Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


‘’KEGAWAT DARURATAN TOKSIKOLOGI
Dosen pengampuh :Ns. M.,Syikir,.S.Kep., M.Kep

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 10:

FATRYAN ANGGRAENI ( P.20.003 )


MUHAMMAD SAHRIL ( P.20.080 )

STIkes BINA GENERASI POLEWALI MANDAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi Rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah keperawatann Gawat Darurat
yang berjudul ‘’Kegawatdaruratan Toksikologi’’. Kami berterimakasih kepada Ns.
M.,Syikir,.S.Kep.,Kep yang telah memberi bimbingan dan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Kami berharap semoga tugas makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan yang
lebih banyak lagi bagi pembaca. Dan kami menyadari tugas makalah ini jauh dari kita sempurna,
tetapi kami berusaha dengan sekuat tenaga dan fikiran untuk menyelesaikan tugas ini dengan
sepenuh hati dan menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami dan
dimengerti.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Polewali, 18 juni 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Pengertian toksikologi..........................................................................................................6
B. Prioritas umum untuk untuk pasien keracunan.....................................................................7
C. Mengidentifikasi racun.........................................................................................................8
D. Intervensi Terapeutik untuk keracunan dan overdosis.......................................................11
E. Kegawatdaruratan Toksikologis spesifik............................................................................16
F. Racun yang berasal dari lingkungan/ environmental Poisons............................................27
G. Antidot yang tersedia saat ini..........................................................................................31
h. Pencegahan dan pendidikan............................................................................................31
BAB III..........................................................................................................................................34
PENUTUP.....................................................................................................................................34
A. Kesimpulan.........................................................................................................................34
B. Saran...................................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Lima zat yang paling sering menimbulkan toksik pada manusia menurut laporan
dari American a cociation of poison control center yaitu analgesik :kosmetik, produk
perawatan pribadi: Zat pembersih rumah tangga: obat pemenang hipnotik/antipsikotik:
dan benda asing/mainan dan lainnya. Lima zat yang paling banyak menjadi penyebab
keracunan pada anak 5 tahun atau kurang adalah kosmetik / produk perawatan pribadi
analgetik Zat pembersih rumah tangga benda asing mainan dan lainnya serta obat-obatan
topikal.
Secara global bidang toksikologi, ilmu racun dan efeknya terhadap organisme
hidup berkembang pesat, dan prakteknya secara rutin berubah sebagaimana semakin
banyak intervensi baru yang lebih baik ditemukan.
Sedangkan di Indonesia sendiri pelapor kasus keracunan dari seluruh rumah
sakit pada tahun 2010 sampai 2014 masih rendah yaitu hanya 13% dari total 2000 Rumah
Sakit. Badan pengawas obat dan makanan (BPOM) Indonesia merespon masalah ini
dengan membangun sentra informasi keracunan nasional (SIKERNAS) dengan tujuan
mengembangkan basis data/database epidemiologis kejadian keracunan nasional. Data-
data tersebut sangat berharga untuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan
kebijakan nasional. Dikenal dan memberikan informasi gratis pencegahan keracunan
petunjuk pertolongan korban keracunan dan jenis-jenis zat toksik serta efeknya. Juga
memberikan informasi sumber informasi lain berupa leaflet dan artikel. Selain itu, sentra
keracunan atau sikernas juga disebar di 31 Balai POM daerah di seluruh indonesia.
Namun tidak seperti di negara-negara maju ahli kasus yang bertugas untuk menangani
keracunan belum tersedia di semua daerah, penanganan awal keracunan dapat dilaporkan
ke petugas kesehatan di pusat terdekat. Karena kebanyakan pasien yang keracunan tidak
memiliki masalah yang serius maka penting untuk dapat mengenali mereka yang
memiliki risiko paling besar mengalami komplikasi serius dan kematian. (Amelia
kurniati, SK, p et al., 2018)

B. Rumusan masalah
1. Apa kegawatdaruratan toksikologi?
2. Bagaimana prioritas umum untuk pasien keracunan?
3. Bagaimana mengidentifikasi racun?
4. Bagaimana interfensi toksikologi?
5. Bagaimana kegawatdaruratan toksikologis spesifik?
6. Apa Antidot yang tersedia saat ini?
7. Bagaimana pencegahan dan Pendidikan
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang diatas pada makalah ini ialah untuk menegtahui
bagaimana kegawatdaruratan toksiklogi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu kegawatdaruratan toksikologi
b. Untuk mengetahui prioritas umum untuk pasien keracunan
c. Untuk mengetahui bagaimana mengidentifikasi racun
d. Untuk mengetahui intervensi toksikologi
e. Untuk mengetahui kegawatdaruratan spesifik
f. Untuk mengetahui Antidot yang tersedia saat ini
g. Untuk mengetahui Pencegahan dan Pendidikan
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian toksikologi
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefenisikan sebagai kajian
tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia
terhadapa makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas
penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan
terpejannya (exposed) makhluk tadi. (Fitriana, 2019)
Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diingingkan dari
zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang
penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpanjang serta
efek yang ditimbulkannya. Efek toksik atau efek yang tidak diingingkan dalam
sisitem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut
atau produk biotransformasinya mencapai tempat sesuai di dalam tubuh pada
konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik.
(Fitriana, 2019)
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan
bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat
kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang
mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana
zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari
sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan
penekanan penekanan pada mekanisme mekanisme efek berbahaya berbahaya zat
kimia itu dan berbagai berbagai kondisi kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi
(Dantje T. Sembel, B,agr.sc ., 2015)
Pada umumnya efek berbahaya/efek farmakologik timbul apabila terjadi
interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat
dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interaksi antara zatt kimia
dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek
farmakodinamik/ toksodinamik asppek ini akan lebih detail dibahas pada sub
bahasan kerja toksik. Telah dipostulatkan oleh paracelcius, bahwa sifak toksik suatu
tokson sangat ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya
kehadiran suatu zat yang berpotensi toksik di dalam suatu organisme belum tentu
menghasilkan juga keracunan.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari
dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu
respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons. (Dantje T. Sembel,
B,agr.sc ., 2015)
B. Prioritas umum untuk untuk pasien keracunan
Berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan) (fisiologi dan psikologis)
yang diperlukan. Perhatikan jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi (Airway, breathing and
circulation/ ABC) kedekuatan jalan nafas sangat penting pada pasien dengan perubahan
status mental secara khusus:
1. Berikan oksigen tambahan jika diperlukan
2. Berikan terapi intravena dan infus ringer laktat atau normal salin
3. Berikan nalokson 0,4-2 mg dapat melalui intravena , endotracheal, intramuskular,
subkutan, intraosseous, atau sublingual, jika pasien di duga terekspos opioid.
4. Periksa kadar glukosa darah dan impuls dektorasa 50% pada 50 ml (25 g) intravena
jika diperlukan untuk mempertahankan normoglycemia
5. Pantau urine output
6. Periksa gas darah arteri sesuai indikasi
7. Lakukan monitoring secara serial kadar elektrolit, tanda-tanda vital, dan pernapasan,
jantung, dan, status neurologis
8. Periksa riwayat eksposur
a. Bahan atau zat apa yang Terekspos pasien?
b. Kapan exposure terjadi apakah ini akut atau kronis?
c. Apa rute paparannya?
d. Apakah saat ini tanda-tanda atau gejala keracunan?
e. Berapa banyak zat yang terlibat?
f. Apakah eksposur disengaja atau tidak disengaja?
g. Apakah pasien memiliki riwayat paparan terhadap racun sebelumnya?
h. Pengobatan apa yang diberikan sebelum pasien tiba di pelayanan darurat?
i. Berapa umur pasien?
j. Bagaimana riwayat medis pasien (terutama jantung, hati, jiwa dan, gangguan
ginjal)
k. Apakah ada faktor risiko psikologis, sosial, atau lingkungan yang terlibat?
9. Berikan obat penawar/antidot yang sesuai (jika tersedia).
10. Berikan pendidikan kepada pasien, keluarga, dan orang lain yang penting bagi
pasien untuk mencegah terulangnya kejadian di masa yang akan datang?

