Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM PERNAFASAN DAN PENCERNAAN


(DEF4272T)

SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK A2


ANGGOTA:

Dian Nugra Nuzulul Fitri (155070507111001)


Diana Aulia R (155070501111023)
Dio Giovanni Ariel (155070500111015)
Doya Fitri Anggraini (155070507111007)
Eka Putri Minanga (155070501111015)
Fatimah S Hi La Hasan (155070507111009)
Firiyal Okta Safarah (155070501111021)
Irene Sanjaya (155070507111015)
Iswa Rossariza (155070501111039)
Jovana Avioleza (155070501111037)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2016/2017

1. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut
adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare
kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi
maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi
dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. (Ciesla WP, dkk., 2003)

2. EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat
keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek
dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena
infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah
sakit (Hendarwanto,1996).

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di


negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99
juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar
4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Soewondo, 2002).

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada
orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap
dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella,
Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat
umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh
Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC) (Soewondo, 2002).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut
yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi (Kolopaking, 2002).

3. ETIOLOGI
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin melalui
mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang terkontaminasi
kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui jari/tangan penderita yang
telah terkontaminasi (Suzanna, 1993). Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi
seperti dibawah ini

Tabel 2. Kuman penyebab diare akut karena infeksi

Penyebab diare juga dapat bermacam macam tidak selalu karena infeksi dapat
dikarenakan faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida (inteloransi
laktosa, maltosa, dan sukrosa) monosakarida (inteloransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa),
Karena faktor makanan basi, beracun, alergi karena makanan, dan diare karena faktor
psikologis, rasa takut dan cemas (Vila J et al., 2000).
Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi
sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus adalah rotavirus (40-60%)
sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk, astrovirus, calcivirus, coronavirs, minirotavirus,
dan virus bulat kecil (Depkes RI, 2005).
Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3- 4 hari) dapat
sembuh tanpa pengobatan (selft limiting disease). Penderita akan sembuh kembali setelah
enetrosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan normal serta sudah matang,
sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan serta makanan dengan baik (Mansono, 2002).
Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri non invasif dan
bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli
patogen (EPEC, ETEC, EIEC), sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp
(Vila J et al., 2000). Diare karena bakteri invasif dan noninvasif terjadi melalui salah satu
mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini:
cAMP (cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin Monophosphate), Ca-
dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton (Mandal et al,., 2004).

4. PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear (Ciesla WP dkk, 2003).

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya
minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul,
terutamapada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara
rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik
dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi
karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Ciesla dkk, 2003).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive
intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Guerrant dkk, 2001).

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus


halusmaupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau
bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD)
atau akibat radiasi.Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan
waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma
usus iritabelatau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada
infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses (Guerrant dkk, 2001).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi


penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Ciesla dkk, 2003).

5. TERAPI NON FARMAKOLOGI


1. Penggantian cairan dan elektrolit
Penggantian cairan dan elektrolit dapat mempertahankan kesetimbangan
cairan dan mencegah dehidrasi. Penggantian cairan dan elektrolit dapat dilakukan
dengan memberikan oral rehidration solution (ORS) yang merupakan campuran dari
air, garam, dan glukosa. ORS yang disarankan WHO mengandung 75 mEq/L
Natrium, 75 mmol/L glukosa, 65 mEq/L klorida, 20 mEq/L kalium, dan 10 mEq/L
sitrat, total osmolaritas 245 mOsm/L. Larutan ORS sederhana dapat dibuat dengan
melarutkan 8 sendok teh penuh gula dan 1 sendok teh penuh garam dalam 1 liter air.
Contoh produk ORS adalah Pedialyte, Rehydralite, dan Ceralyte. Pada kondisi diare
parah diperlukan pemberian sediaan parenteral berupa normal saline atau Ringer’s
lactate (Ciesla WP dkk, 2003).

