Anda di halaman 1dari 26

ISOLASI DAN STANDARISASI BAHAN ALAM

GAS CHROMATOGRAPHY MASS SPECTROMETRY

GC MS

Disusun oleh :

Hanny Setyowati (1041111063)

Hananun Zharfa H (1041111062)

Ie Febby Angela (1041111068)

Joe Agnes KS (1041111074)

Muawanah (1041111098)

Sherly (1041111144)

Nur Aliyah (1040822190)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


YAYASAN FARMASI
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)


Kromatografi gas-spektrometri massa atau dikenal dengan GC-MS adalah metode
kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa yang bertujuan untuk
menganalisis berbagai senyawa dalam suatu sampel. Kromatografi gas dan spektometri massa
memiliki prinsip kerjanya masing-masing, namun keduanya dapat digabungkan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa baik baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kromatografi gas merupakan salah satu teknik kromatografi yang menggunakan
prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen
penyusunnya. Kromatografi gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang
terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Metode ini merupakan salah satu pemisahan yang sekaligus dapat menganalisis senyawa-
senyawa organik maupun anorganik yang bersifat termostabil dan mudah menguap.
(Sumarno, 2001: 124)
Berdasarkan bentuk fase diam yang digunakan, teknik kromatografi gas digolongkan
dalam dua golongan utama: Kromatografi padat-gas (gas-solid chromatography) bila sebagai
fase diam digunakan adsorben padat; dan kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography)
bila sebagai fase diam digunakan fase cair yang dilapiskan pada penyangga inert atau sebagai
lapisan tipis pada dinding kolom kapiler. (Noegrohati, 1996:2)
Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan
cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan
mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Dalam spektrometri
massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-
ion bermuatan positif bertenaga tinggi (ion-ion molekular atau ion-ion induk) yang dapat
pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau ion-ion anak); lepasnya elektron
dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M+ .
Ion molekular M+ biasanya terurai menjadi sepasang pecahan/fragmen yang dapat berupa
radikal atau ion atau molekul yang kecil dan radikal kation
M+ m + + m atau m + + m .
1 2 1 2

Ion-ion molekular, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh
pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa dan muatan
mereka, dan menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan
relatif mereka. Spektrum massa adalah merupakan gambar antara limpahan relatif lawan
perbandingan massa/muatan (m/z) (Sastrohamidjojo, 2001: 163)
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektrometri massa. Paduan
keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang
dilengkapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih (atau
tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang
lebih kecil yaitu mikro. (Pavia, 2006)
Kromatografi gas dan spektrometri massa dalam banyak hal memiliki banyak
kesamaan dalam tekniknya. Untuk kedua teknik tersebut, sampel yang dibutuhkan dalam
bentuk fase uap, dan keduanya juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang sedikit
(umumnya kurang dari 1 ng). Disisi lain, kedua teknik tersebut memiliki perbedaan yang
cukup besar yakni pada kondisi operasinya. Senyawa yang terdapat pada kromatografi gas
adalah senyawa yang digunakan untuk sebagai gas pembawa dalam alat GC dengan tekanan
kurang lebih 760 torr, sedangkan spektometri massa beroperasi pada kondisi vakum dengan
kondisi tekanan 10-6 10-5 torr.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Kerja


