Anda di halaman 1dari 25

Paper

Topik: Pestisida Organofosfat (Profenofos, Malathion, Klorpirifos)


(Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Toksikologi)

Disusun Oleh:
Putu Mila Ayustina (2082211006)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Bahan-bahan di alam memiliki ragam manfaat. Misalnya saja ekstrak dari daun
tanaman sirih secara tradisional telah digunakan sebagai obat herbal sejak zaman dahulu.
Kandungan senyawa metabolit dalam ekstrak daun tanaman tersebut masih banyak yang
belum diketahui jenis serta mekanisme dampaknya dalam tubuh. Identifikasi dari senyawa
yang terkandung dalam bahan alam dapat membantu mempelajari jenis-jenis bahan alam
serupa yang memberi manfaat serupa juga. Selain itu bahan alam ada juga yang bersifat
toksik. Sifat senyawa tersebut juga perlu diidentifikasi agar pemanfaatannya dapat digunakan
tepat sasaran, misalnya digunakan sebagai pestisida terhadap hama tanaman. Diperlukan
suatu metode yang dapat menganalisis kandungan senyawa tersebut baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Diperlukan juga database sebagai acuan dalam identifikasi senyawa yang
belum diketahui dari suatu sampel. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa atau sering disebut GC-MS (Gas Cromatography
Mass Spectrometry)
GC-MS adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu,
Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa. Kromatografi Gas adalah metode analisis,
dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil
(hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram). Sedangkan Spektroskopi Massa adalah
metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya, dan
masa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spectrum massa.
Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang diinginkan, sedangkan
bila dilengkapi dengan MS (berfungsi sebagai detektor) akan dapat mengidentifikasi
komponen tersebut, karena bisa membaca spectrum bobot molekul pada suatu komponen,
juga terdapat reference pada software (Hermanto, 2008).
Metode GC-MS biasa digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa yang belum
diketahui dalam suatu sampel. Metode analisa menggunakan GC MS (Gas
Chromatography¬-Mass Spectroscopy) dapat mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam
suatu sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif. GC-MS merupakan salah satu metode
pilihan sebab memiliki sensitivitas deteksi untuk hampir semua senyawa kimia yang mudah
menguap. Selain itu, selektivitas kolom kapiler yang tinggi memungkinkan pemisahan
senyawa volatil secara simultan dalam waktu relatif singkat. Sampel yang diinjeksikan ke
dalam Kromatografi Gas akan diubah menjadi fasa uap dan dialirkan melewati kolom kapiler
dengan bantuan gas pembawa. Pemisahan senyawa campuran menjadi senyawa tunggal
terjadi berdasarkan perbedaan sifat kimia dan waktu yang diperlukan bersifat spesifik untuk
masing-masing senyawa. Pendeteksian berlangsung di dalam Spektroskopi Massa dengan
mekanisme penembakan senyawa oleh elektron menjadi molekul terionisasi dan pencatatan
pola fragmentasi yang terbentuk dibandingkan dengan pola fragmentasi senyawa standard
yang diindikasikan dengan prosentase Similarity Index (SI) (Hariati, 2014).

1. 2 Rumusan Masalah
1. 3
BAB II
METODE GCMS (Gas Cromatography and Mass Spectroscopy)

2.1 Metode GCMS


Teknik GC pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952
(Sparkman dkk., 2011). Gas chromathigraphy (GC) adalah metode pemisahan yang
digunakan untuk menganalisis senyawa yang mudah menguap atau senyawa yang mudah di
uapkan. Kriteria menguap adalah dapat menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan
rendah serta dapat dipanaskan (Drozd, 1985). Senyawa yang mudah terdegradasi oleh panas
tidak dapat di analisis dengan metode ini.
Dasar pemisahan menggunakan kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan pada
fase diam sedangkan gas sebagai fase gerak mengelusi fase diam. Cara kerja dari GC adalah
suatu fase gerak yang berbentuk gas mengalir di bawah tekanan melewati pipa yang
dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas dengan fase diam cair yang
disalut pada suatu penyangga padat. Analit tersebut dimuatkan ke bagian atas kolom melalui
suatu portal injeksi yang dipanaskan. Suhu oven dijaga atau diprogram agar meningkat secara
bertahap. Ketika sudah berada dalam kolom, terjadi proses pemisahan antar komponen.
Pemisahan ini akan bergantung pada lamanya waktu relative yang dibutuhkan oleh
komponen- komponen tersebut di fase diam (Sparkman dkk.., 2011). Seiring dengan
perkembangan teknologi maka instrument GC digunakan secara bersama-sama dengan
instrumen lain seperti Mass-Spectrometer (MS). Mass Spectrometer (MS) adalah suatu
metode analisis instrumental yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan
struktur dari komponen sample dengan cara menunjukkan massa relative darimolekul
komponen dan massa relatif hasil pecahannya.
Spektrometer massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai penentu bobot
molekul dan penentuan rumus molekul. Prinsip dari MS adalah pengionan senyawa-senyawa
kimia untuk menghasilkan molekul bermuatan atau fragmen molekul dan mengukur rasio
massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat penembakan electron berenergi tinggi
tersebut akan menghasilkan ion dengan muatan positif, kemudian ion tersebut diarahkan
menuju medan magnet dengan kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan listrik akan
membelokkan ion tersebut agar dapat menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul
semua fragmen yang dihasilkan. Kemudian detektor akan menghitung muatan yang
terinduksi atau arus yang dihasilkan ketika ion dilewatkan atau mengenai permukaan,
scanning massa dan menghitung ion sebagai mass to charge ratio (m/z). Terdapat 4 (empat)
proses dalam spektrometri massa yakni ionisasi, percepatan, pembelokkan dan pendeteksian.
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan
kromatografi gas atau menjadi lebih mudah menguap. Hal ini dilakukan jika suatu senyawa
diketahui sulit menguap maka dilakukan derivatisasi terlebih dahulu sebelum dianalisis
menggunakan GC (Drozd, 1985).
Derivatisasi dilakukan karena terdapat senyawa-senyawa dengan berat molekul besar
yang biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik inter molekuler
antara gugus-gugus polar atau yang mengadung hidrogen aktif seperti SH, - OH, -NH dan
-COOH maka jika gugus gugus polar ini ditutup dengan cara derivatisasi akan mampu
meningkatkan volatilitas senyawa. Selain itu beberapa senyawa volatil mengalami
dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan
stabilitasnya (Drozd, 1985).
Sililasi merupakan salah satu proses derivatitasi dengan menghasilkan produk berupa
derivatif silil yang sangat volatil, dan lebih stabil pada suhu yang tinggi. Cara kerja dari
penderivat tipe silil ini adalah dengan mengganti gugus hidrogen (H) dengan trimetilsilil atau
TMS (Regis, 1998).

