Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kepatuhan Berobat Pasien Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Menurut WHO Hipertensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah

dalam arteri ketika jantung sedang berkontraksi (sistolik) sama dengan atau diatas 140

mmHg dan tekanan darah saat jantung sedang berelaksasi (diastolik) sama dengan atau

diatas 90 mmHg (WHO, 2013) Hipertensi adalah salah satu faktor penting sebagai

pemicu penyakit tidak menular (Non Communicable Disease = NCD) seperti penyakit

jantung, Stroke, dan lain lain yang saat ini menjadi momok penyebab kematian nomer

satu di dunia (Kemenkes RI, 2015).

b. Klasifikasi Hipertensi

Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2014), mengklasifikasikan Hipertensi

menjadi:

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer (esensial atau idiopatik) merupakan peningkatan tekanan darah

tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90%-95% dari semua kasus hipertensi.

Meskipun hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya, namun beberapa faktor

yang berkontribusi meliputi: peningkatan aktivitas, produksi sodium- retaining

7
8

hormones berlebihan dan vasokonstriksi, peningkatan masukan natrium, berat badan

berlebihan, diabetes melitus, dan konsumsi alkohol berlebihan

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan penyebab yang

spesifik dan biasanya dapat diidentifikasi. Hipertensi sekunder diderita oleh 5%-

10% dari semua penderita hipertensi pada orang dewasa. Ignatavicius, Workman,

&Winkelman (2016) menyatakan bahwa penyebab hipertensi sekunder meliputi

penyakit ginjal, aldosteronisme primer, pheochromocytoma, penyakit Chusing’s,

koartasio aorta (penyempitan pada aorta), tumor otak, ensefalitis, kehamilan, dan

obat (estrogen misalnya, kontrasepsi oral; glukokortikoid, mineralokortikoid,

simpatomimetik).

Klasifikasi hipertensi menurut American Heart Assosiation (AHA) tahun 2014

dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120 –139 80 –89
Hipertensi stage I 140 –159 90 –99
Hipertensi stage II >160 >100
Hipertensi stage III >180 >110

c. Etiologi Hipertensi
9

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar

patologis yang jelas.Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.Penyebab

hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi

kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah

terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain - lain. Sedangkan yang termasuk

faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain -

lain (Nafrialdi, 2009).

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya

hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.

Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada

berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)

memberikan risiko 65 – 70% untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).

d. Tanda dan Gejala Hipertensi

Hipertensi kadang di sebut sebagai “Silent Killer” karena biasanya orang yang

menderita tidak mengetahui gejala sebelumnya dan gejalanya baru muncul setelah

sistem organ tertentu mengalami kerusakan pembuluh darah (Smeltzer dkk, 2010).

Dalmartha dkk (2012) menyatakan bahwa gejala hipertensi yang umum di

jumpa yaitu :

1. Pusing

2. Mudah marah

3. Telinga berdenging

4. Mimisan (jarang)
10

5. Sukar tidur

6. Sesak nafas

7. Rasa berat di tengkuk

8. Mudah lelah

9. Dan mata berkunang-kunang

Menurut Nurarif & Kusuma (2013) tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan

menjadi:

a. Tidak Ada Gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal

ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak

terukur.

b. Gejala Yang Lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang

mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

e. Penatalaksanaan Hipertensi

Hipertensi dapat ditatalaksana dengan menggunakan perubahan gaya hidup atau

dengan obat-obatan. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan

garam tidak melebihi seperempat sampai Asupan garam berlebih Jumlah nefron

berkurang stres Perubahan genetis obesitas Bahan-bahan yang erasal dari endotel

Retensi natrium ginjal Penurunan permukaan filtrasi Aktivitas berlebih saraf simpatis
11

Renin angiotensin berlebih Perubahan membrane sel Hiperinsulin-emia Kontriksi vena

Volume cairan Hipertrofi structural Konstriksi Fungsional Kontraktilitas Preload

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer setengah sendok teh atau enam

gram perhari, menrunkan berat badan yang berlebih, menghindari minuman yang

mengandung kafein, berhenti merokok, dan meminum minuman beralkohol. Penderita

hipertensi dianjurkan berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama

20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Cukup istirahat (6-8 jam) dan

megendalikan istirahat penting untuk penderita hipertensi. Makanan yang harus

dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah sebagai berikut: (Kemenkes RI,

2013).

1. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak, ginjal, paru,

minyak kelapa, gajih.

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium,seperti biskuit, kreker,

keripik, dan makanan kering yang asin.

3. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin,

pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.

4. Susu full cream, margarine,mentega, keju mayonnaise, serta sumber protein

hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau kambing, kuning

telur, dan kulit ayam.

5. Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, korned, sayuran serta

buah-buahan kaleng, dan soft drink.


12

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco, serta

bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

f.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) Hb/Hct : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas,

anemia.

b) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c) Glucosa :Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh

pengeluaran kadar ketokolamin.

d) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

2. CT Scan Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3. EKG Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

4. IUP Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti Batu ginjal, perbaikan ginjal.

5. Photo Thorax Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran

jantung

g. Komplikasi

Menurut WHO (2011) menyatakan bahwa hipertensi dapat menyebabkan

kerusakan serius pada kesehatan. Hal ini dapat mengeraskan arteri, mengurangi aliran

oksigen darah ke jantung yang dapat menyebabkan nyeri dada (angina), gagal
13

jantunmg ( jantung tidak dapat memompa darah dan oksigen ke orang lain ), serangan

jantung (terjadi ketika pasokan darah ke jantung tersumbat dan mneyebabkan kematian

otot jantung karena yang tidak adekuat, semakin lama aliran darah tersumbat, semakin

besar kerusakan pada jantung), dan stroke ( terjadi ketika pembuluh darah di otak

pecah dan memblock arteri yang mengalirkan darah dan oksigen ke otak).

h. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku

seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya

hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO 2003) dalam

Syamsiyah (2011). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari

perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan Lawrence

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010).

Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat

berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut peran

aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang

ditentukan. Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi merupakan usaha

bersama antara pasien dan dokter yang menanganinya (Burnier,2012).

i.Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan respon sangat

bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Lawrence Green (1980) dalam
14

Notoatmodjo (2010) menjabarkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga

faktor yaitu predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Ketika faktor tersebut

akan diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi

dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat

dimaksud sebagai prevelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam

suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung atau menghambat

perilaku sehat. Faktor predisposisi melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan

persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk

melakukan suatu tindakan. Selain itu status sosial-ekonomi, umur, pekerjaan, dan

jenis kelamin juga merupakan factor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan

dan tingkat pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang memungkinkan

aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang

dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi

pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi,

waktu pelayanan dan keterampilan petugas).

c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku dalam memberikan

ganjaran atau hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau
15

lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan

manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima oleh pihak

lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga kesehatan, kawan,

keluarga, atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif dan negatif tergantung pada

sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan.

j.Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan

Smet (1994)dalam sunaryo (2013) menyebutkan beberapa strategi yang dapat

dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:

1. Meningkatkan kontrol diri. Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk

meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena dengan adanya

kontrol diri yang baik dari penderita akan semakin meningkatkan kepatuhannya

dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri dapat dilakukan meliputi kontrol berat

badan, kontrol makan dan emosi.

2. Meningkatkan efikasi diri. Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang

penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk

dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya.

3. Mencari informasi tentang pengobatan. Kurangnya pengetahuan atau informasi

berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi

mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat

dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program

pendidikan di rumah sakit. Penderita hendaknya benar-benar memahami tentang

penyakitnya dengan cara mencari informasi penyembuhan penyakitnya tersebut.


16

4. Meningkatkan monitoring diri, Penderita harus melakukan monitoring diri, karena

dengan monitoring diri penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan dirinya

seperti keadaan tekanan darah.

2.1.2 Kepemilikan BPJS Kesehatan

a. Kepemilikan BPJS

Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah bekerja di

Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14

UU BPJS.[1] Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS.

Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib

mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan

ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran

BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.

Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun

juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan.

Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan

manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai

secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah

memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan

BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun

dengan melakukan upaya efisiensi. (BPJS Kesehatan,2014).


17

Menurut Yustisia (2014) Peserta BPJS Kesehatan terbagi menjadi 2 kelompok,

yaitu :

a) Penerima Bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, diantaranya: fakir miskin dan

orang tidak mampu dengan menetapan peserta sesuai ketentuan perundang-

undangan.

b) Bukan Penerima Bantuan Iuran (NON PBI) Jaminan Kesehatan, diantaranya:

1. Pekerja penerima upah :

a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota TNI

c. Anggota Polri

d. Pejabat Negara

e. Pegawai Pemerintan Non-Pegawai Negeri

f. Pegawai swasta

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima upah

2. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBUP)

a. Pekerja di luar Hubungan Kerja atau Pekerja Mandiri

b. Pekerja lain yang memenuhi Kriteria Kerja bukan penerima upah

3. Bukan Pekerja (BP)

a. Investor

b. Pemberi Kerja

c. Penerima Pensiun

d. Veteran
18

e. Perintis Kemerdekaan

f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu

membayar iuran.

b. Pengertian BPJS kesehatan

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar

iuran atau iurannya di bayarkan oleh pemerintah. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

( BPJS ) Kesehatan adalah Badan hukum yang di bentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan kesehatan (kemenkes RI, 2012).

Sedangkan Menurut UU no. 24 tahun (2011) tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan

Ayat (2), pasal 9 ayat (1) dan UU. No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, Pasal 1 Angka 8,

Pasal 4 Dan Pasal 5 ayat (1)) memberikan keterangan bahwa: Badan Penyeleggara

jaminan social kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum publik yang

bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan

kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling

singkat 6 (enam) Bulan di Indonesia. Undang-undang BPJS menetukan bahwa BPJS

Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan

Kesehatan menurut Undang-undang SJSN diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan(BPJS-Kesehatan.2014).


19

c. Visi dan Misi BPJS

Visi BPJS Kesehatan 2021 yaitu “Terwujudnya JKN-KIS Semesta yang

Berkualitas dan Berkesinambungan bagi Seluruh Penduduk Indonesia”. Dalam upaya

mendukung pencapaian Visi ini, kami juga telah menetapkan lima Misi BPJS

Kesehatan 2016-2021, yaitu:

1) Meningkatkan kualitas layanan yang berkeadilan.

2) Memperluas kepesertaan JKN-KIS mencakup seluruh Penduduk Indonesia.

3) Menjaga kesinambungan Program JKN-KIS.

4) Memperkuat kebijakan dan implementasi Program JKN-KIS, serta.

5) Memperkuat kapasitas dan tata kelola organisasi. Visi dan Misi 2016-2021 ini

diharapkan dapat semakin mengoptimalkan penyelenggaraan Program JKN-KIS

melalui suatu kerangka program yang sustain dan berkualitas, guna meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia.(BPJS-Kesehatan,2017).

d. Manfaat BPJS Kesehatan

Manfaat Jaminan Kesehatan yaitu meliputi kesehatan tingkat pertama dan

Pelayanan Kesehatan rujukan atau lanjutan ( BPJS Kesehatan 2014).

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik

mencakup:

a) Administrasi pelayanan

b) Pelayanan promotif dan preventif

c) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis


20

d) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

e) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

f) Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

g) Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama

h) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan

mencakup:

a) Rawat jalan, meliputi:

1) Administrasi pelayanan

2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan

sub spesialis

3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5) Pelayanan alat kesehatan implant

6) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis

7) Rehabilitasi medis

8) Pelayanan darah

9) Pelayanan kedokteran forensic

b) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan Rawat Inap yang meliputi:

1) Perawatan inap non intensif

2) Perawatan inap di ruang intensif

3) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri


21

e. Fungsi, Tugas, Wewenang BPJS Kesehatan

BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan

seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan

wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti

batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur

kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.

1. Fungsi BPJS Kesehatan

Undang undang BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU

SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan. Tugas BPJS Kesehatan.

2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:

a) Melakukan atau menerima pendaftaran peserta

b) Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja

c) Menerima bantuan iuran dari Pemerintah

d) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

e) Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan social


22

f) Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan program jaminan sosial; dan

g) Memberikan informasi mengenai menyelenggarakan program jaminan kesehatan

kepada masyarakat.

3. dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:

a) Menagih pembayaran Iuran.

b) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka

panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,

keamanan dana, dan hasil yang memadai.

c) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi

kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan jaminan sosial nasional.

d) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran

fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh

Pemerintah;

e) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

f) Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak

memenuhi kewajibannya

g) Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidak

patuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


23

h) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program

jaminan sosial.

