Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah bagi dunia.

Penyakit tidak menular sering dikenal juga sebagai kondisi kronis.

Penyakit kronis dideskripsikan menjadi keadaan klinis atau kasus

kesehatan akan berhubungan pada gejala-gejala atau masalah yang

memerlukan pengurusan terus - menerus. Menurut data dari WHO, jumlah

penyakit kronis di dunia ini menjangkau 70%. Merupakan kasus

mengakibatkan kematian presentse ini hendak melonjak dari tahun ke

tahun. (Melizza et al., 2020)

Berdasarakan data World Health Assembly di dapatkan 74%

kematian secara global di sebabkan oleh penyakit - penyakit tidak menular

(PTM). Penyakit - penyakit yang tergolong kedalam kumpulan penyakit

yang tak menular adalah sebagai berikut : hipertensi, jantung, diabetes,

stroke dan kanker. Hipertensi menjadi satu dari sekian kumpulan penyakit

tidak menular serta masih jadi satu dari sekian permasalahan medis dengan

masalah yang cukup berbahaya di dunia. (WHO, 2018)

Hipertensi yaitu salah satu dari penyakit tidak menular (PTM)

dengan sebutan silent killer karena hipertensi tak membawa tanda yang

khusus tapi dapat memicu angka stroke, serangan jantung, penyakit ginjal

kronis bahkan kebutaan bila dibiarkan.(Adriansyah & Sari, 2021).

1
2

Terlebih lagi hipertensi pun satu dari sekian sebab primer kematian dini di

dunia. (Saraswati et al., 2022)

Sebanyak 1,13 miliar masyarakat di dunia mengalami tekanan

darah tinggi, dari data World Health Organization (WHO) yang dimana

satu dari tiga orang di dunia mengalami tekanan darah tinggi. Jumlah

penderita tekanan darah tinggi terus naik dari tahun ke tahun, dan

diperkirakan 1,5 miliar masyarakat akan menderita hipertensi dan diduga

10,44 juta meninggal karena tekanan darah tinggi serta komplikasinya dari

tahun ke tahun pada tahun 2025. (Saraswati et al., 2022)

World Health Organization (WHO) mengatakan hipertensi

merupakan satu dari sekian pemicu utama kematian di dunia. Prevalensi

tekanan darah tinggi secara mendunia saat ini yaitu, 22% dari populasi

dunia. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa Asia Tenggara merupakan

peringkat ke-3 yang tingkat prevalensinya 25% dari total populasi.

Menurut Riskesdas di tahun 2018 bahwasanya 44,13% warga jabar

mengalami tekanan darah tinggi. Dinas Kesehatan Kota Sukabumi di

tahun 2018 dari 219.324 warga berusia ≥ 15-59 tahun, sebanyak 22.127

warga (10,1%) selepas dilakukan skrining PTM dalam pemeriksaan faktor

risiko hipertensi diperoleh 4.324 warga (2%) menderita hipertensi.

(Adriansyah & Sari, 2021)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi itu ialah tekanan darah yang

melampaui batas wajar yaitu 120/80 mmHg. Hipertensi dapat

diakibatkan oleh banyak faktor seperti umur, jenis kelamin, dan


3

faktor genetik. Hipertensi pun bisa jadi satu dari sekian gangguan rasa

nyaman yang diderita pasien yang bisa terbentuk pada aspek biologis,

psikologis, sosial dan spiritual. Hipertensi lazimnya terjadi kepada usia

lanjut, tetapi banyak penelitian memperlihatkan jika hipertensi bisa timbul

dari usia dewasa serta prevalensinya menunjukan kenaikan di 10 tahun

terakhir. (Edi & Nandasari, 2020)

Tanda dan gejala dari hipertensi yaitu, mengalami peningkatan

darah ≥140/ 90 mmHg, mengalami nyeri dan pusing pada kepala,

mengalami rasa gelisah, mengeluhkan leher kaku, palpitasi (sensasi

jantung berdenyut kencang), mengalami pandangan kabur, merasakan

udah lelah dan lemas. (Maryani et al., 2022). Tanda dan gejala pada pasien

hipertensi tidak semua mempunya ciri yang terlihat, kebanyakan dari

penderitanya tau mengalami hipertensi sehabis dilakukannya pemeriksaan

di sarana kesehatan baik primer ataupun sekunder. Masalah ini pun yang

membuat hipertensi diketahui dengan panggilan the silent killer.

(Kemenkes RI, 2018).

Penyebab hipertensi tidak terlihat dengan jelas, tetapi ada sejumlah

faktor resiko yang jadi penyebab timbulnya hipertensi, diantaranya yaitu

stress, kegemukan, merokok, sensitifitas pada angiotensin,

hiperkolesteroemia, kurang olah raga, genetik, obesitas, ateroskllerosis,

kelainan ginjal, gaya hidup. (Harsismanto et al., 2020). Hipertensi juga

dapat disebabkan akibat mengkonsumsi makanan yang memiliki

kandungan garam berlebihan. Berkenaan dengan faktor lain yang tidak


4

umum serta sering diacuhkan oleh kebanyakan orang yakni pola tidur.

(Kusumaningrum, 2020)

Pada lansia pasti akan mengalami penurunan fungsi metabolisme,

penurunan fungsi organ dan penurunan antibodi. Dimana masalah yang

kebanyak dialami lansia yaitu terganggunya kualitas tidur. Kualitas tidur

yang buruk pada lansia bisa sangat berspengaruh pada naiknya tekanan

darah disebakan kualitas tidur yang buruk pun menyebabkan menurunnya

antibodi lansia serta gejala lemas dan kecapean hingga saat lansia dapat

masalah hidup akan membuat lansia akan ke keadaan tak berdaya atau

menyebabkan kejadian hipertensi sehingga saat lansia mendapatkan

kualitas tidur yang buruk lansia bisa menjadi pengaruh hipertensi sebagai

penyebab adanya banyak penyakit. (Edi & Nandasari, 2020)

Tidur adalah keadaan normal perubahan tingkat kesadaran saat

tubuh dalam keadaan istirahat. Tidur bisa menjadi pengaruh kesehatan

serta kualitas hidup, karena kualitas tidur yang buruk merupakan ciri dari

sekian banyak penyakit serta terdapat hubungan yang erat antara kesehatan

fisik, mental pada setiap orang. (Anggraeni & Sari, 2021)

Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan perubahan tekanan

darah. Tidur membuat mengganggu fungsi sistem saraf otonom, yang akan

memengaruhi tekanan darah ke seseorang. Tekanan darah turun drastic

saat tidur, penurunan darah ini disebabkan melemahnya kerja saraf

simpatik yang terjadi sekitar 10-20% dari tekanan darah normal. Kualitas

tidur yang buruk seringkali disebabkan oleh seringnya terbangun dan sulit
5

tidur. Kurangnya kualitas tidur itu dapat menjadi pengaruh pada

keseimbangan dan turunnya tekanan darah pada manusia. (Harsismanto et

al., 2020)

Kualitas tidur dipahami sebagai kepuasan tidur seseorang ketika

tidak merasa lelah, terjaga dan gelisah, mengantuk dan apatis, mata gelap,

kelopak mata bengkak, kemerahan, sakit mata, pusing dan sering sleep

apnea. (Destriyani et al., 2019). Dalam hal kualitas tidur, daya tahan

seseorang selalu tidur, bukan hanya mendapatkan jumlah total atau durasi

tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan individu untuk tidur dan

istirahat sesuai dengan kebutuhannya. (Kemenkes, 2022).

Kualitas tidur juga merupakan faktor yang menyebabkan tekanan

darah tinggi pada pasien hipertensi. Biasanya, tekanan darah lebih rendah

pada saat kita tidur normal (sekitar 10-20% masih dianggap normal)

dibedakan saat kita bangun, dan keadaan ini dibandingkan dengan

penurunan aktivitas simpatik saat tidur. Saat tidur terganggu, tekanan

darah tidak turun saat tidur, meningkatnya risiko terkena tekanan darah

tinggi, yang dapat membuat penyakit kardiovaskular. Semua 5%

penurunan normal yang seharusnya terjadi tidak dirasakan oleh penderita

tekanan darah tinggi, sehingga tekanan darah dapat meningkat. (Elfida et

al., 2022)

Menurut gejala yang dialami oleh pengidap hipertensi tersebut bisa

membuat timbulnya permasalahan intoleransi aktivitas, gangguan rasa

nyaman saat beraktivitas bahkan ketika tidur, hingga penderita hipertensi


6

merasa tak segar serta bugar ketika terbangun dari tidur karena mengalami

gangguan tidur. (Sumarna et al., 2019)

Hal ini selaras dengan penelitian (Adriansyah & Sari, 2021) Di

wilayah kerja Puskesmas Karang Bahagia Kabupaten Bekasi tentang

Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tingkat Hipertensi Pada Penderita

Hipertensi dengan jumlah responden sebanyak 90 orang. Di dapatkan hasil

adanya hubungan kualitas tidur dengan tingkat hipertensi pada penderita

hipertensi. Dan pada penelitian (Saraswati et al., 2020) Di Denpasar Timur

tentang Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan darah Pada Wanita

Lansia di Denpasar Timur dengan jumlah responden sebanyak 67

responden. Di dapatkan hasil adanya hubungan kualitas tidur dengan

tekanan darah pada lansia.

Prevalensi penderita hipertensi terus mengalami peningkatan di

dunia maupun di Indonesia, bahkan di Jawa Barat itu sendiri salah satunya

seperti di Kota Sukabumi yang memiliki 15 Puskesmas yang tersebar di 7


Tabel 1.1 Jumlah
Kecamatan. Lansia Penderita
Setiap Puskesmas memiliki Hipertensi Dilansia
jumlah kasus 15 Puskesmas
hipertensi di
di Kota Sukabumi
setiap wilayahnya. Berikut Laporan Dinas Kesehatan Kota Sukabumi.

Jumlah capaian pelayanan penderita hipertensi berdasarkan kinerja

Puskesmas selengkapnya di sajikan dalam tabel 1.1 berikut :

No. JUMLAH PENDERITA


HIPERTENSI DILAYANAN
SESUAI STANDAR
PUSKESMAS

LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Sukabumi 181 215 396


7

2 Selabatu 111 153 264

3 Pabuaran 113 126 239

4 Baros 66 70 136

5 Lembursitu 60 76 136

6 Cikundul 45 42 87

7 Cipelang 32 35 67

8 Sukakarya 29 37 66

9 Karang Tengah 26 32 58

10 Gedong Panjang 21 26 47

11 Tipar 19 23 42

12 Benteng 20 22 42

13 Nanggeleng 12 14 26

14 Cibereum Hilir 9 11 20

15 Limus Nunggal 8 9 17

752 891 1.643

sumber : (Laporan Jumlah Capaian SPM Pelayanan Penderita Hipertensi.)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas menunjukan jumlah penderita hipertensi

diatas 60 tahun (lansia). Penderita hipertensi pada usia di atas 60 tahun terbesar

kedua berada di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Peneliti

Tabel 1.2 Jumlah Lansia Penderita Hipertensi Perkelurahan

Wilayah Kerja Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

menemukan bahwa puskesmas selabatu Kota Sukabumi memiliki prevelensi

angka kejadian hipertensi yang tinggi.

No Kelurahan Jumlah
8

1. Selabatu 889

2. Cikole 678

3. Gunung Parang 276

TOTAL 1844

Sumber : (Buku laporan 1 Januari – Desember 2022.)