2.2 Komponen GCMS


Pada prinsipnya, kromatografoi gas- spektrometri massa terdiri dari 4 komponen
utama, yaitu :
1. Gas Chromathography
Prinsip mekanisme kromatography gas adalah cuplikan diinjeksikan ke dalam
injector kemudian diuapkan hingga cuplikan berubah menjadi uap atau gas.
Cuplikan yang berbentuk gas dibawa oleh gas pembawa dengan laju alir yang
konstan masuk dalam kolom pemisah. Komponen-komponen sample akan
terpisah pada saat melewati kolom karena adanya perbedaan daya adsorpsi fasa
diam terhadap komponen-komponen sampel. Komponen yang sudah terpisah akan
didorong oleh fasa gerak untuk bergerak di sepanjang kolom berupa pita-pita.
Setelah sampel dipisahkan menjadi komponen-komponennya, masing-masing
komponen tersebut akan keluar dari kolom bersama fasa gerak. Konsentrasi
komponen tersebut dapat diukur dengan suatu detektor yang akan menghasilkan
sinyal dan dikirim ke pencatat. Komponen-komponen dari sampel yang telah
terpisahkan akan menghasilkan kurva-kurva karena masing-masing komponen
tersebut ditahan pada kolom dalam waktu berbeda-beda. Lamanya waktu suatu
Komponen ditahan oleh kolom adsorpsi merupakan ciri khas komponen yang
disebut sebagai waktu retensi atau waktu tambat.
Untuk analisis kualitatif secara kromatografi gas, parameter hasil pemisahan yang
digunakan adalah waktu retensi Waktu retensi sejak penyuntikan hingga
terbentuknya puncak maksimum, sifat ini merupakan ciri khas cuplikan dan fasa
cair pada suhu tertentu. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan pengendalian
suhu, waktu retensi dapat terulang dalam batas 1% dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tiap puncak Beberapa senyawa mungkin mempunyai waktu
retensi yang sama atau berdekatan, tetapi tiap senyawa hanya mempunyai satu
waktu retensi saja. Pada kromatografi gas, pada umumnya ada 5 komponen utama
yaitu:
a. Gas Pembawa
Fungsi utama gas pembawa adalah untuk memindahkan analit dari injector
menuju detektor. Syarat mutlak gas pembawa pada kromatografi gas adalah
lembam dari segi kimia dan mempunyai kemumian yang tinggi. Yang paling
banyak digunakan sebagai gas pembawa adalah helium, argon, nitrogen, atau
campuran argon dan metana. Aliran gas pembawa ini harus tetap selama
pengoperasian dan laju alirangas sebelum masuk ke kolom Bersama uap
sample di atur oleh sebuah pengatur tekanan yang dilengkapi dengan meter
tekanan.
b. Gerbang Suntik/Injeksi
Sample yang dapat di analisis dengan metode krematografi gas pada umumnya
berbentuk cairan. Akan tetapi, sample berbentuk padat dan gas dapat juga di
analisis dengan memakaisistem pemasuk sample yang khusu. Sample
berbentuk cair yang telah di preparasi diinjeksikan ke dalam gerbang udara.
Volume yang diinjeksikan bervariasi mulai dari 0,01-20µL. Salah satu hal
yang terpenting adalah pengaturan suhu, dimana suhu harus di atas suhu titik
didih komponen yang terkandung. Apalabila suhu terlalu timggi, komponen
akan mudah menguap namun dapat menyebabkan terjadinya penguraian
komponen. Begitu juga sebalinya, apabila suhu di bawah titik didih,
komponen akan mengendap/menumpuk pada gerbang suntik. Analisis
senyawa yang mudah menguap atay yang mempunyai titik didih yang rendah
misalnya senyawa eter, maka gerbang suntuik krematografi dapat dilengkapi
dengan head space dan auto sampler.
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien.
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:
a) Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menju kolom.
b) Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan
pemecahan.
c) Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua
sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom
karena katup pemecah ditutup.
d) Injeksi langsung ke kolom (on coloum injection), yang mana ujung semprit
dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung ke dalam
kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena
kalua penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikwatirkan akan terjadi
peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009).
c. Termostat Oven
Berfungsi sebagai pengatur suhu kolom. Pengaturan suhu kolom pada
krematografu gas sangat penting sebab pemisahan komponen terjadi di dalam
kolom, yang sangat di pengaruhi oleh suhu di dalam oven.
d. Kolom
Kolom merupakan baguan yang terpenting dalam kromatografi dikarenakan
kolo merupakan tempat terjadinya pemisahan. Oleh karena itu, kolom
merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009).
Efisiensikolom dalam kromatorafi secara umum berkaitan dengan lamanya
waktu komponen atau molekul yang dianalisis berada dalam kolom yang
dikenal dengan waktu tambat. Syarat kolom yang baik adalah sebagai berikut:
a. Tidak mudah menguap
b. Stabil saat pemanasan
c. Lembam
d. Tetapan fisik diketahui.
Pengaturan temperatur kolom tergantung pada komponen yang ada pada
cuplikan. Apabila cuplikan mengandung beberapa komponen analit yang
memiliki rentang ttitik didih lebar, sebaiknya menggunakan temperature
terprogram. Sedangkan apabila cuplikan hanya mengandung satu komponen
analit, maka cukup dengan pengaturan stabilitas sul yang cukup memisahkan
analit dari komponen lain dalam cuplikan dengan waktu yang tidak terlalu
lama. Pengaturan temperatur kolom tidak boleh melebihi temperatur
maksimum yang disyaratkan pada ketentuan jenis kolom yang digunakan,
karena dapat menyebabkan column bleeding dan kerusakan pada fase diam.
Secara umum kolom kromatografi gas terbagi atas 2 jenis, yaitu kolom
terpaking (packed column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom
terpaking terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga,
alumunium dan nikel. Panjang kolom jenis ini 2-3 m dengan diameter dalam
1,5 cm sedangkan diameter kolom kapiler adalah 0,3-0,5 mm dengan panjang
25-60 m. fase diamnya berupa cairan tipis yang melapisi dinding bagian dalam
pipa tersebut. Kolom kapiler lebih banyak digunakan saat ini karena
menghasilkan sesolusi atau daya pisah yang baik. Penentuan jenis fase diam
yang berupa cairan tergantung pada aplikasi tingkat kepolaran analit yang
dianalisis.
e. Detektor
Cisi detektor yang dikehendaki adalah kepekaan tinggi, kelinearan
tanggapannya lebar. tanggap terhadap semua jenis senyawa, kuat. tidak peka
terhadap perubahan aliran, subu, dan harganya murah, Pada kromatografi
gasspektrometer massa, spektrometer massa merupakan detektor dari
kromatografi gas.
2. Interface
Interface adalah bagian yang menghubungkan antara kromatografi gas dengan
spektrometer massa pada kondisi hampa udara yang tinggi. Tujuan utama dari
interface adalah menghilangakan gas pembawa tanpa menghilangkan anal.
Interface yang ideal dapat memindabkan analit secara kuantitatif, mengurangi
tekanan dan laju alir ke suatu tingkat yang dapat ditangani oleh spektrum massa
3. Mass Spectrometer
Prinsip kerja dari spektrometri massa adalah sampel diuapkan dalam keadaan
vakum kemudian dialirkan menuju ruang pengion. Di ruang pengion sampel
dialiri dengan arus partikel berenergi tinggi menghasilkan ion dengan kelebihan
energi (radikal ion) yang bisa memecah dan tidak bisa memecah. Ion yang bisa
memecah disebut ion induk (parent ion), ion induk akan memecah menjadi ion
positif, negatif dan pecahan yang netral. Ion negatif akan tertarik ke anoda untuk
dinetralkan dan dihisap oleh pompa vakum bersama-sama dengan fragmen netral.
Sedangkan partikel bemmatan positif menuju ke tabung analisator, partikel-
partikel ini dibelokkan oleh medan magnet sehingga lintasannya melengkung.
Dalam spektrometer massa, hanya ion-ion positif yang terdeteksi oleh
spektrometer dan dipresentasikan sebagai tabel atau grafik yang memuat puncak
m/z (massa/muatan) ion-ion yang intensitasnya tergantung pada kelimpahan relatif
ion tersebut. Puncak spektrum tertinggi disebut sebagai base peak yang
intensitasnya dianggap 100 %, sedangkan puncak-puncak dengan intensitas dari
relatif dari berbagai nilai m/z dinamakan spektrum massa dan untuk setiap
senyawa sifatnya sangat spesifik. Pecahnya suatu ion-ion atau molekul menjadi
fragmen-fragmen bergantung pada kerangka Karbon dan gugus fungsional yang
ada. Oleh karena itu struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai
struktur molekul induknya.
4. Sistem Pengolah Data
Teknologi komputer sangat diperfukan untuk harmonisasi bekerjanya instrumen
terpadu seperti GC-MS, dalam pengolahan atau penyuguhan data analisis. Selain
itu, komputer juga berperan sebagai perangkat funak yang menyimpan data
analisis standar SRM (Standard Reference Material) sebagai pembanding terhadap
data analisis analit hasil penentuan. Koleksi data analisis, SRM yang ada pada
perangkat lunak dikenal sebagai Standard Library Spectra. Identifikasi analit
tethadap Standard Library Spectra dinyatakan dengan persen kemiripan dan
keduanya dinyatakan identik jika komputer menilai persen keduanya di atas 90%.
BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal 1: Bioactive Compound from Extract Filtrat Streptomyces sp.Sp1. as BioControl
of Vibriosis on Larvae of Macrobrachium rosenbergii shrimps