GC-MS adalah terdiri dari dua blok bangunan utama: kromatografi gas dan spektrometri
massa. Kromatografi gas menggunakan kolom kapiler yang tergantung pada dimensi kolom
itu (panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat fase (misalnya 5% fenil polisiloksan).
Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran
dipisahkan dari molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul
memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi) untuk keluar dari
kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometri massa untuk menangkap, ionisasi,
mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul terionisasi secara terpisah.
Spektrometri massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing molekul menjadi
terionisasi mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio.
Kromatografi Gas (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia
organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari
bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi,
GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah
operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reaktif seperti gas
nitrogen. Stationary atau fase diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer
yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang
disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas
chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
Spektrometri Massa (Mass Spectrometry)
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sample menjadi
ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap
muatan.
Spektrometri massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion
tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan
merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang
dipelajari karena ion negatif yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit.
Kombinasi GC-MS
Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis yang
sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya ke dalam
instrumen, memisahkannya menjadi komponen tinggal dan langsung mengidentifikasi larutan
tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing
komponen.
Metode Analisis Kromatografi Gas- Spektrometri Massa (GC-MS)
Pada metode analisis GC-MS adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada
kedua metode yang digabung tersebut. Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel
mengandung banyak senyawa, yaitu terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC
tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui
senyawa apa saja yang ada dalam sampel.
Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam
instrumen spektrometer massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari
kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu,
didapat hasil dari spektra spektrometri massa pada grafik yang berbeda.
Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instrumen GC/MS
adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting
yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk
spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel
tersbut.
Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:
1. Sample preparation
Preparasi sampel dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan faktor-faktor
pengganggu dalam analisis sampel. Preparasi dimulai dengan menyaring sampel dan
fase gerak di mana untuk sampel menggunakan kertas saring whatman 0,45 sedangkan
fase gerak menggunakan kertas saring whatman 0,2. Kemudian masing-masing
dilakukan degasing, yakni penghilangan gas yang dapat mengganggu saat analisis
sampel.
2. Derivatisasi sampel
Derivatsisasi sebelum pemisahan dengan kromatografi gas sering dilakukan untuk
meningkatkan stabilitas termal suatu senyawa, terutama senyawa dengan gugus
fungsional polar, misalnya pembentukan metil ester asam lemak, pembentukan metil atau
trimetilsilil ester dan asetil atau trifluoroasetil ester suatu sakarida, sedangkan untuk asam
amino dilakukan derivatisasi terhadap gugus karboksil menjadi n-butil atau n-propil ester
dan asetilasi terhadap gugus amino.
Derivatisasi juga digunakan untuk merubah molekul solute sehingga dapat
memberikan sinyal yang dpaat dibaca oleh detektor yang digunakan, misalnya
derivatisasi karbamat dengan TFA untuk determinasi dengan ECD.
3. Injeksi
Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection port. GC/MS
kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi karena akan terdekomposisi
pada awal pemisahan.
4. GC separation
Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju alir tertentu
melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC memiliki cairan
pelapis (fase diam) yang inert.
5. MS detector
Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang tidak diketahui
dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.
Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari senyawa yang
diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.
6. Scanning
Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama pemisahan
GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk digunakan dalam analisis. Spektra
massa berupa fingerprint ini dapat dibandingkan dengan acuan.
2.2 Instrumentasi
2.2.1 Gas Chromatography (GC)
1. Injection port
Dikenal berbagai tipe sistem injektor yang disesuaikan dengan kolom yang
digunakan dan sampel yang akan dianalisis. Pada dasarnya, fungsi dari sistem
injektor adalah menerima sampel, membawa sampel dalam bentuk uap ke ujung
permulaan kolom, sedapat mungkin dalam lapisan tipis.
Untuk mendapatkan efisiensi kolom yang baik, pelebaran pita uap harus
dicegah dengan cara injeksi sampel cepat dan volume sampel tidak berlebihan.
Oleh karena itu, sistem injektor harus dapat dipanaskan supaya sampel bukan gas
dapat segera dijadikan dalam bentuk uap, volume yang dimasukkan harus kecil,
dan tidak ada daerah dalam sistem transport tersebut yang tidak dapat disapu oleh
gas pembawa.
Sampel gas
Sistem injektor sampel yang terbaik untuk sampel berbentuk gas adalah
sistem katub (gas sampling valve). Untuk operasi katub sampling gas dengan
instrumen yang sangat sensitif, laju alir dan tekanan dalam sistem harus dalam
keadaan seimbang. Reproduksibilitas bila digunakan sistem katub dapat mencapai
lebih dari 0,5%. Disamping sistem katub juga dikenal sistem jarum injeksi kedap
gas (gas tight syringe) dengan reproduksibilitas hingga 1%.
Sampel cair
Sistem injeksi langsung merupakan sistem yang umum digunakan pada
kromatografi gas dengan kolom packing. Sampel diinjeksikan dengan jarum suntik
mikro (microsyringe) melalui septum karet silikon yang dapat menutup lagi ke
dalam ruang injeksi (injection port) yang dilapisi gelas.
Penguapan sampel dengan segera di dalam ruang injeksi (flash
vaporatisation) adalah metode yang umum digunakan untuk mendapatkan
reproduksibilitas waktu retensi yang baik serat menjaga efisiensi kolom. Tetapi
sistem injeksi tersebut tidak sesuai untuk sampel yang mengandung senyawa
termolabil misalnya sampel biomedik, juga bila volume sampel yang harus
diinjeksikan besar. Sampel cair yang diinjeksikan segera dijadikan bentuk uap,
kemudian dicampur dengan gas pembawa dan dibawa sampai mencapai split point,
sebagian akan masuk ke dalam kolom dan sebagian dihembuskan keluar.
Perbandingan gas yang masuk ke dalam kolom terhadap gas yang dihembus keluar
(split ratio) digunakan untuk memperkirakan volume sampel yang masuk ke dalam
kolom kapiler

Split ratio

(Noegrohati, 1996: 10)


Dalam pemisahan dengan GC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Tetapi
kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan. Oleh karena itu, senyawa yang
berbentuk cairan harus diuapkan. Hal ini membutuhkan pemanasan sebelum masuk
dalam kolom. Panas itu terdapat pada tempat injeksi. Namun demikian suhu tempat
injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena
panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisa. Kita juga tidak boleh
menginjeksikan cuplikan terlalu banyak, karena GC sangat sensitif. Biasanya
jumlah cuplikan yang diinjeksikan pada waktu kita mengadakan analisa 0,5 -50
ml gas dan 0,2 - 20 ml untuk cairan.
2. Carrier Gas Supply
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas yang
dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen. Kondisi
seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan dapat
mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi.
Gas pembawa digunakan untuk mentransportasikan sampel melalui kolom ke
detektor, oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan fase gerak gas yang tepat. Fase
gerak gas yang biasa digunakan tercantum dalam tabel dibawah:
Berat Konduktivitas thermal Viskositas
molekul x pada x pada
(g.cal/sek.cm. ) ( P)