C. Mengidentifikasi racun
Toxidrome adalah sekumpulan gejala toksik yang disebabkan oleh obat atau jenis
racun kelas tertentu. pasien dengan keracunan yang tidak diketahui penyebabnya,
pengenalan dini toxidrome akan memungkinkan petugas kesehatan gawat darurat untuk
secara cepat memulai pengobatan yang tepat. tabel 30-1 merangkum toxidromes umum
yang dapat membantu dalam identifikasi racun. tabel 30-2 berisi beberapa petunjuk
diagnostik lainnya untuk mengidentifikasi racun yang tidak diketahui.
1. Toxidrome Antikolinergik
a. Termasuk anthistamin, anthidepresan cyclobenzaprine, obat penyakit parkinsom,
antispasmodik mydriatics, dan tanaman tertentu (misalnya, jimsomeoud)
b. Tanda dan gejala meliputi :
1) Peningkatan tekanan darah, denyut jantung
2) Midriasis, penurunan bising usus, membran mukus kering, wajah
kemerahan/flushing, retensi urine, agitasi, delirium, dan halusinasi
3) Untuk membantu mengingat gunakan HOT berisi lonjakan (Hipertamia),
RED seperti buah (flushing), DRY berarti sebagai tulang, BLINU berarti
kelelawar (midriasis), MAD sebagai permarak (delirium, halusinasi).
2. Toxidrome Kolinergik
a. Termasuk organofosfat dan insektisida karbon physoastigmine, pilocarpine dan
nikotin
b. Kombinasi dari efek muskarinik dan nikotinik (tabel 30-31)
3. Toxidrome sedatif
a. Termasuk etanol dan benzodiazepin
b. Tanda dan gejala meliputi :
c. Penurunan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan
d. Normothermic sampai hipotermia
e. Sistem saraf pusat (SSP) depresi, penurunan bising usus, hiporefleksia, dan
ataksia
4. Toxidrome Opioid
a. Termasuk opiat dan narkotika
b. Tanda dan gejala meliputi :
c. Penurunan tekanan darah, denyut jantung tingkat pernapasan dan suhu
d. Depresi SSP, miosis, hiporefleksia.
e. Respons cepat untuk nalokson
5. Toxidrome simpatomimetik
f. Termasuk kokain, amfetamin, dan stimulan lainnya
g. Tanda dan gejala meliputi :
h. Peningkatan tekanan darah, denyut jantung pernapasan dan suhu
i. Eksitasi CNS, tremor, kejang, hyperreflexia, midriasis dan diaphoresis.

(Amelia kurniati, SK, p et al., 2018)

Tabel 30-1 toxidromes


rerata ukuran suhu
denyut pupil tekanan tubuh bising usus respirasi
diaphoresis
Anticholinergic
Cholinergic
Sedatives
Opioid
sympathomimetic

Tabel 30-2 Petunjuk diagnostik pada paparan yang tidak diketahui


Klu atau Gejala Kemungkinan penyebab atau agen penyebab
Asidiosis metabolik MUPILES: Methanol, Uremia, Diabetic ketoacidos, Paraldehyde,
Isoniazid/Iron, Lactic acidosis, Ethanol/Ethylene glycol,
Salicylates/Sympathomimetics
Medikasi radiopak CHIPE: Choral hydrate, Heavy metals, Iron, Phenothiazines, Enteric-
coated tablets
Bau napas
Alkohol Ethanol, choral, hydrate, phenols
Aoetone Aseton, Salisilat, alkohol isopropil, diabetic ketoacidosis
Pahit almond Sianida
Gas batu bara Carbon monoxida
Bawang putih Arsenic, phosphorus, organophosphates
Non-spesifik Pertimbangan penyalahgunaan inhalan
Minyak wintergreen Methylisalicylates
Warna urine :
Merah Hematuria, hemoglobin, myoglobinuria, pyrvinium, fenitoin,
fenotiazih
Makan yang ditemukan di bit dan blackberry. Antosianin
Coklat kehitaman Pigmen hemoglabin, melanin, metildopa, cascara, rhubard,
methocarbamol
Biru atau biru kehijauan Amitriptyline, methylene blue, triamterene, Clorets gum,
pseudomanas
Coklat atau coklat kemerahan Porfiria, urobilinogen, nitrofun, furazolidone, metronidazional,
aloevera, rumput laut
Orange Rifamisin, phenozopyridine, sulfasalazine.
Data dari Dart, R.D. Ed.).(2000). The 5-minute toxicology consult. Philadelphia, Sulfasalazine.

Tabel 30-3 Efek muskarinik dan nikotinik dari


toxidromes cholinergic
Efek Muskarinik
(Dumbles Mnmonic Efek nikotinik
Diare, diaporesis Tachicardi
Urinasi Hipertensi
Miosis Fasciculations
Bradycardi, bronchorrhea Paralisis
Emesis Midriasis
Lacrimasi
Salivasi

D. Intervensi Terapeutik untuk keracunan dan overdosis


1. Dekontaminaminasi Gastrointestinal
Dekontaminasi sistem pencernaan dapat dilakukan dengan beberapa cara termasuk
dengan emesis yang diinduksi pemberian arang aktif atau arang dengan beberapa dosis
yang diaktifkan lavase lambung cathartics dan irigasi usus menyeluruh (whole-bowel
irrigation/ WBI). Hemodialisasi dan hemoperfusion arang (charcol ) juga digunakan pada
pemberian keracunan yang parah.

Induksi Emesis
Meskipun induksi emesis ini merupakan penanganan yang diandalkan, namun peran sirup
ipecac dalam pengelolahan protein keracunan telah menurun segara signifikan dalam
beberapa tahun iterakhir. Penggunaan rutin sirup ipecac tidak lagi direkomendasikan
beberapa efek samping yang serius dari ipecac meliputi :
a. Risiko aspirasi
b. Menyebabkan muntah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
c. Meningkatkan risiko perdarahan hemoragit serta gangguan cairan dan elektrolit
yang sangat berat
Sirup ipecac hanya tidak begitu efektif dalam mengosongkan perut, dan penggunaannya
berkaitan dengan berbagai kontradiksi dan komplikasi. Emesis dapat memperlambat
pemberian karbon secara signifikan, namun, ada kondisi yang jarang terjadi di mana
ipecac dapat dianggap sesuai dan sebagai hasilnya, obat Ini masih tersedia di atas meja
dan di rumah sakit di seluruh Amerika Serikat.
2. Arang Aktif (Charcoal Activated)
Baru-baru ini, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan arang aktif saja
setara atau bahkan lebih unggul mengobati keracunan daripada pengobatan modalitas dan
kombinasi lainnya. Namun, belum ada penelitian yang menunjukkan hasil yang baik
secara signifikan terhadap peningkatan outcome pasien.
Arang aktif yang diberikan melalui mulut atau Nasogastric Tube (NGT),
memiliki keuntungan karena meminimalkan tindakan invasif relatif mudah untuk dikelola
dan aman untuk anak-anak serta orang dewasa. Arang aktif menyerap dan mengikat zat
yang paling sering tertelan kontradiksi tertentu dalam penggunaan arang aktif adalah
sebagai berikut.
a. Menelan agen korosif atau hidrokarbon
b. Penurunan atau tidak ada bising usus (kontraindikasi relatif)
c. Racun yang tidak terkait dengan arang, seperti besi, timah, dan Ilium

Zat yang tidak terserap oleh Arang


aktif
- Kaustik
- Logam berat (timbal, seng,
merkuri)
- Hidrokarbon
- Bahan besi
- Lithium
- Alkohol beracun
Rekomendasi pemberian arang aktif adalah sebagai berikut :
a. Dalam kasus yang jarang terjadi di mana sirup ipecac setelah diberikan, arang Aktif
tidak boleh diberikan sampai emesis yang diindikasi mereda (biasanya 60 sampai 90
menit setelah pasien terakhir muntah)
b. Pasien yang sadar dan komparatif dapat minum arang aktif melalui sedotan
c. Arang aktif berpasir dan rasanya tidak enak titip penyedap (misalnya cherry atau
sirup coklat) membuat rasa arang lebih enak dan tidak menurunkan efektivitasnya
d. Dosis yang kecil dan intermiten dapat mengurangi muntah
e. Kocok campuran arang aktif (bubur) secara menyeluruh untuk menghilangkan
penggumpalan.
f. Lebih encer maka lebih mudah untuk diminum atau melalui NGT terutama saluran
pencernaan anak-anak
g. Pada pasien dengan perubahan status mental, jaga jalan nafas (intubasi endokreal)
sebelum pemberian arang aktif. Visualisasi epiglotis sulit dilakukan setelah arang
aktif dimuntahkan. pengisapan suction agresif pada Arang yang diaspirasi dapat
meningkatkan outcome pasien.
h. Gunakan Salem sump nasogastric tube NGT dengan 2 lumen : satu lemen agar besar
memungkinkan untuk continus dan intermitten gastric suctioning decompresi, irigasi
dan pemberian medikasi lumen ventilasi yang agak kecil memungkinkan udara
atmosfer masuk ke dalam NGT dan menyertakan tekanan di vakum abdomen
berukaran standar merupakan alat yang baik untuk pemberian arang aktif secara
perlahan
i. Pasan NGT tersebut secara aman untuk mencegah retraksi dari perut ke
kerongkongan
j. Konfirmasikan kembali penempatan NGT yang dapat secara sebelum pemberian
arang aktif
3. Arang Aktif Dosis multiple
Arang aktif dosis multiple ("multidose" atau" dosis berulang dapat dipertimbangkan
untuk keracunan yang disebabkan oleh obat yang dikeluarkan dalam waktu yang lama
Extended release, carbamazepine, dapson, Kina, leofilin, dan obat-obatan yang dapat
membentuk benzoars atau kontraket (misalnya enterik berlapis tablet) arang aktif dosis
multiple biasa juga digunakan untuk mengatasi keracunan zat lainnya.

Indikasi untuk Arang Aktif Dosis multipel5


EVIDANCED-BASED BISA DIGUNAKAN

- Carbamazepine - digoxin
- Dapsone - phenytoin
- Phenobarbital - Salicylates
- Ouinine - Sustained-relase
preparations
- Theophylline - Tricyclic antidepressants

Pemberian Dosis Untuk Arang Aktif Dosis Multipel


a. Berikan 0,5 g/kg (25 sampai 50 g pada orang dewasa setiap 4-6 jam sampai 12-24
jam
b. Berkonsultasilah dengan sentra informasi keracunan Nasional (SIKERNAS) jika
mendapat pasien anak keracunan.
c. Gunakan formulasi dengan air, tanpa sorbitol, untuk mencegah kehilangan air dan
gangguan elektrolit.
4. Bilas/lavage Lambung
Bilas lambung dapat dipertimbangkan untuk keracunan yang berpotensi mengancam
jiwa titik penggunaan rutin tidak dianjurkan, dan tidak boleh dilakukan sembarangan
dapat bermanfaat dalam situasi berikut
a. Pasien simtomik yang datang ke UGD dalam waktu 1 jam Setelah terpapar.
b. Pasien simtomik yang menelan zat yang memperlambat motilitas gastrointestinal
c. Pasien yang telah menelan obat yang lambat dikeluarkan tubuh.
d. Pasien yang telah mengkonsumsi zat dengan jumlah sangat banyak atau jumlah
yang mengancam jiwa seperti emesis yang diinduksi agar efektif bila lambung
dimulai dalam waktu 1 jam Setelah menelan zat beracun. komplikasi dari prosedur
ini termasuk intribusi endokran yang tidak direncanakan, aspirasi, penurunan
oksigenasi selama prosedur, dan profase perut atau esofagus.
5. Cathartics (obat pencahar)
Obat pencahar seperti magnesium sulfat, magnesium sitrat, atau sorbitol telah lama
ditambahkan ke arang aktif untuk meningkatkan eliminasi racun dari saluran
pencernaan titik namun, terlalu sering menggunakan obat pencahar menyebabkan
diare, mual dan muntah, nyeri perut, peningkatan kadar magnesium,
ketidakseimbangan elektrolit dan hipovolemia katarik7. Tidak boleh diberikan jika
tidak ada bising usus. Jangan pernah memberikan obat pencahar untuk anak
dibawah 1 tahun titik telah ada laporkan kasus diare yang fatal karena hal ini4.
6. Irigasi Usus Menyeluruh (Whole Bowel Irrigation/WBI)
Irigasi usus menyeluruh melibatkan penggunaan larutan elektrolit GoLYTELY
CoLyte yang diberikan secara oral atau melalui NGT kehati-hatian harus diberikan
pada populasi pediatrik dan WIB untuk pasien anak harus dibimbing oleh dokter dari
SIKERNAS. Menghasilkan katarsis cepat, yaitu dapat menghilangkan/eliminasi
sebagian besar materi dari saluran pencernaan dalam beberapa jam. Paling sering
diberikan setelah paparan racun yang tidak begitu baik diserap oleh arang aktif,
seperti pengeluaran produk secara terus-menerus atau enterik, besi, timah, litium, atau
seng. Efek samping dari WBI termasuk mual muntah, dan kerang serta meningkatkan
risiko ketidakseimbangan elektrolit. Kontraindikasi WBI yaitu pada kasus patologi
gastrointestinal yang sudah ada sebelumnya atau pada pasien dengan peningkatan
risikoileus atau obstruksi. Menelan baterai kecil (misal baterai jam) dan kokoin atau
bentuk lain dari obat-obatan terlarang juga bisa dihilangkan dengan WBI.
7. Hemodialisis Dan Hemoperfusi Arang (charcoal Hemoperfusion)
Hemodialisi diindikasikan untuk keracunan serius yang menyebabkan asidosis
metabolik berat, kelainan elektrolit, gagal ginjal. Dialisis peritoneal juga dapat
digunakan untuk pengobatan jangka pendek. Konsultasi awal dengan pesat
penanganan racun lokal dapat membantu menentukan kapan hemodialisis atau
hemoperfusi arang (Charcoal hemoperfusion) dapat dilakukan.

Racun racun yang berespons terhadap


Hemodialysis4
- Paracetamol - Paraldehyde
- Alcohols - Phenacetin
- Amphetamine - Phenytoin
- Antibiotics - Potassium
- Arsenics - Quinidinie
- Chloral hydrate - Quinine
- Ergotamine - Salicylate
- Ethylene glycol - Stryctlate
- Isoniazid - Sulfonamida
- Meprobamate - Theophylline
- methanol - Valproic acid

Dialisis tidak diindikasikan pada kondisi berikut :


a. Menelan zat-zat yang dengan ikatan protein tinggi
b. Agen yang kurang jarang mematikan atau zat yang telah ada penangkalnya atau
antido
c. pada pasien dengan hemodinamik yang sangat tidak stabil
d. pada pasien dengan gangguan perdarahan
e. pada pasien dengan akses vaskuler buruk
f. pada anak kecil
Mirip dengan hemodialisis, hemoperfusi arang adalah teknik ekstracorporeal yang
melibatkan proses penyaringan darah melalui cartidge yang berisi arang aktif
namun hemoperfusi arang jarang dilakukan dan hanya ditentukan bagi beberapa
sel saja membran autocorporeal dan dialisis hati adalah dua intervensi yang sangat
invasif yang terkadang digunakan untuk keracunan serius.

Racun yang berespons terhadap hemoperfusi


orang
- Digitalis
- Paraquat
- Phenobarbital
- Tegretol
- theophyylline

E. Kegawatdaruratan Toksikologis spesifik


1. Analgesik
Keracunan yang berhubungan dengan analgesik bebas atau tanpa resep dokter seperti
parasetamol, salisilat (aspirin), dan obat anti-inflamasi (NSAID s) telah meningkat pesat
sejak tahun 1999. Obat-obat tersedia dalam berbagai kadar, warna, ukuram, dan
kombinasi, sehingga kesalahan dosis umum terjadi bahkan oleh orang yang
menggunakannya dengan tujuan yang baik sekalipun. Tingginya kepuasan dan
mudahnya ketersediaan obat ini semakin menambah tingginya insiden keracunan.

Parasetamol
Parasetamol merupakan suatu bentuk zat metabolit dari phenacetin. Overdosis
parasetamol yang tidak disengaja secara konsisten merupakan penyebab utama kegagalan
hati akut3. Obat ini ditemukan dalam berbagai jumlah dalam berbagai jumlah dalam lebih
dari 200 jenis diantaranya untuk mengurangi rasa sakit, tidur, batuk, dan pilek.
Metabolik toksik dari parasetamol menghancurkan hepatosit, mengakibatkan
nekrosis hati dan kerusakan hati yang parah. Hepatotoksisitas terjadi jika seseorang
menelan parasetamol lebih dari 140mg / kg. Pasien dengan riwayat penyalahgunaan
alkohol atau penyakit hati lainnya memiliki risiko toksitas parasetamol yang lebih tinggi.

2. Tanda dan Gejala Toksisitas9


Tahap awal (0 sampai 24 jam Setelah terekspos)
a. gejala mungkin ringan atau tidak ada pada fase awal bahkan pada individu yang
mengonsumsi Paracetamol dalam jumlah banyak.
b. Iritasi gastrointestinal (mual, muntah anoreksia)
c. Dalam kasus keracunan nasib yang jarang terjadi kadar zat dalam 4 jam >800 mg/L)
asidosis metabolik dan, dapat berkembang dalam 24 jam pertama.
Tahap Dorman (24 sampai 48 jam setelah konsumsi)
a. Merupakan tahap yang relatif bebas gejala toksisitas hati belum cukup signifikan
untuk menghasilkan temuan yang jelas.
b. Meskipun pasien asimtomatik, gagal hati mulai terjadi
c. penelitian laboratorium, menunjukkan peningkatan frasaminasi serum (AST, ALT)
dan uji peningkatan koagulasi (rasio normalisasi internasional, prothrombin / mungkin
terasa di kuadran kanan atas abdomen
Tahap hepatik (48-96 jam setelah konsumsi)
a. progressive ensefalopati mulai berkembang ditandai dengan kebingungan dan
kelesuan
b. Muntah
c. Jaundice
d. Nyeri kuadran kanan atas terasa signifikan
e. Gangguan perdarahan
f. Hipoglikemia peningkatan enzim hati sementara
g. Kerusakan ginjal.
3. Intervensi Terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan lanjutan sesuai indikasi
b. Periksa baseline enzim hati waktu protrombin, nitrogen urea darah, dan kadar glukosa
darah.
c. Pertimbangan bilas lambun jika baru terpapar zat dan dosis lebih dari 7,5 G (>140
mg / kg pada pasien anak)
d. Berikan arang aktif
e. Konsultasi dengan pusat penanganan racun di daerah
f. Periksa kuantitas parasetamol 4 jam dari waktu (akut) terekspos dan lakukan uji hasil
dengan nomogram Rummack-matius. Tingkat serum yang diambil sebelum 4 jam
tidak memiliki nilai klinis.
g. Nomogram ini berlaku hanya sekali, untuk keracunan akut dan hanya berlaku untuk
pengukuran antara 4-24 jam setelah konsumsi. Untuk keracunan kronis dan yang
sudah lebih dari 24 jam, hubungi dokter SIKERNAS untuk berkonsultasi tentang
terapi antidot
h. Jika kadar plasma pasien turun namun masih dalam batasan toksik dari nomogram,
berikan antidot, N-acetysteine (Mucomist).
i. untuk hasil terbaik, terapi dimulai dalam waktu 8 jam dari diukur dari konsumsi
parasetamol. Namun, N-acetylcysteine mungkin masih efektif bila dimulai sampai 24
jam Setelah keracunan.
j. Memberikan dosis N-acetylcysteine:
-. Oral
a. Dosis loading: 140 mg/ kg.
b. Dosis maintenance: 70 mg/ kg setiap 4 jam untuk 17 dosis tambahan.
c. jika pasien muntah, berikan antiemetik. Dapat diberikan melalui NGT; berikan N-
acetylcysteine secara perlahan
- Intravenous
a. Dosis loading: 150 mg/ kg dalam 200 mL D5W dalam 60 menit.
b. Dosis maintenancee awal: 50 mg/ kg dalam 500 mL D5W dalam 4 jam.
c. Dosis maintenance kedua: 100 mg/kg dalam 1.000 mL D5W dalam 16 jam.
k. Pada pasien anak, volume cairan pengencer harus diturunkan untuk mencegah cairan
overload yang mengakibatkan kejang karena hiponatremia.
l. Dialisis dialisis dan transplantasi hati telah digunakan dalam manajemen toksisitas
Paracetamol yang berat.

Salisilat
Dengan munculnya jenis analgesik yang lain, jumlah keracunan salisilat mengalami
penurunan selama 20 tahun terakhir. Pemberian aspirin dan salisilat lainnya dapat
menimbulkan berbagai gangguan pada sistem organ, termasuk saraf pusat, hematologi,
kardiovaskular, dan sistem pencernaan. Salisilat juga mempengaruhi keseimbangan asam-
basa dan status elektrolit. Manajemen overdosis salisitas cukup rumit sehingga konsultasi
dengan ahli toksikologi medis atau dokter di SIKERNAS sangat dianjurkan.
4. Tanda dan gejala keracunan
a. Takipnea dan takikardia
b. mual, muntah dan sakit perut
c. diaphoresis, demam dan dehidrasi
d. tinitus
e. hipoglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit
f. perubahan status mental atau kejang
g. Gastritis hemoragik
h. kelainan koagulasi
5. Intervensi Terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan) sesuai indikasi
b. Jaga Keseimbangan cairan dan urine output melalui pemberian cairan intravena
c. koreksi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit (cairan yang diberikan mungkin
dalam jumlah besar)
d. Berikan secara hati-hati pada pasien dengan edema paru
e. Inkubasi endotrokeal yang mungkin diperlukan
f. Pertimbangkan WBI. Pengosongan lambun masih bisa efektif beberapa jam Setelah
paparan jika proses mengonsumsi pil berlapis sentrik
g. Arang aktif memiliki afinitas tinggi pada asperindosis multipel arang aktif mungkin
efektif.
h. Ulangi pengukuran kadar salisilat setiap 6-24 jam
i. Alkalinasi dengan natrium bikarbonat baik, dalam membantu penatalaksanaan asidosis
dan peningkatan ekskresi salisilat.
j. Berikan pengobatan konvensional untuk hipoglikemia, Kijang, dan edema paru.
k. Hipertermia biasanya reda dengan dehidrasi dan hemodifikasi suhu ruangan
(pendingin eksternal).
l. Hemodialisis mungkin diberikan dalam kasus-kasus keracunan yang parah dan pada
pasien dengan gagal ginjal. Hemodialisis dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit dan menghilangkan salisilat dalam darah.
-. Hemodialisis dapat diindikasikan dalam situasi berikut :
-. Kadar salisilat >75 mg/ dl
-. Fungsi ginjal menurun
-. Asidosis signifikan.
-. Gangguan cairan atau elektrolit berat

6. Obat Nonsteroid Anti-Iinflamasi


Sejak diperkenalkannya NSAID ide untuk penggunaan tanpa resep dokter di tahun
1984, penggunaannya terus meningkat titik Ibuprofen adalah NSAID yang paling
populer memiliki waktu parah pendek dan diserap serta dihilangkan dengan cepat
dalam tubuh. Untungnya, toksitas agen ini rendah. eksposur akut kurang dari 100
mg/kg dianggap tidak beracun. Sedangkan, paparan lebih dari 300 mg/kg dianggap
sebagai dosis yang sangat berbahaya. Ibuprofen memiliki tingkat keamanan yang
lebih baik dibandingkan kejadian kematian terkait dengan Paracetamol dan aspirin.
7. Tanda dan Gejala Keracunan
a. Mengantuk, lesu, kejang (teritama pada anak-anak yang menelan lebih dari
400mg/kg)
b. Iritasi gastrointestinal
c. Hipolensi bradikardi
d. Gagal ginjal, hipalatoksitas
e. Apnea
f. Asidosis metabolik
8. Intervensi terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan). Sesuai indikasi
b. Pantau irama jantung secara terus menerus pada pasien dengan overdosis berat.
c. Serum NSAID secara klinis tidak bermanfaat
d. Pertimbangan bilas lambung jika paparan baru terjadi dan merupakan dosis yang
besar.
e. Berikan arang aktif
f. Lakukan tindakan pencegahan kejang
9. Obat Resep Umum
Pasien yang keracunan calcium channel blockers atau beta-blacker menunjukkan ciri-
ciri dan masalah yang unik, karena sifatnya yang lambat dikeluarkan tubuh, agen-agen
ini mungkin menimbulkan toksitas secara lambat, ditandai dengan gangguan yang
hilang timbul. Obat kelas ini menghasilkan variasi efek chronotropic negatif,
dromotropic, dan efek inotropik. Pada pasien anak, obat ini dapat menyebabkan
keracunan berat dengan hanya terpapar satu tablet atau kapsul saja. Kematian sering
terjadi lebih dari 24 jam setelah gejala overdosis. Pengembangan gejalannya mungkin
cepat dan mungkin insiden terhadap terapi konvesional.
10. Tanda dan gejala
a. Hipotensia
b. Gangguan jantung, terutama abnormalitas konduksi, arioventrikuler blok, dan
brikardi
c. Kebingungan, perubahan status mental, sinkop, kejang dan koma
d. Mual dan muntah
e. Hiperglikemia pada keracunan calcium channel blockers atau hiperglikemia pada
keracunan beta-blocker
11. Intervensi Terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutkan) sesuai indikasi.
b. Berikan kristaloid seperti larutan garam normal (0,9% ) atau larutan ringer laktat.
c. Pantau Irama jantung secara terus-menerus. Lakukan pemeriksaan 12-leat
elektrokardiogram
d. Kadar kuantitatif obat bernilai yang kecil dalam pengolahan toksisitas akut
e. Pertimbangkan bilas lambung jika paparan baru terjadi berikan arah aktif
f. WBI dapat digunakan untuk konsumsi obat yang banyak dan bersifat lambat
dikeluarkan tubuh
g. Lakukan tindakan pacu jantung jika diperlukan pada kasus antrioventricular blok
dan bradikardi
h. Beberapa obat dapat digunakan untuk mengatasi keracunan calsium Channel
blocker atau overdosis Beta-blocker. Obati pasien secara simtomatis
i. Kalium. Efektif untuk overdosis ringan atau overdosis serapeutikal tapi relatif
tidak efektif dalam overdosis yang berat.
j. Berikan 1 g kalsium klorida selama 5 menit; dapat diulang setiap 15-20 menit
dengan 3-4 dosis tambahan

k. Kalsium glukonat tidak boleh digunakan, dari kalsium


l. Atropin: mungkin bermanfaat untuk pengobatan simtomatik untuk bradikardi
pada nodus sinoatrial
m. (SA Nod) tetapi tidak akan dapat memperbaiki bradikardia yang disebabkan oleh
blok antrioventrikular, transkutaneous Pacing lebih dipilih
n. Glukagon: memiliki efek inotropik positif maupun chronoteopic positif. Glukagon
adalah antidot untuk zat toksik yang menurunkan kalsium intraseluler. Pemberian
glukagon dapat mengembalikan depresi miokardium pada kasus bradikardi berat
o. Dosis optimun tidak begitu diketahui
p. Regimen pemberian glukagon yang disarankan adalah pemberian intravena secara
lambat 5-10 mg diikuti oleh infus 1-5 mg/jam
q. Vasopressors; tangani hipotensi dengan cairan, dopamin, atau norepinefrin
r. Hiperinsulinemia dan therapi euglycemik. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa insulin dan pemberian glukosa meningkat metabolisme karbohidrat
miokardium dan kontraktilitas pada kasus overdosis calsium channel blocker.
Sebelum memulai pengobatan, pertimbangkan glucosa baseline pasien.
Dosis insulin bolus 1 IU/ kg
Dekstrosa 25 g (50 mL D50W) pada organ dewasa Dosis anak dekstrosa
0,25 g per kilogram (seperti dalam D25W)
Infus insulin 0,5 hingga 1U/kg per jam
Infus dekstrosa 0,5 g/ kg per jam untuk pasien anak dan dewasa

1. Antidepresan trisiklik
Antidepresan trisiklik merupakan protein berikatan tinggi dan larut dalam lemak. Hal
ini menyebabkan timbulnya kadar serum rendah yang tidak sebenarnya, zat ini tidak
mampu dihilangkan dengan dialisis, dan paruh eliminasinya Panjang. kondisi pasien
juga tidak cukup stabil untuk menjalani dialisis, jika memang diperlukan. onsetnya
cepat dan gejala dapat mencapai puncaknya segera setelah 60 menit sejak paparan.
Tiga jenis manifestasi toksik yang biasanya muncul pada overdosis antidepresan
trisiklik, adalah sebagai berikut:
a. kardiotoksisitas: penurunan hasil konduksi jantung
b. kompromi adrenergik: stimulasi alpha-adrenergik blok, dan jumlah katekolamin
berkurang.
c. Aktivitas antikolinergik: meskipun gejalanya dominan gejalanya dominan,
gejalaantikolinergik berdampak kecil terhadap morbiditas dan mortalita
12. Tanda dan gejala Keracunan
a. Efek antikoli
b. mual dan muntah
c. Tachydysrhythmias, interval PR memanjang, QRS Kompleks melebar, QT
memanjang, blok jantung, dan asistol
d. Hipotensi
e. Sinkop, kejang, dan koma berikan sesuai indikasi
f. serum antidepresan trisiklik secara klinis tidak berguna untuk kondisioverdosis

Efek Antikolinergik
Perifer Efek pada CNS
Penglihatan kabur Kecemasan
Penurunan motilitas usus Kebingungan
Dilatasi pupil Delirium
Mulut kering Disorientasi
Kulit kering Halusinasi
Demam Gangguan memori terbaru
Kulit kemerahan/flushed Inkoherensi bicara
Peningkatan denyut Paranoid
jantung Gerakan-gerakan tanpa tujuan
Sekresi berkurang
Retensi urine

a. Lakukan bilas lambung intubasi endok trakea biasanya dianjurkan sebelum lavage
Karena omset gejala toksik yang cepat.
b. Pertimbangkan untuk memberikan beberapa dosis arang aktif (periksa dulu
apakah ada ileus).
c. Pertimbangkan agen katarsis untuk melakukan penurunan motilitas khusus yang
disebabkan obat.
d. pantau destrimia jantung secara kontinyu karena hal ini dapat menjadi parah dan
mematikan.
e. Berikan natrium bikarbonat intravena. Alkolosis ringan dapat mengurangi insiden
distrik jaga PH serum antara 7,45 dan 7,55.
f. Kelola hipotensi dengan cairan isotonik dan dopamin atau norepien yang
diperlukan.
g. Berikan benzodiazepine jika kejang.
2. Digoxin
Digoxin diserapkan untuk pengobatan gagal jantung. Di goxim juga diberikan untuk
menurunkan respon ventrikel pada suprafentrikular talkikardi tertentu. Digitalis
bekerja dengan memperlambat konduksi nodus antriover dan meningkatkan
kontraktilitas efek inotropik positif penggunaan obat jantung lain secara bersamaan
dan biotik atau adanya hipoklemia dapat meningkatkan kejadian toksitas ringan pada
pasien yang menerima dosis terapi. Setelah paparan akut, gejala dapat mencapai
puncak dalam waktu 30 menit atau hingga 12 jam kemudian.
13. Tanda dan Gejala Keracunan
a. Disritmia, terutama bradikardi
b. Hiperklemia
c. Anoreksia, mual, dan muntah
d. Perubahan status mental atau gangguan penglihatan lihat tabel 30-5 untuk
informasi lebih lanjut.
14. Intervensi Terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan) sesuai indikasi.
b. Cek tingkat serum kuantitatif digoxin secara dan 6 jam Setelah paparan aku titik
kadar digozin yang lebih tinggi tidak akan memberikan dampak baik.
Tabel 30-5 Tanda dan gejala Toksitas digitalis
Toksitas ringan Toksitas berat
Anoreksia Penglihatan kabur
Bradikardi Delirium
Kebigungan Diare
Sakit kepala Disorientasi
Malaise Halusinasi
Mual dan muntah Blok sinoatrial dan atrioventrikular
Kontraksi ventrikel prematur Fibirilasi ventrikel
Gangguan visual Takikardi ventrikular

c. Berikan arang aktif.


d. Koreksi ketidakseimbangan elektrolitik, hipoglikemia dan hipovolemia.
e. Berikan atropin atau gunakan pacu jantung jika terjadi bradikardi.
f. Berikan Digoxin immune Fab, antidot digitalis.
g. Indikasi untuk pemberian Digoxin immune fab
- Paparan berat pada individu yang sebelumnya sehat (pasien dewasa 10 mg
pasien anak, 4 mg)
- Bradikardi yang tidak responsif terhadap atropin
- Distritmia ventrikel
- Tingkat Digoxin lebih dari 10 mg/ml
- Hiperkalemia (>5,5 mEq/L)
h. Dosis
- Setiap vial mengikat 0,5 mg digozin.
- Jumlah vial = (Digoxin tingkat (ng per mL) × berat badan pasien dalam kg)
dibagi 100
- Berikan dalam 30 menit. Jika situasi mengancam jiwa di goxin immune Fab
dapat diberikan sebagai bolus intravena. Cari pertolongan dari dokter pusat
penanganan racun.
i. Kewaspadaan
- Digoxin immune fab memiliki ptofil keamanan yang sangat baik tetapi
mungkin menyebabkan reaksi alergi.
j. Periksa penurunan kadar potasium.
k. Pantau adanya distritmia onset baru dan gejala-gejal Jantung kongestif pada
pasien yang telah mendapatkan digoxin.
3. Benzodiazepin
Benzodiazepine diberikan untuk mengatasi kecemasan, Sedasi, kejang, dan relaksasi
otot. Dirancang untuk menekan SSP, obat ini juga dapat menyebabkan hipotensi dan
depresi pernapasan jika overdosis. Untungnya, tingkat mortalitas yang terkait dengan
obat ini rendah. Kematian Biasanya karena paparan tambahan dari depresan CNS lain
seperti etanol.
15. Tanda dan Gejala Keracunan
a. Mabuk tanpa bau alkohol, bicara cadel, memori terganggu, atau koma
b. Depresi pernapasan
c. Dilatasi pupil
d. Nadi lemah dan cepat
16. Intervensi terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan lanjutan sesuai indikasi
b. Pantau secara ketat terhadap kemungkinan depresi pernapasan dan SSP.
c. Jangan melakukan induksi emesis karena depresi SSP.
d. Pertimbangkan bilas lambung Jika jumlah yang tertelan besar atau zat
dikombinasikan dengan obat-obatan lainnya. Pertimbangkan pemberian arang
aktif
e. Dengan perawatan suportif (mungkin termasuk ventilasi mekanik), overdosis
benzodiazepin umumnya hilang dengan sendirinya.
f. Berikan flumazenil, antidot khusus yang dapat membalikan efek Benzoidiazepin
Kewaspadaan
a. Jangan memberikan flu mazenil untuk pasien yang juga telah terpapar anti
depresan trisikliklik, kokain, atau agen penginduksi kejang lainnya
b. Jangan memberikan flumazenil untuk pengguna benzodiazepin kronis. Hal ini
dapat memicu kejang karena retraksi
c. Pantau status pernapasan dan amati Resedasi 30 - 60 menit setelah pemberian
flumazenil
17. Obat diabetes oral
Ada tiga kelompok obat diabetes, masing-masing dengan profil toksik yang berbeda:
sulfonilurea, termasuk glipizide, ghyburide, glimepiride, klorpropamid,
acetohexamode, tolazamida, dan tolbutamid. Meglitinides termasuk nateglinida dan
repaglinide. Kedua kelompok obat tersebut sangat beracun Pada pasien anak bahkan
pada dosis rendah. Biguanide (Metformin) dapat menghasilkan asidosis laktat yang
signifikan; hipoglikemia bukan merupakan efek toksik utama.
18. Tanda dan gejala keracunan
a. Sulfonilurea dan meglitinides
b. Hipoglikemia
c. Depresi SSP, termasuk, koma
d. kejang
e. Biguanide (Metformin) Asidosis laktat
19. Intervensi terapeutik
a. Perawatan suportif sesuai indikasi, termasuk pemberian cairan intravena dan
manajemen jalan nafas.
b. Pertimbangkan pemberian arang aktif
c. Berikan makanan atau jus jika pasien sadar
d. Infus dextrosa atau bolus untuk hipoglikemia.
e. Octrotide dapat digunakan untuk hipoglikemia yang tidak responsif terhadap
makanan atau dekst
f. Octrotide melawan pelepasan insulin
g. Dosis dewasa: 50 subkutan mcg atau intravena: ulangi setiap 6 jam sesuai
kebutuhan
h. Dosis pediatrik: 1 mcg/ kg subkutan atau intravena: ulangi setiap 6 jam sesuai
kebutuhan
i. Dialisis dapat dipertimbangkan U pada pasien dengan kadar laktat Tinggi
karena toksisitas merformin
j. Asidosis laktat dapat diobati dengan natrium bikarbonat. konsultasikan
dengan dokter atau dokter dari sentra informasi keracunan Nasional
(SIKERNAS).
F. Racun yang berasal dari lingkungan/ environmental Poisons
Zat besi
Kerajinan zat besi biasanya disebabkan oleh konsumsi suplemen zat besi. Pengobatannya
rumit karena faktanya tidak ada mekanisme fisiologis untuk ekskresi besi. Sangat penting
untuk mengidentifikasikan jenis besi yang tertelan dan menentukan jumlahnya, seperti
40-60 mg/ kg unsur besi dapat menyebabkan gejala yang parah.
1. Tanda dan gejala keracunan
- Tahap awal (0-2 jam Setelah konsumsi)
a. Mual, muntah, dan sakit perut
b. Hematemasis, tinja berdarah
c. Hipotensi
- Tahap kedua 2-48 jam setelah konsumsi)
a. Penurunan gejala gangguan gastrointestinal
b. Dehidrasi mungkin satu-satunya gejala yang muncul
-. Tahap ketiga (48 sampai 96 jam setelah konsumsi)
a. Asidosis metabolik
b. Koagulopati
c. Perdarahan dan syok
d. Kegagalan hati dan ginjal
2. Intervensi terapeutik
a. Berikan perawatan suportif dasar dan lanjutan sesuai indikasi
b. Pada pasien anak, induksi emesis mungkin lebih dipilih dari pada bilas
lambung karena sebagian besar pil dewasa berukuran besar (misalnya, vitamin
prenatal dan tidak akan cukup dimasukkan dalam tabung larvasi pediatrik.
Cari pertolongan dokter pusat pelayanan keracunan.

c. Arang Aktif tidak mengikat besi dengan baik.


d. Lakukan radiografi abdominal. Beberapa jenis tablet besi Radiopak terhadap
film abdominal. Vitamin kunyah yang mengandung zat besi biasanya tidak
terlihat.
e. Lakukan WBI jika ada bukti radiografi bahwa tablet zat besi melewati pilorus
atau jika zat besi tetap di perut setelah upaya-upaya lain pada saat
dekontaminasi.
f. Periksa tingkat zat besi serum 4 - 6 jam Setelah paparan.
g. Pertimbangkan terapi clelation dengan deferoxamine dengan dosis maksimal
15 mg/ kg per jam dengan infus kontinus. Terapi deferoxamine secara
kontinyu lebih dari 24 jam yang sangat meningkatkan risiko efek samping
yang parah.
h. Indikasi untuk deferoxamine
- Pasien simtomatik ketika kad ar zat besi tidak tersedia
- Menelan lebih dari 20 mg/ kg zat besi.
- Tanda-tanda signifikan dari keracunan besi seperti asidosis metabolik,
hipotensi dan perubahan status mental
i. Kadar besi serum lebih besar dari 500 mcg/dL.
j. Pemberian deferoxamine menyebabkan urine menjadi berwarna merah muda "
Vin Rose".
k. Lanjutkan infus deferoxamine sampai warna urine menjadi normal.
l. Operasi darurat dapat dilakuk untuk menghilangkan batu yang terbentuk dari
besi (Iron bezoars) dari saluran pencernaan. Iron bezoars dapat menyebabkan
nekrosis, perforasi usus, dan perdarahan masih intra-abdominalis. Meskipun
jarang diindikasikan, exchange transfusion mungkin perlu untuk tingkat
toksik yang lebih parah.
Pestisida
Organofosfat dan karbamat adalah dua kelas insektisida yang umum tersedia, dan
keduanya dapat menyebabkan keracunan serius. Pasien dengan paparan racun dari agen-
agen ini memiliki presentasi klinis yang serupa, namun durasi gejala karbamat biasanya
lebih pendek. Organofosfat dan karbamat mengikat acetylcholinesterase, yang
memungkinkan akumulasi asetilkolin pada neuroreceptor. Ini menyebabkan krisis
kolinergik. Pestisida mudah diserap dengan paparan secara oral, dermal, atau inhlasi.
Pasien geriatri dan anak mungkin lebih beresiko mengalami efek samping yang serius
dari paparan organofosfat karena tingkat cholinestrase mereka lebih rendah. 4
Tanda dan Gejala Keracunan. Tabel 30-6 merangkum tanda-tanda toksitas
pestisida.
3. Intervensi Terapeutik
a. Dekontaminasi pasien untuk mengurangi penyerapan lebih lanjut dan mencegah
paparan sekunder pada petugas kesehatan.
b. Berikan perawatan suportif dasar dan lanjutan sesuai indikasi
c. Tangani hipotensi dengan cairan dan vaspressor (mengatasi bradikardi dan
meningkatkan tekanan darah.

Tabel 30-6 Efek klinis Keracunan Pestisida (Acetylcholine


Excess)
Jaringan Atau Organ Efek
Efek muskarinik
Kelenjar keringat Berkeringat
Pupil Kontriksi pupil
Kelenjar lakrimal Lakrimasi
Kelenjar ludah Air liur berlebihan
Saluran bronkial Mengi
Gastrointestinal Kram, muntah, diare, tenesmus
Kardiovaskuler Bradikardi, jatuh tekanan darah
Badan siliaris Penglihatan kabur
Kandung kemih Inkontinensia urine
Efek nikotin
Otot lurik Faskulasi, kram, kelemahan, berkedut, kelumpuhan,
malu, pernapasan, sinosis, pernapasan
Takikardi, tekanan darah tinggi
Ganglia simpatis Kecemasan, kegelisahan, ataksia, kejang, insomnia,
Sistem saraf pusat koma, refleks tidak ada, Cheyne-Strokes
pernapasan, depresi pernapasan sirkulasi
(Amelia kurniati, SK, p et al., 2018)

4. keracunan
Hipoksia
a. Kejang
b. Asidosis metabolik
c. Hipotensi
d. Disritmia
e. Henti napas
Zat Distilat Petrol (Petroleum Distillates)
Minyak tanah, cairan dalam korek, minyak mineral, cat fiture, terpentin, bensin, dan
banyak insektisida mengandung distilat petrol. Komplikasi biasanya terjadi karena
aspirasi atau masalah paru-paru lainnya. Aspirasi hidrokarbon menghasilkan depresi
SSP sementara atau aksitas. Kulit, usus, dan paru-paru mudah menyerap produk
destilat petrol, seperti halnya pestisida.

5. Tanda dan Gejala Keracunan


a. Kesulitan pernapasan (aspirasi distilat petrol dapat menyebabkan respons inflamasi
paru yang masif)
b. Terlihat infiltrasi pada radiografi dada
c. Gas darah arteri abnormal
d. Disritmia
G. antidot yang tersedia saat ini
Antidot merupakan antagonis fisiologis yang dapat menghilangkan tanda-tanda atau
gejala keracunan Tabel 30-7 memberikan panduan singkat untuk racun dan antidotnya.
Obat baru telah ditambahkan dan obat- obatan yang lama akan dihapus dari daftar ini
secara teratur. Untuk informasi dan bantuan saat ini terkait manajemen pasien,
hubungi ahli di pusat kendali keracunan di daerah Anda
H. pencegahan dan pendidikan
Kontener yang bersifat child-resistant bukanlah pengganti untuk pendidikan
pencegahan keracunan di rumah yang terdapat anak-anak di dalamnya.
Perawat gawat darurat berada di posisi yang sangat baik untuk mengedukasi
pasien dan masyarakat tentang penggunaan obat yang tepat, penyimpanan racun yang
aman, dan risiko terkait penyalahgunaan zat rekreasional. (Amelia kurniati, SK, p et
al., 2018)

TABEL 30-7 ANTIDOT

- Karbamat - atropine,pralidoxime - antropine dalam jumlah yang sanuat


Besar bungkin diperlukan. Berikan
Dosis loading pralidoksim diikuti
Dengan infus kontinu.
-Organofosfat
-Obat neuroleptic(haloperidol, -benztropine - dengembalikan dystonia dengan inhibisi
Fenotiazin,thioxonthenes) dan kompetitif reseptor muskarinik dan
Metoclopramide. Blockade dopamine-reuptake
-calcium channel blockers -kalsium klorida(obat - jumlah besar mungkin diperlukan.
Bersifat pilihan kecuali jaga kadar serum Ca++ <11mg/dl.
Pasien asidosis)
- luka bakar akibat asam -kalsium glukonat - 2,5% kalsium glukonat gel untuk
Flourida paparan kulit. 10% kalsium glukonat
Berinfiltrasi secara lokal disekitar luka
Bakar akibat asam fluoride(atau dapat
Diberikan sebagai infus intra arteri ke
Ekstremitas yang terkena).
-hiperkalemia dan -kalsium glukonat berikan secara perlahan
Hipermagnesemia intravena
-sianida dan hydrogen -kit sianida - ikuti instruksi dalam kit. Kadar oksigen
Sulfide dan methemoglobin harus dikontrol
Secara ketat. Jangan gunakan
Blue jika terjadi pengeluaran methemog
Lobin dalm jumlah banyak. Untuk
Keracunan hydrogen sulfide,jangan
Gunakan sodium thiosulfate, gunakan
Nitrin saja.

Arsenik, Timah ensefalofi, emas Dimercaprol Logam berat menghambar enzim yang
mengandung sulfidril: produk dari cheleted
mercatide yang bersifat sedikit beracundan
lebih mudah daripada logam berat.
Fenotiazin Depenhidramin Depehidramin hati-hati pada orang dengan
paparan obat yang diakibatkan obat.
Benzodiazepin Flumazenil gunakan hati-hati pada orang dengan paparannobat
yang tudak diketahui. Kejang dapat terjadi
dengan efek berlawanan dari benzodiazepi, pada
pengguna kronis tertutana dengan antidepresan
trislik atau kokain keracunan.
Nirit dan anastesi lokal Methylene blue Methylene blue reduktor yang mengubah
methemoglobin menjadi hemoglobin.
Sulfonilurea (agen hipoglimek oral) Octreotide merangsang pelepasan insulin dari sel-sel pulau
beta pankreas. Gunakan untuk overdosis tahan api
untuk pemberian glukosa
Parasetamol N-aceptylycysteine N-aceptylycysteine adalah pengganti glutathione
yang ,encegah pembetukan metabolok perantara
yang beracun. Lebih baik jika diberikan dalam
waktu 8 jam setelah paparan tetapi dapat juga
diberikan sampai 24 jam.
Tricylcic Sodium bicarbonate selain dikontaminasi lambung, natrium
bikarbonat adalah intervensi yang paling baik
uuntuk penatalaksanaan overdosis.
(Amelia kurniati, SK, p et al., 2018)

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diingingkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian
secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpanjang serta efek yang
ditimbulkannya. Efek toksik atau efek yang tidak diingingkan dalam sisitem biologis
tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan
lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan
bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat
kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang
mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana
zat kimia tersebut berbahaya.

B. Saran
Sebagai perawat dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan perawat harus lebih
tanggap dalam mengidentifikasi kasus kegawatdaruratan ini dan dapat memberikan
tindakan yang cepat, tepat kepada pasien. Lebih serinh membaca dan menelaah
jurnal terbaru akan sangan membantu pemahaman perawat dalam penanganan pasien
dengan kegawatdaruratan toksikologi.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia kurniati, SK, p, M., Yanny Trisyani, SK, p, MN, P., & Siwi Ikaristi Maria Theresia, Ns,
M. (2018). keperawatan gawat darurat dan bencana sheehy (C. Belinda B. Hammond,
MSN,RN,CEN (ed.)).

Dantje T. Sembel, B,agr.sc ., ph. d. (2015). Toksikologi Lingkungan. penerbit andi.

Fitriana, N. F. (2019). Optimalisasi kemampuan penanganan kegawatdaruratan keracunan bahan


kimia rumah tangga menggunakan sarana telenursing di Desa Karang Rau Sokaraja.
Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019,
126–131.

Anda mungkin juga menyukai