Pendahuluan :

Udang raksasa atau Macrobrachium rosenbergii adalah udang tawar asli


Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena ukurannya yang lebih
besar dibandingkan udang jenis lainnya. Vibriosis merupakan salah satu permasalahan
dalam budidaya udang raksasa yang disebabkan oleh bakteri Vibrio anguillarum.
Infeksi V. anguillarum berbahaya karena dapat menginfeksi larva udang pada tempat
pembenihan dan menyebabkan kematian yang signifikan setelah 48 jam.
Streptomyces dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian vibriosis yang
disebabkan oleh V. anguillarum. Sebagaimana penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa aplikasi kultur Streptomyces sp.1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p
<0,05) terhadap persentase kelangsungan hidup (SR) larva udang yang terinfeksi V.
anguillarum dibandingkan dengan kontrol. Streptomyces diketahui mampu
memproduksi berbagai macam antibiotik sebagai pengendali berbagai penyakit akibat
bakteri. Analisis kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) telah dikembangkan
untuk analisis dan karakterisasi senyawa aktif dari mikroorganisme. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi Streptomyces sp.1 dengan 16S rRNA dan
mengetahui analisis GC-MS ekstrak n butanol senyawa bioaktif Streptomyces sp.1.

Metode :

Identifikasi molekuler Streptomyces sp.1

Streptomyces sp.1 identifikasi molekuler menggunakan 16S rRNA dengan


primer 63f (5'-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3 ') dan primer reverse 1387r
(5'-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3 ') dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Institut Pertanian Bogor (IPB). Peremajaan isolat bakteri dilakukan dengan
menggunakan media Yeast Salt Agar (ISP6) dan kultur diinkubasi pada suhu kamar
selama empat hari. Lima lingkaran koloni (diameter 5 mm) ditambahkan ke media
Yeast Salt Broth (ISP7) dan diinkubasi dalam inkubator shaker pada suhu 25 ° C
selama empat hari. Isolasi DNA dilakukan dengan metode CTAB menurut Marchesi
et al. (1988).

Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan mesin Polymerase Chain Reaction


(Perkin Elmer GeneAmp PCR system 2400, Germany) menggunakan primer spesifik
aktinomiset prokariotik, yaitu 63f (5'-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3 '), dan
primer reverse 1387r ( 5'-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3 '). Komposisi reaksi
PCR terdiri dari enzim Taq DNA polimerase La 0,5 ml, buffer 25 ml 2X GC,
campuran dNTP 8 ml, primer 20f (10 pmol) 1,5 μl, primer 1387r (10 pmol) 1,5 μl,
ddH2O 9,5, dan 4 μl templat DNA. Kondisi PCR yang digunakan adalah
predenaturasi (94 ° C, 5 menit), denaturasi (94 ° C, 1 menit), anel (57 ° C, 1 menit),
perpanjangan (72 ° C, 1 menit dan 10 detik), dan tiang -PCR (72 ° C, 7 menit) dengan
jumlah siklus 30 siklus. Pemisahan produk DNA PCR dilakukan pada mesin
elektroforesis mini-gel menggunakan agarose 1% pada tegangan daya 75 volt selama
45 menit. Visualisasi DNA dilakukan pada UV transilluminator menggunakan
pewarna Ethidium Bromide (EtBr). Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) yang diperkuat
sebagian diurutkan untuk menentukan urutan nukleotida menggunakan layanan PT
Macrogen, Korea. Urutan nukleotida, sebagai hasil dari proses sekuensing, kemudian
akan diselaraskan dengan data GeneBank menggunakan program BLAST-N dari situs
web NCBI.

Persiapan Ekstrak Streptomyces sp. 1

Streptomyces sp.1 ditanam selama lima hari pada media Yeast Malt Agar
(YEMA) dan diinkubasi pada suhu 28 ° C ± 2 ° C, kemudian diambil menggunakan
penggerek gabus (diameter 5 mm) sebanyak 5 buah dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer (250 ml) berisi dengan 50 ml Yeast Malt Extract Broth (ekstrak malt 1%,
dekstrosa 0,4%, ekstrak yeast 0,4%, agar 2%; pH 7,0). Kemudian diinkubasi pada
inkubator shaker pada suhu 28 ° C ± 2 ° C dengan kecepatan 125 rpm selama 14 hari.
Filtrat dari kultur kemudian dikumpulkan, dilanjutkan dengan sentrifugasi dengan
kecepatan 11.000 rpm selama 15 menit dan disaring menggunakan kertas saring 0,45
μm. Partisi filtrat dilakukan dengan menuangkan filtrat ke dalam botol pemisah
berukuran 1 liter kemudian ditambahkan pelarut n butanol dengan perbandingan 1: 1
(v / v), dilanjutkan dengan penguapan untuk memisahkan n butanol dengan filtrat
menggunakan mesin evaporator (Buchi Rotavapor R- 210, Jepang). Kemudian
dihomogenisasi dan dibiarkan selama 24 jam untuk memisahkan antara fasa air dan
fasa etil asetat. Masing-masing fasa tersebut (fasa air dan etil asetat) dipisahkan
dengan corong pisah kemudian fasa n butanol diuapkan dengan mesin evaporator
pada suhu 40 ° C (Buchi Rotavapor R-210, Jepang) untuk mendapatkan ekstrak yang
digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Pemurnian senyawa aktif dipisahkan dengan metode kromatografi lapis tipis


(KLT). Ekstrak terlihat pada pelat TLC (silika gelplat Merck 60 F254) yang
dikembangkan dengan campuran asam kloroform-etil asetat-asetat (7: 3: 1, v / v) dan
simpul divisualisasikan di bawah sinar UV λ254 nm dan λ365 nm. Setiap pita dibuang
secara terpisah dan dikumpulkan dalam botol yang berbeda. Kemudian senyawa pita
masing-masing diperiksa kembali untuk metabolit bioaktif dengan metode difusi
sumur agar. Pengujian dilakukan dengan menguji aktivitas ekstrak Streptomyces sp.1
terhadap V. anguillarum. Cawan petri yang sudah berisi 10 ml media NA dan 200 ml
suspensi terhadap V. anguillarum dibiarkan memadat dan setelah itu dibuat sumur
difusi padat dengan menggunakan penggerek gabus.

Identifikasi dengan GCMS

Identifikasi senyawa aktif Streptomyces sp.1 yang memiliki aktivitas


bakterisidal terhadap Vibrio anguillarum penyebab vibiosis pada udang
Macrobrachium rosenbergii diidentifikasi menggunakan kromatografi gas-
spektroskopi massa (GC-MS). Cuplikan dari fraksi yang paling aktif dan relatif murni
dianalisis dengan spektrometri massa kromatografi gas. Melalui kesesuaian berat
molekul dan pola fragmentasi senyawa yang diisolasi dengan senyawa yang ada di
perpustakaan (WILEY atau NIST) dalam sistem GC-MS maka senyawa yang diisolasi
dapat diketahui nama, rumus dan struktur molekulnya. Uji spektroskopi massa
kromatografi gas dilakukan di Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Badung, Bali. Alat GC-MS yang digunakan
adalah GC-MS-QP2010 Ultra SHIMADZU. Suhu kolom diprogram antara 80 ° C dan
250 ° C dengan kecepatan 1:18 ml / menit. Temperatur di injektor dan detektor
masing-masing 250 ° C dan 220 ° C.

Hasil dan Pembahasan :

Amplifikasi genom sampel bakteri menggunakan PCR dengan primer 63F dan
1387r menghasilkan fragmen DNA berukuran kurang lebih 1300 bp. Berdasarkan
identifikasi molekuler Streptomyces sp. 1 dapat diidentifikasi sebagai Streptomyces
sp.Sp1. Hasil fraksinasi ekstrak menggunakan pelarut heksana, etil asetat dan n
butanol didapatkan 8 fraksi. Berdasarkan nilai Retention Fraction (RF) didapatkan 4
fraksi. Terhadap keempat senyawa aktif tersebut dilakukan uji antagonis dengan
patogen V. anguillarum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran RF (RFG1,
RFG2, RFG3, dan RFG4) memiliki zona bening meskipun memiliki zona inhitory 22
mm kemudian dianalisis senyawanya dengan menggunakan GCMS. Hasil analisis
kromatogram gas menunjukkan 35 puncak dan setiap puncak diidentifikasi lebih
banyak dengan spektroskopi massa dimana setiap senyawa memiliki pola fragmentasi
massa tertentu. Identifikasi senyawa pada setiap puncak dilakukan dengan
membandingkan spektrum massa masing-masing puncak dalam spektrum massa
senyawa yang telah diketahui dan diprogram dalam basis data GC-MS. Sebelas
senyawa aktif memiliki aktivitas antimikroba yaitu 3-Hexanone, 2-methyl, n Butyl
ether, Hexacosane(CAS) n Hexacosane, Tetracontane, l-Limonene, Heneicosane,
Decane (CAS) n-Decane, Hexadeconoic acid, methyl ester, Butane, 1, 1-dibutoxy,
Nonane(CAS)n-Nonane, Benzeneacetic acid, dan 3-methoxy-.alpha.,4-bis[(tri.