Argon 39,95 5,087 270,2


Karbondioksida 44,01 5,06 197,2
Helium 4,00 39,85 234,1
Hidrogen 2,02 49,94 104,6
Nitrogen 28,01 7,18 212,0
Oksigen 32,00 7,43 248,5

Dari sudut performa kolom, gas dengan koefisien difusi rendah lebih baik
digunakan untuk kecepatan alir fase gerak rendah (gas dengan berat molekul besar:
N2, CO2, Ar) sedangkan gas dengan koefisien difusi tinggi lebih baik digunakan
untuk kecepatan alir fase gerak tinggi (gas dengan berat molekul rendah : H2, He)
Viskositas menunjukkan tekanan, untuk analisis cepat diperlukan rasio
viskositas terhadap koefisien difusi sekecil mungkin. Hidrogen dan Helium
merupakan fase gerak yang sesuai.
Untuk mendapatkan hasil yang optimum, harus digunakan gas dengan
kemurnian diatas 99,995%. Kontaminan seperti udara atau air dapat menyebabkan
dekomposisi sampel dan kerusakan pada kolom serta detektor. (Noegrohati, 1996:7)
3. Oven
Oven digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sampel. Biasanya oven
memiliki jangkauan suhu 30oC 320oC.
4. Kolom atau Fase Diam
Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Ada beberapa bentuk
kolom, diantaranya lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan
kumparan/spiral. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Berisi fasa diam,
sedangkan fasa bergerak akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara
umum terdapat 2 jenis kolom, yaitu:
a. Packed column (kolom yang dikepak), umumnya terbuat dari glass atau stainless
steel coil dengan panjang 1 5 m dan diameter kira-kira 5 mm. Dikepak dengan
baja bebas karat, nikel, atau gelas agar tidak terjadi interaksi. Garis tengah
diameter antara 1,6 sampai 9,5 mm. Panjang dari 90 cm sampai 300 cm. Kadang-
kadang digunakan bahan pendukung yang inert seperti diatomae, chromosorb,
dengan diameter partikel 2 sampai 9 . Diameter kolom yang digunakan
paling tidak 8 x diameter partikel. Partikel yang digunakan berukuran 100-120
Mesh (149-125 untuk 2 mm kolom, dan 80-100 Mesh (177-149 untuk
4 mm kolom.
Fase diam cair yang akan digunakan dipilih sesuai dengan hukum like dissolve
like, polaritas solut dan fase diam sedapat mungkin hampir sama. Misalnya
untuk pemisahan alkohol, digunakan polyglikol sebagai fase diam, sedangkan
untuk pemisahan hidrokarbon digunakan fase diam hidrokarbon dan seterusnya.
Pemilihan fase diam cair untuk pemisahan spesifik tergantung pada selektivitas
fase, yaitu suatu ukuran relatif retardasi suatu senyawa polar apabila dielusi pada
fase nonpolar.
b. Capillary column (kolom kapiler terbuka), umumnya terbuat dari purified silicate
glass sehingga tidak mudah patah, berikatan secara silang antara silikon dengan
oksigen, tidak seperti gelas biasa. Panjang 10-100 m dan diameter dalam kurang
dari 1 m, berkisar antara 0,3-0,5 m. Efisiensi kolom kapiler jauh lebih tinggi bila
dibandingkan terhadap packed column. Kapasitas kolom kapiler dapat dinaikkan
dengan melapisi dinding kolom dengan bahan porous, yang akan menambah luas
permukaan, dan dengan sendirinya menambah volume fase diam cair. Jenis
kolom ini disebut SCOT (Support Coated Open Tubular Column)
Dengan kolom ini, tahanan gas menjadi lebih rendah yang berarti kolom dapat
diperpanjang, mengakibatkan resolusi yang jauh lebih baik. Beberapa jenis
stationary phase yang sering digunakan:
Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.
Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
Jenis-jenis fase diam yang dapat digunakan :
a. Fase diam Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography)
Fase diam untuk Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography) berciri
dari senyawa penjerab yang sering digunakan:
1) Molekular siever dengan ukuran 4 atau 5 mempunyai daya pisah yang baik
terhadap gas dari senyawa anorganik. Karbon dioksida adalah penjerab yang
irreversible dibawah 160 , gas nitrogen dan oksigen akan dipisahkan dengan
baik. Pengujian karbonmonoksida dalam darah umumnya dianalisis dengan
molekular siever dengan ukuran 5 . Karbon penjerab yang berbentuk
granular dapat digunakan untuk gas senyawa organik dengan jumlah atom C1
sampai dengan C2 (metana dan etana).
2) Silika gel yang mempunyai luas permukaan 1,5 sampai 500 m2/g dapat
memberikan pemisahan yang baik terhadap campuran karbondioksida,
karbonmonoksida, hidrogen, dan nitrogen tetapi antara nitrogen dan oksigen
tidak dapat dipisahkan. Poleculer siever dan silika gel dapat digunakan secara
pararel untuk memisahkan dan mengidentifikasi udara yang digunakan untuk
pernafasan, karena adanya komposisi nitrogen, karbonmonoksida dan oksigen
sangat penting bagi pernafasan. Oksigen diudara tidak boleh lebih kecil dari
20%.
3) Chromosorb dan porapak merupakan senyawa koplimer dari difenilbenzen
yang mempunyai ikatan bercabang dengan polisteren. Fase diam sintetik ini
dapat diatur ukuran diameter porus dan ukuran partikel atau luas