Berdasarkan tabel 1.2 di atas menunjukan jumlah penderita

hipertensi diatas 60 tahun (lansia). Penderita hipertensi pada usia lansia

atau di atas 60 tahun Sebagian besar berada di kelurahan selabatu

sebanyak 889 dan Sebagian kecil berada di kelurahan gunung parang

sebanyak 276 penderita hipertensi dengan total 1844.

Peneliti melakukan studi pendahuluan di UPTD PPK BLUD

puskesmas selabatu pada hari selasa 14 maret 2022, berdasarkan hasil

melalui teknik wawancara terhadap hubungan kualitas tidur dengan

hipertensi pada lansia kepada 10 responden yang menderita hipertensi,

didapatkan hasil bahwa Sebagian besar responden memiliki prilaku

kualitas tidur yang buruk sebanyak 7 orang responden mengatakan bahwa

jika malam hari sering terbangun di malam hari dengan tekanan darah >

140/100 mmHg, dan Sebagian kecil responden yaitu sebanyak 3 orang

responden mengatakan bahwa kualitas tidurnya baik dengan di dapatkan

hasil tekanan darah yaitu < 140/100 mmHg.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan Kualitas Tidur


9

dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana Hubungan Kualitas Tidur dengan

Kejadian Hipertensi pada Lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas

Selabatu Kota Sukabumi.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi

pada Lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini, yaitu :

a. Mengetahui gambaran kualitas tidur pasien hipertensi pada lansia

di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

b. Mengetahui gambaran kejadian hipertensi pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

c. Mengetahui hubungan kualitas tidur dengan dengan kejadian

hipertensi pada lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu

Kota Sukabumi.

D. Manfaat Penelitian
10

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan wawasan, pengetahuan dan

pengalaman tentang kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia

sehingga dapat menambah wawasan yang di miliki serta dapat

mengemban ilmu terkait penelitian dan bisa menerapkan teori – teori

yang telah di dapatkan selama perkuliahan dalam penelitian ini.

2. Bagi Puskesmas Selabatu

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh Puskesmas Selabatu untuk

lebih mengetahui bagaimana cara meningkatkan kualitas tidur pada

pasien hipertensi.

3. Bagi STIKes Sukabumi

Sebagai bahan pustaka dan tambahan referensi di perpustakaan

serta sebagai referensi penelitian lebih lanjut tentang hubungan kualitas

tidur dengan kejadian hipertensi sehingga dapat di kembangkan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari

140 mmHg dan tekanan diastolik minimal 90 mmHg, adalah gejala

hipertensi. Sirkulasi darah yang meningkat secara kronis adalah gejala

hipertensi, sering dikenal sebagai tekanan darah tinggi. Akibatnya,

jantung berdetak lebih cepat saat memompa darah untuk memasok

nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan tubuh. (Manurung et al., 2022)

Hipertensi adalah tekanan sistolik dan diastolik sama-sama lebih

besar dari 90 mmHg, dikatakan mengalami hipertensi. Peningkatan

tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg dianggap

hipertensi pada lansia. (Azzahra, 2023)

Menurut pengertian diatas maka bisa diambil keismpulan

bahwasanya hipertensi adalah suatu kondisi yang disebakan akibat

naiknya tekanan darah secara kronis dan persisten dengan tekanan

sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

11
12

2. Etiologi

Menurut (Lingga, 2022) menyatakan bahwa menurut pemicu,

Hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Hipertensi Primer

90% kasus hipertensi primer, juga dikenal sebagai

hipertensi esensial, tidak diketahui penyebabnya. Menurut data,

faktor-faktor berikut dapat berkontribusi pada perkembangan

hipertensi esensial :

1) Genetika seseorang dengan riwayat keluarga tekanan darah

tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi terkena kondisi

tersebut daripada orang tanpa riwayat keluarga.

2) Jenis Kelamin dan Usia

3) Berat Badan / Obesitas

Obesitas, atau bisa dilihat berat badan 25% di atas berat

badan ideal, selalu diikatkan pada kemungkinan

berkembangnya hipertensi. Faktor predisposisi hipertensi

esensial seperti, usia, riwayat keluarga, asupan tinggi lemak

jenuh atau natrium, obesitas, ras, gaya hidup,dan stress.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dengan penyebab

yang dapat diidentifikasi, termasuk penyakit pembuluh darah

ginjal, penyakit tiroid (hipertiroit), dan penyakit kelenjar adrenal

(hipraldosteronisme).
13

1) Penyakit Ginjal

Renin dilepaskan dari sel juxtaglomerular akibat

kerusakan ginjal. Pelepasan angiotensin II ini, pada

gilirannya, berdampak pada sekresi hormon aldosteron,

yang bertanggung jawab atas retensi garam dan air.

2) Diabetes Mellitus

Disebabkan oleh kadar gula, yang juga

mengakibatkan pengendapan dan kadar gula darah pekat,

yang pada gilirannya menyebabkan aterosklerosis untuk

meningkatkan tekanan darah.

3. Klasifikasi Hipertensi

Menurut (Lingga, 2022) menyatakan bahwa terdapat dua jenis

hipertensi :

a. Hipertensi primer (esensial)

Sebagai orang dewasa, Anda mempunyai tekanan darah

tinggi tanpa gejala yang terlihat. Peningkatan tekanan darah yang

konsisten hingga berkepanjangan disebut tekanan darah tinggi,

meskipun penyebab pastinya tidak diketahui. Meningkatnya

tekanan darah merupakan hipertensi primer (esensial).

b. Hipertensi Sekunder

Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi yang

disebabkan oleh sejumlah faktor yang tidak dapat mereka


14

kendalikan. Dalam kasus di mana tekanan darah sekunder, mis.

peningkatan tekanan darah, dapat melampaui tekanan darah primer.

Selain itu, tekanan darah tinggi juga dibagi menurut tekanannya, yaitu :

a. Hipertensi diastolik, yang mana tekanan diastolik meningkatnya

lebih dari seharusnya. Dewasa muda dan anak-anak menderita

tekanan darah diastolik. Pada jenis tekanan darah tinggi ini, terjadi

penyempitan pembuluh darah kecil yang tidak normal, yang

menyebabkan tekanan tinggi pada darah yang mengalir melaluinya

dan peningkatan tekanan darah diastolik. Tekanan diastolik

mengacu pada tekanan arteri saat jantung dalam keadaan

rileks.relaks.

b. Hipertensi sistolik, di mana tekanan sistolik melebihi normal.

Peningkatan tekanan sistolik tidak disertai dengan peningkatan

tekanan diastolik dan paling sering terjadi pada usia yang lebih tua.

Tekanan sistolik mengacu pada peningkatan tekanan darah di arteri

saat jantung berkontraksi. Tekanan ini dapat disebut sebagai

tekanan maksimum di arteri dan tercermin dalam nilai tekanan

darah pada tekanan atas yang lebih tinggi.

c. Hipertensi campuran, yang mana tekanan sistolik dan tekanan

diastolik meningkat di atas tingfkat normal. (Kemenkes RI, 2018)


15

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Kategori Sistolik (mmHg)


Diastolic (mmHg) Normal

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Hipertensi perbatasan 130 - 139 85 – 89

Stadium 1 (Hipertensi Ringan) 140 - 159 90 - 99

Stadium 2 (Hipertensi Sedang) 160 – 179 100 – 109

Stadium 3 (Hipertensi Berat) 180 - 209 110 – 119

Stadium 4 (Hipertensi Malgina) >210 >120

4. Gejala Hipertensi

Menurut (Kemenkes RI, 2018) tidak hanya penderita hipertensi memiliki

gejala yang terlihat, sebagian besar penderitanya baru menyadari adanya tekanan

darah tinggi atau tekanan darah tinggi setelah diperiksa di fasilitas kesehatan, baik

primer maupun sekunder. Ini juga menyebabkan hipertensi yang mana dikenal

sebagai silent killer. Beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti :

a. Cephalgia

b. Gelisah

c. palpitasi

d. Pusing

e. Penglihatan kabur

f. Rasa sesak di dada

g. Mudah Lelah
16

5. Manifestasi Klinis

Menurut (Lingga, 2022), Pusing, mudah marah, telinga

berdenging, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di leher, kelelahan,

pusing di mata, dan mimisan (jarang dicatat) adalah beberapa tanda

klinis umum hipertensi. Terkadang, penderita hipertensi menjalani

bertahun-tahun tanpa menunjukkan gejala apa pun. Sistem organ yang

divaskularisasi oleh jaringan pembuluh darah memiliki gejala dan

tampilan yang sama seperti cedera vaskular. Tahap pertama hipertensi

biasanya ditandai dengan sistemik, dengan peningkatan tekanan darah

sebagai satu-satunya tanda lahiriah. Kenaikan tekanan darah awalnya

bersifat sementara tetapi akhirnya berubah menjadi sesuatu yang

permanen.

6. Patofisiologi

Menurut (Lingga, 2022) menyatakan bahwa definisi hipertensi

secara luas merupakan meningkatnya tekanan darah yang bisa

menyebabkan timbulnya berbagai gangguan komorbiditas. Tekanan

darah lebih dari 140/90 mmHg merupakan tanda hipertensi. Proses

penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya kelenturan dinding

arteri mengakibatkan berkembangnya hipertensi. Kejadian ini bisa

membuat jantung berdetak lebih cepat karena memompa darah

melawan resistensi perifer yang semakin besar. Kemungkinan

mewariskan atau mewariskan hipertensi kepada keturunannya adalah


17

95% dari semua penderita hipertensi; 5% sisanya bertanggung jawab

atas masalah seperti penyakit stroke, kardiovaskular, atau penyakit

ginjal. Organ penting yang berkontribusi serta dipengaruhi oleh

peningkatan tekanan darah, meliputi:

a. Curah Jantung Dan Resistensi Periferal

Resistensi perifer dan curah jantung membentuk sebagian

besar persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan darah.

Salah satu faktor penting adalah peningkatan resistensi perifer.

Curah jantung tidak hanya berdampak pada arteri darah perifer

tetapi juga pada kontrol aliran darah ke otak, yang pada gilirannya

mempengaruhi tekanan darah, faktor utama disfungsi jantung.

Bahkan elemen genetik di lingkungan berperan dalam peningkatan

resistensi perifer dan curah jantung. Volume plasma dan tingkat

obesitas juga meningkat akibat curah jantung..

b. Renin-Angiostensin – Aldosterone System

Resistensi perifer dan curah jantung membentuk sebagian

besar persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan darah.

Salah satu faktor penting adalah peningkatan resistensi perifer.

Curah jantung tidak hanya berdampak pada arteri darah perifer

tetapi juga pada kontrol aliran darah ke otak, yang pada gilirannya

mempengaruhi tekanan darah, faktor utama disfungsi jantung.

Bahkan elemen genetik di lingkungan berperan dalam peningkatan


18

resistensi perifer dan curah jantung. Volume plasma dan tingkat

obesitas juga meningkat akibat curah jantung.

c. Perubahan Pembuluh Darah Mikro

Kadar reduksi pada nitrifying oksida berkaitan dengan

potensi radikal oksigen untuk meningkatkan hipertensi. Hal ini pun

mencegah berubahnya pembuluh darah serta perfusi darah ke organ

yang berkurang akibat tekanan bawaan, selain jumlah arteriol yang

sedikit. Kondisi ini dapat dimulai dengan iskemia atau pecah

pembuluh darah dan berkembang menjadi kerusakan pada organ.

d. Inflamasi

Melalui aktivasi dan proliferasi sel otot polos, sel endotel,

dan fibroblas, peradangan hebat menyebabkan remodeling

pembuluh darah yang menyebabkan hipertensi. Adanya hipertensi

dan peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh penebalan

dinding pembuluh darah disebabkan oleh mediator inflamasi

seperti sitokin, semokin, dan PGE2.

e. Insulin Sensitif

Karena penurunan kadar oksida nitrat endotel, peradangan,

dan stres oksidatif yang disebabkan oleh obesitas dan diabetes,

fungsi hormon insulin juga akan terganggu berdasarkan perubahan

status nutrisi dan relaksasi mikrovaskuler.