Ekstrak Streptomyces sp.Sp1 memiliki 35 puncak mayor berdasarkan analisis


GC-MS dengan waktu retensi berbeda. Senyawa kimia yang memiliki sifat
antimikroba diidentifikasi dalam ekstrak n butanol Streptomyces sp.Sp1. adalah 3-
Hexanone, 2-methyl (43%), n Butyl ether (19%) Nonane (CAS) n-Nonane (5.6%),
Decane (CAS) n-Decane (3.2%), Hexacosane (CAS) n- Hexacosane (1,9%),
Tetracontane (1,3%), Heneicosane (1,9%), Hexadeconoic acid, methyl ester (0,3%),
Butana, 1,1-dibutoxy (0,3%), dan Limonene (0,3%). Asam benzeneasetat, 3-
metoksi-.alpha., 4-bis [(tri (0,3%). Senyawa kimia utama (dikenal sebagai kelompok
keton) adalah 3-Hexanone, 2-methyl (43%). Senyawa kimia 2-Methyl-3-hexanone
merupakan senyawa organik yang termasuk dalam golongan keton. Berdasarkan
penelitian senyawa ini aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri Gram positif,
bakteri Gram negatif, dan khamir patogen. Sementara senyawa heksakosan
merupakan salah satu bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak batang tanaman etil
asetat Sanseveria liberica. Hasil penelitian menyebutkan adanya aktivitas antibakteri
terhadap Klebsiela pnemoniae, Salmonela typhi, Mithecithinne staphaureus, dan
Proteus vulgaris. Senyawa tetracontane, 3, 3, 2, 4-trimethyl dari ekstrak metanol
spons laut Zygomycale sp. yang diisolasi dari pantai Kanyakumari (pantai tenggara
India) diilaporkan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Bacillus megaterium, Klebsiella pneumoniae, dan Strept°C°Ccus pyogenes serta
antifungi terhadap Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Candida albicans, dan
Rhizomucor miehei. Beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas senyawa
limonene sebagai antibakteri. Penelitian oleh Haiyan et al. (2016) meneliti aktivitas
antibakteri emulsi limonene dan larutan aseton limonene pada tiga spesies patogen
makanan yang menunjukkan bahwa limonene efektif untuk Y. enter°Colitica dan S.
aureus, tetapi tidak efektif untuk L. mon°Cytogenes. Senyawa hyenicosane sebagai
salah satu dari 87 senyawa yang terkandung dalam minyak biji tomat yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, S. flexneri, dan P. mirabilis.
Kandungan decane sebagai komponen utama minyak atsiri biji Trigonella
foenumgraecum diuji aktivitas antibakterinya dan menunjukkan aktivitas antibakteri
terhadap Bacillus subtilis IFO 3026, Sarcina lutea IFO 3232, Xanthomonas
campestris IAM 1671, Proteus vulgaris MTCC 321, dan Pseudomonas denitrificans
KACC 32026. Kandungan asam heksadekonoat, metil ester dalam filtrat N°Cardia sp.
1 dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Methicillin Resistance
Staphyl°C°Ccus aureus (MRSA). Selain itu, Actinomycetes biasanya mensintesis
metil ester asam Dodecanoic dan metil ester asam heksadekanoat. Keberadaan zat
tersebut dapat dijadikan sebagai indikator dalam klasifikasi kelompok Actinomycetes.
Mekanisme metabolit sekunder Actinomycetes terjadi dengan cara merusak dinding
sel dan menghambat pembelahan sel.

Simpulan:

Streptomyces sp.Sp1 menunjukkan berbagai sifat bioaktif yang penting


sebagai agen biokontrol potensial pada penyakit Vibriosis. Terdapat 11 senyawa
bioaktif baru dalam ekstrak Streptomyces sp.Sp1 yang dikembangkan menjadi
antibakteri alami yang baik.

Jurnal 2. Aplikasi Teknologi Ekstraksi Fasa Padat-GC/MS (Gas Chromatography-Mass


Spectrometry) pada Preparasi Analisis Senyawa Atsiri dalam Darah Mencit.

Pendahuluan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas aplikasi SPE (Solid
Phase Extraction) dalam preparasi analisis senyawa atsiri dikarenakan preparasi
analisis merupakan salah satu tahapan yang menetapkan recovery dan reproducibility
suatu analisis. SPE merupakan metode eksraksi yang menggunakan kolom berbasis
kromatografi dalam preparasi analisis yang dapat meminimalisir banyaknya pelarut
dan lamanya waktu analisis. Aplikasi SPE dalam menentukan linalool dan miristisin
dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak atsiri telah dilakukan dalam
penelitian ini.

Metodelogi
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Bahan Tanaman dan Hewan percobaan: bahan yang digunakan adalah minyak
atsiri biji pala (Myristica fragrans Houtt) dan minyak atsiri daun kemangi (°Cimum
formacitratum Linn) yang diambil dari Balitro, Monaco, Lembang. Hewan yang
digunakan adalah mencit putih jantan galur ddY, dengan berat badan 25-32 gram,
berumur 2-3 bulan.
2. Bahan Kimia : metanol p.a (Merck) sebagai eluen SPE, Heparin (Merck) sebagai
koagulan darah, standar alkana C8-C20 dan standar alkana C21-C40 (Sigma), dan 1,4-
diklorobenzena (Sigma).
3. Alat-alat : Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat distilasi uap,
Inhalator, Wheel Cage, pipa kapiler heparin (Merck), tabung heparin (Boehringer
Ingelheim), Mikropipet (Clinipippet) 0,05-0,1 ml, Sentrifugator (Hettich-EBA 8),
Kolom C-18 (SEP-PAK Waters), Syringe SPE kaca 10 ml, GC-MS (Schimadzu-QP-
5050A).
Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Senyawa dari Plasma Darah : Pengumpulan plasma darah mencit
mencit yang telah diinhalasi diambil dari bagian ujung mata mencit menggunakan
pipa kapiler sebanyak 300-400 µL. Darah ditampung dalam tabung heparin dan
disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 10 menit, kemudian metanol
sebanyak 500 µL dialirkan ke Cartridge C-18, plasma yang diperoleh diinjeksikan
ke dalam Cartidge C-18, aqua bidestilata sebanyak 400 µL dialirkan ke dalam
kolom Cartridge C-18 dilanjutkan dengan elusi menggunakan 600 µL metanol.
Senyawa dari plasma darah dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektometri
Massa (GC-MS), di Lab. Kimia Instrumen, Jurusan Kimia, UPI Bandung dengan
menggunakan kolom kapiler DB-5MS (dimensi 30mx0,32mmx0,25µm), laju alir
1,8 ml/menit, injeksi split-splitless, split rasio 1:20, gas pembawa Helium tekanan
100 kPa, suhu injector 250 °C, suhu interface 280 °C, program suhu: 60°C ditahan
5 menit hingga 330°C ditahan 1 menit (laju kenaikan 10°C/ min).
2. Penentuan LRI dan Konsentrasi : Konfirmasi identitas hasil identifikasi dilakukan
dengan menentuan nilai Linear Retention Index (LRI). Nilai LRI dihitung
berdasarkan waktu retensi standar alkana (C8-C40) yang disuntikan pada GC-MS
dengan kolom dan kondisi yang sama. Komponen yang teridentifikasi
dikuantifikasi dengan menggunakan standar internal 1,4-diklorobenzena yang
ditambahkan sebelum bahan diisolasi. Penentuan konsentrasi dilakukan pada
sampel plasma darah. Recovery dihitung berdasarkan perbandingan antara
konsentrasi 1,4-diklorobenzena yang terdapat dalam plasma darah dan konsentrasi
1,4-diklorobenzena dalam methanol (balnko) dengan jumlah ulangan 2.