permukaannya tiap satuan berat. Senyawa asam lemak bebas rantai pendek
dan asam amino bebas, metanol sampai propanol dapat dipisahkan dengan
porapak Q atau Chromosorb 102 pada suhu operasi 250 .
4) Tenak-GC, merupakan polimer porus dari 2,6-difenil-p-fenilen oksida.
Senyawa ini digunakan fase diam untuk analisis atau hanya sebagai penyaring
kontaminan yang mudah menguap sebelum dianalisis.
5) Carbopak B dan C adalah karbon hitam tergarfit yang mempunyai luas
permukaan 12 sampai dengan 100 m2/g. Kadang-kadang dilapisi dengan
pelapis polar yang tipis sehingga pemisahan yang sering sulit dari senyawa
hidrokarbon antara C1- sampai dengan C10 dapat teratasi dengan baik.
Carbopak dengan lapisan 0,2% karbowaks, 20 M dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa yang disalahgunakan seperti untuk analisis alkohol
dalam darah digunakan fase diam Carbopak C dengan lapisan 0,2%
karbowaks 1500, Carbopak C dengan pelapis 0,8% tetrahidroksietilendiamina
(THEED) dapat digunakan untuk identifikasi etilen glikol dalam darah.
b. Fase diam Gas-cairan Kromatografi (Gas Liquid Chromatography)
Fase diam pada Kromatografi Cair-gas terdiri dari bahan pendukung yang
dilapisi dengan senyawa non polar atau polar. Bahan pendukung tersebut berperan
dalam pemisahan, karena ukuran partikel fase diam sangat menentukan porositas
dan luas permukaan fase diam yang digunakan. Syarat yang diperlukan adalah
bebas dari partikel yang lembut, netral (inert), bebas dari sifat adsorbtif, dan bila
dilapisi dengan fase diam dan dikepak dalam kolom selalu dalam uniform
(seragam ukurannya) dan mudah bergerak bebas agar tidak menimbulkan
porositas. Pendukung yang sering digunakan antara lain tanah diatomae, kapur
yang keras, digerus, dan diayak sampai didapat ukuran antara 60-80, 80-100, dan
100-120 Mesh.
1) Chromosorb P, adalah tanah diatomae yang bewarna merah muda atau pink,
dan tidak mudah berubah menjadi serbuk halus, dan sekarang jarang
digunakan. Bahan ini berbobot jenis 0,5 g/m2, dengan luas permukaan 4 m2/g.
2) Chromosorb W, adalah diatomae yang berkalsium dan ditambah natrium
karbonat bewarna putih (white). Lebih rendah bobot jenisnya dari Chromosorb
P, lebih kurang 0,3 g/m2, lebih lemah maka mudah mengalami kerusakan
ukruan partikelnya menjadi lembut. Luas permukaannya hanya 1 m2/g yang
ukurannya dengan Celite 545.
3) Chromosorb G, adalah tanah diatomae yang berkalsium dengan bobot jenis
sama dengan Chromosorb, luas permukaannya 0,5 m2/g, kurang reaktif
dibanding Chromosorb yang lain. Sangat tahan terhadap goncangan mekanik,
dan kenetralan tinggi, sehingga sangat cocok untuk pengisi kolom
Fase diam yang digunakan dalam Kromatografi Cair gas adalah senyawa
polimer yang bersifat non polar yang dilapiskan pada bahan pendukung, bahan
tersebut antara lain:
1) Apizon L, merupakan hidrokarbon yang berupa silikon, dan untuk analisis
senyawa basis atau asam seperti barbiturat akan lebih baik pemisahannya bila
dilapisi alkali. Untuk fase diam amfetamin misalnya Apizon L yang digunakan
10% b/b, dengan 2% kalium hidroksida, agar puncaknya tidak berekor.
2) SE-30, OV-1, dan OV-101, adalah polimer dimetilsilikon untuk mendapatkan
waktu tambat tertentu. SE-30 misalnya dibuat mula-mula untuk fase diam pada
kolom kapiler, walaupun mempunyai suhu penggunaan yang lebih rendah.
Sedangkan OV-1 digunakan untuk fase diam pada kolom packing dan
mempunyai suhu operasi sampai 350 . Dengan fase diam seperti tersebut
pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau titik didih sampel. Bila
hal tersebut gagal untuk memisahkan dicoba dengan fase diam yang lebih
polar, sebab pemisahan senyawa non polar akan lebih baik dengan fase diam
non polar, dan senyawa polar dengan fase diam polar.
3) Apolane-87, (24,24-dimetil-19,29-dioktadesilheptatetrakontan) merupakan fase
hidrokarbon dengan suhu lebur tinggi yang dapat mengganti skualen yang
selalu digunakan sebagai pembanding waktu tambat bila digunakan untuk
memisahkan senyawa non polar. Fase ini mempunyai suhu operasi antara 30-
260
Fase diam polar yang banyak digunakan antara lain:
1) Carbowak 20M adalah senyawa polietilenglikol dengan bobot molekul rata-
rata 20.000 yang mempunyai karakteristik seperti polietilenglikol sederhana
dengan bobot molekul lebih rendah. Mempunyai suhu maksimum penggunaan
225 , digunakan untuk pemisahan senyawa yang mempunyai sifat basa
lemah (alkaloida). Untuk menghindari terjadinya tailing umumnya dilapisi
dengan 5%b/b kalium hidroksida.
2) OV-17 merupakan fenilmetil siliko bersifat semipolar dengan suhu maksimum
operasi 350 . Senyawa ini lebih peka terhadap pengaruh oksigen dari fase
yang lain. Telah banyak data waktu tambat dari beberapa senyawa yang telah
dipisahkan dengan fase diam ini.
3) XE-60, adalah sianoetil silikon yang cocok untuk memisahkan senyawa
steroida yang umumnya digunakan sebagai fase diam dalam kolom kapiler.
Mempunyai suhu operasi maksimum 250 .