19

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Hb/Ht : untuk memeriksa kaitan dari sel-sel pada volume (viskositas)

serta bisa mengindikasikan faktor resiko semacam

hipikoagulabilitas.

b. BUN/kreatinin : untuk memberi informasi pada perfusi/ fungsi

ginjal.

c. Glucose : hiperglikemi (DM merupakan pencetus hipertensi) bisa

disebabkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

d. CT Scan : memeriksa terdapatnya tumor cerebral, encelopati.

e. 200 EKG : dapat melihatkan bentuk regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P yakni suatu ciri berasalnya penyakit

jantung hipertensi.

f. IVP (Intravenous Pyeloggraphy) : indentifikasi penyebab hipertensi

seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal.

g. Photo dada : memperlihatkan destruksi klasifikasi di area katup,

pembesaran jantung.

8. Penatalaksanaan

Menurut (Lingga, 2022) menunjukkan bahwa berikut adalah

penatalaksanaan berdasarkan Program Pengobatan Bertahap, yaitu :

a. Langkah I : Tindakan-tindakan konservatif :

1) Modifikasi diet :
20

a) Pembatasan natrium

b) Penurunan masukan kolesterol dan lemak jenuh

c) Penurunan masukan kalori untuk mengontrol berat badan

d) Menurunkan masukan minuman beralkohol

2) Berhenti merokok

3) Penatalaksanaan stress

4) Program latihan regular untuk menurunkan berat badan

b. Langkah II : farmakoterapi apabila tindakan-tindakan konservatif

rusak untuk mengatur tekanan darah dengan adekuat.

c. Langkah III : Dosis obat dapat dikurangi, obat kedua dari kelas yang

berbeda dapat ditambahkan, atau pengganti obat lainnya dari

kelasyang berbeda.

d. Langkah IV : obat ketiga dapat ditambahkan atau obat kedua

digantikan yang lain dari kelas yang berbeda.

e. Langkah V : Evaluasi rujukan pada spesialis ataupun obat ketiga

serta keempat bisa diberikan masing-masing dari kelas yang berbeda.

9. Komplikasi

Menurut (Lingga, 2022) menyatakan bahwa beberapa komplikasi

yang bisa menimbulkan oleh hipertensi antara lain:

a. Retinopati Hipertensif

Retinopati adalah suatu kondisi di mana tekanan intraokular

tinggi yang disebabkan oleh hipertensi yang tak terkontrol membuat

kerusakan retina. Dinding pembuluh darah yang tipis dari pembuluh


21

darah retina yang kecil dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi.

Lumen pembuluh darah menyempit akibat penebalan ini,

mengurangi jumlah darah yang mengalir melaluinya. Berbagai

daerah retina rusak akibat berkurangnya aliran darah. Pasien

mungkin mengalami penglihatan ganda, penglihatan berkurang,

migrain, atau bahkan kebutaan.

b. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi

merupakan kedua jenis penyakit jantung yang terkadang menyerang

penderita hipertensi. Penyakit jantung koroner terkait dengan

sejumlah gejala yang muncul diakibatkan oleh suplai darah otot

jantung terputus, menyebabkan iskemia dan akhirnya kematian otot

jantung. Endotelium mengalami kerusakan kecil akibat relaksasi

melalui dinding pembuluh darah ini. Namun, luka tersebut mungkin

sudah menyebabkan reaksi pembekuan yang mengarah pada

pembentukan trombus di sana. Arteri darah bisa dibiarkan dengan

dinding tipis jika trombus terkelupas. Aneurisma, yang merupakan

penonjolan dinding pembuluh darah seperti tonjolan, dapat

berkembang sebagai akibat dari penurunan dinding pembuluh darah

dari waktu ke waktu.

Adapun jantung harus bekerja lebih keras untuk

mempertahankan aliran darah akibat peningkatan resistensi sistemik


22

yang berhubungan dengan hipertensi. Paparan jangka panjang

terhadap hal ini akan mengakibatkan hipertrofi miokard, yang

memperbesar otot jantung dan mengurangi kemampuan jantung

untuk memompa darah.

c. Hipertensi Serebrovaskular (Stroke)

Faktor risiko utama stroke, baik dari emboli atau perdarahan,

adalah hipertensi. Tekanan darah yang lebih tinggi akan

meningkatkan risiko stroke. Trombus dapat terbentuk di area

tersebut akibat kerusakan mikroskopis di dinding pembuluh darah

karena tekanan yang kuat. Akibat berkurangnya lumen pembuluh

darah akibat terbentuknya trombus, aliran darah serebral berkurang.

Trombus juga akan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh

darah dan mengecilnya diameter saat terlepas dan bergerak

mengikuti aliran darah.

Menurunnya aliran darah pun dapat memicu iskemia, yang

menyebabkan matinya sel-sel otak. Disebut sebagai stroke non

hemoragik, kelainan ini. Adapun, memar karena ketegangan pada

dinding pembuluh darah atau jaringan parut dari trombus yang telah

diangkat melemahkan dinding pembuluh darah tempatnya berada.

Mengakibatkan daerah tersebut menjadi aneurisma atau pecah, yang

bisa mengakibatkan otak rentan mengalami pendarahan. Stroke

hemoragik disebabkan oleh pendarahan di otak yang merusak

jaringan otak.
23

d. Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Penyakit yang dikenal sebagai hipertensi ditandai dengan

perubahan mendadak pada saraf yang meningkatkan tekanan darah

arteri. Jika tekanan darah bisa diturunkan sekali lagi, sindrom ini

akan hilang. Sakit kepala hebat, kebingungan, kelesuan, mual,

muntah, dan masalah penglihatan adalah gejala yang khas. Dalam 12

hingga 48 jam, gejala ini biasanya memburuk; pasien kemudian

dapat mengalami kejang-kejang, kehilangan kesadaran, atau bahkan

menjadi buta. Hipertensi ganas, yang memiliki peningkatan tekanan

darah yang cepat, adalah satu-satunya situasi di mana kondisi ini

pernah berkembang.

10. Pengukuran tekanan darah

Pengukur tekanan darah yaitu sphynomanometer atau yang biasa

disebut dengan tensimeter agar hasil pemeriksaat tepat dan akurat. Saat

ini terdapat berbagai jenis sphynomanometer atau tensimeter, misalnya

seperti tensimeter dinding, dan tensimeter standing portable, peletakan

kedua tensimeter tersebut dapat membuat hasil pemeriksaan menjadi

kurang akurat, karena perletakannya yang lebih tinggi daripada letak

jantung. (Nurzaman, 2022).

Untuk menilai tekanan darah pasien hipertensi senior, peneliti

menggunakan tensiometer digital. Bagi seorang tenaga kesehatan,

memiliki metode pengukuran tekanan darah yang baik dan akurat

sangatlah penting, terutama pada penderita hipertensi. Posisi tubuh


24

yang benar untuk mengukur tekanan darah adalah berbaring dengan

lengan dan tensiometer sejajar dengan posisi jantung. (Nurzaman,

2022).

B. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Proses penuaan merupakan kejadian alami yang tidak dapat

dicegah oleh siapapun. Perubahan fisik, mental, dan seksual yang

dialami para lansia menyatukan mereka. Tubuh mulai membungkuk,

kulit berkerut, rambut mulai memutih, gigi mulai rontok, dan

pengapuran berkembang di tulang rawan yang merupakan tanda-tanda

kerusakan fisik. Tanda lainnya adalah mudah lelah, stamina cepat turun,

mudah lelah, dan gigi tanggal. Istilah lain adalah perubahan mental-

emosional, yang meliputi kelelahan, rendah diri, sering marah, pelupa,

dan perubahan emosi. Lansia juga menunjukkan perubahan perilaku

negatif, meskipun mereka juga mengalami peningkatan yang baik.

(Hastuti, 2020).

Menurut definisi lansia di atas, dapat disimpulkan bahwa menua

adalah proses alami yang tidak bisa dihentikan pada siapa pun dan

melibatkan perubahan seberapa baik organ fisik, afektif, kognitif, dan

psikologis bekerja.
25

World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa beberapa

batasan karakteristik lansia, yaitu :

a. Usia Pertengahan (Middle Age) : 45 – 59 tahun

b. Usia Lanjut (Elderly) : 60 – 70 tahun

c. Lanjut Usia Tua (Old) : 75 – 90 tahun

d. Usia Sangat Tua (Very Old) : Di atas 90 tahun

2. Ciri – Ciri Lansia

Menurut (Tiastuty, 2021) ciri- ciri lanjut usia adalah :

a. Lansia merupakan periode kemunduran

Variabel fisik dan psikologis seringkali berdampak pada penurunan

populasi lanjut usia. Motivasi sangat penting untuk mengatasi

rintangan seiring bertambahnya usia.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini disebabkan oleh sikap sosial yang kurang baik terhadap

lansia yang dilanggengkan oleh opini-opini negatif. Misalnya,

orang lanjut usia yang menjaga pendapatnya mungkin bereaksi

buruk terhadap orang lain di sekitarnya.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Penggantian tugas-tugas yang diperlukan untuk lansia harus

dilakukan atas dasar pilihan individu, tanpa ada pengaruh dari

lingkungan atau tekanan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia


26

Kelompok ini cenderung muncul ketika mereka diperlakukan

dengan buruk.

3. Tipe Lansia

Menurut (Tiastuty, 2021) dalam pengelompokan tipe lansia di

beberapa poin :

a. Tipe arif bijaksana

Lansia yang dapat dijadikan panutan antara lain adalah mereka

yang memiliki berbagai pengalaman, bijaksana, sibuk, ramah,

rendah hati, sederhana, dan dermawan.

b. Tipe mandiri

Lansia yang dapat menyesuaikan perubahan pada dirinya.

c. Tipe tidak puas

Lansia yang mempunyai masalah lahir batin dan condong menolak

proses penuaan jadi seorang yang pemarah, gampang tersiggung,

tidak sabar, susah dilayani, pengkritik serta berlimpah tuntutan.

d. Tipe pasrah

Lansia, yang memiliki keterampilan untuk memajukan dan

melindungi dirinya serta motivasi untuk menyelesaikan setiap

aktivitas dering-jeruk keprok. Kegiatan keagamaan dan partisipasi

rajin.
27

e. Tipe bingung

Lansia yang berkembang sebagai akibat keterkejutannya atas

pergeseran posisi dan tanggung jawab. Lansia mengalami shock,

yang menyebabkan mereka menarik diri, merasa rendah diri,

menyesal, pasif, dan kurang peduli.