Hasil
Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Senyawa Atsiri dalam Plasma darah Mencit Setelah Inhalasi Minyak Biji
Pala
Recovery pada analisis miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak
biji pala (Myristica fragrans Houtt) mencapai hingga 90%, setelah digunakan SPE C-
18 dalam preparasi..
Kromatogram ion total senyawa miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi
minyak biji pala. Gambar (a) analisis tanpa preparasi dengan SPE-C18 (b) analisis
dengan preparasi SPE C18.

2. Analisis Senyawa Atsiri dalam Plasma darah Mencit Setelah Inhalasi Minyak Daun
Kemangi
Selain itu, linalool dapat terdeteksi dalam plasma darah mencit setelah inhalasi
minyak daun kemangi dengan aplikasi SPE dalam preparasi analisis.

Kromatogram total ion senyawa minyak atsiri dalam plasma darah mencit setelah
inhalasi minyak atsiri kemangi. Gambar a: Analisis tanpa preparasi dengan SPE
setelah inhalasi 1 jam, Gambar b: kromatogram dengan preparasi menggunakan SPE
C-18 senyawa minyak atsiri setelah inhalasi 1 jam. IS : Internal standar, 1: 1,8-sineol,
2: linalool, 3: 4-terpineol, 4 :α-terpineol, 5 : linaliil asetat, 6: α-Humulena, A: asam 2-
propenoat, B: ergosterol, C: Phtalat, dan D: D-silitol asetat.
Simpulan :
Aplikasi SPE dalam preparasi analisis senyawa atsiri dalam darah mencit
dapat membantu efisiensi analisis dengan meningkatkan recovery analisis dan
mereduksi zat-zat pengotor dalam analisis.

Jurnal 3. Pengembangan Metode GC-MS Untuk Penetapan Kadar Acetaminophen


Pada Spesimen Rambut Manusia
Pendahuluan
Kasus keracunan diperoleh hasil bahwa keracunan disebabkan oleh beberapa
hal salah satunya adalah penyalahgunaan obat-obatan selain NAPZA. Rambut dalam
berbagai kasus kriminal digunakan untuk mengetahui kec°Cokan deoxyribonucleic
acid (DNA) namun rambut juga dapat digunakan sebagai pilihan dalam melakukan
analisis senyawa obat didalam tubuh. Rambut dapat digunakan sebagai pilihan dalam
melakukan analisis senyawa obat di dalam tubuh khususnya pada kasus-kasus
penyalahgunaan obat atau keracunan yang bersifat kronik. Konsentrasi obat dalam
spesimen rambut relatif rendah sehingga diperlukan teknik ekstraksi yang tepat serta
instrumen yang mendukung untuk menganalisis suatu senyawa dalam konsentrasi
yang kecil salah satu instrumen yang dapat mendeteksi suatu senyawa hingga < 1 ng/g
adalah Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa acetaminophen
dapat terdeteksi pada spesimen rambut pasien yang mendapatkan terapi parasetamol
serta mengetahui pengaruh panjang spesimen rambut terhadap konsentrasi
acetaminophen pada spesimen rambut manusia.

Metodelogi
Alat dan bahan yang digunakan:
Bahan
Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rambut. Bahan kimia yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimia dalam derajat pro analisis (p.a)
yang terdiri dari diklorometana (CH2Cl2), metanol (CH3OH), standar pembanding
acetaminophen dan N,O-bis (trimetilsilil) trifluoroasetamida (BSTFA) yang
mengandung trimetilklorosilan (TMCS) 1% yang diperoleh dari Sigma Aldrich
Chemical Singapore.

Alat
Alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas yang umum digunakan dalam
laboratorium analisis, box es, pipet mikro dengan ukuran 1000 μL (200-1000 μL) dan
20 μL (2-20 μL), neraca analitik, gunting stainless steel, wadah plastik bertutup, Gas
Chromatography (GC) tipe Agilent 6890N dengan kolom kapiler HP-5ms (30 m x
0,25 mm x 0,25 μm) dan detektor Mass Spectrometry (MS) tipe Agilent 5973.

Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut:


1. Preparasi Larutan Standar Parasetamol
Sebanyak 1 mg standar parasetamol ditimbang, kemudian dilarutkan dengan
metanol (98%) dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas sehingga diperoleh
larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 100 ppm. Seluruh larutan standar
diderivatisasi sebelum diinjeksikan ke sistem GC-MS.
2. Ekstraksi spesimen rambut simulasi:
Spesimen rambut yang diperoleh dari orang sehat, 100 mg spesimen rambut
didekontaminasi terlebih dahulu, dihomogenasi, dan diekstraksi dengan 1 mL
larutan acetaminophen 10 ppm pada suhu 45°C selama 2 jam. Sebanyak 1
μLspesimen hasil derivatisasi disuntikkan ke dalam kondisi GC-MS terpilih.
3. Preparasi dan analisis spesimen rambut:
Sebanyak 200 mg spesimen rambut ditimbang. Kemudian didekontaminasi
dengan 5 mL diklorometana selama 2 menit pada suhu ruang, 5 mL air hangat
selama 2 menit dan 5 mL diklorometana selama 2 menit. Setelah didekontaminasi,
spesimen rambut digunting menjadi kecil dan diinkubasi pada 45 °C selama 2 jam
dalam 1 mL metanol. Kemudian lapisan air ditampung dan disentrifugasi dengan
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Setelah derivatisasi, spesimen didinginkan
sampai suhu kamar. Sebanyak 1 μL spesimen hasil derivatisasi disuntikkan ke
dalam sistem GC-MS.
4. Cara Pengolahan dan Analisis Data:
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan berupa kromatogram dengan puncak
(peak), waktu retensi (tR) dan luas puncak yang kemudian dilakukan perhitungan
untuk validasi metode dan konsentrasi senyawa parasetamol. Konsentrasi senyawa
acetaminophen dalam spesimen rambut diperoleh dengan cara luas puncak
spesimen diplotkan dalam persamaan regresi linier standar sehingga diperoleh
konsentrasi acetaminophen dalam spesimen rambut pasien. Kemudian dilakukan
uji statistic regresi linier sederhana menggunakan software IBM SPSS Statistics
24.
Hasil dan Pembahasan
Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Pengaruh Perlakuan Derivatisasi Terhadap Hasil Pengukuran Larutan
Standar Acetaminophen
Pada larutan standar acetaminophen 20 ppm yang diinjeksikan ke dalam
sistem GC-MS tanpa perlakuan derivatisasi, diperoleh hasil puncak yang tidak
beraturan dan cenderung lebih dari 1 puncak. Hal ini dapat disebabkan senyawa
acetaminophen tidak stabil pada suhu tinggi sehingga dapat terdekomposisi parsial
yang menyebabkan terdapat beberapa puncak acetaminophen yang sama namun
dengan waktu retensi yang berbeda, sehingga konsentrasi senyawa menjadi tidak
dapat diketahui melalui peak area.

Pada larutan standar acetaminophen 20 ppm yang diinjeksikan ke dalam


sistem GC-MS dengan perlakuan derivatisasi, diperoleh hanya 1 puncak untuk
senyawa acetaminophen, yakni dalam bentuk acetaminophen-TMS.
AcetaminophenTMS (C11H17NO2Si) merupakan derivat acetaminophen akibat
pergantian gugus H dengan Trimetilsilil (Si(CH3)3) pada molekul NH. Perubahan
senyawa menyebabkan terjadinya perubahan berat molekul (BM). Senyawa
acetaminophen-TMS memiliki BM 223.34 g/mol dengan ion fragmentasi yang
memiliki kelimpahan tertinggi antara lain: 166, 181, dan 223.

2. Analisis senyawa acetaminophen pada spesimen rambut


Kromatogram senyawa acetaminophen pada sampel spesimen rambut. Terlihat
beberapa puncak lain selain puncak acetaminophen karena spesimen rambut
tersusun atas berbagai macam senyawa lain yang bersifat kompleks sehingga
memungkinkan bagi senyawa lainnya ikut terekstraksi dan terdeteksi. Berdasarkan
hasil perhitungan diketahui pada panjang spesimen rambut 0-3cm konsentrasi
acetaminophen 0,1761- 0,3392 ng/mg spesimen rambut, pada panjang spesimen
rambut 0-6 cm diperoleh hasil 0,2081-0.4845 ng/mg spesimen rambut dan pada
panjang spesimen rambut 0-10 cm konsentrasi acetaminophen-TMS dalam sampel
adalah 0,2473-0,5782 ng/mg spesimen rambut.

Simpulan:
1. Acetaminophen dapat dideteksi pada spesimen rambut menggunakan GC-MS.
2. Perlakuan derivatisasi dapat mengoptimalkan hasil analisis acetaminophen pada
spesimen rambut menggunakan GC-MS.
3. Terdapat pengaruh panjang spesimen rambut terhadap konsentrasi senyawa
acetaminophen yang dianalisis menggunakan GC-MS.

Nilai Tambah dan Hal yang Kurang dari 3 Jurnal yang Dibahas
 Jurnal 1 : Bioactive Compound from Extract Filtrat Streptomyces sp.Sp1. as
BioControl of Vibriosis on Larvae of Macrobrachium rosenbergii shrimps
Jurnal telah berhasil mengidentifikasi komponen-komponen dari ekstrak n
butanol filtrat Streptomyces sp.sp1 yang bersifat antimikrobia dengan analisis hasil
fragmen TLC yang sudah terkonfirmasi mampu menguraikan bakteri Vibrio
anguillarum dan membandingkan hasil komponen-komponen yang diperoleh dengan
literatur-literatur lain, sehingga dari semua komponen yang dideteksi, 11
komponennya memiliki kemampuan antimikrobia dan data tersebut sudah disediakan
dalam tabel yang berbeda. Tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian lain.
Hal yang kurang dari penelitian ini adalah ekstrak filtrat hasil fraksi TLC yang
digunakan untuk GC-MS. Peneliti menemukan adanya 4 jenis fraksi berdasarkan nilai
RF-nya, tetapi fraksi mana yang dijadikan RFG 1 hingga 4 tidak diberi rincian. Selain
itu, hasil menunjukan bahwa keempat RFG dan campurannya memiliki kemampuan
inhibisi yang berbeda berdasarkan besar zona jernih yang dihasilkan, tetapi yang
dianalisis untuk GC-MS adalah campuran dari keempat fraksi, walaupun ada fraksi
tertentu yang mampu menghasilkan zona jernih yang lebih besar. Sebaiknya
dilakukan perbandingan dari komponen yang tersedia pada masing-masing fraksi
dengan campurannya, sehingga lebih mudah mengetahui komponen mana yang
perannya lebih signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio
anguillarum. Dan dimensi kolom yang digunakan untuk GC-MS tidak tersedia.
Dimensi kolom dapat berpengaruh ke hasil kromatogram yang diperoleh, sehingga
kolom yang digunakan harus sesuai dengan retensi dari senyawa yang diinginkan atau
dicari.