4) OV-25, merupakan sianopropil fenilmetil silikon, merupakan senyawa yang
lebih modern penggunaannya dari XE-60.
5) Turunan poliester, banyak senyawa poliester yang telah digunakan sebagai fase
diam untuk memisahkan ester asam lemak. Yang tergolong senyawa tersebut
adalah neopentil glikol suksinat, adipat, dan sebakat, sikloheksandimetil adipat,
sikloheksandimetil suksinat (CHDMS).
6) Chidrasi-Val, suatu senyawa fase diam yang khusus digunakan dalam kolom
kapiler untuk memisahkan senyawa isomer bayangan cermin (enantiomer).
Digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai gugus fungsional
polar seperti asam amino, karbohidrat, dapat dipisahkan dengan fase tersebut.
(Sumarno, 2001:126-130)
5. Sistem Deteksi
Detektor ditempatkan dalam outlet kolom untuk mendeteksi solut yang
teremisikan dari kolom. Detektor tersebut harus mampu memberi respon dengan
cepat dan reproduksibel pada konsentrasi solut dalam fase gerak pada umumnya
berkisar antara ppm-ppt. Sifat lain yang diinginkan dari detektor adalah memberikan
respon linier terhadap solut dan stabil dalam jangka waktu lama. Temperatur detektor
harus diatur lebih tinggi dari temperatur kolom, agar supaya sampel dan segala
sesuatu yang keluar dari kolom tidak mengalami kondensasi pada detektor.
Dari sejak dipakainya kromatografi gas sebagai salah satu teknik analisa fisika-
kimia, para ilmuwan telah berhasil mengoperasikan berbagai macam detektor
kromatografi gas antara lain: Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal Conductivity
Detector; TCD), Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector; FID), Detektor
Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD), Detektor Nitrogen-Fosfor
(Nitrogen Phosporus Detector; NPD), Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric
Detector; FPD), Detektor Hantar Listrik (Electrolytic Conductivity Detector; ELCD),
Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector; PID), Detektor Selektif Massa
(Mass Selective Detector; MSD), Detektor Inframerah (Infrared Detector; IRD),
Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector; AED), Detektor Ionisasi Helium
(Helium Ionization Detector; HID), Detektor Hemi-luminesensi Redoks (Redokx
Chemiluminesensi Detector; RCD), dan Detektor Ionisasi Thermoionik (Thermoionic
Ionization Detector; TID) (Rohman dan Gholib, 2007: 7)
Diantara berbagai jenis detektor , yang sering digunakan:
a. Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal Conductivity Detector; TCD)
Suatu detektor sederhana dan dapat digunakan secara luas, berdasarkan
perbedaan konduktivitas thermal aliran gas sebelum injektor dan akhir (outlet)
kolom. Respon detektor lebih besar bila perbedaan konduktivitas gas pembawa
dan solut lebih besar.
Karena dasar kerjanya, TCD memerlukan kontrol temperatur yang akurat,
perbedaan temperatur antara blok kolom dan detektor akan mempengaruhi
sensitivitas pada temperatur 15-50 diatas temperatur kolom.
b. Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector; FID)
Pada nyala hidrogen udara, senyawa organik pada umumnya akan
mengalami pirolisa dan membentuk intermediat ionik, yang memungkinkan
mekanisme penghantar arus listrik melalui nyala. Ion-ion tersebut dikoleksi pada
anode dan arus listrik yang terjadi dapat diukur. Jenis gas pembawa
mempengaruhi respon FID. Rsepon FID akan menurun sesuai dengan urutan gas
pembawa: argon > nitrogen > helium > hidrogen. Gas hidrogen dan udara akan
masuk ke dalam FID karena digunakan sebagai bahan bakar nyala.
c. Detektor Fotometrik Nyala (Flame Photometric Detector; FPD)
Pada dasarnya detektor ini adalah suatu filter fotometer emisi nyala,
terutama digunakan untuk determinasi senyawa sulfur yang mudah menguap.
Efluen kolom dialirkan melalui nyala hidrogen-udara dengan temperatur rendah.
Molekul sampel yang mengandung fosfor akan membentuk HPO sedangkan
mengandung sulfur akan membentuk S2. Pada nyala bagian atas senyawa tersebut
akan tereksitasi dan mengemisikan sinar pada panjang gelombang 510 dan 528
nm untuk HPO* dan S2*. Oleh karena itu deteksi dilakukan pada nyala bagian
atas secara fotometri dengan filter yang sesuai.
d. Detektor Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD)
ECD terdiri dari -emitter (63 Ni atau tritium) yang menyebabkan
terjadinya ionisasi gas pembawa dan terbentuknya elektron. Apabila dalam efluen
kolom tidak terdapat senyawa organik, elektron-elektron tersebut akan
memberikan arus konstan (constant standing current) diantara sepasang elektroda.
Arus konstan tersebut akan mengalami penurunan dengan adanya gugus
elektronegatif yang mempunyai tendensi untuk menangkap elektron. Detektor ini
bersifat selektif dan sangat sensitif terhadap gugus fungsional elektronegatif
seperti halogen, peroksida, kuinon, dan nitro. Tidak sensitif terhadap senyawa
amin, alkohol, dan hidrokarbon (Noegrohati, 1996: 17-19)

Gambar Sistem Kromatografi Gas

2.2.2 Mass Spectrometer (MS) sebagai detektor


Sumber ion
Setelah analit melalui kolom kapiler, ia akan diionisasi. Ionisasi pada
spektrometri massa yang terintegrasi dengan GC ada dua, yakni Electron Impact (EI)
atau Chemical Ionization (CI)
Electron Impact Mass Spectrometri
Merupakan pola ionisasi sampel dengan berkas elektron berenergi tinggi
(elektron bombardement). Karena energinya tinggi (70 eV) maka fragmentasinya
banyak dan kelimpahan M+ relatif kecil intensitas puncak ion molekul kecil,
bahkan sering tidak nampak, sehingga menyulitkan interpretasi spektra.
Chemical Ionization- Mass Spectrometri
Merupakan pola ionisasi sampel yang menggunakan gas (mis: metan, isobutan
atau ammonia) yang diionkan. Energi ionisasi lebih kecil dibanding EI-MS, sehingga
fragmentasinya lebih kecil dan kelimpahan relatif M+ tinggi. Dalam spektra CI,
informasi mengenai BM molekul sampel diperoleh dari protonasi molekul sampel,
dan harga m/z yang diperoleh adalah satu unit lebih besar dibanding BM yang
sesungguhnya.
Pada GC-MS, lebih sering digunakan EI dengan energi 70 eV di mana prinsip
kerjanya adalah molekul sampel dalam fase uap dibombardir dengan elektron
berenergi tinggi (70 eV) yang menyebabkan lepasnya satu elektron dari kulit valensi
molekul tersebut. Molekul yang kehilangan satu elektron akan menjadi suatu kation
radikal (: kation karena mempunyai muatan positif, radikal karena jumlah
elektronnya ganjil). Kation radikal tersebut mengandung semua atom-atom dari
molekul asal, minus satu elektron, dan disebut ion molekul ("molecular ion"), dan

dinyatakan dengan M .+ .
( M.
- + -
(M) + e ) + 2e
Misalnya

Butanon

Sebagai hasil dari tabrakan dengan elektron berenergi tinggi, ion molekul akan
mempunyai energi yang tinggi dan dapat pecah menjadi fragmen yang lebih kecil
(kation, radikal atau molekul netral).

M .+ m1+ + m2 atau M .
+
m1+ + m2

Ion molekul, ion fragmen dan ion radikal fragmen dipisahkan dengan
menggunakan medan magnet yang dapat divariasi sesuai dengan perbandingan massa
/muatannya (m/z) dan menghasilkan arus listrik (arus ion) pada kolektor/detektor
yang sebanding dengan kelimpahan relatifnya. Fragmen dengan m/z yang besar akan
turun terlebih dahulu diikuti fragmen dengan m/z yang lebih kecil. Partikel netral
(yang tak bermuatan atau radikal) yang dihasilkan dalam fragmentasi tidak dapat
dideteksi secara langsung dalam spektrometer massa.

