Disusun Oleh:
Putu Mila Ayustina (2082211006)
1. 1 Latar Belakang
Bahan-bahan di alam memiliki ragam manfaat. Misalnya saja ekstrak dari daun
tanaman sirih secara tradisional telah digunakan sebagai obat herbal sejak zaman dahulu.
Kandungan senyawa metabolit dalam ekstrak daun tanaman tersebut masih banyak yang
belum diketahui jenis serta mekanisme dampaknya dalam tubuh. Identifikasi dari senyawa
yang terkandung dalam bahan alam dapat membantu mempelajari jenis-jenis bahan alam
serupa yang memberi manfaat serupa juga. Selain itu bahan alam ada juga yang bersifat
toksik. Sifat senyawa tersebut juga perlu diidentifikasi agar pemanfaatannya dapat digunakan
tepat sasaran, misalnya digunakan sebagai pestisida terhadap hama tanaman. Diperlukan
suatu metode yang dapat menganalisis kandungan senyawa tersebut baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Diperlukan juga database sebagai acuan dalam identifikasi senyawa yang
belum diketahui dari suatu sampel. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa atau sering disebut GC-MS (Gas Cromatography
Mass Spectrometry)
GC-MS adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu,
Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa. Kromatografi Gas adalah metode analisis,
dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil
(hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram). Sedangkan Spektroskopi Massa adalah
metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya, dan
masa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spectrum massa.
Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang diinginkan, sedangkan
bila dilengkapi dengan MS (berfungsi sebagai detektor) akan dapat mengidentifikasi
komponen tersebut, karena bisa membaca spectrum bobot molekul pada suatu komponen,
juga terdapat reference pada software (Hermanto, 2008).
Metode GC-MS biasa digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa yang belum
diketahui dalam suatu sampel. Metode analisa menggunakan GC MS (Gas
Chromatography¬-Mass Spectroscopy) dapat mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam
suatu sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif. GC-MS merupakan salah satu metode
pilihan sebab memiliki sensitivitas deteksi untuk hampir semua senyawa kimia yang mudah
menguap. Selain itu, selektivitas kolom kapiler yang tinggi memungkinkan pemisahan
senyawa volatil secara simultan dalam waktu relatif singkat. Sampel yang diinjeksikan ke
dalam Kromatografi Gas akan diubah menjadi fasa uap dan dialirkan melewati kolom kapiler
dengan bantuan gas pembawa. Pemisahan senyawa campuran menjadi senyawa tunggal
terjadi berdasarkan perbedaan sifat kimia dan waktu yang diperlukan bersifat spesifik untuk
masing-masing senyawa. Pendeteksian berlangsung di dalam Spektroskopi Massa dengan
mekanisme penembakan senyawa oleh elektron menjadi molekul terionisasi dan pencatatan
pola fragmentasi yang terbentuk dibandingkan dengan pola fragmentasi senyawa standard
yang diindikasikan dengan prosentase Similarity Index (SI) (Hariati, 2014).
1. 2 Rumusan Masalah
1. 3
BAB II
METODE GCMS (Gas Cromatography and Mass Spectroscopy)
Pendahuluan :
Metode :
Streptomyces sp.1 ditanam selama lima hari pada media Yeast Malt Agar
(YEMA) dan diinkubasi pada suhu 28 ° C ± 2 ° C, kemudian diambil menggunakan
penggerek gabus (diameter 5 mm) sebanyak 5 buah dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer (250 ml) berisi dengan 50 ml Yeast Malt Extract Broth (ekstrak malt 1%,
dekstrosa 0,4%, ekstrak yeast 0,4%, agar 2%; pH 7,0). Kemudian diinkubasi pada
inkubator shaker pada suhu 28 ° C ± 2 ° C dengan kecepatan 125 rpm selama 14 hari.
