Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KIMIA ORGANIK

“ASAM SALISILAT”

OLEH :
NAMA : JUMIATI DATU
NIM : NH0520032
KELAS : A

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atasberkat, rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugasmakalah kimia farmasi tentang senyawa asam salisilat.Makalah
ini berisi tentang penjelasan mengenai asam salisilat mulaidari pengertian, rumus umum, struktur,
sifat fisika kimia, pemerian,kelarutan dan cara identifikasi yang telah kami selesaikan tepat
padawaktunya.Terimakasih kami panjatkan kepada pihak yang telah membantu danmembimbing
kami terutama kepada dosen pengampu mata kuliah KimiaFarmasi I yang telah banyak memberikan
pengetahuan kepada kamisemua sehingga laporan lengkap ini dapat terselesaikan dengan baik
dandengan tepat waktu.Kami sadar, makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari
katasempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saranyang bersifat membangun
dari semua pembaca. Sekian dan terimakasih

Makassar, 12 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Sampul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II pembahasan
A. Pengertian Asam salisilat
B. Struktur asam salisilat
C. Sifat Fisika Kimia
D. Biosintesis dan Metabolisme Asam Salisilat
E. Deskripsi
F. Cara identifikasi
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam
kehidupan sehari-hari serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
dapat digunakan sebagai bahan utama dari pembuatan obat-obatan seperti
antiseptik dan analgesik serta bahan baku untuk keperluan dalam bidang farmasi
(Supardani, dkk, 2006).
Sebagai antiseptik, asam salisilat adalah zat yang dapat mengiritasi kulit
dan selaput lendir. Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel
epidermis dengan sangat cepat tanpa memberikan efek langsung pada sel dermis.
Setelah beberapa hari akan menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan kulit yang
baru (Rieko & Panji, 2007). Oleh karena itu, asam salisilat biasanya digunakan
untuk obat topikal.
Senyawa-senyawa yang bersifat keratolitik dan antiseptik biasa digunakan
untuk mencegah penyakit kulit, seperti timbulnya jerawat ataupun gatal-gatal di
daerah tubuh tertentu dan salah satu bahan yang sering digunakan adalah asam
salisilat. Asam salisilat juga merupakan zat anti jerawat sekaligus keratolitik yang
lazim diberikan secara topikal. Penggunaan serbuk tabur atau keratolitik
merupakan usaha yang akan mengurangi ketebalan intraseluler dalam selaput
tanduk dengan cara melarutkan semen intraseluler dan menyebabkan desintergrasi
dan pengelupasan kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI
No.772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu bahan
tambahan makanan yang dilarang adalah asam salisilat. Asam salisilat dilarang
digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia, karena asam salisilat
memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah air, asam
salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat
menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).
Bahan obat asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat memberikan efek
terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaan secara terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan
konsentrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan keracunan sistemik akut.
Penggunaan pada sediaan kosmetik seperti serbuk tabur yang mengandung asam
salisilat, meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih
sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat
mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat
memicu timbulnya kanker melanocyt atau kanker kulit (Anief M, 1997).
Selain untuk obat topikal, bahan obat ini juga mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena
terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah
senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa
sakit pada nyeri kepala, sakit otot dan sakit yang berhubungan dengan reumatik.
Turunan asam salisilat juga dapat menimbulkan efek samping yaitu iritasi
lambung (Siswandono & Soekardjo, 2000).
Seiring berjalannya waktu, perkembangan konsumsi untuk turunan asam
salisilat di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini didukung
dengan adanya industri-industri yang menggunakan asam salisilat sebagai bahan
baku utama seperti halnya industri pembuatan aspirin, metil salisilat dan
salisilamida (Rieko & Panji, 2007).
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat
dengan konsentrasi tinggi dalam sediaan kosmetik lain juga seperti cream dan gel.
BPOM telah menetapkan kadar maksimum untuk asam salisilat yang diizinkan
terkandung dalam produk kosmetik adalah tidak boleh lebih dari 2% (Anonim,
2008).
Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan
keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah menguji
stabilitas warna pada kadar senyawa aktif obat dalam pengendalian mutu bahan
obat. Penentuan kadar senyawa aktif melalui uji stabilitas warna pada pola
penyimpanan suhu ruangan, bahan obat ini memerlukan suatu metode analisis
yang baik (Wulandari, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Asam salisilat
2. Struktur asam salisilat
3. Sifat Fisika Kimia
4. Biosintesis dan Metabolisme Asam Salisilat
5. Deskripsi
6. Cara identifikasi
C. Tujuan
1. Pengertian Asam salisilat
2. Struktur asam salisilat
3. Sifat Fisika Kimia
4. Biosintesis dan Metabolisme Asam Salisilat
5. Deskripsi
6. Cara identifikasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asam salisilat


