Kelompok 3: Fazrul Apriliyani Juliana Novi Dwi Trisnawati A. Pengertian Toksikolgi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu
zat/bahan kimia pada organisme hidup. Ilmu ini berkaitan dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari bahan kimia terhadap binatang dan manusia. Bahan toksik adalah bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, berbahaya bagi kesehatan. Berdasarkan pada definisi menunjukkan bahwa terdapat beberapa unsur dalam toksikologi saling berinteraksi untuk menghasilkan keadaan aman. B. Klasifikasi Bahan Toksik
- Organ tujuan, misalnya ginjal, hati, dan sistem hematopoitik
- Penggunaan, misalnya pestisida, pelarut, dan food additive - Sumber, misalnya tumbuhan atau hewan - Efek yang ditimbulkan, misalnya kanker dan mutasi - Bentuk fisik, misalnya gas, cair, dan debu - Label kegunaan, misalnya bahan peledak dan oksidator - Susunan kimia, misalnya amino aromatis, halogen, dan hidrokarbon - Potensi racun, misalnya organofosfat lebih toksik daripada karbamat Ada pula sumber lain yang mengklasifikasikan toksik sebagai berikut : 1. Klasifikasi atas dasar sumber a. Sumber alamiah/buatan : klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasalkan fauna dan flora, dan kontaminasi organisme dengan berbagai racun berasalkan lingkungan seperti bahan baku industri yang beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis beracun. b. Sumber berbentuk titik, area, dan bergerak. Klasifikasi ini biasanya digunakan untuk orang yang berminat dalam melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik lebih mudah dikendalikan daripada sumber area yang bergerak. c. Sumber domestik, komersial, dan industri, yang lokasi sumbernya. Sifat, dan jenisnya berbeda, kecuali terkontaminasi oleh buangan insektisida, sisa obat, dll. 2. Klasifikasi atas dasar wujud a. Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan gas. Racun dapat dibedakan atas dasar wujudnya ini terutama karena efeknya yang berbeda. b. Ukuran pencemar, bentuk, dan densitas, serta komposisi kimiawi dan fisika sangat erat hubungannya dengan wujud. Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya sesuatu pencemar memasuki tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek dan sampai seberapa jauh efeknya. 3. Klasifikasi atas dasar sifat kimia-fisika Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan pengelompokan xenobiotik tersebut adalah sebagai B3 yang: Korosif Radioaktif Evaporatif Eksplosif Reaktif 4. Klasifikasi atas dasar terbentuknya pencemar/xenobiotik Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar prmer. Selanjutnya, setelah transformasi pertama di lingkungan, ia akan disebut pencemar sekunder, dan kemudian dapat menjadi pencemar tersier, dan seterusnya. Klasifikasi ini menjadi penting jika kita melakukan pengukuran ataupun pemantuan pencemar. 5. Klasifikasi atas dasar efek kesehatan Klasifikasi atas dasar efek kesehatan atau lebih tepat atas dasar gejala yang timbul mengelompokkan pencemar sebagai penyebab gejala: Fibrosis atau terbentuknya jaringan ikat secara berlebih Granuloma atau didapatnya jaringan radang yang kronis Demam atau temperatur badan melebihi normal Asfiksia atau keadaan kekurangan oksigen Alergi atau sensitivitas yang berlebih Kanker atau tumor ganas Mutan adalah generasi yang secara genetik berbeda dari induknya Cacat bawaan akibat teratogen Keracunan sistemik, yakni keracunan yang menyerang seluruh anggota tubuh. 6. Klasifikasi atas dasar kerusakan/organ target Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam klasifikasi ini, racun dinyatakan sebagai racun yang: Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru 7. Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun atau yang bersifat biotis dan abiotis dibuat, karena bahaya yang terjadi akan beda. Zat yang hidup dapat berkembang biak bila lingkungannya mengizinkan, sedangkan yang abiotis dapat berubah menjadi berbagai senyawa. C. Karakteristik Pemaparan
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan
oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya. Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena, memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis yang tinggi. D. Jalur Masuk dan Pemaparan
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke
dalam tubuh manusia adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru (inhalasi), kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal). Bahan toksik umumnya menyebabkan respon yang paling cepat bila diberikan melalui jalur intravena. Disamping itu, jalur masuk dapat mempengaruhi toksisitas dari bahan kimia. Sebagai contoh, suatu bahan kimia yang didetoksifikasi di hati diharapkan akan menjadi kurang toksik bila diberikan melalui sirkulasi portal (oral) dibandingkan bila diberikan melalui sirkulasi sistematik (inhalasi). Pemaparan bahan bahan toksik dilingkungan industry seringkali sebagai hasil dari pemaparan melalui inhalasi dan topical, sedangkan keracunan akibat kecelakaan atau bunuh diri seringkali terjadi melalui ingesti oral. Peristiwa keracunan pestisida Peristiwa yang terjadi di Indonesia adalah kematian misterius yang menimpa 9 wargapada bulan Juli 2007 di Desa Kanigoro,Kecamatan Ngablak, Magelang. Menurut Harian Republika, 26 September 2007, hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan dipastikan akibat keracunan pestisida.Kenyataan yang ada di masyarakat selama ini. umumnya masyarakat tidak menyadari gejala keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik seperti pusing, mual,muntah, demam dan Iain-lain namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius seperti kanker. Jalan Masuk Pestisida Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi) atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja. Tanda Peringatan pada Label Kemasan Pestisida
No Tanda Peringatan Label Kemasan
I.a. Sangat berbahaya sekali Coklat tua 1
2 I.b. Sangat berbahaya Merah tua
3 II. Berbahaya Kuning tua 4 III. Cukup berbahaya Biru muda Petunjuk yang Harus Diikuti bagi Pengguna Pestisida 1. Selalu menyimpan pestisida dalam wadah asli yang berlabel. 2. Jangan menggunakan mulut untuk meniup lubang pada alat semprot. 3. Jangan makan, minum atau merokok pada tempat penyemprotan dan sebelum mencuci tangan. Penanganan Keracunan Pestisida 1. Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan. 2. Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. 3. Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit atau dokter yang merawat. 4. Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan pertama penanganan korban. 5. Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke rumah sakit. Pertolongan Pertama yang Dilakukan 1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban 2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksi-kan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolongkorban 3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida 4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pesticida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama. Cara mencegah keracunan pestisida 1. Mengurangi penggunaan pestisida bahkan kalau bisa mengganti pestisida dengan yang alami. 2. Saat menggunakan pestisida harus menggunakan alat pelindung. 3. Menggunakan pestisida dengan dosis yang tepat agar tidak membahayakan diri sendiri. 4. Jangan makan, minum atau merokok pada tempat penyemprotan dan sebelum mencuci tangan.