Filtrat dari kultur kemudian dikumpulkan, dilanjutkan dengan sentrifugasi dengan
kecepatan 11.000 rpm selama 15 menit dan disaring menggunakan kertas saring 0,45
μm. Partisi filtrat dilakukan dengan menuangkan filtrat ke dalam botol pemisah
berukuran 1 liter kemudian ditambahkan pelarut n butanol dengan perbandingan 1: 1
(v / v), dilanjutkan dengan penguapan untuk memisahkan n butanol dengan filtrat
menggunakan mesin evaporator (Buchi Rotavapor R- 210, Jepang). Kemudian
dihomogenisasi dan dibiarkan selama 24 jam untuk memisahkan antara fasa air dan
fasa etil asetat. Masing-masing fasa tersebut (fasa air dan etil asetat) dipisahkan
dengan corong pisah kemudian fasa n butanol diuapkan dengan mesin evaporator
pada suhu 40 ° C (Buchi Rotavapor R-210, Jepang) untuk mendapatkan ekstrak yang
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Amplifikasi genom sampel bakteri menggunakan PCR dengan primer 63F dan
1387r menghasilkan fragmen DNA berukuran kurang lebih 1300 bp. Berdasarkan
identifikasi molekuler Streptomyces sp. 1 dapat diidentifikasi sebagai Streptomyces
sp.Sp1. Hasil fraksinasi ekstrak menggunakan pelarut heksana, etil asetat dan n
butanol didapatkan 8 fraksi. Berdasarkan nilai Retention Fraction (RF) didapatkan 4
fraksi. Terhadap keempat senyawa aktif tersebut dilakukan uji antagonis dengan
patogen V. anguillarum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran RF (RFG1,
RFG2, RFG3, dan RFG4) memiliki zona bening meskipun memiliki zona inhitory 22
mm kemudian dianalisis senyawanya dengan menggunakan GCMS. Hasil analisis
kromatogram gas menunjukkan 35 puncak dan setiap puncak diidentifikasi lebih
banyak dengan spektroskopi massa dimana setiap senyawa memiliki pola fragmentasi
massa tertentu. Identifikasi senyawa pada setiap puncak dilakukan dengan
membandingkan spektrum massa masing-masing puncak dalam spektrum massa
senyawa yang telah diketahui dan diprogram dalam basis data GC-MS. Sebelas
senyawa aktif memiliki aktivitas antimikroba yaitu 3-Hexanone, 2-methyl, n Butyl
ether, Hexacosane(CAS) n Hexacosane, Tetracontane, l-Limonene, Heneicosane,
Decane (CAS) n-Decane, Hexadeconoic acid, methyl ester, Butane, 1, 1-dibutoxy,
Nonane(CAS)n-Nonane, Benzeneacetic acid, dan 3-methoxy-.alpha.,4-bis[(tri.
Simpulan:
Pendahuluan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas aplikasi SPE (Solid
Phase Extraction) dalam preparasi analisis senyawa atsiri dikarenakan preparasi
analisis merupakan salah satu tahapan yang menetapkan recovery dan reproducibility
suatu analisis. SPE merupakan metode eksraksi yang menggunakan kolom berbasis
kromatografi dalam preparasi analisis yang dapat meminimalisir banyaknya pelarut
dan lamanya waktu analisis. Aplikasi SPE dalam menentukan linalool dan miristisin
dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak atsiri telah dilakukan dalam
penelitian ini.
Metodelogi
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Bahan Tanaman dan Hewan percobaan: bahan yang digunakan adalah minyak
atsiri biji pala (Myristica fragrans Houtt) dan minyak atsiri daun kemangi (°Cimum
formacitratum Linn) yang diambil dari Balitro, Monaco, Lembang. Hewan yang
digunakan adalah mencit putih jantan galur ddY, dengan berat badan 25-32 gram,
berumur 2-3 bulan.
2. Bahan Kimia : metanol p.a (Merck) sebagai eluen SPE, Heparin (Merck) sebagai
koagulan darah, standar alkana C8-C20 dan standar alkana C21-C40 (Sigma), dan 1,4-
diklorobenzena (Sigma).
3. Alat-alat : Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat distilasi uap,
Inhalator, Wheel Cage, pipa kapiler heparin (Merck), tabung heparin (Boehringer
Ingelheim), Mikropipet (Clinipippet) 0,05-0,1 ml, Sentrifugator (Hettich-EBA 8),
Kolom C-18 (SEP-PAK Waters), Syringe SPE kaca 10 ml, GC-MS (Schimadzu-QP-
5050A).
Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Senyawa dari Plasma Darah : Pengumpulan plasma darah mencit
mencit yang telah diinhalasi diambil dari bagian ujung mata mencit menggunakan
pipa kapiler sebanyak 300-400 µL. Darah ditampung dalam tabung heparin dan
disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 10 menit, kemudian metanol
sebanyak 500 µL dialirkan ke Cartridge C-18, plasma yang diperoleh diinjeksikan
ke dalam Cartidge C-18, aqua bidestilata sebanyak 400 µL dialirkan ke dalam
kolom Cartridge C-18 dilanjutkan dengan elusi menggunakan 600 µL metanol.
Senyawa dari plasma darah dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektometri
Massa (GC-MS), di Lab. Kimia Instrumen, Jurusan Kimia, UPI Bandung dengan
menggunakan kolom kapiler DB-5MS (dimensi 30mx0,32mmx0,25µm), laju alir
1,8 ml/menit, injeksi split-splitless, split rasio 1:20, gas pembawa Helium tekanan
100 kPa, suhu injector 250 °C, suhu interface 280 °C, program suhu: 60°C ditahan
5 menit hingga 330°C ditahan 1 menit (laju kenaikan 10°C/ min).
2. Penentuan LRI dan Konsentrasi : Konfirmasi identitas hasil identifikasi dilakukan
dengan menentuan nilai Linear Retention Index (LRI). Nilai LRI dihitung
berdasarkan waktu retensi standar alkana (C8-C40) yang disuntikan pada GC-MS
dengan kolom dan kondisi yang sama. Komponen yang teridentifikasi
dikuantifikasi dengan menggunakan standar internal 1,4-diklorobenzena yang
ditambahkan sebelum bahan diisolasi. Penentuan konsentrasi dilakukan pada
sampel plasma darah. Recovery dihitung berdasarkan perbandingan antara
konsentrasi 1,4-diklorobenzena yang terdapat dalam plasma darah dan konsentrasi
1,4-diklorobenzena dalam methanol (balnko) dengan jumlah ulangan 2.
Hasil
Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Senyawa Atsiri dalam Plasma darah Mencit Setelah Inhalasi Minyak Biji
Pala
Recovery pada analisis miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak
biji pala (Myristica fragrans Houtt) mencapai hingga 90%, setelah digunakan SPE C-
18 dalam preparasi..
Kromatogram ion total senyawa miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi
minyak biji pala. Gambar (a) analisis tanpa preparasi dengan SPE-C18 (b) analisis
dengan preparasi SPE C18.
2. Analisis Senyawa Atsiri dalam Plasma darah Mencit Setelah Inhalasi Minyak Daun
Kemangi
Selain itu, linalool dapat terdeteksi dalam plasma darah mencit setelah inhalasi
minyak daun kemangi dengan aplikasi SPE dalam preparasi analisis.
Kromatogram total ion senyawa minyak atsiri dalam plasma darah mencit setelah
inhalasi minyak atsiri kemangi. Gambar a: Analisis tanpa preparasi dengan SPE
setelah inhalasi 1 jam, Gambar b: kromatogram dengan preparasi menggunakan SPE
C-18 senyawa minyak atsiri setelah inhalasi 1 jam. IS : Internal standar, 1: 1,8-sineol,
2: linalool, 3: 4-terpineol, 4 :α-terpineol, 5 : linaliil asetat, 6: α-Humulena, A: asam 2-
propenoat, B: ergosterol, C: Phtalat, dan D: D-silitol asetat.
Simpulan :
Aplikasi SPE dalam preparasi analisis senyawa atsiri dalam darah mencit
dapat membantu efisiensi analisis dengan meningkatkan recovery analisis dan
mereduksi zat-zat pengotor dalam analisis.
Metodelogi
Alat dan bahan yang digunakan:
Bahan
Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rambut. Bahan kimia yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimia dalam derajat pro analisis (p.a)
yang terdiri dari diklorometana (CH2Cl2), metanol (CH3OH), standar pembanding
acetaminophen dan N,O-bis (trimetilsilil) trifluoroasetamida (BSTFA) yang
mengandung trimetilklorosilan (TMCS) 1% yang diperoleh dari Sigma Aldrich
Chemical Singapore.