Asam salisilat, dikenal juga dengan asam 2-hidroksi benzoat atau asam- ortohidrobenzoat
yang memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan terapi
topikal lebih dari 100 tahun yang lalu. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama
dikenal dengan khasiat utamanya sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat
masih digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala,
dan iktiosis. PenggunaannyaPenggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling
dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpegmentasi pasca inflamasi, dan akne.
B. Struktur asam salisilat
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga faktor yang berperan penting pada
mekanisme keratolitik asam salisilat yaitu melarutkan ikatan korneosit, menurunkan ikatan
korneosit, melarutkan semen interselluler dan melonggarkan serta mendisintegrasikan
korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen
interselluler yang berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit. Mekanisme
kerja zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan
tarar sel korneosit. Terminologi desmolitik lebih menggambarkan mekanisme kerja asam
salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan memiliki efek
samping minimal dibandingkan dengan rute pemberian secara oral, namun pemberian
topikal memiliki potensi toksisitas sistemik, efek teratogenik, dan interaksi obat akibat
absorpsi sistemik yang harus diwaspadai. Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi
dengan daya absorpsi 70% dalam bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar
absorpsi terjadi dalam usus halus bagian atas. Sebagian asam salisilat dihidrolisis kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh dan segera menyebar ke seluruh tubuh dan cairan
transeluler setelah diabsorpsi. Kecepatan absorpsi tergantung dari kecepatan disintegrasi
dan disolusi tablet, pH, permukaan mukosa, dan waktu pengosongan lambung.
SalisilatSalisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, liur, dan air susu.

Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian (Sulistyaningrum et al., 2012).

Asam salisilat memiliki efek analgetik tetapi jarang digunakan secara oral

karena toksisitasnya relatif tinggi, sehingga yang lebih sering digunakan adalah

senyawa turunannya. Turunan asam salisilat diperoleh dengan mengubah struktur

melalui pengubahan gugus karboksil, substitusi pada gugus hidroksil, modifikasi pada gugus karboksil
dan hidroksil, serta memasukkan gugus hidoksil atau gugus- gugus lain pada cincin aromatik, tujuan
dari modifikasi asam salisilat adalah

meningkatkan aktivitas analgesiknya dan mengurangi efek toksiknya.

Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan aspirin merupakan

salah satu turunan dari asam salisilat. Asam asetil salisilat adalah obat yang paling

sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang yang sebabnya

beragam, tetapi tidak efektif untuk menghilangkan nyeri organ dalam (visceral
pain), seperti infarktus miokardium atau kolik batu ginjal atau empedu (Darsono,

2002). Setelah ingesti asam asetil salisilat secara cepat diubah menjadi asam

salisilat. Pada dosis teraphy asam salisilat dimetabolisme oleh hati dan dieliminasi

dalam waktu 2-3 jam. Keracunan salisilat dimanifestasikan dengan kerusakan

beberapa sistem organ, meliputi central nervous system (CNS), cardiovascular,

paru-paru, hati, dan sistem metabolisme. Salisilat secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi sistem organ dalam tubuh melalui phosphorilasi oksidatif

tunggal, menghambat enzim siklus krebbs, dan menghambat sintesis asam amino

(Muhammad dan Timothy, 2016). Asam salisilat memiliki efek samping berupa iritasi mukosa
lambung

dengan resiko tukak lambung dan perdarahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain tablet yang tidak larut, penyerapan non-ionisasi oleh lambung

dan hambatan produksi prostaglandin yang protektif. Asam salisilat jika

digunakan dalam dosis besar dapat mengiritasi mukosa lambung karena hilangnya

efek perlindungan dari prostasiklin (PgI2) terhadap mukosa lambung, yang sintesisnya turut
dihalangi oleh blokade siklooksidase (Randjelovic et al., 2015). Selain itu asam salisilat juga dapat
menimbulkan efek spesifik seperti

reaksi alergi kulit dan telinga berdengung pada dosis yang lebih tinggi. Efek yang

lebih serius yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan asam salisilat adalah

kejang-kejang hebat yang pada pasien asma dapat menimbulkan serangan,

walaupun dalam dosis rendah. Pada anak-anak yang terserang cacar air atau flu,

pemberian asam salisilat dapat menyebabkan berisiko terkena sindrom Rye yang

berbahaya (Raman et al., 2014).