Menurut pengalaman hidup, karakter,lingkungan, kondisi fisik,

mental, dan ekonominya menurut (Tiastuty, 2021), dibagi menjadi

tujuh tipe, yaitu :

a. Tipe optimis

Lansia dalam kategori ini optimis dan santai. Mereka memandang

usia tua sebagai kesempatan untuk memuaskan keinginan positif

mereka dan sebagai pelepasan dari kewajiban.

b. Tipe konstruktif

Lansia tipe ini ecara moral lurus, mampu menjalani hidup

sepenuhnya, dan sadar diri.

c. Tipe kecenderungan

Sebagian besar lansia dari kelompok ini tidak aktif. kurang ambisi

dan inisiatif. Pilih yang absurd sesering mungkin. Lansia biasanya

bergantung, tidak suka bekerja, menikmati liburan, banyak makan,

dan banyak minum.

d. Tipe defensive

Ketika mereka masih muda, orang tua tipe ini kebanyakan

mempunyai pekerjaan atau posisi yang kursng stabil. Mereka


28

secara konsisten menolak bantuan, menunjukkan emosi irasional,

dan mempertahankan rutinitas.

e. Tipe pemarah dan frustasi

Lansia kategori ini cenderung mudah marah, mudah tersinggung,

mudah tersinggung, dan melakukan kekerasan terhadap orang lain.

f. Tipe bermusuhan

Lansia tipe ini selalu menyalahkan orang lain atas kegagalan

mereka.

g. Tipe putus asa, pembenci serta menyalahkan diri sendiri

Orang yang lebih tua ini sering disalahkan. Proses ini menghasilkan

perkembangan kemarahan dan keputusasaan, di mana mereka

menganggap usia tua sebagai fase kehidupan yang tidak diinginkan

dan tidak berguna.

C. Konsep Kualitas Tidur

1. Definisi Kualitas Tidur

Untuk menjaga kondisi tidur dan mencapai tahapan REM (rapid

eye movement) dan NREM (non-sleep eye movement) yang tepat,

seseorang harus mempraktikkan sleep hygiene yang baik. Salah satu

bahaya terkena hipertensi adalah kurang tidur. tidur yang buruk juga

dapat menyebabkan masalah metabolisme dan endokrin, yang membuat

masalah pada kardiovaskular. Tidur yang buruk juga dapat berdampak

pada tekanan darah.(Anggraeni & Sari, 2021).


29

2. Tahap tidur

Rapid eye movement (REM) dan non rapid eye movement

(NREM) adalah dua tahap tidur yang berbeda. Fase tidur NREM, yang

terdiri dari tahap 1 sampai 4: 2, 3, dan 4, merupakan tahap pertama dari

tidur. Fase REM datang berikutnya. Sekitar 4-6 siklus setiap malam

bergantian antara tahap NREM dan Rem :

a. Tidur NREM stadium 1

Ketika seseorang bangun dengan perasaan seperti melamun

pada tahap ini, mereka cenderung memiliki tidur yang dangkal dan

rentan untuk dibangunkan oleh isyarat seperti suara. Pada tahap ini

dilihat dari penurunan aktivitas fisiologis, termasuk TTV dan

metabolisme. Hanya waktu singkat yang akan berlalu selama tahap

ini.

b. Tidur NREM stadium 2

Ini sering muncul diantaras 10 dan 20 menit. Suhu tubuh

menurun serta detak jantung melambat. Bahkan ketika tingkat

relaksasi meningkat, bangun masih relatif sederhana. Fase bersuara

biasanya terjadi pada titik ini.

c. Tidur NREM stadium 3

Ini adalah tahap pertama pada tidur nyenyak; susah untuk

bangun, Anda hampir tidak pernah bergerak, dan otot Anda benar-

benar rileks. Indikator vital turun tetapi tetap stabil. Durasi setiap

tahap adalah 15 sampai 30 menit. Di titik ini, susah untuk


30

membangunkan seseorang, serta ketika mereka melakukannya,

mereka merasa sulit untuk segera menyesuaikan diri dan sering

mengalami kebingungan singkat.

d. Tidur NREM stadium 4

Tahap tidur terdalam adalah pada titik ini. Orang yang tidur

bisa menghabiskan persentase malam yang seimbang dengan tahap

ini dan akan merasa sulit untuk bangun jika mereka kurang tidur.

Tanda-tanda vital turun drastis, dan pada titik ini kadang-kadang

berjalan sambil tidur. Durasi fase ini adalah antara 15 dan 30

menit.

Tahap tidur ketiga dan keempat, yang dikenal sebagai tidur

nyenyak, sangat memulihkan dan penting untuk penyembuhan fisik

dan mental serta konsolidasi memori. Fase tidur NREM akan

terjadi diantara 70 dan 90 menit sebelum peralihan dari fase tidur

REM. Prosesnya lebih cepat selama satu jam pertama REM serta

menjadi lebih lama dan lebih intens selama siklus berikutnya.

Mungkin ada mimpi dalam tidur NREM dan REM, tetapi

mimpi REM akan lebih jelas dan jelas, yang dianggap penting

secara fungsional untuk konsolidasi memori yang tahan lama.

Keteraturan tidur seseorang adalah aspek lain dari ritme sirkadian.

Baik proses fisiologis maupun psikologis bisa terganggu.

Seseorang biasanya mengalami 4 hingga 6 siklus tidur

lengkap saat mereka tidur, dengan setiap siklus mencakup 4 tahap


31

tidur NREM dan 1 episode tidur REM. Siklus ini berkembang dari

tahap satu ke tahap empat tidur NREM, kemudian ke tahap tiga

dan dua, yang diikuti dengan periode tidur REM. Pada siklus tidur,

orang biasanya dapat mengalami tidur REM selama sekitar 90

menit. Gerakan tubuh mengiringi setiap langkah transisi

kecenderungan, dan transisi ke tidur nyenyak naik secara bertahap.

3. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

Banyak hal yang dapat mempengaruhi seberapa baik seseorang

tidur. Yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain :

a. Penyakit

Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh penyakit yang

disebakan tidak nyamannya fisik, nyeri, atau masalah mental,

seperti tekanan darah tinggi, hipertensi, stroke, kecemasan, atau

depresi.

b. Stress emosional

Pola tidur dapat dipengaruhi oleh kecemasan pribadi.

Kecemasan akibat stres membuat seseorang sesak dan seringkali

menimbulkan ketidakpuasan karena kurang tidur. Sangat mudah

bagi orang tersebut untuk mencoba tertidur, tetapi selama siklus

tidur, orang tersebut sering terbangun atau tidur dalam waktu yang

berlebihan (hypersomnia). Pola tidur yang buruk dapat terjadi

akibat stres yang berkelanjutan.

c. Obat – obatan
32

Efek samping obat tidur sering terjadi. Untuk mengatasi

stres, orang dewasa muda dan paruh baya mungkin menjadi

tergantung pada obat tidur. Orang tua sering menggunakan

beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit kronis dan secara

signifikan mengganggu tidur mereka.

d. Lingkungan

Kemampuan orang untuk tertidur dipengaruhi oleh

lingkungan tempat mereka tidur. Kenyamanan untuk tidur

disediakan oleh ventilasi yang baik. Kualitas tidur dapat

dipengaruhi oleh suhu, suara, dan tingkat pencahayaan. Beberapa

orang suka tidur dengan lampu menyala, baik terang maupun

gelap. Orang bisa menjadi cemas di iklim hangat atau dingin.

Beberapa orang lebih menyukai suara untuk membantu mereka

tertidur, seperti musik yang tenang, dan lebih memilih lingkungan

yang tenang.

e. Asupan makanan

Makan malam yang besar, berat, atau pedas bisa membuat

Anda tidak bisa dicerna dan akhirnya membuat Anda terjaga di

malam hari. Mengurangi atau sepenuhnya menghindari konsumsi

kafein dan alkohol di malam hari adalah taktik kunci untuk

meningkatkan tidur karena kedua bahan kimia ini berpotensi

menyebabkan insomnia. Intoleransi makanan dan insomnia.

f. Aktifitas fisik dan kelelahan


33

Individu yang hanya sedikit kelelahan biasanya tidur

dengan nyenyak. Apalagi saat individu tersebut kelelahan itu

disebabkan oleh pekerjaan atau aktivitas yang seru.

4. Pengukuran kualitas tidur

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah alat yang efektif

untuk menentukan kualitas tidur seseorang selama satu bulan kalender

secara objektif. PSQI digunakan untuk mengevaluasi dan

membandingkan kualitas pasang surut seseorang, menentukan apakah

itu baik atau buruk. Kualitas tidur didefinisikan sebagai keadaan

kompleks yang memungkinkan beberapa dimensi di mana keseluruhan

keadaan dapat ditangkap oleh PSQI. Komponen Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI) meliputi kualitas tidur subyektif, tidur laten, tidur

dural, gangguan tidur, efek kebiasaan tidur, penggunaan alat bantu

tidur, dan fungsi tidur pada malam hari. Dimensinya berbentuk

pertanyaan dan memiliki jarak bobot yang seragam, seperti batu

standar.

Tujuh skor dihasilkan oleh tes ini, yang masing-masing sesuai

dengan salah satu kategori atau topik yang disebutkan di atas. Kisaran

nilai untuk setiap domain adalah 0 (tidak ada masalah) hingga 3

(masalah serius). Nilai setiap komponen kemudian dijumlahkan untuk

membuat skor akhir, yang berkisar dari 0 hingga 21. Dapat dikatakan

bahwa nilai universal ≤ 5 memiliki gangguan tidur yang cukup besar.


34

Untuk 7 komponen ini, PSQI menunjukkan stabilitas internal dan nilai

reliabilitas (Cronbach's Alpha) sebesar 0,83. (Parawangsa, 2022).

D. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan terkait kualitas tidur

dengan tekanan darah pada penderita hipertensi. Berikut beberapa

penelitian tersebut :

Penelitian Adriyansyah dengan judul Hubungan Kualitas Tidur

dengan Tingkat Hipertensi Pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Karang Bahagia Kabupaten Bekasi Tahun 2021. Jumlah

sampel sebanyak 90 orang. Dengan Teknik total sampling asil penelitian

didapatkan bahwa responden dengan kualitas tidur buruk berjumlah 58

responden (64,4%) dengan tingkat hipertensi stage 2 sebanyak 56

responden (62,2%). Kemudian responden yang mengalami kualitas tidur

baik sebanyak 32 responden (35,6%) dengan tingkat hipertensi stage 1

sebanyak 34 responden (37,8%). Analisis uji statistik menggunakan uji chi

- square didapatkan hasil p - value 0,045 < K = 0,05. Maka ada hubungan

kualitas tidur dengan tingkat hipertensi pada penderita hipertensi di

wilayah kerja puskesmas karang bahagia kabupaten bekasi tahun 2021.

Penelitian Saraswati (2020) dengan judul Hubungan Kualitas Tidur

terhadap Tekanan Darah pada Wanita Lansia di Denpasar Timur. Jumlah

sampel sebanyak 67 wanita lansia yang berusia 60 – 70 tahun, dengan

teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Hasil

dari penelitian yang menggunakan uji chi – square didapatkan nilai


35

p = 0,000 (p < 0,005) untuk kualitas tidur terhadap tekanan

darah sistolik dan nilai p = 0,001 (p < 0,005) untuk kualitas tidur

terhadap tekanan darah diastolik, sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan kualitas tidur terhadap tekanan darah pada wanita lansia.

Penelitian Harsismanto et al. (2020) dengan judul Kualitas Tidur

Berhubungan dengan Perubahan Tekanan Darah pada Lansia. Penelitian

ini memakai metode survey analitik dan desain penelitian cross sectional

dan juga jumlah sampel 22 responden yaitu pasien dengan hipertensi.