Alat
Alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas yang umum digunakan dalam
laboratorium analisis, box es, pipet mikro dengan ukuran 1000 μL (200-1000 μL) dan
20 μL (2-20 μL), neraca analitik, gunting stainless steel, wadah plastik bertutup, Gas
Chromatography (GC) tipe Agilent 6890N dengan kolom kapiler HP-5ms (30 m x
0,25 mm x 0,25 μm) dan detektor Mass Spectrometry (MS) tipe Agilent 5973.
Simpulan:
1. Acetaminophen dapat dideteksi pada spesimen rambut menggunakan GC-MS.
2. Perlakuan derivatisasi dapat mengoptimalkan hasil analisis acetaminophen pada
spesimen rambut menggunakan GC-MS.
3. Terdapat pengaruh panjang spesimen rambut terhadap konsentrasi senyawa
acetaminophen yang dianalisis menggunakan GC-MS.
Nilai Tambah dan Hal yang Kurang dari 3 Jurnal yang Dibahas
Jurnal 1 : Bioactive Compound from Extract Filtrat Streptomyces sp.Sp1. as
BioControl of Vibriosis on Larvae of Macrobrachium rosenbergii shrimps
Jurnal telah berhasil mengidentifikasi komponen-komponen dari ekstrak n
butanol filtrat Streptomyces sp.sp1 yang bersifat antimikrobia dengan analisis hasil
fragmen TLC yang sudah terkonfirmasi mampu menguraikan bakteri Vibrio
anguillarum dan membandingkan hasil komponen-komponen yang diperoleh dengan
literatur-literatur lain, sehingga dari semua komponen yang dideteksi, 11
komponennya memiliki kemampuan antimikrobia dan data tersebut sudah disediakan
dalam tabel yang berbeda. Tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian lain.
Hal yang kurang dari penelitian ini adalah ekstrak filtrat hasil fraksi TLC yang
digunakan untuk GC-MS. Peneliti menemukan adanya 4 jenis fraksi berdasarkan nilai
RF-nya, tetapi fraksi mana yang dijadikan RFG 1 hingga 4 tidak diberi rincian. Selain
itu, hasil menunjukan bahwa keempat RFG dan campurannya memiliki kemampuan
inhibisi yang berbeda berdasarkan besar zona jernih yang dihasilkan, tetapi yang
dianalisis untuk GC-MS adalah campuran dari keempat fraksi, walaupun ada fraksi
tertentu yang mampu menghasilkan zona jernih yang lebih besar. Sebaiknya
dilakukan perbandingan dari komponen yang tersedia pada masing-masing fraksi
dengan campurannya, sehingga lebih mudah mengetahui komponen mana yang
perannya lebih signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio
anguillarum. Dan dimensi kolom yang digunakan untuk GC-MS tidak tersedia.
Dimensi kolom dapat berpengaruh ke hasil kromatogram yang diperoleh, sehingga
kolom yang digunakan harus sesuai dengan retensi dari senyawa yang diinginkan atau
dicari.
Hal yang kurang dari jurnal ini adalah tidak adanya kontrol negatif atau mencit
yang tidak menginhalasi minyak atsiri yang digunakan pada penelitian ini. Walaupun
hasil yang diperoleh pada kromatogram merupakan komponen dari minyak atsiri yang
memang sudah diketahui, ada kemungkinan bahwa mencit yang digunakan membawa
senyawa tersebut di dalam tubuhnya sebelum penelitian dimulai. Kontrol negatif
diperlukan untuk mengurangi bias dari penelitian. Selain itu, grafik kromatogram
yang ditampilkan tidak diberi kejelasan mengenai sumbu x dan sumbu y-nya.
Penggunaan simbol huruf dan penjelasan langsung pada grafik juga tidak konsisten,
dimana pada satu kromatogram ditunjukan jenis senyawa pada puncak-puncak
tertentu, sementara pada kromatogram yang lain menggunakan simbol huruf yang
dijelaskan pada bagian bawah gambar.
KESIMPULAN