2.2. Biosintesis dan Metabolisme Asam Salisilat

Asam salisilat sebagai suatu regulator endogen dari resistensi penyakit

merupakan produk dari metabolisme fenilpropanoid yang dibentuk melalui

dekarboksilasi dari asam trans-sinamat kemudian membentuk asam benzoat dan

subsekuensinya 2-hidroksilasi menghasilkan asam salisilat. Terdapat dua jenis

enzim yang terlibat dalam biosintesis dan metabolisme asam salisilat yaitu

benzoic acid 2-hidroxylase yang mengubah asam benzoat menjadi asam salisilat,

dan enzim Salicylic acid glucosylterase yang mengkatalisis konversi dari asam

salisilat ke salycilic acid glukoside ( Lee et al., 1995). Skema biosintesis dan
metabolisme asam salisilat terlihat pada gambar 2.2

Sifat Fisika Kimia

1. Panas jika dihirup, ditelan dan apabila terjadi kontak dengan dengankulit2. Iritasi pada mata3.
Iritasi pada saluran pernafasan4. Iritasi pada kulit

D. Deskripsi

Penampakan : tidak berwarna, menjadi kuning pada larutan denganbau kenari pahit.Titik lebur : 1.2

CTitik didh : 197

CKerapatan : 4,2Tekanan uap : 1 mmHg pada 33

CDaya ledak : 1,146 g/cm

Titik nyala : 76

E. Cara identifikasi

1. Cara Kolbe-Schmitt dengan hasil hampir kuantitatif melalui reaksinatrium fenolat dan
karbondioksida pada 1250 c dan 4-7 bar dankemudian dihidrolisis. Asam asetil salisilat diperoleh
dengan caraasetilasi asam salisilat dengan katalis proton

2 cara stas otto, dengan cara memisahkan berbagai senyawa yangdigunakan atas pembagian
senyawa kedalam fase air dan fase yangtak tercampurkan dengan air yakni fase organic. Pemisahan
akanterjadi jika diterapkan pada stas otto-gang yan dapat mengangkutpenguraian garam.

3. Analisis kualitatif dengan reaksi kolorimetri dengan FeCl larutanberwarna ungu

Kegunaan medis asam salisilat

Asam salisilat digunakan sebagai obat untuk mengelupaskan kulit.[1] Obat ini dapat digunakan untuk
menangani kutil, kapalan, psoriasis, ketombe, jerawat, kurap, dan iktiosis.[1][2] Obat ini dioleskan di
kulit yang bermasalah.[Asam salisilat berfungsi sebagai agen keratolitik, komedolitik, dan
bakteriostatik, sehingga obat ini mengelupaskan sel-sel epidermis, membuka pori-pori yang
tersumbat, serta membunuh bakteri yang ada dan mencegah pori-pori tersumbat lagiEfek samping
yang bisa muncul meliputi iritasi dan keracunan salisilat.[2] Keracunan salisilat hanya terjadi jika
dioleskan secara luas.[2] Obat ini tidak disarankan untuk anak-anak di bawah usia dua tahun.[2] Obat
ini dijual dengan kadar yang berbeda-beda.[3] Asam salisilat sudah dimanfaatkan secara medis sejak
zaman Hipokrates.[4] Obat ini masuk ke dalam Daftar Obat-Obatan Esensial Organisasi Kesehatan
Dunia
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. I995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Depkes RI, Jakarta

Dirjen POM. I979.Farmakope Indonesia Edisi III.Depkes RI, Jakarta

Fessenden. 1999.Kimia Organik edisi ketiga.Erlangga, jakarta

WHO Model List of Essential Medicines (19th List)” (PDF). World Health Organization. April 2015.
Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 13 December 2016. Diakses tanggal 8 December 2016.

Boddice, Robert Gregory (2014). Pain and Emotion in Modern History (dalam bahasa Inggris).
Springer. Hlm. Chapter 8. ISBN 9781137372437. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 January 2017.
Diakses tanggal 15 JanBritish national formulary : BNF 69 (edisi ke-69). British Medical Association.
2015.

WHO Model Formulary 2008 (PDF). World Health Organization. 2009. Hlm. 310. Diarsipkan dari versi
asli (PDF) tanggal 13 December 2016. Diakses tanggal 8 January 2017

Salicylic acid topical medical facts from Drugs.com”. www.drugs.com. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 18 September 2017. Diakses tanggal 15 January 2017
Madan RK; Levitt J (April 2014). “A review of toxicity from topical salicylic acid preparations”. J Am
Acad Dermatol.2013.12.005.

Bosund, I.; Erichsen, I.; Molin, N. (1960-10-01). “The Bacteriostatic Action of Benzoic and Salicylic
Acids”. Physiologia Plantarum (dalam bahasa Inggris).

Anda mungkin juga menyukai