Kebanyakan kation yang dihasilkan dalam spektrometer massa mempunyai


muatan = 1 (z = 1), sehingga m/z secara langsung menunjukkan massa dari kation
tersebut. Dengan demikian, spektrum massa adalah suatu plot antara kelimpahan
relatif vs perbandingan m/z.
Kelimpahan dari fragmen tergantung pada kesetimbangan antara kecepatan
pembentukannya dan kecepatan dekomposisinya. Fragmen yang melimpah terbentuk
dengan mudah dan mempunyai tendensi yang rendah untuk terfragmentasi lebih
lanjut, atau dengan kata lain, relatif stabil.
Fragmen yang paling melimpah dinyatakan mempunyai kelimpahan relatif
(relative abundance = RA) 100% dan disebut dengan base peak. Kelimpahan
fragmen-fragmen yang lain dinyatakan relatif terhadap base peak.
Spektrum massa butanon

M .+ = ion molekul
RA = relative abundance = kelimpahan relatif
m/z = massa/muatan

Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron dari
filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena tumbukan
elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul, ketika
berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron lepas, sehingga terbentuk ion
molekular M+, yang memiliki massa sama dengan molekul netral, tetapi bermuatan
lebih positif. Adapun perbandingan massa fragmen tersebut dengan muatannya
disebut mass to charge ratio yang disimbolkan m/z. Ion yang terbentuk akan
didorong ke quadrupoles atau mass filter. Quadrupoles berupa empat elektromagnet.
Filter
Pada quadrupoles, ion-ion dikelompokkan menurut m/z dengan kombinasi
frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion dengan m/z tertentu
yang dilewatkan oleh quadrupoles menuju ke detektor.
Detector
Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron Multiplier
(EM) detector. Ion positif menuju HED, menyebabkan elektron terlepas. Elektron
kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika elektron
menyinggung sisi EM, maka akan lebih banyak lagi elektron yang terlepas,
menyebabkan sebuah arus/aliran. Kemudian sinyal arus dibuat oleh detektor
proporsional terhadap jumlah ion yang menuju detektor.

Gambar Sistem Spektrometer Massa

Mekanisme Kerja. Sampel diuapkan di bawah vakum dan dionkan dengan


menggunakan berkas elektron. Ion sampel dipercepat menggunakan dengan
menggunakan medan listrik memasuki tabung penganalisis di mana mereka dilalukan
dalam suatu medan magnet. Medan magnet akan merubah jalan/lintasan dari ion-ion.
Dalam kekuatan medan magnet yang diberikan, hanya ion-ion dengan ratio
massa/muatan tertentu akan difokuskan ke detector, sedang ion-ion yang lain akan
dibelokkan ke dinding tabung. Dengan memvariasi kekuatan medan magnet yang
digunakan, maka ion dengan m/z lebih besar akan mencapai detektor lebih dulu
diikuti m/z yang lebih kecil. Arus listrik yang diterima detektor akan diperkuat dan
spektrum massa dari sampel akan direkam.
2.2.3 Komputer
Data dari spekrometer massa dikirim ke komputer dan diplot dalam sebuah grafik yang
disebut spektrum massa.
2.3 Limitasi/Batasan
Secara umum, penggunaan metode GC-MS hanya terbatas untuk senyawa dengan
tekanan uap berkisar 10-10 torr. Kebanyakan senyawa dengan tekanan lebih rendah hanya
dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan senyawa turunan (contoh trimetilsilin eter)
Penentuan penentuan gugus fungsional pada cincin aromatik masih sulit. Untuk senyawa
isomer tidak dapat dibedakan oleh spektometer (sebagai contoh : naftalena vs azulena), tapi
dapat dipisahkan dengan kromatografi.
2.4 Sensivitas dan Batas Deteksi
Bergantung pada faktor pelarutan dan metode ionisasi, sebuah ekstrak dengan 0,1 100
ng dari setiap komponen mungkin dibutuhkan agar sesuai jumlah yang diinjeksikan.
Perbandingan dengan teknik lainnya
IR spektometer dapat menyediakan informasi posisi aromatik isomer dimana GC-MS
tidak bisa; namun IR biasanya lebih rendah sensitivitasnya sebesar 2 4.
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) spektrometri dapat memberikan informasi rinci
pada konformasi molekuler ekstrak; namun biasanya NMR lebih rendah sensivitasnya
sebesar 2-4.
2.5 Sampel
Keadaan sampel harus dalam keadaan larutan untuk dinjeksikan ke dalam kromatografi.
Pelarut harus bersifat volatile dan organic (sebagai contoh heksana atau diklorometana)
Jumlah sampel bergantung pada metode ionisasi yang dilakukan, biasanya yang sering
digunakan untuk analisis sensivitas adalah sebesar 1 100 pg per komponen.
2.6 Informasi analitikal
GC-MS digunakan untuk identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif dari
komponen individual dalam senyawa campuran kompleks. Terdapat perbedaan strategi
analisis data untuk aplikasi keduanya.
BAB III
KESIMPULAN
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN GC-MS

Kesimpulan
Metode GC-MS merupakan kombinasi antara kromatografi gas yang memisahkan
senyawa dalam suatu sampel secara kualitatif yang diamati berdasarkan waktu retensinya
sekaligus luas area dibawah kurva (AUC) sedangkan spektrometri massa melanjutkan dari
hasil kromatografi gas di mana senyawa yang sudah dipisahkan tersebut ditentukan massa
molekul relatifnya berdasarkan pola fragmentasi dari hasil massa/muatan (m/z).