Hasil univariat didapatkan hasil tekanan darah pada lansia hipertensi yaitu

12 responden (54,5%) mengalami hipertensi kategori ringan dan 10

responden (45,5%) mengalami hipertensi kategori sedang, sedangkan

untuk kualitas tidur sebanyak 11 responden (50%) mengalami

kualitas tidur yang baik dan 15 responden (50%) mengalami kualitas tidur

yang buruk.Hasil analisis bivariat dengan uji chi – square didapatkan

nilai p - value = 0,000 dan nilai C = 0,674, sehingga bisa didapatkan

simpulan ada hubungan yang signifikan dan kuat di antara kualitas tidur

dan perubahan tekanan darah pada lansia hipertensi.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah model konseptual yang membahas

proses dimana peneliti merumuskan hipotesis atau secara logis

menghubungkan banyak komponen yang mereka anggap penting untuk

masalah ini. (Hidayat, 2019).


36

Hipertensi didefinisikan sebagai memiliki tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.

Tekanan darah adalah jumlah kekuatan atau tekanan yang diterapkan darah

pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah akibat

kontraksi otot ventrikel jantung, dan tekanan darah diastolik adalah akibat

kontraksi otot atrium jantung, yang keduanya memompa darah menuju

ventrikel. Kemampuan jantung untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh

Bagan 2.1 Kerangka pemikiran Hubungan Kualitas Tidur dengan


Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas
Selabatu.
ditunjukkan dengan dua pembacaan tekanan darah ini.

Kualitas tidur adalah suatu proses ketika seseorang sedang tidur

yang dilakukan untuk mempertahankan keadaan tidur dan juga mencapai

tahapan REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non-Sleep Eye

Movement) yang sesuai. Tekanan darah seseorang dapat dipengaruhi oleh

kualitas tidurnya karena merangsang saraf simpatis, yang secara sporadis

dapat meningkatkan tekanan darah. Jika ini berlanjut untuk sementara

waktu, itu dapat menyebabkan tekanan darah tinggi yang berkelanjutan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran

hubungan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Kualitas Kejadian

Tidur Hipertensi
37

Keterangan :

: Faktor yang di teliti

: Hubungan antar faktor yang di teliti

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Istilah "hipo" (lemah) dan "tesis" bergabung membentuk

kata "hipotesis", yaitu pernyataan yang masih lemah yang membutuhkan

dukungan berupa fakta atau data empiris yang dikumpulkan melalui

penyelidikan untuk menentukan apakah dapat diterima atau tidak. ditolak.

Sebuah pernyataan yang menggambarkan hubungan yang diantisipasi

antara dua atau lebih variabel juga disebut sebagai hipotesis dan dapat

dievaluasi secara empiris. (Hidayat, 2019)

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat

Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Puskesmas Selabatu. Sedangkan untuk keperluan pengujian hipotesis,

maka dibuat bentuk hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : Tidak Ada Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian

Hipertensi pada lansia di Puskesmas Selabatu

H1 : Ada Hubungan Kualitas Tidur dengan dengan Kejadian

Hipertensi pada lansia di Puskesmas Selabatu


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Tanpa mengubah atau memanipulasi data yang telah tersedia,

penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk

memastikan derajat hubungan antara dua variabel atau lebih. (Sugiyono,

2022).

Metode penelitian ini menonjolkan waktu pengukuran atau

pengamatan data variabel bebas dan terikat hanya sekali dalam satu waktu,

tanpa tindak lanjut, dan dilakukan melalui penggunaan metode survei

dengan strategi penelitian cross-sectional. (Nursalam, 2021).

Penelitian ini mengkaji Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian

Hipertensi Pada Lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota

Sukabumi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat

dan waktu dilaksanakan kegiatan penelitian. (Notoatmodjo, 2019).

1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

38
39

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli

2023.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik, karakteristik, atau ukuran yang

digunakan atau dipelajari dari penelitian pada subjek penelitian tertentu.

(Notoatmojo, 2019). Variabel dalam penelitian ini meliputi variable bebas

dan variabel tak bebas.

1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang jadi

alasan perubahannya atau munculnya variabel dependen (terikat).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualias tidur.

2. Variabel Tak Bebas (Dependen)

Variabel dependen sering disebut juga variabel output, kriteria dan

konsekuen. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.. Variabel tak

bebas dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi.


40

D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi berbasis teori, juga dikenal sebagai definisi konseptual,

mengungkapkan arti dari variabel penelitian. (Notoatmodjo, 2019).

Definisi konseptual dari penelitian ini adalah kualitas tidur dan tekanan

darah pada pasien hipertensi.

Hipertensi, sering dikenal sebagai tekanan darah tinggi,

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

dalam dua pembacaan dengan interval lima menit di antaranya. Dengan

unsur-unsur yang mempengaruhi antara lain umur, jenis kelamin, dan

genetika yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tidak

menular (PTM) dan menghambat kualitas tidur (Kemenkes, 2018).

Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang dengan pengalaman

tidurnya meliputi fitur inisiasi tidur, pemeliharaan tidur, kuantitas tidur,

dan terjaga. (Kemenkes, 2018).

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah deskripsi batasan dari setiap variabel

yang disebutkan atau apa yang diukur oleh variabel yang

bersangkutan. (Notoatmodjo, 2019). Definisi operasional dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :


41

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Kualitas Tidur Dengan


Hipertensi Pada lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas
Selabatu Kota Sukabumi.

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

1. Kualitas Kualitas Tidur Kuesioner a. Baik jika Nominal


tidur adalah Pittsburgh hasil skor
kapasitas Sleep Quality akhir atau
jumlah
seseorang Index (PSQI)
semua
untuk tetap hasil skor
dalam dari
keadaan tidur komponen
dan memasuki 1 – 7 ≤5.
tahapan tidur b. Buruk jika
REM dan hasil skor
akhir atau
NREM yang
jumlah
tepat semua
hasil skor
dari
komponen
1 – 7 >5.
2. Kejadian Tekanan Observasi a. Tidak Nominal
Hipertensi darah sistolik dengan terjadi
lebih dari 140 memeriksaan Hipertensi
bila < 5
mmHg, tekanan darah
kali dalam
sedangkan menggunakan setahun.
tekanan darah Sphygmomano b. Terjadi
diastolik lebih meter digital Hipertensi
dari 90 dan Kuesioner bila > 5
mmHg. kali dalam
setahun.
42

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok benda atau orang dengan jumlah dan

sifat tertentu yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti dan dari mana

kesimpulan dapat dibuat. (Sugiyono, 2022). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh lansia penderita hipertensi di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Ukuran Populasi dalam penelitian

ini didasarkan pada rata – rata jumlah kunjungan pasien selama 1 (satu)

minggu terakhir sebelum pengambilan data dilaksanakan yaitu sebanyak

79 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan beberapa subjek penelitian dapat menggunakan

sampel, porsi populasi yang terjangkau, dengan pengambilan sampel.

(Sugiyono, 2022). Sampel penelitian ini yaitu 66 lansia penderita

hipertensi di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan setiap populasi yang dapat dijadikan

sampel harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu standar atau kualitas.

(Notoatmodjo, 2019). Kriteria inklusi responden dalam penelitian ini

sebagai berikut :
43

1) Bersedia menjadi responden

2) Bisa membaca dan menulis

3) Berusia lansia (> 60 tahun) menderita hipertensi

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang

menghalangi penggunaannya sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2019).

Kriteria eksklusi responden dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Memiliki penyakit komplikasi seperti gagal ginjal dan jantung.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode

"Accidental Sampling", yang memilih responden yang tidak sengaja hadir

dan berada di lokasi penelitian, digunakan untuk pengambilan sampel

dalam penelitian ini. (Notoatmodjo, 2019).

5. Ukuran Sampel

Dalam penelitian ini, untuk menentukan ukuran sampel yang

dibutuhkan peneliti menggunakan rumus Slovin, yaitu sebagi berikut :

N
n= 2
1+ N e

Keterangan:
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
e = Tingkat kekeliruan yang diinginkan (0,05)
44

Perhitungan ukuran sampel dari keseluruhan populasi adalah

sebagai berikut :

N
n=
1+ N ( e 2 )

79
= 2
1+ 79(0 , 05)

79
= 1,1975 = 66

Berdasarkan hasil perhitungan menurut slovin maka ukuran


sampel minimum dalam penelitian ini adalah sebesar 66
responden.

F. Teknik Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder,

yaitu :

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data adalah kumpulan informasi atau informasi yang diperoleh

dari pengamatan disebut sebagai data. Informasi ini dapat berbentuk

angka, simbol, atau sifat. (Budhiana, 2019). Data primer adalah jenis

data yang dapat diakses oleh pengumpul data secara langsung.

(Sugiyono, 2022).

Data primer pada dalam penelitian ini merupakan data yang

diperoleh secara langsung dari responden melalui kuisioner yang


45

meliputi karakteristik responden kualitas tidur dan kejadian hipertensi

pada lansia.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber informasi yang diperoleh melalui

media perantara (dicatat oleh orang lain) secara tidak langsung. Data

dokumenter, termasuk bukti publik dan tidak dipublikasikan, adalah

jenis data sekunder. (Budhiana, 2019).

Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data rekam

medik lansia hipertensi di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu

Kota Sukabumi.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang diperlukan, proses yang sistematis

dan terstandarisasi digunakan dalam pendekatan pengumpulan data.

Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data dalam

penyelidikan ini. Dengan menghubungkannya dengan sumber data,

kuesioner merupakan salah satu metode pengumpulan data. Kuesioner

adalah alat untuk mengumpulkan data untuk penelitian, dan itu

mencakup berbagai pertanyaan yang diajukan kepada responden selama

proses penelitian. (Sugiyono, 2022). Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu kuesioner tertutup dimana responden dapat langsung

memilih jawaban yang sudah tersedia.


46

Dalam penelitian ini data diperoleh dengan mengajukan beberapa

pertanyaan dalam bentuk kuesioner pada sejumlah lansia hipertensi di

UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen untuk mengukur peristiwa alam dan sosial yang diamati

adalah instrumen penelitian. Fenomena ini secara kolektif dikenal sebagai

variabel penelitian. (Sugiyono, 2022).

Alat ukur kuesioner tertutup berfungsi sebagai alat pengukuran studi.

Kuesioner adalah kumpulan pertanyaan tertulis yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi dari responden, seperti akun langsung atau topik

yang mereka ketahui. (Nursalam, 2021).

Dalam penelitian ini untuk mengukur variabel kualitas tidur dan

variabel kejadian hipertensi, variabel kualitas tidur menggunakan

kuesioner kualitas tidur Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Pengkategorian kualitas tidur terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kualitas

tidur baik dan kualitas tidur buruk. Rentang jumlah skor PSQI adalah 0 s.d

21 dari ketujuh komponennya. Kualitas tidur dikatakan baik apabila

jumlah skor penilaian ≤ 5, sedangkan kualitas tidur dikatakan buruk

apabila jumlah skor penilaian > 5.

Instumen variabel pengukuran kejadian hipertensi menggunakan

kuesioner dengan tentang terjadi atau tidak hipertensi tersebut. Kriteria

pengukuran menggunakan bila < 5 kali dalam satu tahun melakukan


47

pemeriksaan hipertensi maka tidak terjadi hipertensi dan > 5 kali dalam

satu tahun melakukan pemeriksaan hipertensi maka dinyatakan terjadi

hipertensi.

H. Teknik Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data, sejumlah tugas penelitian terlibat dalam

pengolahan data. Pemrosesan data melibatkan pengurangan data yang

rumit menjadi format yang mudah dipahami. (Nurdin, 2019). Pengolahan

data dilakukan dengan melakukan penyederhanaan data dari yang

kompleks ke dalam bentuk yang lebih sederhana, mudah dibaca serta

ditafsirkan. Adapun langkah-langkah pengolahan data selengkapnya dapat

dilihat sebagai berikut:

1. Editing

Menurut Notoatmodjo (2019) editing adalah suatu proses untuk

memastikan bahwa formulir atau kuesioner telah diisi secara lengkap,

jawaban yang diberikan oleh responden jelas, jawaban sesuai dengan

pertanyaan, dan jawaban pertanyaan sesuai dengan jawaban

pertanyaan.

