Anda di halaman 1dari 3

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI DALAM

PENCEGAHAN KOMPLIKASI HIPERTENSI DIPUSKESMAS MATITI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia dan
faktor risiko yang paling umum untuk penyakit kardiovaskular dan belum dikontrol secara
optimal di seluruh dunia. Namun, hal itu dapat dicegah dan diobati secara efektif untuk
mengurangi risiko stroke dan serangan jantung. Tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan
darah untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah melebihi batas normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada penilaian berulang. Hipertensi disebut juga tekanan darah tinggi, yang
disebabkan oleh tidak berfungsinya pembuluh darah ketika darah yang membawa oksigen dan
nutrisi terhambat untuk mencapai jaringan tubuh (Hastuti, 2020).
Secara umum, tekanan darah tinggi lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita
hingga usia 55 tahun. Hipertensi berhubungan dengan jenis kelamin dan usia pada pria. Namun,
seiring bertambahnya usia. Pria memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi karena
beberapa faktor risiko lain, seperti kelelahan, stres, pekerjaan, merokok, alkohol, dan makan
yang tidak terkontrol. Namun, wanita di usia 60-an memiliki peningkatan risiko tekanan darah
tinggi karena wanita pascamenopause memiliki mekanisme perlindungan pembuluh darah
melalui hormon estrogen (Verra Widhi A, Tasman, 2021).
Tekanan darah sistolik secara bertahap meningkat seiring bertambahnya usia, dan orang
lanjut usia dengan hipertensi berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular. Faktor usia
memiliki pengaruh penting terhadap tekanan darah karena risiko tekanan darah tinggi meningkat
seiring bertambahnya usia. Orang yang berusia di atas 40 tahun menderita suatu kondisi di mana
dinding pembuluh darah kehilangan elastisitasnya. Angka kejadian hipertensi meningkat antara
usia 50 dan 60 tahun pada usia 60 tahun (Irwansyah, 2021).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah kondisi medis serius yang secara signifikan meningkatkan risiko penyakit jantung, otak,
ginjal, dan penyakit lainnya. Angka kejadian hipertensi di dunia pada tahun 2021 diperkirakan
sebanyak 1,28 miliar orang dewasa berusia 30-79 tahun di seluruh dunia menderita hipertensi,
sebagian besar (dua pertiga) tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kasus
hipertensi global sebesar 22% dari total populasi dunia. Prevalensi kejadian hipertensi tertinggi
berada di benua Afrika 27% dan terendah di benua amerika 18%, sedangkan di asia tenggara
berada diposisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi sebesar 25% (Cheng, et al 2020).
Kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, dilaporkan 49,7% penyebab kematian. salah
satunya adalah hipertensi (Sartika et al., 2020). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
prevalensi pasien hipertensi yang sudah didiagnosis umur ≥ 15 tahun yaitu 820.878 orang (Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, 2020). Berdasarkan Riskesdas 2019 prevalensi hipertensi berdasarkan
hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan
(44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur
31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2019 bahwasanya prevalensi hipertensi di Indonesia
mencapai 34,11%. Prevalensi hipertensi di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019 Sebanyak
29,19% untuk prevalensi di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 484.684 jiwa (Sumatera Utara,
2019). Salah satu desa yang ada di Kabupaten Deli Serdang adalah Desa Sikeben yang berada di
Kecamatan Sibolangit, Sumatera Utara yang merupakan desa dengan mayoritas penduduk
bekerja sebagai petani dan peternak yang mengharuskan mereka bekerja dari pagi sampai sore.
Karena Kesibukan tersebut hal ini menyebabkan masyarakat di Desa Sikeben tidak memiliki
waktu untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Sehingga peneliti banyak menjumpai
masyarakat yang tidak sadar bahwasanya mereka mengalami hipertensi. Selain itu gaya hidup
masyarakat yang buruk di desa ini dapat menyebabkan hipertensi adalah merokok. Prevalensi
hipertensi di Sumatera Utara cukup tinggi yaitu sebesar 24,7% (Simamora & Rista, 2021).
Sumatera Utara memiliki pravalensi hipertensi 29,19% dari jumlah penduduk di Sumatera
Utara.Pravalensi Hipertensi di kota Medan sebesar 4,97%. (Kemenkes RI, 2019).
Data yang diperoleh dari Kabupaten Humbang Hasundutan dilihat dari pencapaian pelayanan
kesehatan penyakit kronis diketahui dari 53.004 penderita hipertensi hanya 17.904 (33,78%)
yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan dari 380 penderita Diabetes Mellitus,
terdapat 371 orang (97,63%) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (Dinas
Kesehatan Sumut, 2020). Pravalensi Hipertensi berdasarkan Hasil Pengukuran pada
Penduduk Umur ≥ 18 Tahun menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, tercatat
pravalensi tertinggi yaitu: Kabupaten Karo 45,49%, Tertinggi ke dua yaitu:Tapanuli Utara
41,02%, dan urutan ke tiga tertinggi yaitu: Humbang Hasundutan 37,69%, .

Berdasarkan Data Tahun 2022 dari Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul
didapatkan bahwa Hipertensi merupakan urutan kedua penyakit terbesar yaitu sebanyak
9.262 jiwa dari seluruh kalangan usia.(Badan Layanan Umum Daerah RSUD
Doloksanggul).

Penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Badung Tahun 2021
sebanyak 8.188 orang (96,3%). Persentase penderita hipertensi yang mendapat pelayanan
kesehatan menurut Puskesmas Kuta Utara sebesar 92% yang berarti belum seluruhnya penderita
hipertensi mendapatkan pelayanan (Profil Kesehatan Badung, 2022). Tekanan darah yang tinggi
umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi seperti penyakit jantung, gagal jantung
kongestif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup (Oktaria, dkk
2023).
Gejala dari hipertensi sangat bervariasi dimulai dari tanpa gejala, sakit kepala ringan/rasa berat
ditengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdenging, dan mimisan. Gejala yang paling sering dikeluhkan klien hipertensi adalah nyeri
kepala sampai tengkuk. Nyeri yang timbul pada kasus hipertensi diakibatkan karena ada
penyempitan pembuluh darah akibat vasokontriksi sehingga tekanan vaskuler serebral meningkat
(Mauliddia,
dkk 2022)
Berbagai upaya diperlukan untuk mengatasi hipertensi yaitu dengan terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis dapat diberikan dengan anti hipertensi tunggal maupun
kombinasi. Pemberian obat anti hipertensi didasari ada atau tidak kondisi khusus (komorbid
maupun komplikasi). Terapi non farmakologis berupa terapi tanpa menggunakan obat-obatan
melainkan menggunakan terapi pendamping yang berguna meredakan nyeri. Terapi non
farmakologis yang dapat digunakan mengatasi nyeri pada hipertensi adalah menggunakan
aromaterapi (Febriani, dkk 2022).

Anda mungkin juga menyukai