2. Modifikasi diet
Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang bernutrisi dengan porsi
yang lebih kecil (6 porsi kecil / hari) untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Selain itu,
menghindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, seperti makanan
pedas, asam, atau jus dalam kaleng karena bersifat hiperosmotik dan dapat memicu
diare. Beberapa produk yang diketahui dapat membantu mengurangi gejala diare
adalah makanan yang padat dan berserat tinggi, misalnya nasi, pisang, dan whole-
what. Walaupun makanan tersebut umumnya diketahui digunakan untuk mencegah
konstipasi, tetapi makanan berserat juga dapat menormalkan konsistensi feces dapat
digunakan pada beberapa kondisi diare. Kofein sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan diare.. Volume intake cairan perlu ditambah untuk menghindari
dehidrasi. Probiotik merupakan produk yang mengandung bakteri hidup, misalnya
Lactobacillus GG (ATCC 53103) yang telah terbukti dari beberapa penelitian dapat
berguna sebagai terapi diare. Walaupun demikian efek tersebut bersifat sangat
spesifik untuk setiap strain dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait
efikasinya pada kondisi diare. Pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun perlu
diberikan ASI atau susu formula (jika perlu digunakan formula khusus atau
pengenceran) dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya untuk mencegah
dehidrasi (Ciesla WP dkk, 2003).

6. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Renalit
Renalyte diindikasikan untuk perawatan cairan dan nutrisi pengganti, kekurangan
kalium, ketidakseimbangan elektrolit, kadar natrium yang rendah, kadar kalium
rendah, kadar magnesium yang rendah dan kondisi lainnya.
b. Metoklopramid
Metoklopramid adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala mual dan
muntah, obat ni termaksuk dalam kelompok obat yang dikenal sebagai antagonis
reseptor dopamine. Metoklopramid juga digunakan jangka pendek untuk mengobati
maag yang disebabkan oleh refluks gastroesophageal pada orang yang telah
menggunakan obat-obat lain tanpa menghilangkan gejala.
Cara kerja obat ini dengan cara meningkatkan aktifitas otot-otot pada saluran
pencernaan sehingga makanan lebih cepat terdorong dari lambung menuju usus,
proses ini akan mengurangi gejala mual yang dirasakan. Mual dan muntah adalah
gejala yang dilator belakangi oleh berbagai kondisi serta penyakit-penyakit.
c. Bismuth Subsalicylate
Bismut Subsalisilat diindikasikan untuk perawatan diare, sakit perut, mulas, mual
dan kondisi lainnya. Bismuth Subsalicylate meningkatkan kondisi pasien
dengan cara yaitu memperlambat pertumbuhan bakteri.
Bismut subsalisilat (bismuth salisilat) dihidrolisis dalam saluran
pencernaan menjadi garam bismut dan sodium salisilat. Sebuah penelitian
menunjukkan penyerapan bismut yang minimal (konsentrasi serum tidak spesifik)
dari bismut subsalisilat pada 12 subjek sehat didapatkan tingkat puncak serumnya
0,,050 μg / mL setelah dosis 216 mg colloidal bismuth subcitrate pada satu pasien.
Beberapa absorpsi bismut ada di mukosa lambung normal, tetapi
terjadi absorpsiutama dari duodenum. Pada hasil pengamatan penelitian observasi
didapatkanbahwa penyerapan bismut hanya terjadi pada gastric antrum, bukan dalam
lambung atau duodenum
d. Ibuprofen
Ibuprofen adalah salah satu jenis anti-inflamasi non-steroid (NSAID) yang
diindikasikan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang, nyeri setelah operasi,
nyeri pada penyakit sendi (seperti pengapuran sendi atau rematik), nyeri otot, nyeri
haid, serta menurunkan demam. Ibuprofen juga memiliki efek anti-radang dan anti-
pembekuan darah yang lemah. Dosis : 3-4 x 200-400 mg sehari
e. Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir.
Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang
mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang
menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman
dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.
f. Sefalosporin Golongan III
Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim,
sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat
dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim.
Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap
stafilokok jauh lebih rendah.

7. KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI

Seorang ibu muda datang ke apotek Anda untuk menebus resep berisi obat diare
sebagai berikut. Pasien juga membawa hasil pemeriksaan laboratorium berupa hasil
endoskopi dan bersedia menunjukkan kepada Anda. Catatan interpretasi dari endoskopi
mengatakan adanya ulkus pada usus besar (pseudomembranous colitis). Pasien sangat
mengharapkan Anda selaku Apoteker dapat memberi banyak penjelasan terkait terapi dalam
resep serta hasil lab nya.

Hasil asessmen pasien:

 Keluhan: BAB encer, BAB 5-7 kali/hari dan tidak tuntas, BAB kadang berdarah,
mual (+), muntah (+), pusing, lemas, nafsu makan menurun (+), aktivitas terganggu
(+)
 Riwayat alergi obat: antalgin (+), ampisilin (+), asam mefenamat (nyeri lambung +)
 Riwayat pengobatan: Biodiar 2 tab 3x/hari pada Tgl. 15/5/2017
 Riwayat penyakit: -
 Riwayat sosial: suka mengkonsumsi antibiotika.

TUGAS YANG HARUS DISELESAIKAN OLEH MAHASISWA TERKAIT KASUS


DI ATAS:

1. Tuliskan “Rekam Medis Pasien” di atas sebagai dokumen di apotek Anda!


2. Mahasiswa diminta bermain peran (role play) mulai dari menyapa pasien datang,
asessmen pasien, penjelasan terkait data lab pasien, hingga KIE terkait terapi pasien,
jangan lupa menutup komunikasi dengan pasien!  role play baik sebagai pasien,
apoteker, maupun dokter diperankan oleh mahasiswa
3. Mahasiswa dalam satu kelompok wajib mencari dan menjelaskan Guideline
Management Therapy Diarrhea untuk pasien dewasa dan anak (mhs juga wajib
menunjukkan sumber referensi guideline yg didapatnya). Guideline harus berbeda
dari guideline dari slide kuliah !

8. PEMBAHASAN
8.1 FORM REKAM MEDIS
FORM REKAM MEDIS PASIEN

Nama Ny. Rani, usia 33th , beralamat di Jl. Merdeka no 2


Identitas Pasien :
Malang

 BAB encer,BAB 5-7 kali/hari dan tidak tuntas 


BAB dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari menandakan adanya gangguan saluran
cerna, yaitu diare (Yurina, 2014). Hanya dengan
mengetahui frekuensi BAB tidak bisa menentukan
penyebab diare karena tanda tersebut merupakan
Permasalahan : gejala umum pada semua diare.
 BAB kadang berdarah
 Mual (+), pusing, lemas, nafsu makan menurun
(+), aktivitas terganggu (+) menunjukkan
dehidrasi pada pasien Gejala mual muntah hampir
ditemui pada semua diare yang disebabkan oleh
infeksi bakteri (Zein, dkk., 2004). Nafsu makan
menurun merupakan salah satu tanda terjadinya
dehidrasi. Selain itu dalam kondisi diare keadaan
pencernaan sedang tidak baik dan membuat orang
enggan untuk mengkonsumsi makanan.
 Pasien alergi terhadap antalgin, ampisillin, asam
mefenamat
 Hasil interpretasi endoskopi menunjukkan adanya
ulkus pada usus besar

Menurut catatan interpretasi, pasien mengalami diare


karena terdapat ulkus pada usus besar (pseudomembranus
Status (Diagnosa) Penyakit : colitis) . Namun hal tersebut juga dapat diketahui langsung
oleh apoteker dari keluhan pasien yang mengatakan
adanya BAB encer dan berdarah.

Pemantauan mengenai dehidrasinya dengan melihat tanda-


tanda dehidrasi yaitu: meningkatnya rasa haus, penurunan
Pemantauan Klinis : frekuensi urin, warna urin lebih pekat, membran mukus
terasa kering, peningkatan nadi, perubahan turgor kulit.
frekuensi dan konsistensi feses, tidak mual, tidak pusing.
Hasil pemeriksaan kultur tinja didapatkan adanya ulkus
pada usus besar (pseudomembranus colitis) hal tersebut
disebabkan karena pasien suka mengkonsumsi antibiotik
dan hampir semua antibiotik berpotensi memicu
pseudomembranous colitis. Antibiotik yang paling sering
dikaitkan dengan penyakit ini meliputi:
Pemantauan Lab :

– Quinolone, seperti ciprofloxacin (Cipro) dan


levofloxacin (Levaquin)
– Penisilin, seperti amoksisilin dan ampisilin
– Clindamycin (Cleocin)
– Cephalosporins, seperti cefixime (Suprax)
Oralit  untuk rehidrasi, diminum 2 sachet setelah BAB
dengan cara melarutkan 1 sachet oralit dalam 200mL air.
Atau bisa juga membuat larutan elektrolit sendiri dengan
melarutkan gula dan garam dengan perbandingan 4:1
dalam 200 mL air.
Clindamycin 300mg
Pasien diberikan obat antibiotik Clindamycin 300 mg
capsul s3dd1  Kurang tepat karena clindamysin memicu
diare pseudomembranous colitis, sehigga disarankan untuk
mengganti terapi antibiotic yang sensitive terhadap
bakteri gram negative.
Pasien diberikan obat analgesik Antrain 500 capsul mg
Perencanaan Terapi :
S3dd1 prn → Antrain mengandung antalgin,sehingga
pemberian terapi untuk pasien ini tidak tepat dan
disarankan dilakukan penggantian terapi yang tidak
mengindikasikan ulkus lebih besar.
Pasien diberikan obat anti diare Lodia 2 mg tab s3dd2 prn
→ merupakan obat yang diindikasikan untuk diare kronis
dan kontraindikasi dengan diare akut, sehingga Pemberian
terapi ini tidak tepat dan disarankan dilakukan
penggantian terapi, dan pasien bisa diberikan demulcent.
bismuth salisilat→ dapat berikatan dengan ulkus
(berfungsi sebagai mukosa protektif)
metokloperamid→untuk mengatasi mual muntahnya.
 Monitoring terkait Efikasi

Konsistensi feces (cair/tidak), volume feces


Monitoring terkait Efikasi : (banyak/sedikit), frekuensi defekasi (sering/tidak), darah
pada feces, elektrolit pasien (karena pasien mengalami
muntah dan lemas), nafsu makan meningkat, tidak demam
 Bismuth Subsalisilat : mual, diare, nyeri
abdomen, muntah, feces gelap, lidah gelap, pusing,
flatulence
Monitoring terkait ESO :  Antrain :agranulositosis atau pemecahan sel darah
putih non granul (penggunaan jangka panjang),
ruam di kulit, serangan asma, urin berwarna merah
dengan pH asam
NAMA DAN TANDA TANGAN APOTEKER :

8.2 Objectiv

1. Pemantauan klinis
- Pengurangan dehidrasi dilihat dari tekanan turgor kulit pasien (karena
BAB 5-7 kali/hari, muntah juga)
- Frekuensi BAB dalam sehari, volume BAB pasien, konsistensi BAB
pasien, ada/tidaknya lendir dan darah pada BAB pasien
- Pusing, mual, lemas, nasfu makan, dan aktivitas pasien kembali normal
2. Pemantauan Lab
- Hasil adanya ulkus pada usus besar (pseudomembranous colitis).

8. 3 Subjective:
1) Identitas pasien:
Nama pasien : Ny. rani

Umur : 33 tahun

Alamat : Jl. Merdeka No. 2 Malang

2) Keluhan pasien :
Pada saat BAB ada rasa sakit pada anus
BAB 5-7 kali/hari dan tidak tuntas

BAB berdarah (kadang-kadang)  karena shigella sendiri merupakan pathogen


yang menyebabkan diare berdarah akibat adanya infeksi pada saluran cerna

Mual, muntah, pusing, lemas, nafsu makan menurun, aktivitas terganggu


3) Riwayat alergi obat : antalgin, ampisilin, dan asam mefenamat (nyeri lambung+)
4) Riwayat pengobatan : Biodiare 2 tablet 3x/hari pada tanggal 15/5/2017
5) Riwayat social : suka mengkonsumsi antibiotika
6) Riwayat Penyakit : -
8.4 Assesment:
1. Pasien diberikan obat antibiotik Clindamycin 300 mg capsul s3dd1
→Pemberian antibiotik Clindamycin tidak tepat karena pasien mengalami
pseudomembranous colitis sedangkan Clindamycin dapat memicu kondisi
pasien semakin parah pasien alergi terhadap ampicillin Sehingga pemberian
terapi Clindamycin untuk pasien ini kurang tepat dan disarankan dilakukan
penggantian terapi antibiotic yang sensitive terhadap bakteri gram negative.
2. Pasien diberikan obat analgesik Antrain 500 capsul mg S3dd1 prn → Antrain
memiliki kandungan antalgin, di mana pasien memiliki riwayat alergi terhadap
antalgin. Selain itu, penggunaan antrain ini juga yang kandungannya antalgin
(NSAID) dapat menimbulkan ulkus, sedangkan pasien sudah diindikasikan ada
ulkus pada usus besar. Sehingga pemberian terapi untuk pasien ini tidak tepat
dan disarankan dilakukan penggantian terapi yang tidak mengindikasikan ulkus
lebih besar.
3. Pasien diberikan obat anti diare Lodia 2 mg tab s3dd2 prn → Lodia
merupakan obat diare dengan kandungan utama Loperamide HCl yang
diindikasikan untuk penderita diare kronis dan kontraindikasi untuk diare akut.
Diare yang dialami pasien masih tergolong diare akut, sehingga kontra indikasi
dengan obat ini. Pemberian terapi ini tidak tepat dan disarankan dilakukan
penggantian terapi. Kemudian, diare pasien dapat diatasi dengan pemberian
obat yang bekerja dengan cara demulcent.
4. Pasien mengalami mual dan muntah dimana merupakan keluhan yang dapat
mengganggu pasien karena bisa membuat keluhan lain seperti nafsu makan
berkurang. Maka pasien juga diberi obat yang dapat mempercepat
pengosongan lambung (prokinetik agent) contohnya adalah metokloperamid.
5. Kemudian pemberian bismuth salisilat sendiri juga dianjurkan karena bismuth
salisilat ini sendiri dapat berikatan dengan ulkus (berfungsi sebagai mukosa
protektif) kemudian untuk salisilatnya sendiri dapat membunuh bakteri yang
ada.
6. Pemberian renalit juga tetap diberikan karena pasien mengalami diare dan
sangat perlu untuk rehidrasi. Pasien mengalami lemas, dapat terjadi karena
pasien kehilangan cairan tubuh (dehidrasi) yang sangat banyak dari diare
tersebut, makanya sangat diperlukan rehidrasi.
8.5 Terapi Obat
a) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan analgesic sekaligus antipiretik. Pada pasien ini
diperlukan obat analgesic karena nyeri akibat ulkus. Pasien alergi dengan obat
yang diresepkan sehingga harus diganti. Dosis yang digunakan adalah 200 mg
4 dd 1 sesudah makan. Ibuprofen digunakan hanya jika terasa nyeri.
b) Diapet
Diapet adalah obat golongan demulcents. Obat golongan demulcents
bekerja dengan menyerap kelebihan air yang berada pada kolon sehingga
konsistensi feses dapat meningkat. Diapet terdiri dari ekstrak Coix lacryma-
jobi semen 18%, daun Psidium guajava 23,5%, Phellodendron radix 23%,
ekstrak curcuma 12,5%, dan Coptidis rhizome 23%. Penggunaan diapet
adalah 2 dd 2 dengan jarak setiap kapsulya 1 jam. Penggunaan diapet dapat
dihentikan jika BAB sudah tidak encer.
c) Cefprozil
Cefprozil merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi 3. Obat ini
digunakan untuk infeksi akibat bakteri gram negative. Pada pasien ini
diperlukan antibiotic dikarenakan pada BAB pasien terkadang berdarah dan
darah dapat menjadi media pertumbuhan bakteri. Selain itu, riwayat pasien
yang suka mengonsumsi antibiotic menyebabkan kemungkinana flora normal
di usus pasien sudah berkurang. Cefprozil digunakan 500 mg PO 1 dd 1.
Cefprozil diberikan 10 tablet berarti harus diminum hingga hari ke 10.

8.6 Plan
1. Diberikan Renalyte untuk mengganti cairan tubuh yang hilang

Renalyte Solution digunakan dalam perawatan, kontrol, pencegahan, &


perbaikan penyakit. Renalyte Solution diindikasikan untuk perawatan cairan
dan nutrisi pengganti, kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit, kadar
natrium yang rendah, kadar kalium rendah, kadar magnesium yang rendah dan
kondisi lainnya. Renalyte Solution mengandung komposisi aktif berikut:
Dextrose Anhydrous, Potassium Chloride, Sodium Chloride, and Sodium
Citrate. Cara pemakaian dilarutkan 1 bungkus kedalam 200 ml air, 3 gelas
sebelum bab dan 1 gelas setelah bab.
2. Lodia diganti dengan bismuth

Bismuth Subsalisilat -> Memiliki efek anti sekretori, anti inflamasi,


dan anti bakteri. Mengurangi kram abdomen, mengontrol diare.
Dosis yang diberikan adalah 30 ml larutan bismuth subsalisilat 262mg/ 15 ml
setiap 30 menit – 1 jam PRN hingga 8 dosis per hari
ESO : mual, diare, nyeri abdomen, muntah, feces gelap, lidah gelap, pusing,
flatulence
3. Renalyte tetap diberikan

Renalyte mengandung Natrium 18 mEq, Kalium 4 mEq, Glukosa 4


gram, Klorida 16 mEq, Sitrat 2 mEq, glukosa 4000 mg tiap 200 ml larutan
Dosis :
Pada 3 jam pertama diberikan 12 botol, selanjutnya setiap kali mencret
diberikan 2 botol
4. Metoclopramide digunakan untuk mencegah mual
Metoclopramide akan meningkatkan aktivitas otot-otot pada saluran
pencernaan sehingga makanan lebih cepat terdorong dari lambung menuju
usus. Proses ini akan mengurangi gejala mual yang dirasakan.
Metoclopramide hanya boleh digunakan dalam jangka pendek yaitu 5 hari.
Dosis 10 mg 1-3 kali sehari.
Daftar Pustaka
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al
editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange
Medical Books, 2003. 225 - 68.
Depkes RI, Direktorat Jendral PPM & PL th 2005. Keputusan Menkes RI no
1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. edisi
4.
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of
Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
Mandal B.k, EGL Wilkins, EM Dunbar dan R.T Mayon-White. Lecture notes penyakit
Infeksi, Erlangga.
Marsono edy. 2002. Penelitian: Etiologi Diare Akut Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr
Kariadi Semarang. Bagian Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Undip RSUP Dr
Kariadi.
Suzanna. Park and Ralph A. 1993. Giannela Approach to the adult patient with acute
diarrhoea In: Gastroenerology Clinics of North America. XXII (3). Philadelphia, WB
Saunders.
Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Gascon J. 2000. Quinolon Resisten in
Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to India in Comparison with
other Geographycal Areas. Antimicrobial Agents and Chemotherapy.

Anda mungkin juga menyukai