Tahap editing dilakukan pada saat peneliti menerima kembali

kuesioner yang sudah diisi para responden. Peneliti memeriksa

kembali kelengkapan data yang didapat dalam kuesioner, jika tidak

lengkap maka kuesioner diberikan Kembali pada responden pada saat

itu juga untuk dilengkapi.


48

2. Coding

Coding adalah suatu proses untuk memastikan bahwa formulir atau

kuesioner telah diisi secara lengkap, jawaban yang diberikan oleh

responden jelas, jawaban sesuai dengan pertanyaan, dan jawaban

pertanyaan sesuai dengan jawaban pertanyaan.

Dalam tahap ini peneliti melakukan pengklasifikasikan data dan

memberi kode untuk masing-masing kategori terhadap data yang

diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa kelengkapannya.

Untuk proses coding dilakukan pada krakteristik responden sebagai

berikut, untuk usia dibagi menjadi 4 kategori yaitu 1 untuk 60-65

tahun, kategori 2 untuk 65-70 tahun, kategori 3 untuk 70-75 tahun dan

kategori 4 untuk >75 tahun. Untuk jenis kelamin dibagi menjadi 2

kategori yaitu 1 untuk laki-laki dan kategori 2 untuk perempuan.

Kemudian status perkawinan yaitu, kawin kategori 1 tidak kawin

kategori 2 dan duda/janda kategori 3. Untuk pendidikan, kategori 1

untuk tidak sekolah, kategori 2 untuk SD, kategori 3 untuk SMP,

kategori 4 untuk SMA dan kategori 5 untuk perguruan tinggi. Untuk

pekerjaan yaitu bekerja kategori 1 dan tidak bekerja kategori 2.

Kemudian kualitas tidur kode 1 untuk kualitas tidur buruk dan kode 2

untuk kualitas tidur baik dan yang terakhir yaitu kejadian hipertensi

dibagi menjadi 2 kategori yaitu 1 untuk kejadian hipertensi terjadi (>5

kali) dan kategori 2 untuk tidak terjadi (≤5 kali).


49

3. Scoring

Scoring merupakan tahapan pemberian skoring berdasarkan hasil

pengukuran sesuai dengan kriteria instrumen. Scoring dilakukan untuk

setiap instrumen atau kuesioner yang diisi oleh responden.

Scoring dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan skor

pada setiap pilihan jawaban pertanyaan pada setiap variable pada skala

likert. Untuk proses scoring dilakukan pada jawaban variabel kualitas

tidur dengan score tidak pernah (0), 1x/ minggu (1), 1-2x/ minggu (2),

>3x/ minggu (3).

4. Data Entry

Data entry merupakan tahapan menginput data yang telah

terkumpul ke dalam program master table atau software komputer.

Data entry dapat dilakukan menggunakan beberapa software sesuai

dengan kepentingan analisis. Dalam penelitian ini peneliti

memasukkan data hasil jawaban ke dalam program Microsoft Excel

2016, kemudian dipindahkan ke program SPSS 16.0 (Statistical

Program for Social Science 16.0) for Windows untuk dilakukan

analisis data.

5. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) adalah proses memeriksa kembali

sesuatu untuk menentukan apakah ada potensi kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dll., kemudian melakukan perubahan atau


50

perbaikan. (Notoatmodjo, 2019). Pada proses cleaning ini peneliti

melakukan pengecekan kembali pada data yang telah melalui proses

entry, pada penelitian ini tidak terdapat kesalahan pengetikan data.

I. Jenis Analisa Data

Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana

tujuan dari analisa data ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan

masalah yang diteliti. Analisa data dilakukan dengan menggunakan

software program SPSS 16.0. Analisa data dalam penelitian ini meliputi :

1. Gambaran Karakteristik Responden

Analisa gambaran karakteristik responden dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi dari persentase

pada tiap-tiap karakteristik responden, untuk selanjutnya hasil

distribusi frekuensi dan persentase tersebut diinterpretasikan.

Analisis data gambaran karakteristik responden ini meliputi usia,

jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terkahir, kualitas Tidur dan

kejadian hipertensi.

2. Analisis Univariat

Analisa Univariat adalah analisis yang menggambarkan suatu data

yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok. Tujuan untuk

membuat gambaran secara sistematis data yang faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki

atau diteliti. (Budhiana, 2019).


51

Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah

karakteristik responden dan variabel yang diteliti. Data - data disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase, dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

F
P= ×100%
n

Keterangan :

P : Presentase jawaban yang benar (%)


F : Frekuensi jawaban yang benar
n : Jumlah Pertanyaan

Dalam penelitian distribusi frekuensi terdiri dari usia, pendidikan,

jenis kelamin, kualitas tidur, dan kejadian hipertensi. Analisa Univariat

ini untuk mengukur Kualitas Tidur dimana nilai hasil masing-masing

individu dikategorikan ke standar kriteria objektif yang mengacu

sebagai berikut :

1) Kualitas Tidur Baik jika ≤ 5

2) Kualitas Tidur Buruk jika > 5

3. Analisa Bivariat

Analisa data bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. (Notoatmodjo,

2019).
52

kriteria variabel kualitas tidur dan kejadian hipertensi. Analisa

bivariat penelitian ini akan menggunakan uji statistik Chi-Square.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :

x =∑ ¿ ¿ ¿
2

Keterangan:

𝑥2 : Nilai Chi-square

𝑓𝑜 : Nilai hasil pengamatan untuk tiap kategori

𝑓ℎ : Nilai hasil yang diharapkan untuk kategori

Dimana nilai p < = 0,05 maka H1 diterima atau ada hubungan

antara kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. sedangkan nilai p >

= 0,05 maka H0 ditolak atau tidak ada hubungan antara kualitas tidur

dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

J. Prosedur Penelitian

Tahap Prosedur penelitian menurut Arikunto dalam Budhiana (2019)

yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian antara lain melalui tiga

tahapan yaitu:

Tahap ini diawali untuk menetukan permasalahan atau fokus

penelitian yang meliputi:


53

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas

dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti. Tahap ini diawali

untuk menentukan permasalahan atau fokus penelitian yang meliputi:

a. Memilih lahan penelitian.

b. Bekerjasama dengan lahan penelitian untuk studi pendahuluan.

c. Melakukan studi kepustakaan tentang hal – hal yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

d. Menyusun proposal penelitian

e. Mengajukan seminar proposal penelitian

f. Menyajikan seminar proposal penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data sesuai dengan fokus

dan tujuan penelitian. Pengumpulan data atau informasi melalui

kuesioner tahap pelaksanaan meliputi:

a. Permohonan izin penelitian

b. Pengambilan data

c. Menentukan besaran populasi dan ukuran sampel target.

d. Menentukan teknik sampling.

e. Melakukan informed concent dengan responden.

f. Membagikan kuesioner.

g. Mengumpulkan kuesioner.

h. Melakukan pengolahan dan analisa data.


54

i. Menarik kesimpulan.

3. Tahap Pelaporan

Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dalam penyusunan yang

kemudian diikuti dengan pencetakan dan penggandaan laporan untuk

dikomunikasikan pada pihak lain. Menyusun laporan pada penelitian

ini,dilakukan ketika pengajuan laporan tersebut telah disetujui oleh

para penguji, dan setelah itu dibagikan ke setiap penguji untuk

memulai sejauh mana tingkat kelayakan dari laporan tersebut untuk

dipublikasikan.

K. Etika Penelitian

Kode etika penelitian adalah seperangkat prinsip etika yang harus

diikuti dalam semua penelitian yang melibatkan individu yang akan

diteliti, peneliti, dan anggota masyarakat yang akan memperoleh manfaat

dari temuan penelitian tersebut. (Notoatmodjo, 2019).

Etika penelitian menurut (Notoatmodjo, 2019) adalah sebagai

berikut:

1. Menghormati Martabat

Martabat seseorang (subjek penelitian) harus dijunjung tinggi

selama proses penelitian. Hak asasi subjek harus dihormati ketika

melakukan penelitian. Responden dalam survei ini memiliki pilihan

untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian.


55

2. Asas Kemanfaatan

Penelitian harus mempertimbangkan keuntungan dan bahaya

potensial. Jika keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada potensi

risikonya, penelitian dapat dilanjutkan. Selain itu, penelitian harus

menjaga kesejahteraan manusia dan tidak merugikan. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat dikonsultasikan saat

memberikan asuhan keperawatan.

3. Berkeadilan dan keterbukaan

Tujuan dari konsep ini adalah untuk mempromosikan keadilan

manusia dengan menghormati hak atau memperlakukan orang secara

adil, termasuk hak untuk menjaga privasi seseorang. Akibatnya,

lingkungan penelitian harus dimodifikasi untuk mematuhi prinsip

keterbukaan, yaitu dengan menguraikan secara jelas metode yang

digunakan dalam penelitian. Peneliti dalam penelitian ini terlebih

dahulu menjelaskan metodologi penelitian.

4. Informed Consent

Dengan membagikan Informed consent, informed consent adalah

jenis persetujuan antara peneliti dan peserta penelitian. Sebelum

penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan informed consent

dengan menyerahkan formulir persetujuan untuk berpartisipasi sebagai

responden. Tujuan dari informed consent adalah untuk memastikan

bahwa peserta mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta

implikasinya. Subjek harus menandatangani formulir izin jika mereka


56

bersedia melakukannya. Peneliti harus menghormati hak pasien jika

responden menolak untuk berpartisipasi.

Keterlibatan pasien, tujuan tindakan, jenis data yang diperlukan,

komitmen, metode pelaksanaan, kesulitan yang mungkin timbul,

keuntungan, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan

informasi lainnya harus dicantumkan dalam persetujuan tindakan.

Sebelum menyelesaikan survei dalam penelitian ini, setiap responden

mengisi formulir informed consent.dilakukan.

5. Anonimity (Tanpa Nama)

Dengan menghilangkan nama responden dari formulir

pengumpulan data atau temuan penelitian yang akan disajikan, dilema

etika ini memastikan penggunaan partisipan penelitian. Semua data

yang dikumpulkan untuk penelitian ini hanya mencantumkan inisial

responden.

6. Confidential (Kerahasiaan)

Dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian, informasi, dan hal-

hal lain, maka masalah ini menjadi sesuatu yang etis. Hanya kelompok

data tertentu yang terungkap dalam temuan penelitian, dan peneliti

telah menjamin kerahasiaan semua informasi yang telah dikumpulkan.

