KELOMPOK 2 :
KELOMPOK 2 :
Halaman
SAMPUL DALAM ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................ 3
1.4 Manfaat ...................................................................................... 4
Halaman
PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang secara unik
sepenuhnya, misalnya penyakit mukosa mulut yang sampai saat ini belum
dalam mulut khususnya mukosa mulut dapat memberikan keluhan atau tanpa
keluhan, bisa berupa kelainan jinak atau keganasan. Ketika penyakit jaringan
lunak rongga mulut tidak memberikan gejala rasa sakit, umumnya pasien tidak
datang berobat. Namun, kemungkinan besar lesi yang tidak memberikan keluhan
itu merupakan tanda awal dari suatu keganasan atau tanda awal dari penyakit
sistemik yang berbahaya. Pasien dengan lesi-lesi tersebut baru datang ke klinik
Penyakit Mulut (Oral Medicine) sudah dalam keadaan sakit berat. Keadaan ini
meliputi diagnosis dan perawatan yang bersifat non bedah pada kelainan primer
maupun sekunder di rongga mulut dan sekitarnya. Ilmu Penyakit Mulut (Oral
Medicine) memiliki peran di dalam penatalaksanaan kasus-kasus yang timbul di
dalam rongga mulut khususnya jaringan lunak mulut, maupun yang berkaitan
Pada makalah ini dibahas tentang Ilmu Penyakit Mulut, diantaranya yaitu
Cheilitis.
permasalahan, yaitu :
1.3 Tujuan :
dan kelainan yang terjadi pada rongga mulut, tanda-tanda atau gejalanya,
ISI
2.1.1 Definisi
rentan. Kata Actinic Cheilitis berasal dari kata Yunani “aktis” yang berarti
tidak terlindungi dari paparan lingkungan dan pada bibir bagian bawah lebih
rentan terkena berbagai kelainan daripada bibir bagian atas. Keadaan ini
2.1.2 Epidemiologi
yang rentan (fair-skinned), dan prevalensi paling tinggi pada kulit yang
matahari dan susah gelap cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi
2.1.3 Patologi
Actinic Cheilitis ditandai dengan adanya lesi erimatus, dan plak pada
kulit yang terpapar sinar matahari terlalu lama, dan akibat paparan sinar UV.
2014).
2.1.4 Histopatologi
(Scully, 1999).
terkelupas, lesi putih pada tepi bibir dan kulit, kehilangan elastisitas,
eritema, noda kecoklatan, bibir yang mengeras, batas yang tidak jelas pada
bibir, adanya celah atau fissure, erosi, dan ulser (Ana Maria, 2014).
dengan area eritema dan skala yang tidak berbatas tegas. Pada fase
akut eksim dapat berupa vesikular, pada fase kronis dapat berupa
10-14 hari.
(Scully, 1999).
perlu dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut agar diagnosis akhir bisa
2.2.1 Definisi
lesi hitam abu-abu kebiruan pada mukosa rongga mulut yang disebabkan
2.2.2 Etiologi
atau bahkan hitam yang biasanya terlihat pada mukosa bukal, gingiva, atau
pada palatum. Menurut definisinya, lesi ini juga dapat terjadi akibat adanya
pigmentasi. Amalgam tattoo juga dapat terjadi akibat serat dengan partikel
Pada umumnya amalgam tattoo terjadi pada mukosa daerah gigi yang
terdiri atas merkuri, perak, timah, seng dan tembaga, serta beberapa elemen
tambahan yang akan meningkatkan sifat fisik dan mekanik bahan. Uap
(Greenbergdkk., 2008).
atau agen terhadap injuri dapat menyebabkan iritasi pada mukosa oral serta
salah satu kandungan amalgam yaitu merkuri dapat menyebabkan alergi dan
eksogen dan partikel perak dalam amalgam akan mewarnai serat kolagen
2.2.4 Histopatologi
pada sekitar dinding pembuluh dan serabut saraf (Gambar 1). Dalam kasus
paling umum terkena adalah bagian bukal gingiva rahang bawah, dasar
mulut. Biasanya terlihat dekat dengan gigi yang telah direstorasi amalgam.