 Jurnal 2 : Aplikasi Teknologi Ekstraksi Fasa Padat-GC/MS (Gas Chromatography-


Mass Spectrometry) pada Preparasi Analisis Senyawa Atsiri dalam Darah Mencit

Jurnal menunjukan bahwa metode ekstraksi fase padat/SPE dapat


meningkatkan ketajaman dari hasil analisis GC-MS. Hal tersebut telah berhasil
ditunjukan pada perbedaan antara hasil kromatogram dari minyak atsiri pada darah
mencit yang diproses dengan SPE dan tanpa SPE. Selain itu, rincian tentang
pengaturan dari mesin GC-MSnya adalah yang paling lengkap dibandingkan dengan 2
jurnal yang dibahas pada paper ini. Data-data tersebut dapat dijadikan acuan untuk
penelitian-penelitian berikutnya. Referensi nilai LRI juga disediakan dalam tabel yang
sama dengan hasil yang diperoleh, sehingga lebih mudah digunakan untuk
mencocokan hasil dan referensi yang tersedia.

Hal yang kurang dari jurnal ini adalah tidak adanya kontrol negatif atau mencit
yang tidak menginhalasi minyak atsiri yang digunakan pada penelitian ini. Walaupun
hasil yang diperoleh pada kromatogram merupakan komponen dari minyak atsiri yang
memang sudah diketahui, ada kemungkinan bahwa mencit yang digunakan membawa
senyawa tersebut di dalam tubuhnya sebelum penelitian dimulai. Kontrol negatif
diperlukan untuk mengurangi bias dari penelitian. Selain itu, grafik kromatogram
yang ditampilkan tidak diberi kejelasan mengenai sumbu x dan sumbu y-nya.
Penggunaan simbol huruf dan penjelasan langsung pada grafik juga tidak konsisten,
dimana pada satu kromatogram ditunjukan jenis senyawa pada puncak-puncak
tertentu, sementara pada kromatogram yang lain menggunakan simbol huruf yang
dijelaskan pada bagian bawah gambar.

 Jurnal 3 : Pengembangan Metode GC-MS Untuk Penetapan Kadar Acetaminophen


Pada Spesimen Rambut Manusia
Jurnal telah menunjukan pentingnya derivatisasi sebelum analisis GC-MS
khsususnya bagi senyawa yang tidak stabil pada suhu tinggi, dimana pada penelitian
ini, senyawa tersebut adalah acetaminophen dengan metode derivatisasi mode siliasi.
Selain itu, peneliti juga telah berhasil mendeteksi kadar dari suatu obat pada rambut
dengan menggunakan GC-MS. Tidak hanya berhasil mendeteksi, peneliti telah
mengkalkulasi konsentrasi dari acetaminophen yang terdapat pada rambut dengan
potongan-potongan yang berbeda. Metode derivatisasi yang digunakan serta
perlakuan ekstraksi pada rambut dapat digunakan sebagai acuan penelitian atau
digunakan langsung oleh BPOM untuk mendeteksi senyawa lain pada rambut karena
senyawa obat pada rambut dapat bertahan lebih lama dibandingkan pada urin atau
darah.
Hal yang kurang dari penelitian ini adalah data konsentrasi dari acetaminophen
yang diperoleh tidak tersedia dalam table, melainkan hanya dijelaskan secara lisan
pada akhir dari pembahasan. Menyajikan data dalam bentuk table dapat memudahkan
pembaca untuk mencari hasil-hasil dari penelitian serta lebih mudah
membandingkannya. Durasi setelah terapi paracetamol juga tidak ditulis. Durasi
setelah terapi paracetamol dapat menentukan berapa lama acetaminophen tersedia
dalam rambut dari pasien hingga penelitian dimulai. Untuk pengaruh panjang rambut
diperlukan penelitian lebih lanjut karena peneliti sendiri menyebutkan bahwa dalam
referensinya ditemukan konsentrasi dari suatu zat obat paling tinggi terdapat pada
rambut yang ukurannya lebih pendek dibandingkan dengan data dari peneliti itu
sendiri, yaitu 0-3 cm sementara konsentrasi acetaminophen tertinggi yang ditemukan
oleh peneliti ada pada rambut ukuran 0-10 cm. Dan terakhir, kondisi untuk GC-
MSnya tidak lengkap, khususnya suhu yang digunakan, karena pada suhu yang
digunakan oleh peneliti terlihat bahwa acetaminophen tanpa derivatisasi mengalami
degradasi berdasarkan hasil kromatogramnya. Data mengenai suhu atau data-data lain
mengenai pengaturan mesin GC-MS diperlukan untuk meningkatkan konsistensi pada
penelitian berikutnya.

KESIMPULAN

Dari pembahasan jurnal yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :


1. Metode GC-MS dapat digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam suatu
bahan tertentu.
2. Kelebihan penggunaan GC-MS yaitu GC-MS memiliki sensitivitas deteksi untuk
hampir semua senyawa kimia yang mudah menguap.
3. Selektivitas kolom kapiler yang tinggi memungkinkan pemisahan senyawa volatil
secara simultan dalam waktu relatif singkat dan menunjukkan pembacaan nama
senyawa yang terkandung dalam sampel.
4. Ada beberapa metode tambahan yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan
sensitivitas analisis GC-MS
5.
DAFTAR PUSTAKA

Drozd, J. 1981. Chemical Derivatization in Gas Chromatography. Oxford: Elsevier Scientific


Publishing Company.
Hariati, S. 2014. Analisis chromatographic fingerprint ekstrak dan produk temulawak
(Curcuma xantorrhiza Roxb) menggunakan GC-MS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometry). Skripsi : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kawuri, R. and Darmayasa, I.B.G. 2019. Bioactive Compound from Extract Filtrat
Streptomyces sp.Sp1. as Bi°Control of Vibriosis on Larvae of Macrobrachium
rosenbergii shrimps. Hayati Journal Of Biosciences 26 (1): 15-25.
Muchtaridi. 2005. Aplikasi Teknologi Ekstraksi Fasa Padat-GC/MS (Gas Chromatography-
Mass Spectrometry) pada Preparasi Analisis Senyawa Atsiri dalam Darah Mencit.
Journal of Bionatura, 7(2): 30-45.
Regis. 1998. Chromatography Catalog. Regis Technologi Inc.
Rohman, A.. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sparkman, O.D., Penton, Z. E., Kitson, F. G. 2011. Gas Chromatigraphy and Mass
Spectrometry: A Practical Guide 2nd edition. Oxford: Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai