GC MS
Disusun oleh :
Muawanah (1041111098)
Sherly (1041111144)
Ion-ion molekular, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh
pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa dan muatan
mereka, dan menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan
relatif mereka. Spektrum massa adalah merupakan gambar antara limpahan relatif lawan
perbandingan massa/muatan (m/z) (Sastrohamidjojo, 2001: 163)
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektrometri massa. Paduan
keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang
dilengkapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih (atau
tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang
lebih kecil yaitu mikro. (Pavia, 2006)
Kromatografi gas dan spektrometri massa dalam banyak hal memiliki banyak
kesamaan dalam tekniknya. Untuk kedua teknik tersebut, sampel yang dibutuhkan dalam
bentuk fase uap, dan keduanya juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang sedikit
(umumnya kurang dari 1 ng). Disisi lain, kedua teknik tersebut memiliki perbedaan yang
cukup besar yakni pada kondisi operasinya. Senyawa yang terdapat pada kromatografi gas
adalah senyawa yang digunakan untuk sebagai gas pembawa dalam alat GC dengan tekanan
kurang lebih 760 torr, sedangkan spektometri massa beroperasi pada kondisi vakum dengan
kondisi tekanan 10-6 10-5 torr.
BAB II
PEMBAHASAN
Split ratio
Dari sudut performa kolom, gas dengan koefisien difusi rendah lebih baik
digunakan untuk kecepatan alir fase gerak rendah (gas dengan berat molekul besar:
N2, CO2, Ar) sedangkan gas dengan koefisien difusi tinggi lebih baik digunakan
untuk kecepatan alir fase gerak tinggi (gas dengan berat molekul rendah : H2, He)
Viskositas menunjukkan tekanan, untuk analisis cepat diperlukan rasio
viskositas terhadap koefisien difusi sekecil mungkin. Hidrogen dan Helium
merupakan fase gerak yang sesuai.
Untuk mendapatkan hasil yang optimum, harus digunakan gas dengan
kemurnian diatas 99,995%. Kontaminan seperti udara atau air dapat menyebabkan
dekomposisi sampel dan kerusakan pada kolom serta detektor. (Noegrohati, 1996:7)
3. Oven
Oven digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sampel. Biasanya oven
memiliki jangkauan suhu 30oC 320oC.
4. Kolom atau Fase Diam
Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Ada beberapa bentuk
kolom, diantaranya lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan
kumparan/spiral. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Berisi fasa diam,
sedangkan fasa bergerak akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara
umum terdapat 2 jenis kolom, yaitu:
a. Packed column (kolom yang dikepak), umumnya terbuat dari glass atau stainless
steel coil dengan panjang 1 5 m dan diameter kira-kira 5 mm. Dikepak dengan
baja bebas karat, nikel, atau gelas agar tidak terjadi interaksi. Garis tengah
diameter antara 1,6 sampai 9,5 mm. Panjang dari 90 cm sampai 300 cm. Kadang-
kadang digunakan bahan pendukung yang inert seperti diatomae, chromosorb,
dengan diameter partikel 2 sampai 9 . Diameter kolom yang digunakan
paling tidak 8 x diameter partikel. Partikel yang digunakan berukuran 100-120
Mesh (149-125 untuk 2 mm kolom, dan 80-100 Mesh (177-149 untuk
4 mm kolom.
Fase diam cair yang akan digunakan dipilih sesuai dengan hukum like dissolve
like, polaritas solut dan fase diam sedapat mungkin hampir sama. Misalnya
untuk pemisahan alkohol, digunakan polyglikol sebagai fase diam, sedangkan
untuk pemisahan hidrokarbon digunakan fase diam hidrokarbon dan seterusnya.
Pemilihan fase diam cair untuk pemisahan spesifik tergantung pada selektivitas
fase, yaitu suatu ukuran relatif retardasi suatu senyawa polar apabila dielusi pada
fase nonpolar.
b. Capillary column (kolom kapiler terbuka), umumnya terbuat dari purified silicate
glass sehingga tidak mudah patah, berikatan secara silang antara silikon dengan
oksigen, tidak seperti gelas biasa. Panjang 10-100 m dan diameter dalam kurang
dari 1 m, berkisar antara 0,3-0,5 m. Efisiensi kolom kapiler jauh lebih tinggi bila
dibandingkan terhadap packed column. Kapasitas kolom kapiler dapat dinaikkan
dengan melapisi dinding kolom dengan bahan porous, yang akan menambah luas
permukaan, dan dengan sendirinya menambah volume fase diam cair. Jenis
kolom ini disebut SCOT (Support Coated Open Tubular Column)
Dengan kolom ini, tahanan gas menjadi lebih rendah yang berarti kolom dapat
diperpanjang, mengakibatkan resolusi yang jauh lebih baik. Beberapa jenis
stationary phase yang sering digunakan:
Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.
Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
Jenis-jenis fase diam yang dapat digunakan :
a. Fase diam Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography)
Fase diam untuk Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography) berciri
dari senyawa penjerab yang sering digunakan:
1) Molekular siever dengan ukuran 4 atau 5 mempunyai daya pisah yang baik
terhadap gas dari senyawa anorganik. Karbon dioksida adalah penjerab yang
irreversible dibawah 160 , gas nitrogen dan oksigen akan dipisahkan dengan
baik. Pengujian karbonmonoksida dalam darah umumnya dianalisis dengan
molekular siever dengan ukuran 5 . Karbon penjerab yang berbentuk
granular dapat digunakan untuk gas senyawa organik dengan jumlah atom C1
sampai dengan C2 (metana dan etana).
2) Silika gel yang mempunyai luas permukaan 1,5 sampai 500 m2/g dapat
memberikan pemisahan yang baik terhadap campuran karbondioksida,
karbonmonoksida, hidrogen, dan nitrogen tetapi antara nitrogen dan oksigen
tidak dapat dipisahkan. Poleculer siever dan silika gel dapat digunakan secara
pararel untuk memisahkan dan mengidentifikasi udara yang digunakan untuk
pernafasan, karena adanya komposisi nitrogen, karbonmonoksida dan oksigen
sangat penting bagi pernafasan. Oksigen diudara tidak boleh lebih kecil dari
20%.
3) Chromosorb dan porapak merupakan senyawa koplimer dari difenilbenzen
yang mempunyai ikatan bercabang dengan polisteren. Fase diam sintetik ini
dapat diatur ukuran diameter porus dan ukuran partikel atau luas
permukaannya tiap satuan berat. Senyawa asam lemak bebas rantai pendek
dan asam amino bebas, metanol sampai propanol dapat dipisahkan dengan
porapak Q atau Chromosorb 102 pada suhu operasi 250 .
4) Tenak-GC, merupakan polimer porus dari 2,6-difenil-p-fenilen oksida.
Senyawa ini digunakan fase diam untuk analisis atau hanya sebagai penyaring
kontaminan yang mudah menguap sebelum dianalisis.
5) Carbopak B dan C adalah karbon hitam tergarfit yang mempunyai luas
permukaan 12 sampai dengan 100 m2/g. Kadang-kadang dilapisi dengan
pelapis polar yang tipis sehingga pemisahan yang sering sulit dari senyawa
hidrokarbon antara C1- sampai dengan C10 dapat teratasi dengan baik.
Carbopak dengan lapisan 0,2% karbowaks, 20 M dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa yang disalahgunakan seperti untuk analisis alkohol
dalam darah digunakan fase diam Carbopak C dengan lapisan 0,2%
karbowaks 1500, Carbopak C dengan pelapis 0,8% tetrahidroksietilendiamina
(THEED) dapat digunakan untuk identifikasi etilen glikol dalam darah.
b. Fase diam Gas-cairan Kromatografi (Gas Liquid Chromatography)
Fase diam pada Kromatografi Cair-gas terdiri dari bahan pendukung yang
dilapisi dengan senyawa non polar atau polar. Bahan pendukung tersebut berperan
dalam pemisahan, karena ukuran partikel fase diam sangat menentukan porositas
dan luas permukaan fase diam yang digunakan. Syarat yang diperlukan adalah
bebas dari partikel yang lembut, netral (inert), bebas dari sifat adsorbtif, dan bila
dilapisi dengan fase diam dan dikepak dalam kolom selalu dalam uniform
(seragam ukurannya) dan mudah bergerak bebas agar tidak menimbulkan
porositas. Pendukung yang sering digunakan antara lain tanah diatomae, kapur
yang keras, digerus, dan diayak sampai didapat ukuran antara 60-80, 80-100, dan
100-120 Mesh.
1) Chromosorb P, adalah tanah diatomae yang bewarna merah muda atau pink,
dan tidak mudah berubah menjadi serbuk halus, dan sekarang jarang
digunakan. Bahan ini berbobot jenis 0,5 g/m2, dengan luas permukaan 4 m2/g.
2) Chromosorb W, adalah diatomae yang berkalsium dan ditambah natrium
karbonat bewarna putih (white). Lebih rendah bobot jenisnya dari Chromosorb
P, lebih kurang 0,3 g/m2, lebih lemah maka mudah mengalami kerusakan
ukruan partikelnya menjadi lembut. Luas permukaannya hanya 1 m2/g yang
ukurannya dengan Celite 545.
3) Chromosorb G, adalah tanah diatomae yang berkalsium dengan bobot jenis
sama dengan Chromosorb, luas permukaannya 0,5 m2/g, kurang reaktif
dibanding Chromosorb yang lain. Sangat tahan terhadap goncangan mekanik,
dan kenetralan tinggi, sehingga sangat cocok untuk pengisi kolom
Fase diam yang digunakan dalam Kromatografi Cair gas adalah senyawa
polimer yang bersifat non polar yang dilapiskan pada bahan pendukung, bahan
tersebut antara lain:
1) Apizon L, merupakan hidrokarbon yang berupa silikon, dan untuk analisis
senyawa basis atau asam seperti barbiturat akan lebih baik pemisahannya bila
dilapisi alkali. Untuk fase diam amfetamin misalnya Apizon L yang digunakan
10% b/b, dengan 2% kalium hidroksida, agar puncaknya tidak berekor.
2) SE-30, OV-1, dan OV-101, adalah polimer dimetilsilikon untuk mendapatkan
waktu tambat tertentu. SE-30 misalnya dibuat mula-mula untuk fase diam pada
kolom kapiler, walaupun mempunyai suhu penggunaan yang lebih rendah.
Sedangkan OV-1 digunakan untuk fase diam pada kolom packing dan
mempunyai suhu operasi sampai 350 . Dengan fase diam seperti tersebut
pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau titik didih sampel. Bila
hal tersebut gagal untuk memisahkan dicoba dengan fase diam yang lebih
polar, sebab pemisahan senyawa non polar akan lebih baik dengan fase diam
non polar, dan senyawa polar dengan fase diam polar.
3) Apolane-87, (24,24-dimetil-19,29-dioktadesilheptatetrakontan) merupakan fase
hidrokarbon dengan suhu lebur tinggi yang dapat mengganti skualen yang
selalu digunakan sebagai pembanding waktu tambat bila digunakan untuk
memisahkan senyawa non polar. Fase ini mempunyai suhu operasi antara 30-
260
Fase diam polar yang banyak digunakan antara lain:
1) Carbowak 20M adalah senyawa polietilenglikol dengan bobot molekul rata-
rata 20.000 yang mempunyai karakteristik seperti polietilenglikol sederhana
dengan bobot molekul lebih rendah. Mempunyai suhu maksimum penggunaan
225 , digunakan untuk pemisahan senyawa yang mempunyai sifat basa
lemah (alkaloida). Untuk menghindari terjadinya tailing umumnya dilapisi
dengan 5%b/b kalium hidroksida.
2) OV-17 merupakan fenilmetil siliko bersifat semipolar dengan suhu maksimum
operasi 350 . Senyawa ini lebih peka terhadap pengaruh oksigen dari fase
yang lain. Telah banyak data waktu tambat dari beberapa senyawa yang telah
dipisahkan dengan fase diam ini.
3) XE-60, adalah sianoetil silikon yang cocok untuk memisahkan senyawa
steroida yang umumnya digunakan sebagai fase diam dalam kolom kapiler.
Mempunyai suhu operasi maksimum 250 .
4) OV-25, merupakan sianopropil fenilmetil silikon, merupakan senyawa yang
lebih modern penggunaannya dari XE-60.
5) Turunan poliester, banyak senyawa poliester yang telah digunakan sebagai fase
diam untuk memisahkan ester asam lemak. Yang tergolong senyawa tersebut
adalah neopentil glikol suksinat, adipat, dan sebakat, sikloheksandimetil adipat,
sikloheksandimetil suksinat (CHDMS).
6) Chidrasi-Val, suatu senyawa fase diam yang khusus digunakan dalam kolom
kapiler untuk memisahkan senyawa isomer bayangan cermin (enantiomer).
Digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai gugus fungsional
polar seperti asam amino, karbohidrat, dapat dipisahkan dengan fase tersebut.
(Sumarno, 2001:126-130)
5. Sistem Deteksi
Detektor ditempatkan dalam outlet kolom untuk mendeteksi solut yang
teremisikan dari kolom. Detektor tersebut harus mampu memberi respon dengan
cepat dan reproduksibel pada konsentrasi solut dalam fase gerak pada umumnya
berkisar antara ppm-ppt. Sifat lain yang diinginkan dari detektor adalah memberikan
respon linier terhadap solut dan stabil dalam jangka waktu lama. Temperatur detektor
harus diatur lebih tinggi dari temperatur kolom, agar supaya sampel dan segala
sesuatu yang keluar dari kolom tidak mengalami kondensasi pada detektor.
Dari sejak dipakainya kromatografi gas sebagai salah satu teknik analisa fisika-
kimia, para ilmuwan telah berhasil mengoperasikan berbagai macam detektor
kromatografi gas antara lain: Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal Conductivity
Detector; TCD), Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector; FID), Detektor
Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD), Detektor Nitrogen-Fosfor
(Nitrogen Phosporus Detector; NPD), Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric
Detector; FPD), Detektor Hantar Listrik (Electrolytic Conductivity Detector; ELCD),
Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector; PID), Detektor Selektif Massa
(Mass Selective Detector; MSD), Detektor Inframerah (Infrared Detector; IRD),
Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector; AED), Detektor Ionisasi Helium
(Helium Ionization Detector; HID), Detektor Hemi-luminesensi Redoks (Redokx
Chemiluminesensi Detector; RCD), dan Detektor Ionisasi Thermoionik (Thermoionic
Ionization Detector; TID) (Rohman dan Gholib, 2007: 7)
Diantara berbagai jenis detektor , yang sering digunakan:
a. Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal Conductivity Detector; TCD)
Suatu detektor sederhana dan dapat digunakan secara luas, berdasarkan
perbedaan konduktivitas thermal aliran gas sebelum injektor dan akhir (outlet)
kolom. Respon detektor lebih besar bila perbedaan konduktivitas gas pembawa
dan solut lebih besar.
Karena dasar kerjanya, TCD memerlukan kontrol temperatur yang akurat,
perbedaan temperatur antara blok kolom dan detektor akan mempengaruhi
sensitivitas pada temperatur 15-50 diatas temperatur kolom.
b. Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector; FID)
Pada nyala hidrogen udara, senyawa organik pada umumnya akan
mengalami pirolisa dan membentuk intermediat ionik, yang memungkinkan
mekanisme penghantar arus listrik melalui nyala. Ion-ion tersebut dikoleksi pada
anode dan arus listrik yang terjadi dapat diukur. Jenis gas pembawa
mempengaruhi respon FID. Rsepon FID akan menurun sesuai dengan urutan gas
pembawa: argon > nitrogen > helium > hidrogen. Gas hidrogen dan udara akan
masuk ke dalam FID karena digunakan sebagai bahan bakar nyala.
c. Detektor Fotometrik Nyala (Flame Photometric Detector; FPD)
Pada dasarnya detektor ini adalah suatu filter fotometer emisi nyala,
terutama digunakan untuk determinasi senyawa sulfur yang mudah menguap.
Efluen kolom dialirkan melalui nyala hidrogen-udara dengan temperatur rendah.
Molekul sampel yang mengandung fosfor akan membentuk HPO sedangkan
mengandung sulfur akan membentuk S2. Pada nyala bagian atas senyawa tersebut
akan tereksitasi dan mengemisikan sinar pada panjang gelombang 510 dan 528
nm untuk HPO* dan S2*. Oleh karena itu deteksi dilakukan pada nyala bagian
atas secara fotometri dengan filter yang sesuai.
d. Detektor Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD)
ECD terdiri dari -emitter (63 Ni atau tritium) yang menyebabkan
terjadinya ionisasi gas pembawa dan terbentuknya elektron. Apabila dalam efluen
kolom tidak terdapat senyawa organik, elektron-elektron tersebut akan
memberikan arus konstan (constant standing current) diantara sepasang elektroda.
Arus konstan tersebut akan mengalami penurunan dengan adanya gugus
elektronegatif yang mempunyai tendensi untuk menangkap elektron. Detektor ini
bersifat selektif dan sangat sensitif terhadap gugus fungsional elektronegatif
seperti halogen, peroksida, kuinon, dan nitro. Tidak sensitif terhadap senyawa
amin, alkohol, dan hidrokarbon (Noegrohati, 1996: 17-19)
dinyatakan dengan M .+ .
( M.
- + -
(M) + e ) + 2e
Misalnya
Butanon
Sebagai hasil dari tabrakan dengan elektron berenergi tinggi, ion molekul akan
mempunyai energi yang tinggi dan dapat pecah menjadi fragmen yang lebih kecil
(kation, radikal atau molekul netral).
M .+ m1+ + m2 atau M .
+
m1+ + m2
Ion molekul, ion fragmen dan ion radikal fragmen dipisahkan dengan
menggunakan medan magnet yang dapat divariasi sesuai dengan perbandingan massa
/muatannya (m/z) dan menghasilkan arus listrik (arus ion) pada kolektor/detektor
yang sebanding dengan kelimpahan relatifnya. Fragmen dengan m/z yang besar akan
turun terlebih dahulu diikuti fragmen dengan m/z yang lebih kecil. Partikel netral
(yang tak bermuatan atau radikal) yang dihasilkan dalam fragmentasi tidak dapat
dideteksi secara langsung dalam spektrometer massa.
M .+ = ion molekul
RA = relative abundance = kelimpahan relatif
m/z = massa/muatan
Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron dari
filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena tumbukan
elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul, ketika
berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron lepas, sehingga terbentuk ion
molekular M+, yang memiliki massa sama dengan molekul netral, tetapi bermuatan
lebih positif. Adapun perbandingan massa fragmen tersebut dengan muatannya
disebut mass to charge ratio yang disimbolkan m/z. Ion yang terbentuk akan
didorong ke quadrupoles atau mass filter. Quadrupoles berupa empat elektromagnet.
Filter
Pada quadrupoles, ion-ion dikelompokkan menurut m/z dengan kombinasi
frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion dengan m/z tertentu
yang dilewatkan oleh quadrupoles menuju ke detektor.
Detector
Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron Multiplier
(EM) detector. Ion positif menuju HED, menyebabkan elektron terlepas. Elektron
kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika elektron
menyinggung sisi EM, maka akan lebih banyak lagi elektron yang terlepas,
menyebabkan sebuah arus/aliran. Kemudian sinyal arus dibuat oleh detektor
proporsional terhadap jumlah ion yang menuju detektor.
Kesimpulan
Metode GC-MS merupakan kombinasi antara kromatografi gas yang memisahkan
senyawa dalam suatu sampel secara kualitatif yang diamati berdasarkan waktu retensinya
sekaligus luas area dibawah kurva (AUC) sedangkan spektrometri massa melanjutkan dari
hasil kromatografi gas di mana senyawa yang sudah dipisahkan tersebut ditentukan massa
molekul relatifnya berdasarkan pola fragmentasi dari hasil massa/muatan (m/z).
Gambar GC-MS
Aplikasi penggunaan GC-MS
Cara kerja
Ekstrak etanol dari buah Cyamopsis tetragonoloba dan akar Cyperus rotundus dianalisis
dengan Shimadzu GC-MS - QP2010. Gas netral Helium (99.9995%) digunakan sebagai
pembawa gas dengan kecepatan 1,5 ml/min, split rasio 10:1, ukuran sampel 1L yang
diinjeksikan dengan teknik split menggunakan kapiler silika kolom HP-5 (30m 0.25mm
0.25m). Suhu injector: 260C, detector: 300C, column: 70C, 10C min1, 260C (10 min).
Total running time- GC adalah 35 menit.
Hites. Ronald. Gas Chromatography Mass Spectrometry. Indiana: School of Public and
Enviromental Affairs and Departement of Chemistry.Universitas
Khopkar, S.H. 1985. Konsep Dasar Kimia Analitik. Indonesia: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press)
Noegrohati. 1996. Prinsip Dasar dan Aplikasi Kromatografi Gas. Yogyakarta:
Laboratorium Analisa Kimia dan Fisika Pusat Universitas Gadjah Mada.
Rohman dan Gholib. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Skoog, Douglas A., West, Donald M., dan Holler, F.James. 1996. Analytical Chemistry.
Amerika: Saunders College Publishing.
Shalahuddin, Iqbal. 2012. Mengenal Kromatografi Gas.
http://iqshalahuddin.wordpress.com/2012/03/15/mengenal-kromatografi-gas/ (diakses
27 Oktober 2013).
Surendran, Seema dan K, Vijayalakshmi. 2012. GC-MS Analysis of Phytochemicals in
Cyamopsis tetragonoloba Fruit and Cyperus rotundus Rhizome. International Journal
of Pharmacognosy and Phytochemical Research Vol 3(4): 102-106. India.
Sumarno, 2001. Kromatografi: Teori Dasar dan Petunjuk Praktikum. Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada.