Anda di halaman 1dari 10

GCMS | LAPORAN ANALISIS FARMASI ANALISA KOMPONEN ASAM LEMAK

DENGAN GCMS
ACARA V
ANALISA KOMPONEN ASAM LEMAK DENGAN GCMS

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Memahami prinsip-prinsip dasar analisa sampel dengan GCMS.
b. Menjelaskan kembali dan melaporkan hasil percobaan secara ringkas, sistematis dan
akurat.
c. Menentukan komposisi asam lemak dalam sampel VCO dengan teknik analisa GCMS.
2. Waktu Praktikum : Sabtu, 28 Oktober 2017
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. PRINSIP KERJA

Kromatografi ini terdiri dari blok bangunan utama, yaitu kromatografi gas dan spektrometri
massa. Kromatografi gas merupakan kolom kapiler yang tergantung pada dimensi kolom itu
(panjang, diameter dan ketebalan film) serta sifat fase (misalnya 5 % fenil polisiloksan).
Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan
dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang
berbeda untuk keluar dari kromatografi gas dan ini memungkinkan spektrometri massa untuk
menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan dan mendeteksi molekul terionisasi secara
terpisah. Spektrometri massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing molekul
menjadi terionisasi dan mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio (Khopkar,
1985).
C. LANDASAN TEORI

Kromatorafi Gas- Spektrometri Massa (GCMS) adalah metode kombinasi antara


kromatografi gas dan spektrometri massa yang bertujuan untuk menganalisis berbagai senyawa
dalam suatu sampel. Kromatografi ini memiliki prinsip kerja masing-masing, namun keduanya
dapat digabungkan untuk mengidentifikasi suatu senyawa baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Metode ini merupakan salah satu pemisahan yang sekaligus dapat menganalisis
senyawa-senyawa organik maupun anorganik yang bersifat termostabil dan mudah menguap
(Sumarno, 2001).

Kromatografi gas-spektrometri massa (GCMS) ini merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Dalam
suatu penelitian kromatografi gas spektrometri massa ini digunakan untuk mengetahui komponen
kimia minyak atsiri umbi bawang putih (Allium sativum Linn.). Tahapannya meliputi
pengumpulan bahan, determinasi, penanganan sampel, isolasi minyak atsiri dengan
menggunakan destilai air dan terakhir identifikasi minyak atsiri menggunakan GCMS (Amin,
dkk., 2014).

Kromatografi gas-spektrometri massa dalam banyak hal memiliki banyak kesamaan dalam
tekniknya. Untuk kedua teknik tersebut sampel yang dibutuhkan dalam bentuk fase uap dan
keduanya juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang sedikit (umunya kurang dari 1
mg). Disisi lain kedua teknik tersebut memiliki perbedaan yang besar yakni pada kondisi
operasinya. Pada kromatografi gas terdapat gas pembawa dengan tekanan kurang lebih 760 torr,
sedangkan spektrometri massa beroperasi pada kondisi vakum dengan tekanan 10-6 – 10-5 torr
(Sastrohamidjo, 2001).

Analisis dengan alat GCMS telah digunakan di universitas Lagos, Laboratorium Pusat
penelitian. GCMS menggunakan prinsip pemisahan, dimana sampel dianalisa pada GC (gas
chromatography) Agilent 7890 A dengan kolom HP-S dan Agilent 5975 C untuk tipe
spektrometri massa dengan detektor triple-axic dengan helium sebagai ga pembawa. Gas
pembawa akan mengalir pada kisaran 1,50 mL/min ; injektor dan kolom dipanaskan pada suhu
280°C dan 80°C ; injektor akan bekerja memisahkan sampel pada perbandingan 20:1 (Adesalu,
dkk., 2016).
Asam lemak (dalam bentuk ester lemak) yang diahsilkan melalui proses transesterifikasi
dianalisis dengan menggunakan GCMS. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam
lemak esensial kepala dan badan lele. Pada hasil kromatogram antara standar dengan hasil
transesterifikasi ikan lele, dapat disimpulkan bahwa kedua sampel tersebut mengandung asam
lemak sesuai dengan standar yang digunakan yaitu asam linoleat (Omega 6), EPA (omega 3) dan
DHA (omega). Hal tesebut dapat diketahui dari puncak dengan waktu retensi yang sama antara
sampel dengan standarnya (Gunawan, dkk., 2014).

D. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-alat Praktikum
a. Colom : RT x 1 MS
b. GCMS Shimadzu 2010
c. Komputer
d. Tabung Vial
e. Syringe
f. Tabung kecil
g. Tabung gas dan selang gas

2. Bahan-bahan Praktikum
a. Gas helium
b. Minyak kayu putih aroma terapi caplang
c. Minyak kayu putih konicare
d. Polyethilen glycol
SKEMA KERJA
D. HASIL PENGAMATAN
E. ANALISIS DATA

F. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami prinsip-prinsip dasar analisa sampel
dengan GCMS, menjelaskan kembali dan melaporkan hail percobaan secara ringkas, sistematis
dan akurat dan menentukan komposisi asam lemak dalam sampel VCO dengan teknik analisa
GCMS. Kromatografi gas-spektrometri massa (GCMS) terdiri dari dua komponen utama yaitu
kromatografi gas dan spektrometri massa. Kromatografi gas merupakan metode analisa dimana
sampel dipisahkan secasra fisik menjaadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil
pemisahan dapat dilihat dlam bentuk kromatogram). Sedangkan spektrometri massa adalah
metode analisa dimana sampel yang akan dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya dan
massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa.

Secara umum GCMS terdiri atas tiga konfigurasi utama yaitu GC, konektor dan MS. GCMS
dapat digunakan untuk menganalisa suatu sampel. Salah satu syarat suatu senyawa dapat
dianalisa dengan GCMS adalah senyawa tersebut memiliki sifat mudah menguap (volatil).
Pemisahan yang terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan titik didih suatu senyawa dan interaksi
senyawa tersebut dengan fase diam dalam kolom. Suatu asam lemak rantai panjang mempunyai
titik didih yang tinggi karena mempunyai gugus karboksilat yang menyebabkan terjadinya ikatan
hidrogen dan peningkatan jumlah rantai hidrokarbon akan menyebabkan peningkatan titik
didihnya (Fessenden, 1999).

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 tahapan, yaitu kalibrasi alat dan pengujian sampel. Kalibrasi
ini bertujuan agar alat tersebut dapat bekerja dengan baik, sehingga nantinya dihasilkan data
yang valid. Selain itu juga bertujuan untuk menghindari kerusakan dini dari alat tersebut.

pengkalibrasian ini dilakukan 30 menit. Kemudian dilakukan pengujian sampel. Sampel yang
digunakan dalam praktikum kali ini ada dua yaitu pertama minyak kayu putih aroma terapi
caplang dan minyak kayu putih konicare. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu kedua
sampel tersebut diencerkan menggunakan pelarut yang cocok yaitu metanol. Hal ini dilakukan
agar sampel tidak terlalu pekat, karena jika sampel pekat maka sampel tersebut langsung
terelusi sebelum masuk ke dalam kolom untuk dilakukan pemisahan.

Selanjutnya sampel tersebut dianalisis kandungan asam lemaknya dengan cara memasukkan
sebanyak 1 mL sanpel yang telah diencerkan kedalam autoinjektor. Nantinya autoinjektor ini
akan bekerja secara otomatis untuk mencuci dan menginjeksikan sampel masuk ke dalam GS
tepatnya pada kolom. Didalam kolom terdapat fase diam. Sampel akan dibawa oleh gas
pembawa melewati kolom untuk dilakukan pemisahan. Yang menjadi gas pembawa (fase gerak)
dalam praktikum kali ini yaitu gas Helium (He). Pemilihan Helium sebagai gas pembawa karena
helium memberikan efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).
Pemilihan gas pembawa harus dengan syarat gas tersebut tidak reaktif, murni atau kering, dan
dapat disimpan dalam tangki bertekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen (H) dan abu
untuk nitrogen (N) serta lebih murah.

Gas helium akan membawa sampel masuk melewati kolom. Dikolom, sampel mengalami
pemisahan karena didalam kolom tersebut terdapat fase diam. Selain itu kolom ini berada di
dalam oven, hal ini karena kolom tersebut akan dipanaskan dan dijaga suhunya agar tetap
konstan. Dengan demikian terjadi pemisahan sampel berdasarkan pada titik didihnya. Disini
oven diatur suhunya antara 70-280°C. Didalam kolom proses pemisahan senyawa ini didasarkan
atas prinsip like dissolve like yaitu senyawa yang memiliki sifat yang sama dengan kolom akan
bertahan lebih lama, sedangkan sifat yang berbeda dengan kolom akan diteruskan menuju
detektor, sehingga inilah yang menyebabkan setiap senyawa memiliki waktu retensi yang
berbeda. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk melewati kolom.

Senyawa hasil pemisahan kemudian akan menuju ke detektor. Yang menjadi detektor disini
adlah spektrometri massa (MS) yang befungsi untuk mengidentifikai ion molekul dan
fragmentasinya. Ion/molekul dapat terbentuk karena adanya elektron yang ditembakkan sumber
elektron dan menabrak senyawa hasil pemisahan dari GC. Ion tersebut akan bergerak dengan
pola fragmentasi tertentu kemudian akan bergerak melalui analyzer. Ion yang memiliki massa
yang lebih kecil akan terdeteksi lebih dahulu oleh detektor, dan sebaliknya untuk ion yang
memiliki massa yang lebih besar akan terdeteksi terakhir. Hasil tersebut dibaca pada komputer
dalam bentuk peak. Adapun keberhasilan metode ini dipengaruhi oleh kondisi operasi GC yang
ditentukan oleh suhu, tekanan, konsentrasi fase gerak dan dimensi kolom. Selain itu juga
dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan fase diam dan fase geraknya.

Sehingga setelah dianalisis, untuk sampel minyak kayu putih aroma terapi caplang teridentifikasi
10 senyawa yang ditandai dengan munculnya 10 peak pada komputer. Peak 1 merupakan
senyawa 1,8-Cineole dengan R-Time, F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 7.798; 7.825
dan 29.31%. Peak 2 merupakan senyawa gamma.-Terpinene dengan R-Time, F-Time dan %
Height berturut-turut sebesar 7.958; 7.975 dan 9.96%. Peak 3 merupakan senyawa Undecane
(CAS) n-Undecane dengan R-Time, F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 8.218; 8.255
dan 8.54%. Peak 4 merupakan senyawa Naphthalene, decahydro-2-methyl- (CAS) dengan R-
Time, F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 8.337; 8.365 dan 8.81%. Peak 5 merupakan
senyawa Naphthalene, decahydro-2-methyl- (CAS) dengan R-Time, F-Time dan % Height
berturut-turut sebesar 8.450; 8.480 dan 6.32%.

Selanjutnya peak 6 merupakan senyawa yang tidak diketahui namun memiliki dengan R-Time,
F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 8.664; 8.680 dan 4.40%. Peak 7 merupakan
senyawa Naphthalene, decahydro-2,6-dimethyl-(CAS) dengan R-Time, F-Time dan % Height
berturut-turut sebesar 8.695; 8.720 dan 5.36%. Peak 8 merupakan senyawa Naphthalene,
decahydro-2,3-dimethyl-(CAS) dengan R-Time, F-Time dan % Height berturut-turut
sebesar 8.780 ; 8.800 dan 8.42%. Peak 9 merupakan senyawa Dodecane (CAS) n-
Dodecane dengan R-Time, F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 8.836; 8.865 dan
12.79%. dan Peak 10 merupakan senyawa Tetracontane, 3,5,24-trimethyl- (CAS) dengan R-
Time, F-Time dan % Height berturut-turut sebesar 8.906; 8.925 dan 6.09%.