2.1.3 Hubungan Kepemilikan BPJS dengan Kepatuhan Berobat Pasien

Hipertensi

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan

bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam menjalani

Pengobatan yaitu:

1. Faktor predisposisi

2. Faktor pemungkin

3. Faktor penguat

Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dan berhubungan dalam perilaku pengobatan

individu, begitu juga dengan perilaku kepatuhan penderita penyakit Hipertensi dalam

menjalani pengobatan.

Diantara faktor diatas faktor pemungkin sangat berpengaruh terhadap penelitian

Kepemilikan BPJS dengan Kepatuhan Berobat Pasien Hipertensi, karena di dalam

faktor pemungkin terdapat kepemilikan asuransi yang sesuai dengan penelitian yang di

lakukan.

Asuransi kesehatan merupakan asuransi yang obyeknya adalah jiwa, tujuan

asuransi kesehatan adalah memperalihkan risiko biaya sakit dari tertanggung (pemilik)

kepada penanggung. Sehingga kewajiban penanggung adalah memberikan pelayanan

(biaya) perawatan kesehatan kepada tertanggung apabila sakit (Undang-Undang


24

No.40/2014). Ketersediaan atau keikutsertaan asuransi kesehatan berperan sebagai

faktor kepatuhan berobat pasien dengan adanya asuransi kesehatan didapatkan

kemudahan dari segi pembiayaan sehingga lebih patuh dibandingkan dengan yang

tidak memiliki asuransi kesehatan.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan Istiana Nurhidayati

(2017) di dapatkan hasil analisis p value 0,000 yang berarti ada hubungan antara

kepemilikan BPJS dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh

nilai OR =3,058, artinya penderita hipertensi dengan yang memiliki BPJS kesehatan

berpeluang patuh 3,058 kali dibandingkan penderita hipertensi yang tidak memiliki

BPJS Kesehatan. Sejalan dengan dengan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi

kepatuhan pengobatan penyakit kronik yang dipaparkan oleh CDC Amerika (2013).

Faktor ekonomi yang berpengaruh pada kepatuhan pengobatan penyakit kronik adalah

asuransi kesehatan dan biaya pengobatan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mengacu pada teori yang di kembangkan Lawrence Green (1980)

dalam notoatmodjo (2010) bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi seseorang daalam

menjalani pengobatan diantaranya: (1) faktor predisposisi umur, jenis kelamin,

keyakinan,pekerjaan, pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang yang berpengaruh

terhadap kepatuhan dalam menjalani pengobatan Hipertensi (2) faktor pemungkin

meilputi keikutsertaan Asuransi/BPJS, kepemilikan BPJS disini sangat penting untuk

bisa membantu meringankan biaya seorang individu dalam menjalani pengobatan


25

Hipertensi (3) faktor penguat meliputi Tenaga kesehatan dan keluarga yang dapat

memberikan motivasi seseorang agar bisa patuh dalam menjalani pengobatan

Hipertensi.

Selain faktor diatas, menurut puspita (2016) faktor utama yang mempengaruhi

kepatuhan berobat pasien hipertensi diantaranya lama menderita dan status pekerjaan

berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang dalam menjalani pengobatan Hipertensi.


26

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Kepemilikan BPJS dengan

Kepatuhan Berobat Pasien Hipertensi

1.Faktor Predisposisi :

- Jenis kelamin
- Tingkat pendidikan
- Tingkat pengetahuan
- umur

2.Faktor Pemungkin
Patuh
- Kepemilikan Asuransi Kepatuhan Berobat
/BPJS Pasien Hipertensi
Tidak Patuh
- Jarak
- Ketersediaaan
transportasi
- Waktu pelayanan
1.Lama menderita
3.Faktor Penguat
2.Status pekerjaan
- Dukungan keluarga
- Motivasi berobat
- Peran tenaga kesehatan

Keterangan :

= Variabel yang di teliti

= Variabel yang tidak di teliti

= Arah hubungan yang di teliti

= Arah hubungan yang tidak di teliti

(Sumber : Modifikasi Teori Lawrence Green(1980) dalam Notoatmodjo (2010) dan


Puspita (2013).
27

2.3 Hipotesis

Ho : Tidak terdapat Hubungan kepemilkan BPJS dengan kepatuhan berobat

pasien Hipertensi

Hi : Terdapat Hubungan kepemilikan BPJS dengan kepatuhan berobat pasien

Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai