Anda di halaman 1dari 6

ANALGETIK, ANTIPIRETIK DAN ANTIINFLAMASI

1. Analgetik
Analgetika atau obat penghalang nerd adalah zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran . Nyeri adalah Perasaan
sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman)
kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi
dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat mula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan
subjectif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda beda bagi setiap orang.
Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-45°C (Tjay,T.H., 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti
peradangan (rema encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan mekanis , kimiawi atau fisik (kalor, listrik) dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain histamine,
bradikin,leukotriën dan prostaglandin (Tjay,T.H., 2007).
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggung jawab
untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa,
pruritus) dan nyeri. Bradykin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang
dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak
dan terbebtuk dari asam arachidonat (Tjay,T.H., 2007).
2. Antipiretik
Demam pada umumnya dalah suatu gejala dan bukan merupakan
penyakit tersendiri. Kini para ahli bersependapat bahwa demam adalah suatu
reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu 37°C limfosit
dan makrofak menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41°C, barulah terjadi
situasi kritis yangbisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh
(Tjay,T.H., 2007).
Suhu badan diatur oleh kesimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam
nkesimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip
aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik
diawali penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-
1 (IL-1) yang memacu penglepasan PG yang berlebihan didaerah preoptik
hipotalamus ( Gunawan S.G, 2007).
1. Patofisiologi Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zatv yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme
seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen
klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram
negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan
pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada
umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan akan
merangsang endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan thermostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokontriksi kulit dan
mekanisme volunteer seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).
2. Patofisiologi Nyeri
Mekanisme timbulnya nerd didasari oleh proses multiple yaitu nosisepsi,
sentisiasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksatibilitas ektopik,
reorganisasin struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri :
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar
nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor,
juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medulla spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal
elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis,
dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif
juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus,
dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini
adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek
psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ
tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari
syaraf aferen. (Tamsuri, anas, 2006).
3. Patofisiolagi Prostaglandin
Bila membrane sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi,
fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah
fosfolipidayang terdapat disitu menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli
tak jenuh ini (C20 delta) kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim cycl-
oxygenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat
prostaglandin.
Cyclo-oxygenase terdiri dari dua iso-enzim, yakni COX-1 dan COX-2,
dengan berat molekul dan daya enzimatis yang sama. COX- terdapat di
kebanyakan jaringan, antara lain darah, ginjal dan saluran cerna. Zat ini
berperan pada pemeliharaan perfusi ginjal, homeostastis vaskuler dan
melindungi lambung dengan jumlah membentuk bikarbonat dan lendir, srta
menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di
jaringan, tetapi dibentuk oleh sel-sel radang selama proses peradangan
(Tjay, T.H, 2007).
3. Antiinflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usah tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan. Kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu
zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari atau oleh suatu respon imun seperti
asma atau arthritis rematoid. Pada kasus seperti ini, reaksi pertahanan mereka
sendiri mungkin menyebabkan luka jaringan progresif dan obat-obat antiinflamasi
atau imunosupresi mungkin diperlukan untuk memodulasi proses peradangan.
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediatorv kimiawi dari jaringan yang
rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses
peradangan dan meliputi amin, seperti histamine dan 5-hidroksitriptamin; lipid,
seperti prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptide besar, seperti
interleukin (Mary J. Mycek, Richard A. Harvey, Pamela C. Champe, 2001).
Gejala Proses inflamasi yang sudah dikenal ialah:
a. Adanya warna merah (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke
daerah tersebut melebar. Dengan demikian arteri/kapiler di sekitar radang
berisi darah yang menyebabkan warna merah setempat.
b. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa
panas disebabkan karena jumah darah lebih banyak ditempat radang
daripada di daerah lain disekitar radang.
c. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan bebrapa hal, adanya pengeluaran
zat-zat kimia atau mediator nerd seperti prostaglandin, histamine, bradikinin
yang dapat merangsang saraf-saraf perifer disekitar radang sehingga dirasakn
nerd.
d. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradantan adalah pembengkakan yang
disebabkan; terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan
aliran darah dan cairan ke jaringan yangb mengalami cedera, adanya
gangguan fungsi sel jaringan atau organ sekitar radang merupakan
konsekuensi dari aktifitas radang seperti gangguan aliran darah sekitar
radang, gangguan gerakan disekitar radang (Gunawan S.G, 2007).
BIOSINTESIS PROSTAGLANDIN

Anda mungkin juga menyukai