Sehingga dari data diatas menunjukkan bahwa senyawa 1,8-Cineole merupakan senyawa yang
memiliki massa yang lebih kecil sehingga terdeteksi lebih awal. Sedangkan untuk
senyawa Tetracontane, 3,5,24-trimethyl- (CAS) menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki
massa yang besar, sehingga terdeteksi terakhir. Selain itu juga menunjukkan bahwa senyawa
dengan konsentrasi melimpah yaitu 1,8-Cineole (Peak 1) sebesar 29,31 %. Sedangkan senyawa
dengan kelimpahan terendah yaitu senyawa yang tidak diketahui (Peak 6) hanya sebesar 4.40%.

Kemudian untuk sampel minyak kayu putih konicare juga teridentifikasi 10 senyawa yang
ditandai dengan munculnya 10 peak. Peak 1 merupakan senyawa cis-Ocimene sebanyak 17.48%.
Peak 2 merupakan senyawa 2-.BETA.-PINENE sebanyak 6.10%. Peak 3 merupakan senyawa
DELTA.3-Carene sebesar 12.65%. Peak 4 merupakan senyawa 1,8-Cineole sebesar 21.91%.
Peak 5 merupakan senyawa 1-Hexanol, 3,5,5-trimethyl- (CAS) 3,5,5-T sebesar 4.00%. Peak 6
merupakan senyawa Linalool sebesar 5.52%. Peak 7 merupakan senyawa 1-Hexanol, 4-Methyl-,
Acetate sebesar 10.09%. Peak 8 merupakan senyawa 3-Cyclohexene-1-methanol, .alpha.,.alpha
sebesar 8.30%. Peak 9 merupakan senyawa Linalyl acetate sebesar 4.59%. dan Peak 10
merupakan senyawa 1,2-Benzenedicarboxylic acid, diethyl ester sebesar 9.36%. senyawa dengan
kelimpahan terbesar yaitu 1,8-Cineole sebesar 21.91% (Peak 4), sedangkan senyawa dengan
kelimpahan paling sedikit yaitu senyawa 1-Hexanol, 3,5,5-trimethyl- (CAS) 3,5,5-T sebesar
4.00% (Peak 5).

Dari data diatas, kita dapat mengetahui bahwa kandungan cineole dari kedua sampel diatas
berbeda. Sampel minyak kayu putih aroma terapi caplang memiliki kandungan cineole yang
lebih tinggi yaitu sebesar 29,31 %, sedangkan untuk sampel minyak kayu putih konicare hanya
sebesar 21.91%. menurut Gunawan (2010), menyatakan bahwa asam lemak yang terkandung
dalam minyak kayu putih itu terdiri atas cineole yang merupakan minyak atsiri oksida yang
terkandung dalam isolasi daun kayu putih. Selain itu juga terdapat terpineol, pinena dan benzal
dehida. Sehingga asam lemak yang didapatkan telah sesuai dengan teori.

G. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Prinsip kerja GCMS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel
yang dapat diuapkan, aliran gas yang mengalir akan membawa sampel masuk ke dalam
kolom. Komponen dalam sampel dipisahkan dan dideteksi oleh detektor, kemudian
hasilnya ditampilkan dalam bentuk kromatogram (peak).
2. Hasil percobaan dengan GCMS, ditunjukkan oleh kromatogram, didalam kromatogram
tertera jumlah senyawa yang terkandung dalam sampel (peak), waktu retensi (R-Time)
yang menunjukkann kepolaran senyawa masing-masing peak, % area yang merupakan
persentase jumlah senyawa pada masing-masing peak akan terdeteksi secara otomatis.
3. Komposisi asam lemak dalam sampel minyak kayu putih aroma terapi caplang dan
minyak kayu putih konicare masing-masing memiliki 10 senyawa penyusun. Sampel
minyak kayu putih aroma terapi caplang memiliki kandungan cineole yang lebih tinggi
yaitu sebesar 29,31 %, sedangkan untuk sampel minyak kayu putih konicare hanya
sebesar 21.91%.

Anda mungkin juga menyukai