing' (Pietrokovski, 2001).
Sintesis Protein – Nabila Salsabila 10

Gambar 9. Intein Homing

Sel yang heterozigot kemungkinan mengandung gen intein, memiliki satu alel dengan intein dan
satu alel tanpa intein tersebut. Setelah splicing protein, intein memotong intein-minus gen, yang
memungkinkan salinan urutan DNA intein untuk melompat ke gen ini, mengubahnya menjadi intein-
plus.

Kesimpulan
Translasi adalah proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada pada molekul mRNA menjadi
rangkaian asam amino yang menyusun suatu polipeptida atau protein. Proses translasi terjadi dalam
beberapa tahap, yaitu aktivasi asam amino, inisiasi, elongasi, terminasi dan pasca translasi. Proses
pasca translasi bertujuan untuk menjadikan protein yang baru disintesis dapat aktif atau fungsional
terhadap organel yang akan dituju. Proses translasi pada prokariot dan eukariot memiliki perbedaan
yang cukup signifikan pada proses inisiasi. Pada eukariot kodon inisiasi adalah metionin, sedangkan
pada prokariot adalah formil-metionin/fMet. Namun untuk beberapa tahapan lainnya eukariot dan
prokariot memiliki mekanisme yang yang sama. Modifikasi setelah trnaslasi bertujuan untuk
membuat protein – protein hasil translasi aktif dan siap pakai. Contoh modifikasi setelah transkripsi
adalah folding atau pelipatan RNA, cleveage proteolitik yang menghasilkan segmen – segmen
protein hasil pemotongan oleh enzim protease, modifikasi kimiawi, serta intein penyambung.

Daftar Pustaka

Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2002. Biologi Edisi 5. Jilid 1, Erlangga, Jakarta
Lodish, H., et al., 2007. Molecular Cell Biology sixth Edition. New York: Freeman.
NCBI. 2002. Genomes 2nd edition. [Online] Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21121/ [Diakses pada 15 Maret 2015]
Sintesis Protein dan Kode Genetik [Online] Available at: http://www.biologi-
sel.com/2012/06/sintesis-protein-dan-kode-genetik.html [Diakses pada 15 Maret
2015]

Anda mungkin juga menyukai