Kerahasiaan responden dijaga dalam penelitian ini dengan

menggunakan anonimitas, dan dokumen responden diubah untuk

menghilangkan wajah responden dan menjaga kerahasiaan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada hasil penelitian akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan

mengenai hubungan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia di

UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Hasil penelitian ini

diawali dengan penyajian analisis univariat pada tiap masing-masing variabel

penelitian dan dilanjutkan dengan penyajian hasil analisis bivariat. Analisis

univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi

usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, kualitas tidur

dan kejadian hipertensi. Sedangkan untuk analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui hubungan kualitas tidur kejadian hipertensi pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

Setelah dilakukan penelitian pada 66 responden pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Berdasarkan pengumpulan

dan pengolahan data yang telah dilakukan dalam bentuk kuesioner, maka hasil

penelitian ini yang menjelaskan tentang hubungan kualitas tidur dengan

kejadian hipertensi pada lansia di di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu

Kota Sukabumi dapat diuraikan sebagai berikut :

57
58

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Analisa Deskriptif Karakteristik Responden

Dalam analisis deskriptif karakteristik responden dilakukan

dengan menggunakan distribusi frekuensi dan presentase setiap

kategori, berikut adalah analisis deskriptif karakteristik responden

yaitu :

1) Analisis Destkriptif Usia Responden

Analisis deskrptif usia responden selengkapnya bisa dilihat


pada Tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Responden Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Usia Responden di UPTD
PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota
Sukabumi

Usia Jumlah Presentase (%)


60-65 tahun 43 65,2
65-70 tahun 6 9,1
70-75 tahun 9 13,6
>75 tahun 8 12,1
Jumlah 66 100

Berdasarkan Tabel 4.1, didapatkan bahwa sebagian besar

responden yang berada di di UPTD PPK BLUD Puskesmas

Selabatu Kota Sukabumi berusia 60-65 tahun yaitu sebanyak

43 orang (65,2%).
59

2) Analisis Deskriptif Jenis Kelamin Responden

Analisis deskriptif jenis kelamin responden yang

selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin di UPTD PPK BLUD Puskesmas
Selabatu Kota Sukabumi.

Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)


Laki-Laki 23 34,8
Perempuan 43 65,2
Jumlah 66 100

Berdasarkan Tabel 4.2, didapatkan bahwa jenis kelamin

responden yang berada di UPTD PPK BLUD Puskesmas

Selabatu Kota Sukabumi sebagian besar perempuan sebanyak

43 orang (65,2%).

3) Analisis Deskriptif Status Perkawinan Respomden

Analisis deskriptif status perkawinan responden

selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Status Perkawinan di UPTD PPK BLUD
Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

Status Perkawinan Jumlah Presentase (%)


Duda/Janda 13 19,7
Kawin 53 80,3
Jumlah 66 100
60

Berdasarkan Tabel 4.3, didapatkan bahwa sebagian besar

status perkawinan responden yang berada di UPTD PPK

BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi yaitu kawin

sebanyak 53 responden (80,3%).

4) Analisis Deskriptif Pendidikan Responden


Analisis deskriptif pendidikan responden selengkapnya bisa

dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pendidikan di UPTD PPK BLUD Puskesmas
Selabatu Kota Sukabumi

Pendidikan Jumlah Presentase (%)


SD 25 37,9
SMP 11 16,7
SMA 26 39,4
Perguruan Tinggi 4 6
Jumlah 66 100

Berdasarkan Tabel 4.4, didapatkan bahwa sebagian besar

pendidikan responden yang berada di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi berpendidikan SMA

sebanyak 26 responden (39,4%).

5) Analisis Deskriptif Pekerjaan Responden

Analisis deskriptif pekerjaan responden selengkapnya bisa

dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:


61

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di UPTD


PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi
Pekerjaan Jumlah Presentase (%)
Bekerja 23 34,8
Tidak bekerja 43 65,2
Jumlah 66 100

Berdasarkan Tabel 4.5, didapatkan bahwa sebagian besar

status pekerjaan responden yang berada di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi yaitu tidak berkerja

sebanyak 43 orang (65,2%).

b. Analisis Deskriptif Univariat Variabel Penelitian

Dalam analisis deskriptif univariat variabel penelitian

dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase

tiap kategori. Berikut adalah analisis deskriptif univariat variabel

yaitu:

1) Analisis Deskriptif Variabel Kualitas Tidur Pada Lansia

Analisis deskriptif variabel kualitas tidur selengkapnya bisa

dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Variabel Kualitas Tidur di UPTD PPK BLUD
Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Kualitas Tidur Jumlah Presentase (%)

Baik 30 45,5
Buruk 36 54,5
Jumlah 66 100
62

Berdasarkan Tabel 4.6, didapatkan bahwa kualitas tidur

lanisa yang berada di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu

Kota Sukabumi sebagian besar memiliki kualitas tidur yang

buruk sebanyak 36 orang (54,5%).

2) Analisis Deskriptif Variabel Kejadian Hipertensi pada

Lansia

Analisis deskriptif variabel kejadian hipertensi pada lansia

selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Variabel Kejadian Hipertensi pada Lansia di
UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota
Sukabumi

Kejadian Hipertensi Jumlah Presentase (%)

Terjadi (> 5 Kali) 34 51,5


Tidak terjadi (≤ 5 Kali) 32 48,5
Jumlah 66 100

Berdasarkan Tabel 4.7, didapatkan bahwa yang berada di

UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

sebagian besar (> 5 Kali) terjadi kejadian hipertensi sebanyak

34 orang (51,5%).
63

2. Analisa Bivariat

a. Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur dengan Kejadian

Hipertensi pada Lansia

Tabulasi silang disini menjelaskan tentang gambaran kualitas

tidur disilangkan dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi selengkapnya

bisa dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur disilangkan


dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Kejadian Hipertensi
Kualitas
Tidak Jumlah %
Tidur Terjadi % %
Terjadi

Buruk 27 40,9 9 13,6 36 54,5

Baik 7 10,6 23 34,9 30 45,5

Jumlah 34 51,5 32 48,5 66 100

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden yang

memiliki kualitas tidur buruk sebagian besar (> 5 Kali) atau terjadi

kejadian hipertensi sebanyak 27 orang (40,9%) dan sebagian kecil

(≤ 5 Kali) atau tidak terjadi kejadian hipertensi sebanyak 9 orang

(10,6%). Sedangkan yang memiliki kualitas tidur baik sebagian

besar (≤ 5 Kali) atau tidak terjadi kejadian hipertensi sebanyak 23

orang (34,9%) dan sebagian kecil (> 5 Kali) atau terjadi kejadian

hipertensi sebanyak 7 orang (10,6%).


64

b. Analisa Uji Hipotesis

Hasil analisa ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan

kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD PPK

BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Uji hipotesis

menggunakan analisis chi squere, hasil analisis uji chi squere

selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9 Hasil Uji Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan


Tingkat Kejadian Hipertensi pada Lansia Hasil Uji
Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia di UPTD PPK BLUD
Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Variabel Bebas Variabel Tidak Bebas P-Value

Kualitas Tidur Kejadian Hipertensi 0,000

Berdasarkan pada Tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai p - value

= 0,000 yang berarti < 0,05 yang menunjukan bahwa ada hubungan

kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD PPK

BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi.

B. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini dimaksud untuk memberikan

penjelasan terhadap hasil penelitian deskriptif maupun hasil penelitian

korelasi yang akan dijabarkan sebagai berikut:


65

1. Gambaran Kualitas Tidur pada Lansia di di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Hasil penelitian pada tabel 4.6, menunjukan bahwa kualitas tidur

lanisa yang berada di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota

Sukabumi sebagian besar memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak

36 orang (54,5%) dan sebagian kecil memiliki kualitas tidur yang baik

sebanyak 30 orang (45,5%).

Dari masa kanak-kanak hingga kehidupan tua, kebutuhan tidur

akan menurun seiring bertambahnya usia. Orang dewasa tidur 7 hingga

8 jam sehari, sedangkan mereka yang berusia 60 tahun ke atas tidur

rata-rata 6 jam sehari. Bayi baru lahir tidur rata-rata 18 jam per hari,

sementara anak-anak berusia antara 6 dan 12 tahun tidur masing-

masing rata-rata 10 jam per hari dan 8,5 jam per hari. Tidur malam

yang baik adalah lansia dapat dengan mudah tidur selama 9 jam,

bangun jam 7 pagi, jarang bangun di malam hari, jarang mengalami

mimpi buruk, tidak pernah membutuhkan obat tidur untuk membantu

tidur, dan merasa lelah saat bangun. di pagi hari. (Setianingsih et al.,

2021)

Jumlah darah yang ditekan jantung ke dinding arteri dikenal

sebagai tekanan darah. Tekanan darah memiliki dua bagian: sistolik

(angka atas), yaitu tekanan yang tercipta saat jantung berkontraksi

untuk memompa darah dengan tekanan tertinggi, dan diastolik (angka

bawah), yaitu tekanan minimal yang mendorong dinding arteri setiap


66

kali jantung dalam keadaan mengembang (saat istirahat). Usia, jenis

kelamin, obat-obatan, stres, dan perubahan tekanan darah sepanjang

hari adalah faktor lain yang mungkin berdampak. Kemampuan seorang

senior untuk berpikir jernih bergantung pada seberapa baik mereka

tidur. Kualitas tidur yang buruk memengaruhi kinerja kognitif dan

aliran darah ke otak, yang meningkatkan tekanan darah.(Setianingsih

et al., 2021)

Menurut (Sumarna et al., 2019), Ada beberapa elemen yang

mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Karakteristik ini dapat

mengungkapkan kapasitas seseorang untuk relaksasi dan tidur sesuai

dengan tuntutannya. Faktor-faktor berikut mungkin memengaruhinya,

yaitu :

a. Penyakit. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur,

misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi.

b. Latihan dan Kelelahan. Keletihan akibat aktivitas yang tinggi

dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga

keseimbangan energi yang telah dikeluarkan.

c. Stres Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada

seseorang akibat ketegangan jiwa, dimana seseorang

mengalami kegelisahan.

d. Obat. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses

tidur adalah jenis golongan - golongan obat diuretik


67

menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan

REM.

e. Nutrisi. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya

proses tidur.

f. Lingkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi

seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur.

g. Motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan

seseorang untuk tidur.

Kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan The Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI). PSQI adalah alat yang berguna untuk

mengevaluasi kebiasaan dan kualitas tidur orang dewasa yang matang.

Untuk mengukur dan mengidentifikasi orang-orang dengan kualitas

tidur yang baik dan buruk, dibuatlah PSQI. Kualitas tidur subyektif,

latensi tidur, lama tidur, gangguan tidur, efektivitas kebiasaan tidur,

penggunaan obat tidur, dan disfungsi tidur sepanjang hari hanyalah

beberapa dari tujuh aspek yang membentuk PSQI. Setiap dimensi

diukur dengan menggunakan serangkaian pertanyaan, dengan setiap

pertanyaan memiliki bobot tertentu berdasarkan evaluasi yang telah

dibakukan. (Sumarna et al., 2019)

Kualitas tidur merupakan kapasitas setiap orang untuk tetap tidur

dan mencapai periode tidur REM dan NREM yang tepat. Pengalaman

kualitas tidur seseorang menentukan seberapa segar dan bugar yang

dia rasakan ketika mereka bangun dari tidurnya. Lansia membutuhkan


68

waktu tidur 6-7 jam setiap hari, namun kebutuhan setiap orang

berbeda-beda. Mayoritas orang lanjut usia berisiko tinggi mengalami

gangguan tidur yang disebabkan oleh penuaan dan dibantu oleh

variabel penyebab lain seperti penyakit. (Nainar et al., 2020).

Hal ini sesuai dengan teori yaitu Masalah kualitas tidur adalah

salah satu gangguan terkait penuaan; lebih dari separuh populasi lanjut

usia memiliki masalah ini. Kualitas tidur mengukur seberapa puas

Anda dengan tidur Anda. Ketidakmampuan untuk tertidur dan tetap

tertidur, bangun pagi-pagi, dan rasa kantuk yang berlebihan di siang

hari adalah tanda-tanda masalah tidur pada lansia. (Harsismanto et al.,

2020)

Penelitian yang dilakukan oleh (Madeira et al., 2019), yaitu 33

(78,6%) lansia yang mengalami pola tidur terganggu menyebabkan

sebanyak 33 (78,6%) orang mengalami hipertensi derajat I, Hal ini

menunjukkan bahwa gangguan tidur masih sering terjadi pada lansia.

Penyebab psikologis, penyakit fisik, lingkungan, gaya hidup, dan usia

semuanya berdampak pada kebiasaan tidur lansia. Orang lanjut usia

yang menderita gangguan pola tidur yang disebabkan oleh penuaan

fisik normal lebih cenderung terbangun tiba-tiba di tengah malam,

mengalami mimpi buruk, dan sulit tidur. Lansia lebih rentan terhadap

penyakit seperti hipertensi ketika kebiasaan tidur mereka diubah

karena mereka tidak mendapatkan tidur enam jam yang mereka

butuhkan. Hal ini selaras dengan penelitian pada tabel 4.6 dapat dilihat
69

bahwa kualitas tidur lanisa yang berada di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi sebagian besar memiliki kualitas

tidur yang buruk sebanyak 36 orang (54,5%)

2. Gambaran Kejadian Hipertensi pada Lansia di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Berdasarkan Tabel 4.7, menunjukan bahwa yang berada di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi sebagian besar (> 5

Kali) terjadi kejadian hipertensi sebanyak 34 orang (51,5%). dan

sebagian kecil (≤ 5 Kali) tidak terjadi kejadian hipertensi sebanyak 32

orang (48,5).

Kejadian Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang

berkelanjutan yang didefinisikan sebagai nilai sistolik dan diastolik

masing-masing lebih dari 140 dan 90 mmHg. Perubahan sistem

kardiovaskular pada lansia, seperti peningkatan massa jantung,

hipertrofi ventrikel, dan berkurangnya kapasitas peregangan jantung,

berdampak pada peningkatan tekanan darah.. (Nurhayati et al., 2020).

Gaya hidup (pola olahraga dan istirahat), pilihan diet (asupan lemak

dan garam), dan tingkat stres merupakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan prevalensi hipertensi. Tingkat stres adalah

kontributor utama prevalensi ini. (Salman et al., 2020).

Masa lansia adalah tahap terakhir pertumbuhan manusia, yang

diikuti oleh penurunan keadaan yang berinteraksi pada tingkat sosial,

psikologis, dan fisik. Organ-organ tubuh akan mengalami sejumlah


70

kemunduran seiring bertambahnya usia, membuat mereka lebih rentan

terhadap penyakit seperti hipertensi. Usia, jenis kelamin, dan genetika

adalah tiga elemen tak terkendali yang memiliki dampak signifikan

terhadap hipertensi. Sedangkan kebiasaan makan, kurangnya olahraga

teratur dan aktivitas fisik, serta perilaku merokok merupakan variabel

yang dapat dikontrol. Setiap orang harus mematuhi pola aktivitas

sosial yang berkembang yang ditentukan oleh gaya hidup modern

yang rumit, termasuk mengonsumsi alkohol, merokok, tidak

berolahraga, dan kurang tidur, yang semuanya berdampak buruk bagi

kesehatan. (Salman et al., 2020)

Sebagaimana dikemukakan oleh (Muslimah et al., 2023), yang

menyatakan bahwa ada dua kategori utama faktor yang mempengaruhi

perkembangan hipertensi: yang tidak dapat diubah atau yang tidak

dapat dimodifikasi, seperti jenis kelamin, usia, dan genetika; dan yang

bisa diubah atau yang bisa dimodifikasi, seperti pola makan (junk

food, asupan natrium, asupan lemak), kebiasaan olahraga, dan faktor

lainnya. Satu faktor risiko dengan sendirinya tidak dapat

menyebabkan hipertensi; melainkan, semua faktor risiko ini harus ada

(faktor risiko dasar yang sama) untuk berkembangnya hipertensi.

3. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Hipertensi pada

Lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Hasil penelitian pada tabel 4.8, menunjukan bahwa responden yang

memiliki kualitas tidur buruk sebagian besar (> 5 Kali) atau terjadi
71

kejadian hipertensi sebanyak 27 orang (40,9%) dan sebagian kecil (≤ 5

Kali) atau tidak terjadi kejadian hipertensi sebanyak 9 orang (10,6%).

Sedangkan yang memiliki kualitas tidur baik sebagian besar (≤ 5 Kali)

atau tidak terjadi kejadian hipertensi sebanyak 23 orang (34,8%) dan

sebagian kecil (> 5 Kali) atau terjadi kejadian hipertensi sebanyak 7

orang (10,6%).

Hasil penelitian pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai p - value =

0,00 yang berarti < 0,05 yang menunjukan bahwa ada hubungan

kualitas tidur dengan tingkat kejadian hipertensi pada lansia di UPTD

PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi. Hal ini selaras

dengan penelitian (Helvia et al., 2021), terbanyak adalah 60-74 tahun

berjumlah 54 orang (84,4%), jenis kelamin terbanyak adalah

perempuan berjumlah 48 orang (75%), memiliki genetik (riwayat

keturunan) hipertensi berjumlah 49 orang (76,7%), derajat hipertensi

terbanyak adalah hipertensi sistolik terisolasi berjumlah 25 orang

(39,1%), kualitas tidur terbanyak adalah kualitas tidur buruk

berjumlah 53 orang (82,8%) dan terdapat hubungan kualitas tidur

dengan derajat hipertensi pada lansia di Puskesmas Sintuk Tahun

2021 P= 0,000 < 0,05 atau Terdapat hubungan kualitas tidur dengan

derajat hipertensi pada lansia di Puskesmas Sintuk tahun 2021.

Adapun penelitian lainnya yaitu penelitian (Assiddiqy, 2020), dari

38 responden Hasil analisis didapatkan sebagian besar 18 (56,2%)

responden mengalami kualitas tidur buruk pada lansia dan sebagian


72

besar 19 (59,4%) responden memiliki tekanan darah hipertensi

antara140/90 mmHg sampai< 160/90 mmHg pada lansia. Kualitas

Tidur Pada Lansia Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar lansia yang mengalami kualitas tidur buruk diketahui dari

responden terbangun ditengah malam malam untuk ke kamar mandi,

sering mengalami mimpi buruk, hanya bisa tidur selama 16 sampai 30

menit setiap kali, dan terbiasa bangun sekitar jam 4 pagi, sehingga

tidur kurang dari 6 jam setiap malam. Menurut temuan studi tersebut,

kurang dari separuh responden memiliki kualitas tidur yang baik

karena tidur sekitar pukul 21.00, mudah tertidur, jarang terbangun di

tengah malam, hampir tidak pernah mengalami mimpi buruk, dan

merasa istirahat ketika tidur. bangun keesokan paginya. Berdasarkan

hal tersebut, lansia perlu tidur minimal 6-7 jam setiap malam agar

sehat dan mencegah tekanan darah naik.

Hipertensi adalah tanda umum penuaan dan faktor risiko yang

signifikan untuk kejadian penyakit kardiovaskular. Karena tekanan

darah biasanya meningkat seiring bertambahnya usia, hipertensi sering

menyerang orang di atas usia 60 tahun. (Madeira et al., 2019)

Proses penuaan alami yang dialami lansia berdampak pada

kerentanan mereka terhadap hipertensi. Fungsi fisik dan fisiologis

tubuh berubah seiring bertambahnya usia; dalam situasi ini, sistem

kardiovaskular mengalami perubahan fisik karena pembuluh darah

lansia mulai kaku dan kehilangan kekenyalannya. Kemungkinan


73

peningkatan tekanan darah meningkat dengan kualitas tidur, dan

sebaliknya. Sistem saraf, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, dan

muskuloskeletal, antara lain, semuanya berpartisipasi dalam tidur.

Aktivitas sistem saraf otonom dan proses fisiologis lain yang

mengatur tekanan darah diubah saat tidur. Tekanan darah

dibandingkan dengan kesadaran menurun selama tidur biasa. Saraf

simpatik, yang biasanya menyebabkan penurunan tekanan darah

istirahat sebesar 10-20%, adalah sumber penurunan ini. Sebaliknya,

ada risiko 20% bahwa tekanan darah akan meningkat jika penurunan

khas yang biasanya terjadi saat seseorang tidur tidak terjadi. hipertensi

dan tekanan darah. (Harsismanto et al., 2020)

Kurang tidur dapat membuat sistem saraf menjadi hiperaktif, yang

selanjutnya berdampak pada sistem di seluruh tubuh, termasuk

jantung dan pembuluh darah. Kualitas tidur yang buruk juga dapat

menyebabkan hormon yang mengatur tekanan darah menjadi tidak

seimbang atau hormon aldosteron tidak berfungsi dengan baik.

Tekanan darah seseorang akan naik ketika mereka memiliki masalah

tidur, menempatkan mereka pada risiko hipertensi karena tidur

mengubah fungsi sistem saraf otonom dan proses fisiologis lain yang

mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah seseorang akan naik

ketika mereka memiliki masalah tidur, menempatkan mereka pada

risiko hipertensi karena tidur mengubah fungsi sistem saraf otonom


74

dan proses fisiologis lain yang mempengaruhi tekanan darah.

(Setianingsih et al., 2021).

Kemungkinan mengembangkan hipertensi diamati agak lebih

tinggi pada mereka yang mengalami gangguan tidur dan durasi tidur

pendek dibandingkan mereka yang tidak memiliki masalah ini.

Hubungan ini mungkin merupakan hasil dari mekanisme biologis,

yang menunjukkan bahwa kurang tidur dapat mengubah sistem saraf

simpatik dan hormon stres kortisol, sehingga meningkatkan tekanan

darah. Selain itu, seseorang mungkin mengalami stres dan kecemasan

yang berlebihan, seperti dari masalah dan penyakit. Siklus sirkadian

tubuh dipengaruhi dan terganggu oleh kualitas tidur yang buruk dan

durasi tidur yang tidak mencukupi, yang secara tidak langsung

meningkatkan kemungkinan terjadinya hipertensi.(Harsismanto et al.,

2020).

Cara mencegah gangguan pola tidur pada lansia dengan

membiasakan tidur lebih awal, menghindari zat-zat pemicu tidur

seperti kopi, menjaga kebugaran jasmani dengan jalan pagi minimal

dua kali seminggu, menghindari makanan tinggi garam dan lemak

yang dapat meningkatkan tekanan darah, dan rutin menjaga kesehatan

fisik dengan mengikuti kegiatan di panti jompo yang dipandu oleh

tenaga kesehatan hanyalah beberapa saran. Lansia membutuhkan tidur

yang berkualitas untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan kondisi

fisiknya. (Madeira et al., 2019)


75
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai hubungan kualitas

tidur dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPTD PPK BLUD

Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kualitas tidur pada

lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

sebagian besar memiliki kualitas tidur yang buruk.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kejadian hipertensi

pada lansia di UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

sebagian besar (> 5 Kali) atau mengalami kejadian hipertensi.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kualitas tidur

dengan kejadian hipertensi pada di UPTD PPK BLUD Puskesmas

Selabatu Kota Sukabumi.

B. Saran

1. Bagi UPTD PPK BLUD Puskesmas Selabatu Kota Sukabumi

Mengacu pada hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka

dari itu diharapkan Puskesmas Selabatu lebih meningkatkan upaya

yang dapat menurunkan angka hipertensi serta edukasi untuk

meningkatkan kualitas tidur pada lansia hipertensi.

76
77

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan bagi peneliti selanjutnya melanjutkan

penelitian dengan indikator atau metode analisis lainnya yang belum

digunakan agar didaptkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.


78

Anda mungkin juga menyukai