Lesi amalgam tattoo berbentuk makula dengan ukuran lebih kecil dari 2 cm
dasar mulut. Lesi amalgam tattoo berbentuk macula dengan ukuran lebih
1. Pemeriksaan Histopatologis
(Greenberg, 2008).
2. Pemeriksaan Radiologis
ada partikel logam yang tertanam didalam epithelial, namun bila tidak
Shah, 2002).
2.2.8 Diagnosis
seragam, berukuran 0,1 hingga 2 cm, amalgam tattoo terutama terjadi pada
mukosa gingiva mandibula, diikuti oleh mukosa bukal, dasar mulut, lidah,
dengan amalgam. Namun, kurang dari 25% dari pigmen amalgam tersebut
radio-opak karena partikel logam mereka sangat kecil atau terlalu tersebar
melanosis (terutama ketika tidak ada radiopasitas) atau ketika lesi tersebut
amalgam tatto) ; biasanya terdapat fibrosis padat dan jaringan parut (Fiqhi
MK, 2018).
Diagnosa amalgam tattoo bisa sulit untuk dilihat dari unsur pigmentasi
amalgam tattoo tersebut. Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari
1. Oral Melanoacanthoma
melanoacanthoma adalah :
hitam.
2. Melanoma Malignant
kulit. Biasanya akibat pemaparan sinar matahari yang akut dan sering,
anesthesia.
3. Lentigo
klinis berupa lesi dengan ukuran <4mm, single, pada bibir bagian
4. Graphite Tatto
membedakan keduanya.
5. Melanotic Macule
jarang terlihat pada anak-anak. Lesi ini berbentuk oval atau irregular,
palatum dan mukosa bukal. Saat mencapai ukuran tertentu, lesi ini
6. Nevus Melanocytic
pendukung, atau pada keduanya. Asal sel nevus secara lengkap tidak
saja, yang mungkin terlihat setelah lahir dan sepanjang masa kanak-
2.2.10 Penatalaksanaan
diperlukan untuk dapat melihat lebih jelas daerah yang ingin diidentifikasi.
dengan jaringan baru. Namun sekarang yang paling banyak diminati oleh
2008).
fluence yang digunakan akan diserap oleh kromofor yang berbeda di kulit
memicu reaksi termal atau panas yang dapat menghancurkan jaringan yang
ditentukan oleh ukuran jaringan target. Jaringan yang lebih kecil akan lebih
Q-switched ruby (OS ruby) (694 nm) merupakan salah satu sistem
laser kuno, memancarkan sinar merah visible dengan durasi denyut 25 dan
20 menit, dan dapat menimbulkan krusta tipis yang menghilang dalam 10-
14 hari. Dispigmentasi sementara dapat terjadi pada kulit tipe gelap (Geeta
Shah,2002).
2.3.1 Definisi
lunak yang paling sering melibatkan jaringan ikat subkutan dan submukosa
(Neville, 2012).
degranulasi sel mast sehingga terjadi pelepasan histamin dan mediator lain.
Degranulasi sel mast bahkan dapat dihasilkan dari rangsangan fisik, seperti
panas, dingin, olahraga, stres emosional, paparan matahari, dan getaran yang
Pola reaksi obat yang tidak biasa yang dapat menimbulkan bentuk
angioedema berat yang tidak dimediasi oleh IgE adalah jenis reaksi yang
hipertensi esensial dan gagal jantung kronis; ACE inhibitor yang biasa
mereka yang menggunakan ACE inhibitor. Pada sebagian besar pasien yang
obat. Sampai dengan 30% dari kasus, angioedema tertunda, dengan interval
terlama antara inisiasi penggunaan obat dan serangan awal adalah 7 tahun.
Serangan yang dipicu oleh prosedur gigi telah dilaporkan pada pengguna
ACE inhibitor jangka panjang. Banyak dokter mengabaikan hubungan
bahwa terjadi pemberian berkesinambungan dari obat ini pada lebih dari
dominan akibat mutasi pada gen C1-inhibitor (C1-INH). Terdapat tiga tipe
pada angioedema jenis ini. HAE tipe 1 adalah tipe yang paling umum dan
disebabkan oleh penurunan produksi atau tidak adanya C1-INH. HAE tipe 2
jarang terjadi dibandingkan tipe 1 dan ditandai dengan tingkat C1-INH yang
protein yang terlibat dalam sistem kekebalan dan reaksi alergi). Gen C1-
pada selaput lendir yang melapisi bagian tubuh tertentu, misalnya mulut,
(Habif, 2004).
menyebabkan angioedema pada HAE yaitu trauma, stress mental dan fisik,
Pasien dengan HAE atau AAE memiliki gejala yang sama. Tiga gejala
dengan nausea, vomiting dan diare. Pruritus jarang terjadi kecuali karena
Angioedema terjadi dalam beberapa jam dan berkurang dalam 48-72 jam,
tetapi bisa bertahan selama 1 minggu. Gejala lain berupa retensi urin, efusi
pleura yang ditandai oleh batuk dan nyeri dada, dan gejala-gejala SSP
(Habif, 2004).
pada saluran napas bagian atas yang dapat menyebabkan terjadinya edema
terdapat pada wajah namun juga dapat ditemukan pada beberapa bagian
tubuh lainnya. Pada beberapa kasus, ditemukan rash pada wajah. Reaksi
yang berat dapat menyebabkan edema pada palatum mole, lidah dan laring
(Habif, 2004).
pemeriksaan yang teliti terhadap jalan nafas dengan perhatian khusus pada
bukti pembengkakan. Karakteristik yang telah dikaitkan dengan kebutuhan
untuk jalan napas definitif meliputi : perubahan suara, suara serak, stridor,
dan dyspnea. Pasien harus ditanya apakah lidah atau bibir terasa lebih besar
dari biasanya atau jika ada perubahan dalam suara mereka. Meminta pasien
untuk melakukan fonasi “E” bernada tinggi adalah salah satu cara menilai
edema laring. Jika pasien mampu melakukan fonasi "E" yang bernada
tinggi, maka tidak mungkin adanya edema laring. Bunyi nafas secara
auskultasi untuk menentukan apakah ada gerakan udara yang cukup dan
untuk setiap suara adventif seperti stridor, wheezing, atau rales. Seluruh
cerna terjadi pada hingga 93% pasien dengan angioedema herediter dan
30%, sebagian besar karena edema laring dan obstruksi jalan napas. Tingkat
dan perkembangan terapi yang lebih baru. Hampir semua pasien dengan
a. Histopatologi
Edema terjadi pada lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan
b. Laboratorium
2.3.6 Diagnosis
berfungsi) (Neville, 2008). Pada pasien AAE, baik tipe 1 maupun tipe 2
C1q. C1-INH pada pasien AAE tipe 1 terjadi penurunan sedangkan pada
• Urtikaria
• Anafilaksis
• Edema Hidrostatik
• Edema Onkotik
• Sindrom Muckle-Wells
• Dermatitis
• Selulitis
dalam)
ringan, dan sinkop. Diagnosis banding terkait gejala di perut sangat luas,
dan sering menyulitkan dokter yang merawat terutama jika pasien belum
antihistamin oral. Jika serangan tidak terkontrol atau jika laring ikut terlibat,
maka epinefrin intramuskular harus diberikan. Jika epinefrin tidak
dimediasi oleh IgE dan sering tidak merespon terhadap antihistamin dan
menghindari semua obat dalam kelas obat ini, dan dokter mereka harus
reseptor bloker II tidak tampak sebagai alternatif yang aman (Neville, 2008;
Scully; 2013).
terpenting. Pasien harus menghindari aktivitas fisik dan trauma yang hebat.
C1-INH dianjurkan pada pasien yang memiliki lebih dari tiga serangan per
tahun. Androgen menginduksi sintesis C1-INH hepar, dan salah satu dari
2012).
2.4.1 Definisi
sudut mulut. Angular Cheilitis ditandai dengan lesi berupa fisur yang
meluas pada sudut mulut kekulit yang disebut sebagai daerah mukokutan.
mukosa mulut, epitel di daerah ini lebih tipis dibanding dengan epitel kulit
sehingga menyebabkan area ini rentan terhadap infeksi (Kavcic MK, 2000).
2.4.2 Etiologi
A. Faktor Mekanik
tiruan atau yang menggunakan gigi tiruan tapi tidak pas sehingga
B. Agen Infeksi
C. Defisiensi Nutrisi
2.4.3 Patologi
menghisap ibu jari, dan penggunaan gigi tiruan yang tidak pas. Gangguan
Tipe- tipe Angular Cheilitis dibagi atas beberapa, yaitu (Devani dkk,
2007) :
Tipe 1 : Lesi ringan ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada
sudut mulut.
Gambar 2.14 Lesi Angular Cheilitis tipe 1.
Tipe 2 : Lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan
Tipe 3 : Lesi yang ditandai dengan beberapa fisur pada sudut mulut
dan meluas ke perbatasan kulit sekitar dengan ukuran >10 mm, ≤ 20 mm.
Gambar 2.16 Lesi Angular Cheilitis tipe 3.
Tipe 4 : Lesi tanpa fisur dengan eritema luas yang berdekatan pada
2.4.5 Diagnosis
klinis saja.
2.4.5.1 Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda-tanda vital
b. Kecepatan pernapasan
c. Suhu
d. Tekanan darah
e. Denyut nadi
daerah lesi. Sampel darah untuk melihat Full Blood Count (FBC),
glukosa darah puasa, folat, zat besi, seng, riboflavin, niasin, dan
a. Contact Dernatitis
b. Actinic Cheilitis
c. Herpes Labialis
2.4.7 Penatalaksanaan
S dkk, 1989).
PENUTUP
3.1 Simpulan
dalam jaringan selama restorasi atau ekstraksi gigi. Di era yang sudah
menggunakan laser.
mekanik, adanya agen infeksi dan defisiensi nutrisi. Gambaran klinis dari
ulserasi pada salah satu atau kedua sudut mulut. Perawatan dapat
jamur maupun anti bakteri serta pemahaman yang baik tentang etiologi
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brigham and Women Hospital, 2018, Oral Medicine and Dentistry Patient
Burkhart, N., 2013, Oral Lichen Planus, American Academy of Oral Medicine.
Fiqhi MK, Essaoudi MA, Khalifi L, Khatib KE, 2018, Extensive Amalgam Tattoo
Geeta Shah, MD and Tina S. Alster, MD, 2002, Treatment of an Amalgam Tattoo
1181.
Greenberg Martin S., Glick Michael., 2003, Burket’s Oral Medicine Diagnosis
Greenberg Martin S., Glick Michael., Ship Jonathan A., 2008, Burket’s Oral
Habif TP., 2004, Clinical Dermatology a color guide to diagnosis and therapy.4th
Horsted Preben, Magos Laszlo, Holmstrup Palle, Arenholh Dolthe, 1991, Dental
Mihai, L., dkk., 2018, Non-Invasive Imaging of Actinic Cheilitis and Squamous
Neville, et al., 2012, Oral and maxillofacial pathology, 3th ed., Saunders.,
Sciubba James J., Regezi Joseph A., Rogers III Roy S., 2002, PDQ Oral Disease
Scully, C., 1999, Handbook of Oral Disease Diagnosis and Management, Martin
Scully, C., 2013, Oral and Maxillofacial Medicine; the basis of diagnosis and