Keunggulan dari metode ini adalah sebagai berikut :


1. Efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa partikel
berukuran sangat kecil seperti polutan dalam udara
2. Aliran fase bergerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.
3. Pemisahan fisik terjadi didalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang dan
temperaturnya dapat diatur.
4. Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas (saat ini
dikenal 13 macam detektor) dan respons detektor adalah proporsional dengan jumlah tiap
komponen yang keluar dari kolom.
5. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam fasa bergerak.
6. Kromatograf sangat mudah digabung dengan instrumen fisika-kimia yang lainnya,
contohnya GC/FT-IR/MS.
7. Analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan menit.
8. Tidak merusak sampel.
9. Sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan berbagai senyawa yang saling
bercampur dan mampu menganalisa berbagai senyawa meskipun dalam
kadar/konsentrasi rendah. Seperti dalam udara, terdapat berbagai macam senyawa yang
saling bercampur dan dengan ukuran partikel/molekul yang sangat kecil.
Kekurangan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap
2. Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah
besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram
mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali
jika ada metode lain.
3. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase
diam dan zat terlarut.

Gambar GC-MS
Aplikasi penggunaan GC-MS

GC-MS Analysis of Phytochemicals in Cyamopsis tetragonoloba Fruit and Cyperus


rotundus Rhizome

Cara kerja

Ekstrak etanol dari buah Cyamopsis tetragonoloba dan akar Cyperus rotundus dianalisis
dengan Shimadzu GC-MS - QP2010. Gas netral Helium (99.9995%) digunakan sebagai
pembawa gas dengan kecepatan 1,5 ml/min, split rasio 10:1, ukuran sampel 1L yang
diinjeksikan dengan teknik split menggunakan kapiler silika kolom HP-5 (30m 0.25mm
0.25m). Suhu injector: 260C, detector: 300C, column: 70C, 10C min1, 260C (10 min).
Total running time- GC adalah 35 menit.

Spektrofotometer Massa digunakan pada 70 eV. Parameter spektrofotometer massa


termasuk ukuran massa antara m/z 40-1000, interval scan dari 0,5 sekon, kecepatan scan 2000
amu s1, dan voltase detektor 1,0 kV.
Kromatogram GC-MS ekstrak etanol buah C. tetragonoloba menunjukkan 34 puncak yang
mengindikasikan adanya 34 konstituen fitokimia yang aktif. Perbandingannya dengan spektra
massa NIST08, WILEY8 dan FAME juga menunjukkan hal yang sama. Konstituen utama
pada spektra massa adalah mome inositol, ethyl alpha-d-glucopyranoside, dan stigmasterol.
Kromatogram GC-MS ekstrak etanol akar C. rotundus menunjukkan 22 puncak yang
mengindikasikan adanya 22 konstituen fitokimia yang aktif. Sebagai perbandingan dengan
spektra massa, 22 konstituen fitokimia diidentifikasi. Konstituen utama pada spektra massa
adalah 7-isopropenyl-1,4a-5,6,7,8-hexahydro-3H-naphthalen-2-one, zierone, dan (+)-cis-
longipinan.
DAFTAR PUSTAKA

Hites. Ronald. Gas Chromatography Mass Spectrometry. Indiana: School of Public and
Enviromental Affairs and Departement of Chemistry.Universitas
Khopkar, S.H. 1985. Konsep Dasar Kimia Analitik. Indonesia: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press)
Noegrohati. 1996. Prinsip Dasar dan Aplikasi Kromatografi Gas. Yogyakarta:
Laboratorium Analisa Kimia dan Fisika Pusat Universitas Gadjah Mada.
Rohman dan Gholib. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Skoog, Douglas A., West, Donald M., dan Holler, F.James. 1996. Analytical Chemistry.
Amerika: Saunders College Publishing.
Shalahuddin, Iqbal. 2012. Mengenal Kromatografi Gas.
http://iqshalahuddin.wordpress.com/2012/03/15/mengenal-kromatografi-gas/ (diakses
27 Oktober 2013).
Surendran, Seema dan K, Vijayalakshmi. 2012. GC-MS Analysis of Phytochemicals in
Cyamopsis tetragonoloba Fruit and Cyperus rotundus Rhizome. International Journal
of Pharmacognosy and Phytochemical Research Vol 3(4): 102-106. India.
Sumarno, 2001. Kromatografi: Teori Dasar dan Petunjuk Praktikum. Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai